You are on page 1of 11

REFERAT

FIXED DRUG ERUPTION (FDE)


Terjemahan : Cutis. 2009;84:215-219.

Disusun Oleh :
Ratna Oktaviani

Muhammad Ardianto

Andrio Palayukan
I Kadek Ludi Junapati
Reza Yunita Sari
Ratu Siti Khadijah S.
Almira Muthia Deaneva
Amirul Zakiya Bravery
Sausan Hana Maharani

G99142018
G99142019
G99142020
G99142021
G99142022
G99142023
G99151053
G99151054

G99151055
Blandina Adrialisa R. R. G99151056
Ridwan Fauzi
G99151057
Astridia Maharani P. D. G99142119
Dorothy Eugene N. W. G99142120
Vanny Scarlett V.
G99142121
Arafi Afra Linda P.
G99142122
Rut Pamela Sudianto
G99142123

Pembimbing:
dr. Muh. Eko Irawanto, Sp.KK, FINS DV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

FIXED DRUG ERUPTION


LAPORAN KASUS DAN TINJAUAN LITERATUR
Sarah B. Gendernalik, DO; Kenneth J. Galeckas, MD
TUJUAN
Untuk memahami Fixed Drug Eruption (FDE) agar bisa menangani pasien
dengan kondisi tersebut.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan kegiatan ini, Anda akan dapat:
1. Menjelaskan presentasi klinis FDE termasuk FDE nonpigmentasi dan bulosa
generalisata.
2. Menyebutkan obat yang paling sering dikaitkan dengan FDE.
3. Menguraikan metode skema untuk menentukan obat penyebab, termasuk uji
provokasi topikal dan oral.
SASARAN PEMBACA
Kegiatan ini dirancang untuk dermatologis dan dokter umum
Pendahuluan
Fixed Drug Eruption telah dijelaskan sejak 1889 dengan dokumentasi
yang berkembang secara terus-menerus tentang agen yang terlibat dan gejala
klinisnya. Kami melaporkan sebuah kasus FDE sebagai sebuah reaksi terhadap
naproxen sodium pada wanita usia 27 tahun. Kami menyajikan sebuah catatan
mengenai penyebab FDE yang paling umum maupun sebuah diskusi spektrum
dari gejala klinis dan diagnosis banding untuk reaksi obat khas ini.
Fixed Drug Eruption pertama kali dijelaskan oleh Bourns pada tahun 1889
dan telah lama digambarkan secara klinis sebagai erupsi yang timbul mendadak
berupa makula atau patch yang berwarna merah kehitaman, dengan edema dan
berbentuk lingkaran hingga oval pada kulit dan membran mukosa yang
meninggalkan residu hiperpigmentasi, paling sering terjadi sebagai reaksi dari
obat peroral atau kandungan suatu obat. Penelitian sebelumnya telah menyediakan
gambaran histologi dan imunologi dalam patofisiologi penyakit. Dengan
munculnya banyak obat baru dan pengawet dalam obat-obatan, dokter melihat
gambaran FDE baik gambaran yang khas maupun yang tidak biasa yang sering
menyerupai penyakit-penyakit kulit lain seperti eritema multiform, sindrom
Stevens-Johnson, toxic epidermal necrolysis (TEN), selulitis, paronikia, dan
pemfigoid bulosa. Kami bertujuan menyediakan tinjauan komprehensif mengenai
FDE dan hal yang terkait.

Laporan Kasus
Seorang wanita usia 27 tahun datang ke klinik dermatologi kami dengan
patch eritemosa pada seluruh fossa poplitea kanan yang telah muncul selama 2
tahun dan hilang timbul (lihat gambar). Ia pertama kali menyadari adanya lesi
pada saat trimester pertama kehamilan anak ketiganya. Dengan pengecualian
penggunaan secara intermiten obat penghilang rasa sakit sebelumnya, ia hanya
menggunakan vitamin prenatal dan menyangkal menggunakan obat secara
berlebihan. Selama bertahun-tahun berikutnya, lesi berkembang dengan cepat
berkali-kali lipat tanpa adanya gejala prodormal dan menghilang 3 sampai 4 hari
berikutnya dengan meninggalkan hiperpigmentasi pasca inflamasi. Ketika
muncul, lesinya tampak eritem dan gatal. Sebelumnya ia menggunakan krim
pimecrolimus 1% untuk dermatitis atopi tanpa perbaikan klinis. Ia memiliki
riwayat dermatitis atopi dan penyakit von Willebrand. Ia menggunakan ibuprofen
untuk meredakan gejala menstruasi dan kadang menggunakan naproxen sodium
jika ibuprofen tidak ada.

