You are on page 1of 15

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015

Analisis Upah Tenaga Kerja Laki-laki dan Perempuan di Indonesia


FARIKHA HANUM NOVERIA
041111130
Dibawah Bimbingan Dr. Hj. Sri Kusreni, S.E., M.Si
ABSTRACT
Low labor participation of women compared to male labor force raises the suspicion
of the existence of discrimination in the labor market. Based on ILO research, in 2012 the
wage of woman labors earning an average 81 percents of the wages of male labor force
with similar education and experience. This study aims to (1) examine and analyze the
influence of relationship among age, working hours, and last education attainment against
male labor wage simultaneously, and partial, (2) examine and analyze the influence of
relationship among age, working hours, and last education against female labor wage
simultaneously, and partial, (3) analyze the existence of a wage gap between male and
female labor force in Indonesia.
This study uses secondary data, thats data cross section of The National Employment
Survey in 2012 organized by the Central Bureau of Statistics (BPS). The method uses Ordinary
Least Square (OLS) regression. The results show that the variables of age, working hours, and
las education significant effect against the wages of men and female labor force in
Indonesia. In addition, the existence of a wage is found between the male and female labor
force.
KEYWORDS: Wage Inequality, Discrimination, Men Labor, Woman Labor
RESEARCH SUBJECT/OBJECT: Wage, Age, Work Hours, and Education
AREA RESEARCH: Indonesia
1. PENDAHULUAN
Proses modernisasi dan globalisasi telah menunjukkan adanya peningkatan
partisipasi perempuan dalam angkatan kerja. Perempuan saat ini tidak hanya berperan
sebagai ibu rumah tangga. Tuntutan sosial dan ekonomi rumah tangga yang cukup berat,
mampu mengubah struktur kerja, peningkatkan pendidikan perempuan dan kesetaraan
gender antara laki-laki dan perempuan, mampu mendorong perempuan mencari nafkah
untuk menambah penghasilan keluarga.
Peningkatan keterlibatan perempuan dalam berbagai kegiatan ekonomi ditandai
dengan adanya dua proses. Pertama, peningkatan dalam jumlah perempuan yang
terlibat dalam pekerjaan di luar rumah tangga. Umumnya faktor yang mendorong adanya

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


peningkatan partisipasi kerja perempuan adalah meningkatnya pendidikan perempuan.
Perempuan berpendidikan tinggi mempunyai tingkat partisipasi relatif lebih tinggi bila
dibandingkan dengan perempuan yang berpendidikan rendah. Kedua, peningkatan
dalam jumlah bidang pekerjaan yang dapat dimasuki oleh perempuan. Bidang-bidang
yang sebelumnya didominasi oleh tenaga kerja laki-laki berangsur-angsur mulai banyak
dimasuki oleh tenaga kerja perempuan.
Berdasarkan data Sensus Penduduk oleh BPS tahun 2012 menunjukkan, jumlah
tenaga kerja perempuan yang bekerja di sektor informal sebesar 70,4%, sedangkan tenaga
kerja perempuan yang bekerja di sektor formal sebesar 29,6%. Penyebab tingginya
persebaran tenaga kerja perempuan pada sektor informal adalah lebih fleksibel serta
mempunyai kemampuan bertahan hidup yang tinggi dalam menghadapi kondisi tekanan
ekonomi apapun. Alasan lain yang menyebabkan perempuan memilih bekerja pada sektor
informal adalah ketersediaan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan
mereka.
Penyebab tingginya persebaran tenaga kerja perempuan pada sektor informal
adalah lebih fleksibel serta mempunyai kemampuan bertahan hidup (survive) yang tinggi
dalam menghadapi kondisi tekanan ekonomi apapun. Alasan lain yang menyebabkan
perempuan memilih bekerja pada sektor informal adalah ketersediaan lapangan pekerjaan
yang sesuai dengan tingkat pendidikan mereka. Salah satu kegiatan yang biasanya
dilakukan adalah berdagang atau menjadi pembantu rumah tangga.
Perempuan di Indonesia memiliki peluang sama besarnya dengan laki-laki dalam
memasuki pasar tenaga kerja, Meningkatnya peluang kerja bagi perempuan di Indonesia
disebabkan karena adanya kekuatan emansipasi perempuan dan kebutuhan pasar saat
ini. Pertama, kebutuhan industri saat ini menuntut ketelitian dan ketekunan serta sifat-sifat
lain yang biasanya dimiliki oleh perempuan, seperti halnya industri rokok, pakaian jadi,
tekstil, makanan, minuman dan sebagainya. Faktor kedua adalah upah untuk tenaga kerja
perempuan cenderung rela mendapatkan upah yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan tenaga kerja laki-laki. Perbedaan upah yang diterima oleh tenaga kerja laki-laki
dan perempuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur, lama jam kerja,
pengalaman kerja, serta pendidikan.
2. LANDASAN TEORI
Teori Upah
Upah tenaga kerja dibedakan atas dua jenis, yaitu upah nominal dan upah riil. Upah
nominal adalah uang yang diterima pekerja dari pengusaha sebagai pembayaran atas
tenaga fisik/mental pekerja yang digunakan dalam proses produksi. Upah riil adalah tingkat

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan upah tersebut membeli barang/jasa yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pekerja (Sukirno, 1995:93).
Landasan sistem pengupahan di Indonesia adalah UUD, Pasal 27 ayat (2). Sistem
pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan diterapkan. Sistem
pengupahan di Indonesia pada umumnya berdasarkan pada tiga fungsi upah, yaitu
(Simanjuntak, 1998:125):
1. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya (fungsi sosial).
2. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang.
3. Menyediakan insentif untuk mendorong meningkatkan produktifitas kerja dan
pendapatan nasional.
Teori Human Capital
Gary Becker tahun 1976 mengembangkan banyak kerangka teori modal manusia
dan penerapannya pada segregasi dan diskriminasi pasar tenaga kerja. Becker berhipotesis
bahwa perempuan memiliki keunggulan komparatif di pasar tenaga kerja yang lebih
tradisional. Selain kerangka teori yang dikembangkan oleh Becker, teori modal manusia
(human capital) juga dikembangkan oleh pemikiran Tiano pada tahun 1987. Perspektif ini
menekankan pada keterlibatan perempuan di pasar kerja (sektor publik) merupakan
tuntutan pembangunan dan hal yang tidak dapat dijauhkan dalam proses modernisasi.
Tanpa keterlibatan itu sulit bagi kaum perempuan untuk merubah dan memperbaiki kualitas
hidup. Keterlibatan dalam pasar kerja diharapkan secara lambat laun dapat memperbaiki
status perempuan.
Teori di atas dapat berjalan pada kondisi sistem pasar kerja terbuka. Artinya, proses
rekrutmen dalam memasuki pasar kerja melalui proses seleksi kompetitif terbuka. Selain itu,
pendidikan dan keterampilan dijadikan dasar dalam menentukan jabatan, karir, dan upah.
Perspektif ini kurang mendapatkan dukungan realitas sosial di negara-negara berkembang.
Di banyak negara berkembang termasuk Indonesia, persaingan terbuka yang didasarkan
kualitas sumberdaya manusia (human capital) belum atau tidak berjalan seperti asumsi teori
Neo-klasik.
Hubungan Antara Umur dengan Upah
Perbedaan umur antar pekerja secara umum berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan upah. Tenaga kerja usia produktif (1564 tahun) akan menerima upah yang
trendnya terus meningkat hingga melewati batas usia produktif, kemudian setelah itu
trendnya akan menjadi negatif ketika pekerja sudah memasuki usia pensiun. Hubungan
umur dengan upah membentuk kurva U terbalik. Hal ini disebabkan oleh kemampuan

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


belajar pekerja yang berpendidikan lebih tinggi relatif lebih baik, sehingga pada masa kerja
yang sama pengalaman bekerja yang lebih tinggi juga akan lebih baik.
Hubungan Antara Jam Kerja dengan Upah
Jam kerja merupakan jangka waktu jam yang digunakan untuk bekerja atau
melakukan kegiatan perusahaan/usaha (tidak termasuk istirahat resmi), yang dimulai dari
menyiapkan pekerjaan sampai dengan usaha itu tutup jam operasional. Besaran jumlah jam
kerja akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah, jika jam kerja lebih lama
dari yang ditentukan maka upah yang diberikan akan lebih tinggi (Moekijat,1992:14).
Hubungan Antara Pendidikan dengan Upah
Teori human capital, menyatakan bahwa lamanya masa pendidikan berkorelasi
positif dengan pendapatan. Individu yang memilki pendidikan yang relatif lama memiliki
pendapatan yang lebih tinggi bilamana dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki
pendidikan formal. Pendidikan yang tinggi secara tidak langsung akan membawa
konsekuensi terhadap pilihan-pilihan individu dalam mendapatkan pekerjaan, sehingga
untuk mendapatkan pendapatan tinggi cenderung dikuasai oleh tenaga berpendidikan.
3.

METODE PENELITIAN
Metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menggambarkan pengaruh dari tiap-tiap

variabel bebas (independent variable), yaitu umur, jumlah jam kerja, dan tingkat pendidikan
terakhir terhadap variabel terikat (dependent variable) yakni upah tenaga kerja laki-laki dan
perempuan di Indonesia. Analisis statistik deskriptif yang digunakan adalah uji beda dua
rata-rata. Prinsip pengujian uji beda dua rata-rata adalah melihat ada atau tidak adanya
perbedaan rata-rata upah pada kedua kelompok data, yaitu kelompok tenaga kerja lakilaki dan perempuan. Analisis statistik deskriptif lain yang digunakan adalah analisis
komparasi, yaitu pengelompokan antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan dengan
karakteristik yang sama untuk melihat besaran perbedaan rata-rata upah antara kedua
kelompok tersebut.
Prosedur

pengumpulan

data

pada

penelitian

ini

dilakukan

dengan

cara

mengumpulkan data yang diperlukan dari sumber-sumber yang telah disebutkan diatas.
Proses penyaringan (filter) responden, dimulai dari pemisahan data antara laki-laki dan
perempuan. Data umur, jam kerja, dan tingkat pendidikan secara langsung akan terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok data laki-laki dan perempuan.
Definisi Operasional
1. Upah
Upah/Gaji

