Professional Documents
Culture Documents
DEFINISI
Peritonsillar abscess (PTA) merupakan kumpulan/timbunan (accumulation) pus (nanah) yang
terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari
suppurative tonsillitis.
ETIOLOGI
Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari
kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman
penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan
dewasa muda.
Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat anaerob.
Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah Streptococcus
pyogenes(Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus
influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium. Prevotella,
Porphyromonas, Fusobacterium,dan Peptostreptococcus
peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik.
PATOLOGI
Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak diterima
adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis dan
kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu
infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak
palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun
jarang.
Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan yang
hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan.
Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra
lateral.
Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada
m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi
aspirasi ke paru.
Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang
(recurrent) sebelumnya. PTA dapat juga merupakan suatu gambaran (presentation) dari infeksi
virus Epstein-Barr (yaitu: mononucleosis).
GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS
Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeri menelan) yang hebat,
biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau
(foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar
membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.
Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in neck
mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan peradangan otot tengkuk (cervical muscle
inflammation)1.
Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration). Tempat aspiration
dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine dan jarum besar (berukuran 16
18) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc. Aspirasi material yang bernanah
(purulent) merupakan tanda khas, dan material dapat dikirim untuk dibiakkan.
Pada penderita PTA perlu dilakukan pemeriksaan:
1. Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit (electrolyte level
measurement), dan kultur darah (blood cultures).
2. Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsillitis dan
bilateral
cervical
lymphadenopathy.
Jika
hasilnya
positif,
penderita
memerlukan
2.
Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring.