Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik,
walaupun istilah “sakit” ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan
berbeda – beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang
sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang
identik yang menyebabkan sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa
diharapkan pada tugas untuk mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari
pasien dan juga harus dapat membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa
sakitnya itu.
Ada banyak rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit
kepala. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala
yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and
neurosurgery illustrated Kenneth).
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf,
(3) gigi – geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di
kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala
sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala
primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache
1
dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala
sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada
kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit
kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat
adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan
homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,
telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala
akibat kelainan psikiatri.(sumber : ICHD – II).
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas learning issues satu persatu
dimulai dengan anatomi sakit kepala, fisiologi sakit kepala, sakit (nyeri) kepala,
tension type headache, dan migren.
2
BAB II
PEMICU
3
BAB III
MORE INFO
4
BAB IV
PEMBAHASAN
5
Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yang
lambat dan menetap, penekanan pola – pola gerakan yang tidak berguna. Korteks
serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat
pribadi, proses mental canggih misalnya berpikir, mengingat, membuat keputusan,
kreativitas dan kesadaran diri.
Korteks serebrum dapat dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus frontalis, lobus,
parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis. Masing – masing lobus ini memiliki
fungsi yang berbeda – beda. ( lihat tabel 1).
Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen
dari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen
C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya
nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas.
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari
kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan
mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang
meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen
saraf ini meluas ke pars kaudal.
6
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus,
menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan
falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini.
V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan
duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah
duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi
temporomandibular dan otot menguyah (lihat gambar 3).
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi
meatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi
rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.
Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus
dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior,
obliquus inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari
C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior,
longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi
greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus
inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis
capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan
yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius. Melalui
oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana merupakan
cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior
dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke
longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang
superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3
zygapophysial bagian lateral dan posterior (lihat gambar 3).
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks
serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa
7
posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari
orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar,
gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim
otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh
stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.
Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat
mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan
metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif
mekanik.
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi
dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan
kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya
yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu
45 C, jaringan – jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada
sebagian besar populasi.
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti
bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik.
Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja
dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi
P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah
dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan
nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat
dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang
8
sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel
terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan
iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.
Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings.
Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan
internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan
tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve
endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul
akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow
– chronic- aching type pain.
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri
akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan.
Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini
ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan
kecepatan mencapai 6 – 30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah
glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan
pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa
milliseconds.
Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih
dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya
stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus
kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui
serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 – 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin
digunakan adalah substansi P.
Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang
ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan
9
slow- chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis,
serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya
akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu
adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.
Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang
mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada
lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order
neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang
menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus
akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus
talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar).
Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir
pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan
memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut
diberikan.
10
dari mesensefalon, (3) regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi
aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri.
Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke
arah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area
tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf,
(3) gigi – geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di
kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang
telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahan
lokasi (cuaca, tekanan, dll.). Untuk lebih jelas lihat tabel 2.
Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun
sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun. HIS juga
11
mengemukakan cluster headaache 80 – 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit
kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.
12
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan
preparat Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2
– 3 kali sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat
ditambahkan pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3
– 4 minggu.
13
Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan
indikasi merujuk adalahsebagai berikut: (1) sakit kepala yang tiba – tiba dan timbul
kekakuan di leher, (2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit
kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit
pada bagian mata dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap pada pasien yang
sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit kepala yang rekuren pada
anak.
14
4.4.5 Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur
dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan
terjadinya TTH sebagai berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan
daripada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah
pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2)
disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa
disertai iskemia otot, (3) transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis
pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal
dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif
pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer
yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan
pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral
nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti
hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri
( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu,
terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit activity, (5) kelainan
fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info
pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur serotonergik dan
monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi
kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet,
penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan
maseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor
stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan
aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan
ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi
sentral pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO
pada kornu dorsalis.
Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada
beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan)
akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah
15
menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium
masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga
terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi
pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen
gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida
ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3
tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm
reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan
kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme
anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang
pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi
jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari
glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan
menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang
digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi
K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit
kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,
insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan
rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.
16
4.4.8 Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,
migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis
temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit
kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.
17
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan
olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching),
meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka
dapat dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti
bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.
4.5 Migren
4.5.1 Definisi Migren
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri
kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang samapai berat dan diperhebat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
18
4.5.4 Klasifikasi Migren
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura,
dan migren kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau
lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa
disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur
lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti
aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. Migren tanpa aura adalah
migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada periorbital.
Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah
berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri
kepala kronik dengan nyeri setiap hari.
19
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus
sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga
mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin.
Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari
pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di
otak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang
maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan
menyebabkan nyeri kepala pada migren.
20
4.5.9 Terapi Migren
Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan
fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media
humoral ( misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri
intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.
21
BAB V
ULASAN
Ada beberapa hal masih belum jelas dalam hal, neurotransmitter eksitatorik
dan inhibitorik mana yang berperan dalam nyeri? Setelah mendapat penjelasan dari
pakar maka diketahui bahwa neurotransmitter eksitatorik adalah glutamat sedangkan
neurotransmitter inhibitorik adalah GABA.
Apabila pasien dengan TTH tidak respon terhadap NSAIDs sederhana, apa
yang akan kita berikan? Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin,
ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein ( dalam bentuk
kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.
Kenapa ada nyeri kepala yang berdenyut dan ada yang tidak berdenyut?
Setelah mendapat penjelasan dari pakar maka diketahui bahwa pada nyeri kepala yang
berdenyut terdapat keterlibatan pembuluh darah (kontraksi vaskular).
Pengobatan apa yang sesuai pada kasus? Pada kasus didapati bahwa pasien
menderita tension type headache kronik yang ditandai dengan adanya > 15 kali
serangn dalam sebulan, sehingga pengobatan yang sesuai adalah pemberian analgesia
simpel dengan antidepresan seperti amiltriptilin.
22
BAB VI
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Reskin, Neil H. Headache. Harrison, T.R, dkk. Harrison’s Internal Medicine. United
states of Amerika : McGraw-Hill Companies.2005. 85- 93.
25