bersih/pendapatan

buruh/karyawan/pegawai

yang

berupa

diterima
uang

selama

yang

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

sebulan

dibayarkan

oleh
oleh

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


perusahaan/kantor/majikan. Upah/Gaji bersih yang dimaksud adalah setelah
dikurangi dengan potongan-potongan, iuran wajib, pajak penghasilan, dan lain
sebagainya oleh perusahaan/kantor/majikan dalam satuan rupiah.
2. Umur
Menyatakan usia responden yang masuk dalam kelompok usia 15 tahun sampai 64
tahun yang bekerja, dinyatakan dalam satuan tahun.
3. Jumlah jam kerja
Jumlah jam kerja adalah waktu yang digunakan untuk bekerja dalam jangka waktu
seminggu minimum dalam satuan jam.
4. Tingkat pendidikan
Variabel tingkat pendidikan terakhir merupakan variabel yang menunjukkan tamatan
pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan digolongkan
ke dalam 6 kategori, yakni:
a.

Dummy TS untuk responden tidak pernah sekolah

b.

Dummy SD untuk responden dengan tamatan pendidikan terakhir sekolah

dasar.
c.

Dummy SMP untuk responden dengan tamatan pendidikan terakhir sekolah

menengah pertama.
d.

Dummy SMA untuk responden dengan tamatan pendidikan terakhir sekolah

menengah atas.
e.

Dummy SMK untuk responden dengan tamatan pendidikan terakhir sekolah

menengah kejuruan.
f.

Dummy Univ untuk responden dengan tamatan pendidikan terakhir D1, D2,

D3, S1/D4, S2, dan S3.


Teknik Analisis
Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode regresi Ordinary Least
Square (OLS). Metode ini merupakan metode kuadrat terkecil yang memiliki beberapa sifatsifat statistik yang sangat menarik dan telah membuat metode ini sebagai salah satu
metode paling kuat dan dikenal dalam analisis regresi (Gujarati, 2000:71). Analisis kedua
yang digunakan dalam penelitian adalah analisis statistik deskriptif. Hasil pengolahan
tersebut selanjutnya dipaparkan dalam bentuk angka-angka sehingga memberikan
gambaran umum mengenai adanya gejala yang diteliti. Penelitian ini menggunakan
variabel bebas dan variabel terikat, kemudian varibel-variabel tersebut diuji secara
kuantitatif. Analisis kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini menggunakan alat bantu
ekonometrika yaitu software STATA versi 13 dan Microsoft excel 2010.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015

Analisis Ordinary Least Square (OLS)


Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi Oridnary Least Square (OLS).
Analisis ini digunakan untuk menguji model upah, adapun persamaanya sebagai berikut:
Ln (W) = f (AGE, HOURS, EDU)
Keterangan:
Ln (W)

: upah tenaga kerja yang diterima oleh pekerja selama sebulan

dalam rupiah.
AGE

: usia responden yang bekerja dalam satuan tahun.

HOURS

: jumlah jam kerja yang digunakan bekerja dalam seminggu dalam

satuan jam.
EDU

: tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh responden

Metode OLS adalah mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah
dari kuadrat kesalahan setiap observasi terhadap garis tersebut. Suatu metode ekonometrik
yang terdpat variabel independen sebagai variabel penjelas dan variabel dependen
sebagai variabel yang dijelaskan dalam suatu persamaan linear. Berikut persamaannya:
i = 0 + 1Xi + 2Xi+ + nXni + i
Dimana dibaca Y topi atau Y yang diestimasi merupakan variabel dependen, 0
adalah intersep, 1 adalah slope, X adalah independen variabel dan i adalah error.
Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif yang digunakan adalah uji beda dua rata-rata dan analisis
komparasi. Prinsip pengujian uji beda dua rata-rata adalah melihat ada atau tidak adanya
perbedaan rata-rata variasi kedua kelompok data. Persyaratan yang harus dipenuhi
sebelum pengujian adalah data masing-masing terdistribus normal, data dipilih secara acak,
dan data masing-masing homogen. Hipotesa uji beda dua rata-rata adalah sebagai
berikut:
1. H0 : tidak ada perbedaan upah tenaga kerja laki-laki dan perempuan
H1: ada perbedaan upah tenaga kerja laki-laki dan perempuan
2. H0 tidak ditolak jika F-statistik < F-tabel
H0 ditolak jika F-statistik > F-tabel
Jika H0 tidak ditolak maka tidak ada perbedaan upah tenaga kerja laki-laki dan
perempuan, sedangkan jika H0 ditolak terdapat perbedaan upah tenaga kerja laki-laki dan
perempuan. Analisis kedua yang digunakan adalah analisis komparasi. Analisis komparasi
adalah teknik analisis statistik yang bertujuan untuk membandingkan antara kondisi dua
buah kelompok atau lebih yang berfungsi untuk memberikan gambaran secara umum.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Estimasi Upah Tenaga Kerja Laki-laki
TabeL 4.1
Hasil Regresi Robust Tenaga Kerja Laki-laki
Variabel

