You are on page 1of 34

II.

Asfiksia Neonatorum

a. Definisi
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan
oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. ( Dewi.2010; h.102)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010; h.421)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia setelah
persalinan. Masalah ini mungkin saling berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah
pada bayi selama atau sesudah persalinan.(JNPK KR 2008; h. 146).

b. Etiologi dan Faktor Predisposisi


Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (DepKes RI, 2009)

1. Faktor Ibu
a. Preeklamsia dan eklamsia.
b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau plasenta).
c. Partus lama atau partus macet.
d. Demam selama persalinan.
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
f. Kehamilan post matur.
g. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

2. Faktor Bayi
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum, forsef).
c. Kelainan kongenital.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

3. Faktor Tali Pusat


a. Lilitan tali pusat.
b. Tali pusat pendek.
c. Simpul tali pusat.
d. Prolapsus tali pusat.
c.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)


Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,

sehingga aliran oksigen kejanin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin.


1) Gangguan Sirkulasi Menuju Janin
a) Gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat,
b)
2)
a)
b)

ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu)


Pengaruh obat, karena narkosa saat persalinan.
Faktor Ibu
Gangguan his (tetania uteri/hipertonik)
Penurunan tekanan darah dapat mendadak (perdarahan pada plasenta previa dan solusio

plasenta)
c) Vasokontriksi arterial (hipertensi pada hamil dan gestosis preeklampsia-eklampsia)
d) Gangguan pertukaran nutrisi/O2 (solusio plasenta) (Manuaba, 2010; h.421)
d. Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosa gawat janin dapat ditetapkan dengan
melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1) Denyut jantung janin
a. DJJ meningkat 160 kali permenit tingkat permulaan
b. Mungkin jumlah sama dengan normal, tetapi tidak teratur
c. Frekuensi denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai irama yang tidak teratur.
d. Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan
nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka.

2) Mekonium dalam air ketuban


Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan
nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka (Manuaba, 2010; h.422)
3) Pernapasan
Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi
bila paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena
suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini disebut apnue
primer ( drew.2009;h.9)
4) Usia Ibu
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas sumber
daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat
terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa
takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin
belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu
juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan
dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi)
maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko
yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35
tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut
memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio
plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
5) Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3 merupakan paritas paling
aman di tinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 4 mempunyai angka
kematian maternal yang disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Paritas yang

rendah (paritas satu), ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan
faktor penyebab ketidak mampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi dalam
kehamilan, persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007).
Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun secara mental.
Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang mempunyai
hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu
mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi
untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir
dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
http://yulianasept.blogspot.com/2012/10/proposal-asfiksia.html,, tanggal 7 juni 2013 pukul 10.14
6) Lama persalinan
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi
asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti
letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, h.
144)
Pada multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih cepat untuk setiap fasenya. Kala 1
selesai apabila pembukaan servik telah lengkap, pada multigravida berlangsung kira-kira 13 jam,
sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam. (sulistyawati, esti,2010; h.65)
e. Tanda dan gejala
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis,sehingga memerlukan perbaikan dan
resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang yang muncul pada asfiksiam berat adalah
sebagai berikut:
1) Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 per menit.
2) Tidak ada usaha napas

3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada


4) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit
2) Usaha nafas lambat
3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
4) Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
5) Bayi tampak siannosis
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:
1) Bayi tampak sianosis
2) Adanya retraksi sela iga
3) Bayi merintih
4) Adanya pernafasan cuping hidung
5) Bayi kurang aktifitas
(Dewi.2010; h.102)

f. Penilaian Asfikaia Pada Bayi Baru Lahir


1. Penilaian Awal
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan resusitasi harus
segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian pada semua bayi dengan cara petugas
1)
2)
3)
4)

bertanya pada dirinya sendiri dan harus menjawab segera dalam waktu singkat.
Apakah bayi lahir cukup bulan ?
Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium ?
Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis ?
Apakah tonus otot baik ?
Bila semua jawaban Ya, berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi
ini segera dilakukan asuhan pada bayi normal. Bila salah satu atau lebih jawaban Tidak, bayi
memerlukan tindakan resusitasi. Segera dimulai dengan langkah awal resusitasi.

2. Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir


PENILAIAN

Sebelum bayi lahir :


Apakah kehamilan cukup bulan ?
Sebelum bayi lahir :

Apakah airketuban jernih, tidak bercampur mekonium


(warna kehijauan) ?

Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan) :

KEPUTUSAN

TINDAKAN

Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/megap-megap ?


Menilai apakah tonus aot baik ?
Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
Bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-megap/tidak
bernapas dan atau tonus otot bayi tidak baik
Air ketuban bercampur mekonium.
Mulai lakukan resusitasi segera jika :
Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap/tidak
bernapas dan tonus otot bayi tidak baik :
Lakukan tindakan resusitasi BBL
Air ketuban bercampur mekonium :
Lakukan resusitasi sesuai dengan indikasinya

(JNPK-KR 2008; h.151)


Tabel 1. Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh
tiga tanda yang penting, yaitu:
a. Pernafasan
b. Denyut jantung
c. Warna
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai
resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya
resusitasi.
(Saifuddin, 2009, hal: 349)
3. Hal penting dalam penilaian asfiksia
Aspek yang sangat penting dari resusitasi BBL adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang
akan dilakukan dan ahirnya melaksanakan tindakan tersebut. Penilaian selanjutnya adalah dasar
untuk menentukan kesimpulan dan tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang efektif dan efisien
berlangsung melalui rangkaian tindakan, yaitu penilaian, pengambilan keputusan dan selanjutnya
tindakan lanjut. Rangkaian tindakan ini merupakan suatu siklus. Misalnya pada saat-saat anda
melakukan rangsangan taktil anda sekaligus menilai pernafasan bayi. Atas dasar penilaian ini

anda akan melakukan langkah berikutnya. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa
bayi tidak bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar
pengambilan kesimpulan untuk tindakan berikutnya, yaitu memberikan ventilasi dengan tekanan
positif (VTP). Sebaliknya apabila pernafasannya normal, maka tindakan selanjutnya adalah
menilai denyut jantung bayi. Segera setelah memulai suatu tindakan anda harus menilai
dampaknya pada bayi dan membuat kesimpulan untuk tahap berikutnya.
Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit setelah bayi lahir, akan
tetapi penilaian bayi harus dimulai segera setelah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi
berdasarkan pernafasan, denyut jantung, atau warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan
segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu penilaian
APGAR 1 menit. Keterlambatan tindakan sangat membahayakan, terutama pada bayi yang
mengalami depresi berat. Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam pengambilan keputusan
pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian
efektivitas upaya resusitasi. Jadi nilai APGAR perlu dinilai dalam 1 menit dan 5 menit. Apabila
nilai apgar <7 penilaian tambahan masih diperlukan, yaitu tiap 5 menit sampai 20 menit atau
sampai 2 kali penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih. Penilaian pada bayi yang terkait dengan
penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan keadaan klinis. Penilaian awal harus dilakukan
pada semua BBL. Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan menurut hasil penilaian tersebut.
Penilaian berkala setelah setiap langkah resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik.
Penatalaksanaan dilakukan terus menerus berkesinambungan menurut siklus menilai,
menentukan tindakan, melakukan tindakan, kemudian menilai kembali (Saifuddin, 2009; h. 349)
Tiga point pengkajian klinis
1). Pernapasan

Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan auskultasi jika perlu.
Kali adanya pola pernapasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, napas tersenggal, atau
mendengur.
Tentukan apakah pernapsannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat
dan tidak teratur), atau tidak ada sama sekali.
2). Denyut jantung
Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasikan denyut aspeks atau merasakan denyutan
umbilicus.
Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali permenit. Angka ini merupakan titik batas
yang mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang signifikan. Catatan : bayi dengan
frekuensi jantung <60, khususnya bayi tanpa frekuensi jantung, membutuhkan pendekatan yang
lebih darurat. Awalnya, curah jantung mungkin tidak mampu mencukupi perfusi arteri koroner,
sampai pada akhirnya tidak mampu sama sekali, walaupun dilakukan ventilasi.
3). Warna
Kaji bibir dan lidah bayi yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer
(akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi yang
pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi bewarna merah mudah,
biru atau pucat.
Ketiga observasi ini dikenal sebagai komponen skor APGAR. Dua komponen lainnya
adalah tonus dan respons terhadap rangsangan.
(David,dkk.2009; h.30-32)
a. Pemantauan Janin
1. Saat Bayi Sudah Lahir
a) Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir

Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaia sekilas untuk kesejahteraan bayi secara
umum. Aspek yang dinilai adalah warna kulit dan tangis bayi, jika warna kulit adalah kemerahan
dan bayi dapat menangis spontan, maka ini sudah cukup untuk dijadikan data awal bahwa dalam
kondisi baik.
b) Menit pertama kelahiran
Pertemuan sarec di swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru
lahir adalah dengan cara sederhana yang disebut dengan SIGTUNA (SIGTUNA score), sesuai
dengan nama terjadinya konsensus. Penilaian cara ini digunakan terutama untuk tingkat
pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang penting, namun cukup
mewakili indikator kesejahteraan bayi baru lahir. Sesaat setelah bayi lahir bidan memantau 2
tanda vital bayi sesuai dengan SIGTUNA score, yaitu upaya bayi untuk bernafas dan frekuensi
jantung (dihitung selama 6 detik, hasil dikalikan 10 sama dengan frekuensi jantung satu menit).
1)
2)
3)

2.

Cara menentukan SIGTUNA score:


Nilai bayi sesaat setelah lahir (menit pertama) dengan kriteria penilaian seperti pada tabel.
Jumlahkan score yang didapat.
Kesimpulan dari total SIGTUNA score
4
: Asfiksia riangan atau tidak asfiksia.
2-3
: Asfiksia sedang.
1 : Asfiksia berat.
0 : Bayi lahir mati/fresh stillbirth.
Menit ke 5 sampai 10
Segera setelah bayi lahir, bidan mengobservasi keadaan bayi dengan berpatokan pada APGAR
score dari 5 menit hingga 10 menit (Sulistyawati,2010;h.209).

Tabel 2. Skala pengamatan APGAR score

Aspek
pengamatan
bayi baru
lahir

Skor

Appeareance
(Warna kulit)

Seluruh tubuh
bayi berwarna
kebiruan .atau
pucat

Warna kulit
tubuh normal,
tetapi tangan
dan kaki
berwarna
kebiruan

Warna kulit
seluruh tubuh
normal

Pulse

Denyut
jantung tidak
ada

Denyut jantung
<100 kali
permenit

Denyut jantung
>100 kali
permenit

Grimace
(Respon
refleks)

Tidak ada
respon
terhadap
stimulasi

Wajah meringis
saat distimulasi

Meringis,
menarik, batuk
atau bersin saat
stimulasi

Activity

Lemah, tidak
ada gerakan

Lengan dan
kaki dalam
posisi fleksi
dengan sedikit
gerakan

Bergerak aktif dan


spontan

Tidak
bernafas,
pernafasan
lambat dan
tidak teratur

Menangis
lemah,
terdengar
seperti merintih

Menangis kuat,
pernafasan baik
dan teratur

(Nadi)

(Tonus otot)

Respiratory
(Pernafasan)

(Sulistyawati, 2010; h.209)

b. Penatalaksanaan Asfiksia
1) Persiapan resusitasi BBL
a) Persiapan tempat resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi :

1. Gunakan ruang yang hangat dan terang


2. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan
atau diatas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau
pintu yang terbuka)
Keterangan:
a. Ruang yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.
b. Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi kepala bayi.
c. Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak. Nyalakan lampu
menjelang persalinan.
b) Persiapan alat resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga disiapkan alat-alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
a.

resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :


Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi.
Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi.
Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi.
Alat penghisap lender De Lee atau Bola karet.
Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup.
Kotak alat resusitasi.
Sarung tangan.
Jam atau pencatat waktu.
Keterangan:
Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat menyerap cairan misalnya

handuk, kain flannel, dll. Kalau tidak ada gunakan kain panjang atau sarung.
b. Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain (kaos, selendang, handuk kecil),
digulung setinggi 3 cm dan bisa disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar sedikit
tengadah.
c. Bagian-bagian balon dan sungkup:
1) Pintu masuk udara dan tempat memasang reservoir O2
2) Pintu masuk O2
3) Pintu keluar O2
4) Susunan katup
5) Reservoir O2
6) Katup pelepas tekanan (pop-of valve)
7) Tempat memasang manometer (bagian ini mungkin tidak ada)
Keterangan:
a) Alat pengisap lendir Dee Lee adalah alat untuk menghisap lender khusus untuk BBL.
b) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup merupakan alat yang sangat penting dalam
tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dalam keadaan terpasang dan steril.

c) Tabung atau balon serta sungkup dan alat penghisap lender De Lee dalam keadaan steril,
disiapkan dalam kotak alat resusitasi.
c. Cara menyiapkan:
1) Kain ke-1:
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air ketuban segera setelah
lahir. Bagi bidan yang sudah biasa dan terlatih meletakkan bayi baru lahir diatas perut ibu,
sebelum persalinan akan menyediakan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
Hal ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia. Bila tali pusat sangat pendek, bayi dapat
diletakkan didekat perineum ibu sampai tali pusat telah diklem dan dipotong, kemudian jika
perlu lakukan tindakan resusitasi.
2) Kain ke-2:
Fungsi kain ke-2 adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering dan hangat. Singkirkan kain
ke-1 yang basah sesudah dipakai mengeringkan bayi. Kain ke-2 ini diletakkan diatas tempat
resusitasi, digelar menutupi tempat yang rata.
3) Kain ke-3:
Fungsi kain ke-3 adalah untuk ganjal bahu bayi agar memudahkan dalam pengaturan posisi
kepala bayi. Kain digulung setebal kira-kira 3 cm diletakkan di bawah kain ke-2 yang menutupi
tempat resusitasi untuk mengganjal bahu.
4) Alat resusitasi:
Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lender Dee Lee dan alat resusitasi tabung atau
balon dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya agar memudahkan diambil
sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.
5) Sarung tangan.
6) Jam atau pencatat waktu
d. Persiapan Diri
Lindungi dari kemungkinan infeksi dengan cara:
1. Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek, masker, penutup kepala, kaca mata dan
2.
3.
4.
5.

sepatu tertutup)
Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan sebelum mencuci tangan.
Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliseril.
Keringkan dengan kain atau tisu bersih.
Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.

2) Tahap I: Langkah Awal


Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Langkah awal tersebut meliputi:
a) Jaga bayi tetap hangat
a) Letakkan bayi diatas kain yang ada diatas perut ibu
b) Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat
c) Pindahkan bayi keatas kain di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat.
d) Jaga bayi tetap diselimuti dan dibawah pemancar panas.
b) Atur posisi bayi
1. Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong
2. Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan pengganjal bahu, sehingga kepala sedikit
ekstensi.
c) Isap lendir
Gunakan alat pengisap DeLee dengan cara sebagai berikut:
1. Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian hidung
2. Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, TIDAK pada waktu memasukan.
3. Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut atau lebih dari 3
cm dalam hidung), hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau tiba-tiba
berhenti bernafas.
d) Keringkan dan rangsang bayi
1. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan
2. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau dengan
menggosok punggung, dada, perut dan tungkai bayi dengan telapak tangan.
e) Atur kembali posisi bayi
1. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya
2. Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada, agar bisa memantau
pernafasan bayi.
3. Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
f) Lakukan penilaian bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap. Bila bayi
bernafas normal, lakukan asuhan pasca resusitasi. Tapi bila bayi tidak bernafas normal atau
megap-megap, mulai lakukan ventilasi bayi.
3) Tahap II: Ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam
paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru bayi agar bisa bernafas spontan
dan teratur.
a) Pasang sungkup
Pasang sungkup dengan menutupi dagu, mulut dan hidung.
b) Ventilasi 2 kali
1. Lakukan peniupan / pompa dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal tabung-sungkup / pompaan awal balon-sungkup sangat penting untuk membuka
alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
2. Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan tiupan atau pompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang.
Bila tidak mengembang:
a. Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
b. Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu.
c. Periksa cairan atau lendir dimulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan penghisapan.
d. Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan), bila dada mengembang, lakukan
tahap berikutnya.
c) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
1. Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan dengan balon dan sungkup
sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai menangis dan
bernafas spontan
2. Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau pemompaan, setelah 30 detik lakukan