Seorang wanita usia 27 tahun dengan patch hiperpigmentasi rekuren ukuran 5


cm dengan batas eritem 2-3 mm pada fossa poplitea kanan.
3

Ketika ditunjukan, ia memiliki patch hiperpigmentasi ukuran 5 cm dengan


batas eritem 2-3 mm yang muncul 24 jam sebelumnya. Setelah meninjau dengan
seksama riwayat medis pasien termasuk resep dan obat serta pemeriksaan fisik,
pasien didiagnosis dengan FDE dalam respon terhadap naproxen sodium. Ia telah
diberitahu untuk menghindari obat ini dan tidak kambuh kembali. Penggantian
dengan ibuprofen terbukti lancar dan sisa hiperpigmentasi pasca inflamasi
sepenuhnya memudar tanpa intervensi.
Komentar
Fixed Drug Eruption adalah bentuk unik dari alergi obat yang khas terjadi
pada tempat yang sama pada setiap pemberian obat yang mendorong timbulnya
FDE. Setelah penggunaan awal agen penyebab, periode refrakter selama beberapa
minggu, bulan, atau tahun mungkin berlalu sebelum lesi pertama kali muncul
pada kulit dari individu yang tersensitisasi. Dengan paparan berulang, baik
melalui oral atau pemberian topikal, lesi akut biasanya muncul dalam waktu 30
menit sampai 8 jam berupa makula, patch, atau plak merah kehitaman tunggal
atau ganda, bulat, berbatas tegas yang mungkin gatal dan mengalami edema.
Pruritus dan rasa terbakar mungkin satu-satunya manifestasi dari reaktivasi dalam
lesi hiperpigmentasi pasca inflamasi. Lesi awal biasanya soliter, namun dengan
konsumsi obat berulang, lesi baru dapat muncul dan lesi awal dapat membesar.
Lesi dapat melepuh dan mengalami erosi, meninggalkan perubahan pigmentasi
secara menetap, terutama pada pasien dengan kulit yang lebih gelap (contohnya,
Fitzpatrick jenis kulit IV sampai VI). Namun, pembentukan gelembung/ bula dan
erosi tidak mempengaruhi munculnya hiperpigmentasi pasca inflamasi. Secara
klinis, lesi hiperpigmentasi pasca inflamasi mungkin satu-satunya bekas diantara
serangan. Sebuah fase refrakter mungkin terjadi menyusul gejala akut dimana
paparan obat tidak akan memperburuk lesi dalam hitungan minggu hingga bulan.
Penyebab paling umum dari FDE (jenis apapun) adalah trimetoprimsulfamethoxazole.

Fixed Drug Eruption nonpigmentasi pertama kali dijelaskan pada tahun


1987 oleh Shelley dan Shelley dan digambarkan dengan plak eritematosa yang
besar, simetris, berbatas tegas, nyeri, kadang-kadang dengan bula besar melebihi
daerah yang terlibat, yang mendadak muncul namun memudar 2 sampai 3 minggu
tanpa sisa hiperpigmentasi pasca inflamasi yang khas terlihat pada FDE.
Diagnosis dikonfirmasi dalam kasus ini dengan gambaran lesi di lokasi yang sama
dengan erupsi sebelumnya. Pseudoefedrin hidroklorida adalah obat pencetus yang
paling umum dari FDE. Hal ini juga telah terlihat setelah vaksinasi influenza dan
salah didiagnosis sebagai pemfigoid bulosa.