Koefisien

Standar Eror

t-statistik

Sign

Konstanta

12,583

0,012

1066,85

0,000*

Umur

0,012

0,000

64,74

0,000*

Jam Kerja

0,012

0,000

75,69

0,000*

SD

0,106

0,007

16,15

0,000*

SMP

0,255

0,007

36,12

0,000*

SMA

0,513

0,007

71,16

0,000*

SMK

0,505

0,008

60,19

0,000*

Universitas

1,107

0,009

126,32

0,000*

Pendidikan terakhir
tenaga kerja (dummy)

120663

p-value

0,000

R-squared

0,228

F (7,120655)
Root MSE

4610,73
0,704

Sumber: Sakernas 2012 (diolah)


Berdasarkan analisis regresi robust menunjukkan bahwa secara simultan, karakteristik
individu tenaga kerja seperti umur, jam kerja, dan pendidikan terbukti berpengaruh
terhadap besaran upah pada setiap tenaga kerja laki-laki di Indonesia. Secara parsial, umur
terbukti mempengaruhi upah tenaga kerja laki-laki di Indonesia. Koefisien umur sebesar 0,012
menunjukkan bahwa setiap pertambahan umur tenaga kerja laki-laki setiap tahunnya akan
meningkatkan upah tenaga kerja laki-laki sebesar 12,595 persen dengan estimasi faktor lain
dianggap konstan (ceteris paribus).
Jam kerja terbukti mempengaruhi upah tenaga kerja laki-laki di Indonesia. Nilai
koefisien jam kerja sebesar 0,012 menunjukkan bahwa setiap penambahan jam kerja
tenaga kerja laki-laki per jamnya meningkatkan upah sebesar 12,595 persen. Penelitian
serupa mengenai penambahan jam kerja akan meningkatkan upah juga dilakukan oleh
Maume dan Rupanner (2015) dengan memasukan variabel jam kerja untuk mengestimasi
indeks upah tenaga kerja laki-laki. Jam kerja memiliki hubungan yang erat dengan tingkat
pendapatan. Hubungan jam kerja dengan pendapatan didasari oleh teori alokasi waktu,
dimana pendapatan dapat ditingkatkan melalui peningkatan jam kerja sehingga
mengurangi waktu luang yang tersedia (substitution effect).

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan upah tenaga kerja laki-laki di Indonesia
adalah pendidikan. Hal ini terbukti, nilai koefisien SD sebesar 0,106 menunjukkan bahwa
tenaga kerja laki-laki dengan latar belakang pendidikan lulusan SD mendapatkan upah
lebih tinggi sebesar 12,689 persen dibandingkan tenaga kerja laki-laki yang tidak bersekolah
dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap konstan (ceteris paribus).
Nilai koefisien SMP sebesar 0,255 persen menunjukkan bahwa tenaga kerja laki-laki
dengan pendidikan tamatan SMP mendapatkan upah lebih tinggi sebesar 12,838 persen
dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki dengan lulusan SD, dan tidak bersekolah. Nilai
koefisien SMA 0,513 menunjukkan bahwa tenaga kerja laki-laki dengan latar belakang
pendidikan SMA akan mendapatkan upah lebih tinggi sebesar 13,096 persen dibandingkan
dengan tenaga kerja laki-laki yang memiliki latar belakang pendidikan SMP, SD, dan tidak
bersekolah. Nilai koefisien SMK sebesar 0,505 menunjukkan bahwa tenaga kerja dengan
tamatan SMK akan mendapatkan upah lebih tinggi sebesar 13,088 persen dibandingkan
dengan tenaga kerja tamatan SMP, SD, dan tidak bersekolah.
Pendidikan terakhir universitas merupakan pengelompokan jenjang pendidikan, yaitu
D1, D2, D3, D4/S1, S2, dan S3. Nilai koefisien universitas sebesar 1,107 menunjukkan bahwa
tenaga kerja laki-laki dengan latar belakang pendidikan universitas akan mendapatkan
upah lebih tinggi sebesar 13,69 persen dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki dengan
latar belakang pendidikan SMA atau SMK, SMP, SD, dan tidak bersekolah dengan asumsi
faktor-faktor lain dianggap konstan (ceteris paribus).
Hasil ini didukung oleh penelitian Ehreinberg dan Smith yang dikutip dalam Arfiah
(2010) dengan menggunakan data Biro Sensus Amerika tahun 1984, mereka menemukan
dua hal yaitu:
1. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat upah
2. Perbedaan dalam tingkat upah akan semakin besar pada pekerja-pekerja yang
lebih tua. Hal ini disebabkan oleh kemampuan belajar pekerja yang berpendidikan
lebih tinggi dan memiliki pengalaman kerja relatif lebih baik.
Berdasarkan pendekatan teori human capital, pendapatan dapat ditingkatkan dengan
pendidikan. Tenaga kerja yang berinvestasi pada pendidikan dan memutuskan untuk tidak
masuk dalam pasar kerja, berasumsi akan mendapatkan upah lebih tinggi di masa yang
akan datang (Borjas, 2013:235). Semakin tinggi tingkat pendidikan akan menyebabkan
semakin tingginya produktivitas. Tingginya produktivitas ini akan menyebabkan tingginya
pendapatan. Semakin produktif seorang tenaga kerja semakin tinggi pendapatan yang
akan diperolehnya. Oleh sebab itu, pendidikan adalah salah satu metode yang dapat
digunakan dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di Indonesia.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