a.
b.
a.
b.
c.
d.
3.
4.
d)
1.

penilaian ualng nafas.


Jika bayi mulai bernafas spontan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap:
Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah
Hitung frekuensi nafas permenit
Jika bernafas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:
Jangan ventilasi lagi
Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit pada dada ibu dan lanjutkan asuhan bayi baru lahir.
Pantau setiap 15 menit untuk pernafasan dan kehangatan
Katakana pada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar akan membaik.
Lanjutkan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, lanjutkan ventilasi.
Ventilasi setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.
Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)

2. Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau
megap-megap:
a. Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca
resusitasi
b. Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian
lakukan penilaian ulang nafas tiap 30 detik.
e) Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi
f) Lanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi

5. Tahap III: Asuhan Pasca Resusitasi


Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan
instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera
a)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
b)
1.
2.
c)
1.
2.
3.
d)
1.
2.
3.
4.
5.

intensif serta pencatatan.


Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi
Tidak dapat menyusu
Kejang
Mengantuk atau tidak sadar
Nafas cepat (>60 kali permenit)
Merintih
Retraksi dinding dada bawah
Sianosis sentral
Pemantauan dan perawatan tali pusat
Memantau perdarahan tali pusat
Menjelaskan perawatan tali pusat
Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
Meletakkan bayi di dada ibu (kulit ke kulit), menyelimuti keduanya
Membantu ibu untuk menyusui bayi dalam 1 jam pertama
Menganjurkan ibu untuk mengusap bayinya dengan kasih sayang
Pencegahan hipotermi
Membaringkan bayi dalam ruangan >250 C bersama ibunya
Mendekap bayi dengan lekatan kulit ke kulit sesering mungkin
Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam
Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut
Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-sebagian.
Asuhan pasca lahir (usia 2-24 jam setelah lahir)
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut.
Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/

neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut
e)
f)
1.
2.
3.
g)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.


Pemberian vit-K
Memberikan suntikan vit-K di paha kiri anterolateral 1 mg intramuscular.
Pencegahan infeksi
Memberikan salep mata antibiotika
Memberikan imunisasi Hepatitis-B dipaha kanan 0,5 mL intramuscular, 1 jam setelah pemberian
vit K
Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi.
Pemeriksaan fisik
Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi
Melihat dan meraba kepala bayi
Melihat mata bayi
Melihat mulut dan bibir bayi
Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan dan menghitung jumlah jari
Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin, adakah kelainan
Memastikan adakah lubang anus dan uretra, adakah kelainan
Memastikan adakah buang air besar dan buang air kecil
Melihat dan meraba tulang punggung bayi.
h) Rencana asuhan 24 jam
Pemberian ASI
Menilai BAB bayi
Menilai BAK
Kebutuhan istirahat/tidur
Menjaga kebersihan kulit bayi
Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)

i) Pencatatan dan pelaporan


j) Asuhan pasca lahir (JNPK-KR, 2008 h.148)

BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR TERHADAP BAYI Ny.M SEGERA
SETELAH LAHIR DENGAN ASFIKSIA DI BPS DESI ANDRIANI Amd.keb
BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

amat

1. PENGKAJIAN
Tanggal
: 22 Mei 2013
Jam
: 12.40 Wib
: BPS Desi Andriani Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung
: Destiana Anjarsari
: 2010.637
A. DATA SUBJEKTIF
a) Biodata bayi
Nama
: By. Ny. M
Jenis kelamin
: laki-laki
Tanggal lahir/pukul : 22 Mei 2013/12.40 Wib
b)