Tabel 1. Agen penyebab lainnya dari Fixed Drug Eruption

Antibakterial dan antivirus


Acyclovir
Amoksisilin
Ampisilin
Chlorhexidin gluconat
Clarithromycin
Clindamycin
Fluoroquinolon
Foscamet sodium
Asam p-aminosalisilat
Penicillin
Lainnya
Alopurinol
Articaine
Atenolol
Toksin botulinum
Climetidine
Colchicine
Cortrast media
Sipoteron asetat
Docetaxel
Melatonin
Omeprazole
Kontrasepsi oral
Pamabrom
Fenolftalein
Procarbazine
Tartrazine
Tetrahydrozoline
Ticlopidine HCl

Psikoaktif
Barbiturat
Carbamazepin
Chloral hydrate
Chlordiazepoxide HCl
Chlomezanone
Citicolin
Lamotrigin
Lormetazepam
Ondansentron HCl
Opium alkaloid
Belladoma
Papaverin
Oxazepam
Fenitoin
Prochlorperazin maleat
Tropisetron
Antihistamin
Cetirizine HCl
Cyclizine
Difenhidramin HCl
Hydroxizine HCl
Loratadine
Orphenadrine

Antiinflamasi
Acetaminofen
Aspirin
Celecoxib
Na diclofenac
Diflunisal
Dipyrone
Ethenzamide
Ibuprofen
Indometasin
Asam mefenamat
Metamizole sodium
Naproxen sodium
Nimesulide
Oxyphenbutazone
Phenacetin
Phenazone
Fenillbutazon
Piroxicam
Quinin sulfat
Asam tolfenamid
Antiparasit
Albendazole
Pirantel pamoat
Tinizadole

Dekongestan
Amlexanox
Citiolone

Fixed Drug Eruption bulosa generalisata, ditandai dengan makula merah


multipel, berbatas tegas, terdistribusi bilateral dan sering simetris bisa menyerupai
seperti pada eritema multiforme, sindrom Steven Johnson, dan TEN. Lesi yang
muncul berupa vesikel dan bula dengan ukuran bervariasi, dan lesi cenderung
bertambah besar selama beberapa hari setelah penggunaan obat dihentikan. Agen
yang terlibat antara lain aminophenazone, antipyrine, barbiturat, clotrimoxazole,
trimetoprim, sulfamethoxazole, diazepam, asam mefenamat, acetaminophen,
phenazone, fenilbutazon, piroxicam, sulfadiazin, dan sulfathiazole. Bentuk yang
lebih ringan dari FDE bulosa yang mencakup 1-10 lesi bula, lebih sering pada
FDE bulosa generalisata, dan agen yang terlibat antara lain rifampisin,
metronidazol, parasetamol, paclitaxel, vinburnine, eritromisin dan ibuprofen.

Fixed Drug Eruption umumnya terjadi pada mukosa mulut, glans penis,
bibir, alat kelamin, perineum dan lidah. Lesi ini muncul tiba-tiba dengan
manifestasi klinik berupa bula atau erosi dengan atau tanpa keterlibatan kulit
lainnya. Suptipe spesifik contohnya FDE pada glans penis sering disebabkan oleh
tetrasiklin hidroklorida atau sulfonamid dan klinis yang terlihat berupa balanitis
pada penis yang tidak di sirkumsisi. Erupsi pada bibir biasanya dikaitkan dengan
natrium naproxen dan oxicam, dan erupsi pada alat kelamin (laki-laki dan
perempuan) biasanya terkait dengan clotrimazole.
Gambaran klinis FDE lainnya yang kurang umum yaitu pada distal
phalanx yang bisa menyerupai paronikia akut. Gambaran plak eritematosa dan
edema dengan batas tidak tegas awalnya didiagnosis sebagai selulitis. Namun
kekambuhan setelah pemberian obat kini dikonfirmasi sebagai FDE.
Fixed Drug Eruption dapat terjadi dimana saja pada kulit, namun
umumnya terjadi pada bibir, telapak tangan, telapak kaki, glans penis dan area
paha. Kebanyakan lesi FDE terjadi setelah mengkonsumsi obat dan lebih jarang
pada penggunaan obat injeksi atau topikal. Sebagai catatan FDE telah dilaporkan
pasca koitus pada pasien dengan pasangan seksual yang telah menelan agen
penyebab. Usia rata-rata adalah 31,3 tahun pada wanita dan 30,4 tahun pada pria
(rentang usia 1,5-87 tahun). Obat lainnya yang sering terlibat dapat dilihat pada
tabel 1.
Pemeriksaan histologi dari spesimen biopsi yang diambil 1 sampai 2 harI
setelah timbulnya lesi menunjukaan degenerasi hidropik dari keratinosit basal
yang mengakibatkan terjadinya inkontinensia pigmen dan invasi limfosit pada
epidermis terutama mencakup epidermis interfolikuler. Dermis bagian atas terjadi
edema dan mengandung infiltrat limfosit, neutrofil, histiosit, sel mast dan
eosinofil. Juga mengandung banyak melanin dan magrofag.
Studi imunohistokimia menunjukkan sejumlah besar sel T
pada sisi epidermis dari dermoepidermal junction. Epidermis menunjukkan
infiltrat dominan sel T