Estimasi Upah Tenaga Kerja Perempuan
Tabel 4.2
Hasil Regresi Robust Tenaga Kerja Perempuan
Variabel

Koefisien

Standar Eror

t-statistik

Sign

Konstanta

11,828

0,018

657,21

0,000*

Umur

0,016

0,000

52,21

0,000*

Jam Kerja

0,014

0,000

70,36

0,000*

SD

0,163

0,010

15,65

0,000*

SMP

0,395

0,012

32,23

0,000*

SMA

0,692

0,012

59,43

0,000*

SMK

0,815

0,014

58,85

0,000*

Universitas

1,427

0,011

132,01

0,000*

58521

F (7,58513)

3964,59

p-value

0,000

Adj R-squared

0,3216

R-squared

0,322

Root MSE

0.77528

Pendidikan terakhir
tenaga kerja (dummy)

Sumber: Sakernas 2012 (diolah)


Hasil studi menunjukkan bahwa secara simultan, karakteristik individu tenaga kerja
seperti umur, jam kerja, dan pendidikan terbukti berpengaruh terhadap perbedaan upah
yang didapatkan setiap tenaga kerja perempuan di Indonesia. Secara parsial, umur terbukti
mempengaruhi upah tenaga kerja perempuan di Indonesia. Nilai koefisien umur sebesar
0,016 menunjukkan bahwa setiap pertambahan umur tenaga kerja perempuan setiap
tahunnya akan meningkatkan upah tenaga kerja perempuan sebesar 11,844 persen
dengan estimasi faktor lain dianggap konstan.
Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan upah tenaga kerja perempuan adalah
jam kerja. Nilai koefisien jam kerja sebesar 0,014 menunjukkan bahwa setiap penambahan
jam kerja tenaga kerja perempuan per jamnya meningkatkan upah sebesar 11,842 persen.
Sesuai dengan analisis model pertama tentang tenaga kerja laki-laki, jam kerja memiliki
keterkaitan terhadap tingkat pendapatan. Jam kerja memiliki substitution effect dan income
effect yang telah dijelaskan sebelumnya.
Umumnya, tenaga kerja wanita banyak bekerja pada sektor informal karena jam
kerja yang lebih fleksibel. Permasalahan jam kerja telah diatur UU No.13 tahun 2003 pasal 76,
yaitu pekerja perempuan yang berumur < 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00
sampai dengan pukul 07.00. Peraturan ini juga berlaku bagi tenaga kerja perempuan hamil

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatannya. Secara
tidak langsung, pemerintah telah berusaha melindungi hak tenaga kerja perempuan dan
keselamatannya.
Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan upah tenaga kerja perempuan di
Indonesia adalah pendidikan Nilai koefisien SD sebesar 0,163 menunjukkan bahwa tenaga
kerja perempuan lulusan SD akan mendapatkan upah lebih tinggi sebesar 11,991 persen
dibandingkan tenaga kerja perempuan yang tidak bersekolah dengan asumsi faktor-faktor
diluar pendidikan dianggap konstan. Nilai koefisien SMP sebesar 0,395 menunjukkan bahwa
tenaga kerja perempuan dengan latar belakang pendidikan SMP akan mendapatkan upah
lebih tinggi sebesar 12,223 persen dibandingkan dengan tenaga kerja perempuan dengan
lulusan SD dan tidak bersekolah. Pada jenjang SMA, nilai koefisien SMA sebesar 0,692. Hal ini
menunjukkan bahwa tenaga kerja perempuan dengan latar belakang pendidikan terakhir
SMA akan mendapatkan upah lebih tinggi sebesar 12,52 persen dibandingkan dengan
tenaga kerja perempuan yang memiliki latar belakang pendidikan SMP, SD, dan tidak
bersekolah. Nilai koefisen SMK sebesar 0,815 menunjukkan bahwa tenaga kerja perempuan
dengan tamatan SMK akan mendapatkan upah lebih tinggi sebesar 12,643 persen
dibandingkan dengan tenaga kerja perempuan tamatan SMP, SD, dan tidak bersekolah.
Pendidikan terakhir universitas merupakan pengelompokan jenjang pendidikan, yaitu
D1, D2, D3, D4/S1, S2, dan S3. Pada tingkat pendidikan universitas, nilai koefisien sebesar
1,423 menunjukkan bahwa tenaga kerja perempuan dengan latar belakang pendidikan
universitas akan mendapatkan upah lebih tinggi sebesar 13,251 persen dibandingkan
dengan tenaga kerja perempuan dengan latar belakang pendidikan SMA atau SMK, SMP,
SD, dan tidak bersekolah dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap konstan (ceteris
paribus).
Tenaga kerja perempuan dengan pendidikan yang sama dengan tenaga kerja lakilaki mendapatkan upah lebih rendah daripada tenaga kerja laki-laki dalam penelitian ini.
Kesenjangan upah antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan di Indonesia dipicu adanya
diskriminasi yang berawal dari sudut pandang masyarakat mengenai tenaga kerja
perempuan yang dianggap sebagai tenaga kerja inferior.
Kesenjangan Upah Tenaga Kerja Laki-laki dan Perempuan
Patriarki terus melanggengkan ketidaksetaraan yang ada dalam pasar tenaga kerja
dan diskriminasi upah serta bentuk-bentuk diskriminasi kerja lain, semakin memperparah
sulitnya kondisi kerja yang dihadapi oleh perempuan. Salah satu penyebab rendahnya
partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja adalah adanya perbedaan upah yang
diperoleh dengan tenaga kerja laki-laki.
Hasil penelitian menunjukkan, sebesar 6,72 persen perempuan merupakan lulusan
diploma IV atau universitas (S1). Angka ini lebih besar dibandingkan dengan lulusan sarjana