Biodata orang tua


Istri
Nama
Umur
Agama
Suku
Pendidikan
Pekerjan

Suami
: Ny. M
: 36 Tahun
: Islam

Tn. U
40 tahun
Islam

: Jawa
:SD

43
Lampung
SMP
: IRT

: Jl.KH.Ahmad Dahlan
gg.sanjan Bumi Waras
Teluk Betung Utara
Bandar Lampung

Swasta
Jl.KH.Ahmad Dahlan
gg.sanjan Bumi Waras
Teluk Betung Utara
Bandar Lampung

1) Riwayat antenatal
G4P2A1 Umur kehamilan 37 minggu 6 hari
Riwayat ANC
Imunisasi TT
Keluhan saat hamil
2) Penyakit selama hamil
Diabetes melitus
Hepatitis
Tuberculosis
HIV/AIDS

: 4 kali
: Selama hamil ibu mendapatkan imunisasi
TT 2 kali
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada

3) Kebiasaan
Minum obat / jamu
Merokok
4) Komplikasi
Hyperemesis
Perdarahan
Preeklamsia
Eklamsia
Infeksi
B.

DATA OBJEKTIF
Tonus otot
Warna kulit
Usaha bernafas

C. DATA PENUNJANG
a) Komplikasi janin
IUGR
Polihidramnion
Oligohidramnion
Gameli
b) Riwayat intranatal
Lahir tanggal

: Tidak pernah
: Tidak pernah
: Tidak pernah
: Tidak pernah
: Tidak pernah
: Tidak pernah
: Tidak pernah
: Lemah
: Kebiruan
: Megap Megap

: Tidak Ada
: Tidak Ada
: Tidak Ada
: Tidak Ada
: 22 Mei 2013

:12.40 Wib dengan penilain bayi merintih,warna kulit kebiruan dan tonus otot lemah
: Spontan
Penolong

: Bidan

Lama persalinan

: 13 jam 20 menit

Kala I

: 12 jam 35 menit

Kala II
Kala III
Kala IV

:
45 menit
:
10 menit
: 2 Jam

c) Komplikasi ibu
Hipertensi
Partus lama
Penggunaan obat
Infeksi
KPD
Perdarahan
d) Komplikasi janin
Premature

: Tidak ada
: Ya
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tiadak ada
: Tidak ada

Malposisi
: Tidak ada
Gawat janin
: Ya
Ketuban campur meconium : Ya
Lilitan tali pusat
: Tidak ada
Keadaan bayi baru lahir

: Tonus otot lemah, warna kulit kebiruan,


bernafas megap megap

Bayi Ny. M sesuai masa kehamilan post asfiksia normal

A. DATA OBJEKTIF
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2.
a.

b.

Pemeriksaan umum
Pernafasan
Suhu
Kulit
Warna
Turgor
Denyut jantung
Tonus otot
Gerakan
Tali pusat
Ekstremitas
Pemeriksaan fisik
Kepala
Ubun-ubun besar
Ubun-ubun kecil
Rambut
Caput succedaneum
Cephal hematoma
Muka

Mata
Simetris
Kelopak mata
Konjungtiva
Sklera
d. Hidung
Lubang
e. Mulut
Bentuk
Labioskisis
Palatoskizis
f. Telinga

: 48 x/menit
: 36,80c
:Kemerahan
: Elastis
: 128 x/menit
: Positif (+)
: Aktif
: Tidak ada perdarahan tali pusat
: Normal, tidak ada kelainan
: Datar
: Datar
: Terdapat sisa-sisa darah dan lendir
: Ada
: Tidak ada
: Simetris antara kanan dan kiri,
tidak ada oedema

c.

: Simetris antara kanan dan kiri


: Tidak oedema
: Merah muda
: Putih
: Simetris antara kanan dan kiri
: Ada kanan & kiri, bersih tidak ada sekret
: Simetris kanan dan kiri
: Tidak ada
: Tidak ada

g.

h.

i.
j.
k.

l.