sedangkan sel

banyak terdapat pada

perivaskuler dan interstitial dermis. Sel T

pada FDE terletak pada lesi aktif

maupun laten dan berperan sebagai kunci utama pada kerusakan epidermis
setempat. Diperkirakan bahwa aktivasi dari sel T

menghasilkan interferon-

dan berinteraksi langsung dengan sel-sel inflamasi lainnya, sehingga memicu


kaskade kerusakan epidermis.
Identifikasi obat penyebab dapat dinilai dengan uji provokasi secara
sistemik dan topikal (uji tempel). Uji provokasi oral dapat menyebabkan lesi
bulosa generalisata di beberapa lokasi.

Uji provokasi topikal merupakan

pemeriksaan diagnosis yang paling aman dan merupakan standar baku untuk
mengidentifikasi komponen yang bereaksi dan yang tidak bereaksi terhadap obat
yang dicurigai. Ketika obat yang bersangkutan mengandung beberapa bahan,
semua bahan harus dicurigai dan diuji terpisah. Obat dengan konsentrasi rendah
diaplikasikan pada kulit, berjarak jauh dari lokasi kemungkinan FDE terjadi. Jika
tidak didapatkan reaksi, tingkatkan konsentrasi obat secara bertahap sampai dosis
optimal tercapai. Munculnya eritem, edema, vesikel, gatal dan rasa terbakar
merupakan indikasi hasil uji provokasi positif. Uji provokasi oral hanya diberikan
bila hasil uji topikal dengan dosis penuh negatif dan sebuah kecurigaan kuat FDE
pada obat tertentu masih menetap. Ketika melakukan uji tempel obat yang
dicurigai, aplikasi pada lokasi yang jauh dari lokasi reaksi sebelumnya, akan
menyebabkan FDE pada lokasi reaksi sebelumnya, tidak pada lokasi yang diuji.
Terapi FDE merupakan suatu tantangan. Steroid topikal dan antihistamin
oral dapat dicoba untuk mengendalikan gejala tetapi biasanya hanya memiliki
efek kecil. Krim pemutih hidroquinon dapat digunakan untuk mengurangi
hiperpigemtasi pasca inflamasi yang persisten . Menghindari agen penyebab
merupakan terapi yang paling berguna.
Kesimpulan
Fixed Drug Eruption telah dijelaskan dengan baik dalam literatur, tetapi
dengan perkembangan banyak obat baru, jenis-jenis yang luas dari FDE yang
dapat

menyerupai

kelainan

kulit

lainnya.

Kami

mendorong

dokter
8

mempertimbangkan FDE, khususnya pada keadaan FDE nonpigmentasi dan FDE


bulosa generalisata ketika mengevaluasi pasien dengan eritema multiforme,
sindrom Steven Johnson, TEN, selulitis dan pemfigoid bulosa.
Daftar pustaka
1.

Bourns DCG. Unusual effects of antipyrine. Br Med J.1889;2:818-820.

2.

Sehgal VN, Srivastava G. Fixed drug eruption (FDE): changing scenario of


incriminating drugs. Int J Dermatol.2006;45:897-908.

3.

Shiohara T, Mizukawa Y. Fixed drug eruption: a disease mediated by selfinflicted responses of intraepidermal T cells. Eur J Dermatol. 2007;17:201208.

4.

Inserra DW, Camisa C. Erythema multiforme-like fixed drug eruption. Cutis.


1989;44:223-225.

5.

Lin TK, Hsu MM, Lee JY. Clinical resemblance of widespread bullous fixed
drug eruption to Stevens-Johnson syndrome or toxic epidermal necrolysis:
report of two cases. J Formos Med Assoc. 2002;101:572-576.

6.

Baird BJ, DeVillez RL. Widespread bullous fixed drug eruption mimicking
toxic epidermal necrolysis. Int J Dermatol. 1988;27:170-174.

7.

Senturk N, Yanik F, Yildiz L, et al. Topotecan-induced cellulitis-like fixed


drug eruption. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2002;16:414-416.

8.