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

10

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


laki-laki yang memiliki persentase sebesar 5,23 persen. Jika menggunakan pendekatan teori
human capital dalam pasar tenaga kerja, tenaga kerja perempuan mampu bersaing
dengan tenaga kerja laki-laki.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Cabegin (2012) berdasarkan data survei
ketenagakerjaan di Filipina menemukan bahwa perempuan rata-rata memiliki pendidikan
yang lebih tinggi daripada laki-laki, namun masih cenderung menerima upah lebih rendah
dari tenaga kerja laki-laki. Kesenjangan upah gender ini dikaitkan dengan adanya
diskriminasi gender serta keadaan makroekonomi yang fluktuatif, misalnya pertumbuhan
ekonomi.
Analisis pertama yang digunakan untuk melihat adanya perbedaan upah antara
tenaga kerja laki-laki dan perempuan menggunakan analisis uji beda dua rata-rata.
Tabel 4.3
Uji Beda Rata-rata Tenaga Kerja Laki-laki dan Perempuan
Kelompok
Laki-laki
Perempuan

Jumlah
Observasi

Rata-rata

120.664

1.517.169

58.521

1.175.179

Sumber: Sakernas 2012 (diolah)

Standar
Eror
5.088,54

Standar
Deviasi
1.767.592

6.385,219 1.544.656
F-statistik = 1,3095
df = 120.663, 58.520

Berdasarkan hasil uji beda dua rata-rata menunjukkan bahwa secara statistik terdapat
perbedaan upah tenaga kerja laki-laki dan perempuan di Indonesia. Uji beda dua rata-rata
menggunakan data Sakernas tahun 2012 yang membenarkan adanya dugaan diskriminasi
upah antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan di Indonesia.
Analisis kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparasi.
Analisis komparasi bertujuan untuk melihat dan membandingkan rata-rata upah tenaga
kerja laki-laki dan perempuan dengan kriteria yang sama yaitu jumlah jam kerja dan
pendidikan yang sama. asil penelitian menunjukkan tenaga kerja perempuan mendapatkan
upah lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki di Indonesia.
Rata-rata upah riil perempuan sebesar 14 persen lebih rendah dari tenaga kerja lakilaki. Kesenjangan upah gender ada pada setiap jenjang pendidikan. Rata-rata jam kerja
yang digunakan dalam penelitian adalah 38 jam. Angka ini didapatkan berdasarkan
perhitungan rata-rata jam kerja tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Jumlah observasi
dalam penelitian ini sebesar 1.688 individu dengan rincian, 544 individu untuk tenaga kerja
perempuan dan 1124 individu untuk tenaga kerja laki-laki. T abel tersebut merupakan hasil
pengolahan data Sakernas tahun 2012 dengan membandingkan jumlah jam kerja dan
pendidikan yang sama pada tenaga kerja laki-laki dan perempuan.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

11

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015

Tabel 4.4
Kesenjangan Upah Rata-rata Tenaga Kerja Laki-laki dan Perempuan
Jenjang Pendidikan

Rata-rata
Jam Kerja
(jam)

Tidak sekolah

38

886.143

568.544

Tidak Tamat SD

38

991.866

624.346

SD

38

945.121

651.663

SMP

38

1.164.482

978.673

SMA

38

2.027.577

1.705.080

SMK

38

1.847.043

1.634.584

Diploma I/II/III

38

2.665.278

2.157.635

Universitas

38

3.357.822

2.483.936

Sumber: Sakernas 2012 (diolah)

Rata-rata Upah (rupiah)


