You are on page 1of 13

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


GANGGUAN

PERSEPSI

SENSORI

PENDENGARAN

PADA

LANSIA DI RUANG DAHLIA DI TULUNGAGUNG

Oleh.
01.12.030

Pembimbing akademik

Pembimbing Ruangan
(......................................)

(.......................................)

LAPORAN

PENDAHULUAN

GANGGUAN

PERSEPSI

SENSORI

PENDENGARAN PADA LANSIA DI RUANG DAHLIA

DEFINISI
Gangguan pendengaran merupakan suatu keadaan yang menyertai lanjutnya
usia. Dengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer di organ corti berupa
hilangnya sel epitel syaraf yang di mulai pada usia pertengahan (Vander Cammen,
1991)
Kehilangan pendengaran pada lansia disebut presbikusis. fenonema tersebut
sebagai suatu penyakitsimetris bilateral pada pendengaran yang berkembang secara
progresif lambat terutama memengaruhi nada tinggi dan dihubungkan dengan
penuaan. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi berbagai faktor yang telah diteliti
adalah: nutrisi, faktor dan arteriosklerosis. Penurunan pendengaran terutama berupa
sensorineural, tetapi juga dapat berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan
presbiskusis.
(Rees and Deekert, 1990)

KLASIFIKASI GANGGUAN PENDENGARAN


a. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius, membrana
timpani atau tulang-tulang pendengaran. Salah satu penyebab gangguan
pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen
obturans, yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan. Hanya dengan
membersihkan lobang telinga dari serumen ini pendengaran bisa menjadi lebih
baik.

b. Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural


Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat bising, prebiakusis,
obat yang oto-toksik, hereditas, reaksi pasca radang dan komplikasi
aterosklerosis.
c. Prebiakusis
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang
merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia. Bersifat
simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat. Terdapat beberapa tipe
presbiakusis, yaitu :
1)

Presbiakusis Sensorik
Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di ganglion
spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal akan menentukan apakah
gangguan pendengaran yang timbul berupa gangguan atas frekwensi
pembicaraan atau pengertian kata-kata.

2)

Prebiakusis Strial
Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical dan tengah dari
kohlea. Prebiakusis jenis ini biasanya terjadi pada usia yang lebih muda
disbanding jenis lain.

3)

Prebiakusis Konduktif Kohlear


Diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanik pada membrane basalis
kohlea sebagai akibat proses dari sensitivitas diseluruh daerah tes.

d. Tinitus
Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah,
bisa terus menerus atau intermiten. Biasanya terdengar lebih keras di waktu
malam atau ditempat yang sunyi. Apabila bising itu begitu keras hingga bisa
didengar oleh dokter saat auskkkultasi disebut sebagai tinnitus obyektif.
e. Persepsi Pendengaran Abnormal
Sering terdapat pada sekitar 50% lansia yang menderita presbiakusis, yang berupa suatu
peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang keras. Tingkat suara bicara
yang pada orang normal terdengar biasa, pada penderita tersebut menjadi sangat
mengganggu.
f. Gangguan Terhadap Lokalisasi Suara
Pada lansia seringkali sudah terdapat gangguan dalam membedakan arah suara,
terutama dalam lingkungan yang agak bising.

ETIOLOGI
Etiologi di bagi menjadi 2 yaitu :
1.

Internal
Degenerasi primer eferen dari koklea, degenerasi primer organ corti penurunan
vascularisasidari

reseptor

neuro

sensorik

mungkin

juga

mengalami

gangguan.Sehingga baik jalur auditorik dan lobus temporalis otak sering


terganggu akibat lanjutnya usia
2.

Eksternal
Terpapar bising yang berlebihan, penggunaan otottoksik dan reaksi paska
radang

MANIFESTASI KLINIS

1. Berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif perlahan pada kedua


telinga dantidak disadari oleh penderita
2. Suara-suara terdengar seperti bergumam, sehingga mereka sulit untuk mengerti
pembicaraan
3. Sulit mendengar pembicaraan di sekitarnya, terutama jika berada di tempat
dengan latar belakang suara yang ramai
4. Suara berfrekuensi rendah, seperti suara laki-laki, lebih mudah didengar
daripada suaraberfrekuensi tinggi
5. Bila intensitas suara ditingikan akan timbul rasa nyeri di telinga
6. Telinga terdengar berdenging (tinnitus)
.

PEMERIKSAAN

1.

Pemeriksaan

Dengan

Garputala

Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan


garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara
agar

sampai

ke

telinga.

Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan


adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran
atau

jalur

saraf

pendengaran

di

otak.

Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung
pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang
menonjol

di

belakang

telinga).

Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga
dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang
saraf,

yang

selanjutnya

akan

berjalan

di

sepanjang

saraf

pendengaran.

Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf
pendengaran di otak.

Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran
tulang

normal,

dikatakan

terjadi

tuli

konduktif.

Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli
sensorineural.
Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara
bersamaan.
2.

Audiometri

Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan
menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan
ketinggian

dan

volume

tertentu.

Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume


dari

setiap

Telinga

nada

kiri

sehingga

dan

penderita

telinga

tidak

kanan

lagi

diperiksa

dapat

mendengarnya.

secara

terpisah.

Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan


untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang
digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3.

Audimetri

Ambang

Bicara

Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa
dimengerti.
Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki
aksentuasi

yang

sama,

pada

volume

tertentu.

Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh


kata-kata yang diucapkan dengan benar.

4.

Diskriminasi

Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan

kata-kata

yang

bunyinya

hampir

sama.

Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.
Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar)
biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di
bawah normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
5.

Timpanometri

Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan


terhadap

tekanan)

pada

telinga

tengah.

Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.


Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan
pada anak-anak.
Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus
menerus

menghasilkan

suara

dan

dipasang

di

saluran

telinga.

Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan
berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran
telinga.
Hasil

pemeriksaan

menunjukkan

apakah

masalahnya

berupa:

dengan hidung bagian belakang)penyumbatan tuba eustakius (saluran yang


menghubungkan
cairan

telinga
di

tengah

dalam

telinga

tengah

kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui
telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius,
yang melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).

Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang
keras/gaduh (refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi
telinga

tengah.

Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah
atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap
berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.

6.

Respon

Auditoris

Batang

Otak

Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada
saraf

pendengaran.

Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu
pada

penderita

koma

atau

penderita

7.

yang

menjalani

pembedahan

otak.

Elektrokokleografi

Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran.


Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi
pendengaran

sensorineural.

Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai
pendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah
sadar

terhadap

suara.

Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa
hipakusis

psikogenik

(orang

yang

berpura-pura

tuli).

Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang
mengolah pendengaran di otak.

Pemeriksaan
mengartikan

tersebut
dan

mengukur
memahami

kemampuan

percakapan

yang

untuk:
dikacaukan

t telinga kiri menerima pesan yang lainmemahami pesan yang disampaikan ke telinga
kanan

pada

saa

telinga menjadi pesan yang bermaknamenggabungkan pesan yang tidak lengkap yang
disampaikan

pada

kedua

telinga pada waktu yang bersamaan.menentukan sumber suara pada saat suara
diperdengarkan

di

kedua

Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu
kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan
pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber
suara.
PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa pilihan terapi untuk penderita presbikusis, diantaranya:
1. kurangi paparan terhadap bising
2.

Gunakan pelindung telinga (ear plegs atau ear muffs) untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut

3.

Gunakan alat bantu dengar

4. Lakukan latihan untuk meningkatkan keterampilan membaca gerak bibir dan


latihan mendengar
5. Berbicaralah kepada penderita presbikusis dengan nada rendah dan jelas.
Dengan memahami kondisi yang dialami oleh para lansia dan memberikan
terapi yang tepat bagimereka, diharapkan kita dapat membatu mengatasi
masalah sosial yang mungkin mereka alami akibatadanya keterbatasan fungsi
pendengaran mereka.

PENGOBATAN
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya.
Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di
telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan
dan

kotoran

tersebut.

Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau

kadang

dilakukan

pencangkokan

ALAT

koklea.

BANTU

DENGAR

Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan
Alat

dengan
bantu

Sebuah
Sebuah

lancar.

dengar

mikrofon
amplifier

terdiri

untuk
untuk

dari:

menangkap

meningkatkan

suara

volume

suara

Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.


Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan
apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis
adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan
beratnya

gangguan

fungsi

pendengaran).

Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman


percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.
Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan
mempertimbangkan
kemampuan
aktivitas

hal-hal

berikut:

mendengar
di

rumah

penderita

maupun

di

keterbatasan

tempat

bekerja

fisik

keadaan

medis
penampilan
harga.

Alat

Bantu

Dengar

Hantaran

Udara

Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga
dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.

Alat

Bantu

Dengar

Yang

Dipasang

Di

Badan

Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.
Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah
kabel

ke

alat

yang

dipasang

di

saluran

telinga.

Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih
mudah
Alat

dan
Bantu

tidak

Dengar

Yang

mudah
Dipasang

rusak.

Di

Belakang

Telinga

Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.


Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.
CROS

(contralateral

routing

of

signals)

Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi
pendengaran

pada

salah

satu

telinganya.

Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya diarahkan
kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio
berukuran

mini.

Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak
berfungsi.
BICROS

(bilateral

CROS)

Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran
yang ringan, maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
Alat

Bantu

Dengar

Hantaran

Tulang

Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar
hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari
telinganya

keluar

cairan

(otore).

Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah
pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam.

Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di
belakang

telinga.

PENCANGKOKAN

KOKLEA

Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang
tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar.
Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
Sebuah

mikrofon

untuk

menangkap

suara

dari

sekitar

yang tertangkap oleh mikrofonSebuah prosesor percakapan yang berfungsi


memilih

dan

mengubah

suara

Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari


prosesor

percakapan

dan

merubahnya

menjadi

gelombang

listrik

Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya


ke

otak.

Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang


normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan
membantu
Implan

mereka
koklea

dalam

sangat

berbeda

memahami
dengan

alat

percakapan.
bantu

dengar.

Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan


fungsi

dari

bagian

telinga

dalam

yang

mengalami

kerusakan.

Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang


listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita
menerimanya

sebagai

suara.

Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea
menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak

DAFTAR

PUSTAKA

- Roach sally. Introduktory gerontological Nursing. 2001. Lippinctt: New Yor


-

Syaifuddin,

Anatomi

fisisologi.

1997.

EGC.

Jakarta

- Petunjuk praktikum fisiologi I. Tim pengajar fisiologi. 2005. Stikes Aisyiyah


Yogyakarta,
- Http: // www.pfizer peduli . com / artcel _ detail . aspex. Id : 21
-

Panduan

dianosa

keperawatan

NANDA

- Http: // www. Dokter tetanus . pjnkk. Go. Id / content . view / 249/31


-

http:

//

www.

Dokter

tetanus.

WordPress.

- wahyudi, Nugroho, Keperawatan Gerontik. 2000. EGC : Jakarta.

Com

You might also like