Lear JT, Tan BB, English JS. Bullous pemphigoid following influenza
vaccination. Clin Exp Dermatol. 1996; 21:392.

9.

Downs AM, Lear JT, Bower CP, et al. Does influenza vaccination induce
bullous pemphigoid? a report of four cases. Br J Dermatol. 1998;138:363.

10.

Sehgal VN, Gangwani OP. Fixed drug eruption. Current concepts. Int J
Dermatol. 1987;26:67-74.

11.

Nigen S, Knowles SR, Shear NH. Drug eruption: approaching the diagnosis
of drug-induced skin diseases. J Drugs Dermatol. 2003;2:278-299.

12.

Habif TP. Exanthems and drug eruptions. In: Habif TP. Clinical
Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th ed. New York,
NY: Mosby; 2004:457-496.

13.

Korkij W, Soltani K. Fixed drug eruption. a brief review. Arch Dermatol.


1984;120:520-524.

14.

Ozkaya-Bayazit E, Bayazit H, Ozarmagan G. Drug related clinical pattern in


fixed drug eruption. Eur J Dermatol. 2000;10:288-291.

15.

Shelley WB, Shelley ED. Nonpigmenting fixed drug eruption as a distinctive


reaction pattern: examples caused by sensitivity to pseudoephedrine
hydrochloride and tetrahydrozoline. J Am Acad Dermatol. 1987;17:403-407.

16.

Benson PM, Giblin WJ, Douglas DM. Transient, nonpigmenting fixed drug
eruption caused by radiopaque contrast media. J Am Acad Dermatol.
1990;23(2, pt 2): 379-381.

17.

Vidal C, Prieto A, Prez-Carral C, et al. Nonpigmenting fixed drug eruption


due to pseudoephedrine. Ann Allergy Asthma Immunol. 1998;80:309-310.

18.

Hindiolu U, Sahin S. Nonpigmenting solitary fixed drug eruption caused by


pseudoephedrine hydrochloride. J Am Acad Dermatol. 1998;38:499-500.

19.

Helmbold P, Hegemann B, Dickert C, et al. Symmetric ptychotropic and


nonpigmenting fixed drug eruption due to cimetidine (so-called baboon
syndrome). Dermatology. 1998;197:402-403.

20.

Galindo PA, Borja J, Feo F, et al. Nonpigmented fixed drug eruption caused
by paracetamol. J Investig Allergol Clin Immunol. 1999;9:399-400.

21.

James WD, Berger TD, Elston DM. Contact dermatitis and drug eruptions. In:
James WD, Berger TD, Elston DM. Andrews Diseases of the Skin: Clinical
Dermatology. 10th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2006:91-138.

22.

Breathnach SM. Drug reactions. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, et al, eds.
Rooks Textbook of Dermatology. Vol 4. Oxford, UK: Blackwell Publishing;
2004:73.1-73.180.

23.

Butler DF. Drug-induced bullous disorders. Emedicine [serial online].


http://emedicine.medscape.com/article/1062790-overview. Updated January
6, 2009. Accessed September 13, 2009.

24.

Butler DF, Ilse JR. Fixed drug eruptions. Emedicine [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/1336702-overview. Updated August
24, 2009. Accessed September 13, 2009.

25.

Zawar V, Kirloskar M, Chuh A. Fixed drug eruptiona sexually inducible


reaction? Int J STD AIDS. 2004;15:560-563.

10

26.

Gruber F, Stasic A, Lenkovic M, et al. Postcoital fixed drug eruption in a


man sensitive to trimethoprimsulphamethoxazole. Clin Exp Dermatol.
1997;22:144-145.

27.

Mahboob A, Haroon TS. Drugs causing fixed eruptions: a study of 450 cases.
Int J Dermatol. 1998;37:833-838.

28.

Ozkaya-Bayazit E, Gungor H. Trimethoprim-induced fixed drug eruption:


positive topical provocation on previously involved and uninvolved skin.
Contact Dermatitis. 1998;39:87-88.

29.

Pasricha JS. Management of allergic cutaneous reactions to drugs. Indian J


Dermatol Venereol Leprol. 1979;45:70-73.

30.

Bhm I, Medina J, Prieto P, et al. Fixed drug eruption induced by an


iodinated non-ionic X-ray contrast medium: a practical approach to identify
the causative agent and to prevent its recurrence. Eur Radiol. 2007;17:485489.

11

You might also like