Laki-laki

Perempuan

Tenaga kerja laki-laki yang tidak memiliki latar belakang pendidikan (tidak sekolah)
mendapatkan upah rata-rata sebesar 886.143 rupiah per bulan sedangkan tenaga kerja
perempuan dengan latar belakang pendidikan yang sama mendapatkan upah sebesar
rata-rata sebesar 568.544 rupiah per bulan. Tenaga kerja laki-laki yang tidak tamat SD
mendapatkan upah rata-rata selama sebulan sebesar 991.866 rupiah, sedangkan tenaga
kerja perempuan mendapatkan upah setiap bulannya sebesar 624.346 rupiah. Tenaga kerja
laki-laki dengan pendidikan tamatan SD, mendapatkan upah rata-rata sebesar 945.121
rupiah per bulan, dan tenaga kerja perempuan mendapatkan upah rata-rata sebesar
651.663 rupiah per bulan.
Tenaga kerja perempuan tamatan SMP mendapatkan penghasilan rata-rata sebesar
978.673 rupiah per bulan dan tenaga kerja laki-laki rata-rata sebesar 1.164.482 rupiah per
bulan. Tenaga kerja perempuan dengan tamatan pendidikan SMA memiliki upah rata-rata
sebesar 1.705.080 rupiah per bulan, sedangkan tenaga kerja laki-laki mendapatkan upah
rata-rata sebesar 2.027.577 rupiah per bulan. Tenaga kerja dengan latar belakang tamatan
SMK, memiliki upah lebih rendah bila dibandingkan dengan tamatan SMA. Secara strata,
tingkat pendidikan SMA dan SMK memiliki kedudukan yang setara. Tenaga kerja laki-laki
dengan tamatan SMK mendapatkan upah rata-rata sebesar 1.847.043 rupiah per bulan dan
tenaga kerja perempuan mendapatkan upah rata-rata sebesar 1.643.584 rupiah per bulan.
Tenaga kerja laki-laki dengan latar belakang pendidikan D1, D2, D3 mendapatkan
upah rata-rata sebesar 2.665.278 rupiah per bulan dan tenaga kerja perempuan
mendapatkan upah rata-rata sebesar 2.157.635 rupiah per bulan. Pada jenjang pendidikan
universitas yang terdiri dari tenaga kerja dengan tamatan universitas merupakan tenaga

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

12

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


kerja dengan tamatan pendidikan D4/ S1, S2, dan S3. Pembagian ini berdasarkan publikasi
yang diterbitkan Badan Pusat Statistik tahun 2012. Tenaga kerja laki-laki mendapatkan upah
rata-rata sebesar 3.357.822 rupiah per bulan dan tenaga kerja perempuan mendapatkan
upah rata-rata sebesar 2.483.936 rupiah per bulan.
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja di Indonesia
terindikasi pasar yang tidak sempuna. Adanya kesenjangan upah antara tenaga kerja lakilaki dan perempuan dengan alasan non-pasar merujuk adanya praktik diskriminasi. Praktik
diskriminasi pada pasar tenaga kerja di Indonesia, akan menimbulkan banyak kerugian bagi
kelompok yang terdiskriminasi (tenaga kerja perempuan) dan perusahaan pelaku
diskriminasi. Perusahaan akan kehilangan keuntungan (profit) karena kehilangan pekerja
yang memiliki kemampuan lebih baik (high qualified).
Tenaga kerja laki-laki dan perempuan yang melakukan pekerjaan dengan latar
pendidikan yang sama, harus dihargai dan diperlakukan setara serta menerima upah yang
setara. Ini berarti bahwa jenis status pekerjaan atau durasi kerja mereka tidak bisa dijadikan
alasan untuk upah yang tidak sama. Perusahaan setidaknya dapat memberikan
transparansi upah dan memperhatikan peluang promosi yang adil bagi laki-laki dan
perempuan. Pengusaha juga dapat memfasilitasi bagi pekerja perempuan khususnya untuk
menyeimbangkan kerja dan kehidupan keluarga mereka, terutama tenaga kerja
perempuan yang memiliki anak usia balita. Sebagai contoh, menawarkan pengaturan jam
kerja yang fleksibel, penyediaan penitipan anak di lingkungan kerja. Pengusaha juga dapat
memonitor skala upah laki-laki dan perempuan untuk mencoba menghindari kesenjangan
upah berdasarkan gender. Selain itu, pemerintah berkewajiban untuk mempersempit
kesenjangan gender tersebut melalui reformasi kebijakan ketenagakerjaan dari kedua sisi.
Pemerintah

wajib

melakukan

pengawasan

terhadap

efektifitas

undang-undang

ketenagakerjaan untuk melindungi tenaga kerja khususnya tenaga kerja perempuan.


5. SIMPULAN
Semua variabel bebas (independen) yakni umur, tenaga kerja dan dummy
pendidikan terakhir terbukti signifikan mempengaruhi upah tenaga kerja laki-laki dan
perempuan di Indonesia secara simultan maupun parsial. Pasar tenaga kerja di Indonesia
terindikasi pasar yang tidak sempurna. Hasil penelitian menunjukkan

tenaga kerja

perempuan mendapatkan upah lebih rendah rata-rata sebesar 14 persen terhadap upah
tenaga kerja laki-laki dengan latar pendidikan terakhir dan jumlah jam kerja yang sama.
Daftar Referensi
Akhmedjonov, Alisher. 2012. New Evidence on Pay Gap Between Men and Women in Turkey.
Journal Economic Letters 117, 32-34.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

13

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


Arfiah, Aryati. 2010. Analisis Produktivitas Pekerja Wanita Etnis Bugis, Makassar dan Toraja
pada Sektor Industri di Makassar Sulawesi Selatan. Disertasi. Malang: Universitas
Brawijaya.
Badan Pusat Statistik. 2010. Keadaan Angkatan Kerja Indonesia. Jakarta: Badan Pusat
Statistik Indonesia
Badan Pusat Statistik. 2011. Keadaan Angkatan Kerja Indonesia. Jakarta: Badan Pusat
Statistik Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2012. Keadaan Angkatan Kerja Indonesia. Jakarta: Badan Pusat
Statistik Indonesia.
Baron, R.A., Byrne, D. 1997. Social Psychologhy. Edisi kedelapan. Massachusetts: A Viacom.
Becker, Gary. 1964. The Economics of Discrimination. Disertasi. Amerika Serikat: Chicago
University
Blau, Francine D. dan Lawrence M. Kahn. 1999. Analyzing The Gender Pay Gap. Journal
Quartely Review of Economics and Finance (39), 625-646.
Borjas, George J. 2000. Labor Economics edisi kedua. USA: Mc Graw. Hill.
Borjas, George j. 2013. Labor Economics edisi keenam. USA: Mc Graw. Hill.
Budiman, Arief. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: PT. Gramedia
Cabegin, Emily Christi A. 2012. Widening Gender Wage Gap in Economic Slowdown: The
Philippine Case. ILERA World Congress. Quezon City: University of The Philippines.
Dewi, Putu Martini. 2012. Partisipasi Tenaga Kerja Perempuan dalam Meningkatkan
Pendapatan Keluarga. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan 5(2), 119-124.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar: Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Hurlock B. Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan
Kehidupan). Jakarta: Erlangga
International Labour Organization. 2013. Perempuan dalam Kepemimpinan-Penelitian
Mengenai Hambatan terhadap Ketenagakerjaan dan Pekerjaan yang Layak bagi
Perempuan. Tinjauan Pustaka. Jakarta: ILO.
Joliffe, Dean. 2002. The Gender Wage Gap in Bulgaria: A Semiparametric Estimation of
Discrimination. Journal of Comparative Economics 30, 276-295.
Kercheval, Jacquelyn dkk. 2012. Perempuan dalam Kepemimpinan: Penelitian mengenai
Hambatan Terhadap Ketenagakerjaan dan Pekerjaan yang Layak Bagi Perempuan.
Tinjauan Pustaka. Jakarta : ILO. Online. (http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/--asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_215006.pdf, diakses 9
April 2015).
Kunze, Astrid. 2000. The Determination of Wages and the Gender Wage Gap: A Survey.
Discussion Paper Series IZA DP 193. Jerman: IZA.
Mankiw, Gregory N. 2003. Teori Makroekonomi. Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

14

Economics Journal of Airlangga University, Agustus 2015


Mardia. 2011. Penguatan Kapasistas Perempuan Paddaros di Kabupaten Pinrang:
Penguatan Berperspektif Gender. Jurnal Palastrn 4(2).
Maume, David J. dan Leah Rupanner. 2015. State Liberalism, Female Supervisors, and The
Gender Wage Gap. Journal Social Science Research 50, 126-138.
Moekijat, 1992. Administrasi Gaji dan Upah. Bandung: Pandan Maju
Noveria, Farikha Hanum-041111130. 2015. Analisis Upah Tenaga Kerja Laki-laki dan
Perempuan di Indonesia. Surabaya: Skripsi Program Studi Ekonomi Pembangunan
Universitas Airlangga.
Oaxaca, Ronald. 1973. Male-female Wage Differentials in Urban Labor Markets. Journal
International Economic Review 14(3), 693-700.
Reynolds, Lloyd G dkk. 1978. Labor Economics and Labor Relations Edisi 7. Englewood Cliffs,
NJ: Prentice Hall, Inc.
Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Soebiyanto, A. Widanti. 1997. Buruh Perempuan di Sektor Industri dalam Era Perdagangan
Global.
Majalah
Ilmiah
Pranata
793).
ISSN
0852-0887.
Online.
(http://eprints.unika.ac.id/5295/1/buruh_perempuan.pdf, diakses 5 April 2015).
Sukirno, Sadono. 1995. Pengantar Teori Mikroekonomi. Edisi Kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Susilastuti, Hudayana. 1994. Feminisasi Pasar Tenaga Kerja. Yogyakarta: PPK-UGM.
Suwardi, Akbar. 2011. Stata: Regresi Linear (OLS)-Cross Section. Modul. Depok: Laboratorium
Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia
Taniguchi, Kiyoshi dan Alika Tuwo. 2014. New Evidence On The Gender Wage Gap in
Indonesia. ADB Economics Working Paper Series. Manila: Asian Development Bank.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid 1 Edisi
Kesembilan. Terjemahan oleh Haris Munandar. 2006. Erlangga: Jakarta.
Trisnawati, Rina. 2011. Model Diskriminasi Upah Profesi Auditor di Indonesia. Seminar Nasional
Ilmu
Ekonomi
Terapan,
Fakultas
Ekonomi
UNIMUS.
Online.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=4526&val=426, diakses 10 Mei
2015).
Waluyo, Eko Dwi. 2001. Teori Ekonomi Makro. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Widodo, Slamet. 2009. Analisis Peran Perempuan dalam Usaha Tani Tembakau. Jurnal
EMBRYO 6 (2), 148-153.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

15

You might also like