3.
a.
b.
c.
d.
e.

Simetreis
: Simetris antara kanan dan kiri
Lubang
: Ada lubang telinga kanan dan kiri, bersih
tidak ada serumen
Dada
Bentuk
: Simetris antara kanan dan kiri
Puting susu
: Menonjol, simetris antara kanan dan kiri
Auskultasi
: Tidak ada wezing maupun ronchi
Abdomen
Tali pusat
: Tidak ada perdarahan tali pusat
Bising usus
: Ada
Benjolan
: Tida ada
Punggung
Fleksibiltas tulang punggung
: Ada
Tonjolan tulang punggung
: Tidak ada
Anus
: Ada lubang
Genetalia
Laki-laki
Lubang penis
: Ada, di sentralis
Skrotum
: Ada,sebalah kanan dan kiri
Tungkai dan kaki
Gerakan
: Aktif
Jumlah jari
: Lengkap, jari kanan dan kiri 5
Antopometri
BB
PB
LK
LD
Lila

: 3700 gram
: 50cm
: 35cm
: 36 cm
: 11 cm
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan Pada Bayi segera setelah lahir pada
By. Ny. M Dengan Asfiksia Di BPS Desi Andriani Amd.Keb. Ditemukan hasil sebagai berikut:
A.PENGKAJIAN DATA
1.

Pada pengkajian dilakukan untuk pengumpulan data dasar tentang keadaan pasien. Pada studi
kasus ini penulis melakukan pengkajian terhadap bayi baru lahir yaitu By.Ny.M Umur 0 Hari
Dengan Asfiksia, dengan hasil sebagai berikut:

1. Umur ibu
a. Menurut Tinjauan Teori
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi)
maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparitas merupakan faktor resiko
yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35
tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut
memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio
plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir
b. Menurut Tinjauan Kasus
Pada kasus asfiksia terhadap By. Ny.M, umur Ny.M adalah 36 tahun

c.

Pembahasan
Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan toeri dan tinjauan kasus, karena pada tinjauan teori
factor resiko terjadinya asfiksia adalah ibu dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35

tahun, sedangkan umur Ny.M adalah 36 tahun


2. Masa Gestasi
a. Menurut Tinjauan teori
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu kehamilan
postmatur atau lahir sesudah 42 minggu kehamilan dan bayi premature atau lahir sebelum usia
kehamilan 37 minggu (JNPK-KR, 2008, hal: 144)
b. Menurut Tinjauan Kasus
Pada hasil tinjauan kasus usia kehamilan Ny.M pada saat melahirkan adalah 37 minggu 6 hari.
c. Pembahasan
Terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana usia kehamilan ibu masih
dalam batas normal dan bukan merupakan penyebab bayi mengalami asfiksia yaitu 37 minggu 6
hari, kemungkinan asfiksia pada bayi disebabkan oleh factor factor lain.
3. Riwayat Kesehatan
a. Menurut Tinjauan Teori

Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang, sehingga dapat menyebabkan
asfiksia, yaitu Infeksi berat seperti malaria, sifilis, TBC dan HIV (JNPK-KR, 2008, hal: 144).
b. Menurut Tinjauan Kasus
Riwayat kesehatan sekarang, NY.M tidak sedang menderita penyakit menular atau penyakit
c.

keturunan
Pembahasan
Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, karena pada tinjauan kasus Ny.M
tidak menderita infeksi yang menjadi salah satu factor pemicu terjadinya asfiksia pada bayi,
kemungkinan asfiksia yang terjadi pada bayi diakibatkan oleh ketuban bercampur mekonium dan

sedikit serta partus lama.


4. Pengaruh obat
a. Menurut Tijauan teori
Beberapa faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)
Pengaruh obat, karena narkoba saat persalinan.
b. Menurut tinjauan kasus
Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat obatan atupun jamu selama kehamilan.
c. Pembahasan
Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan karena pada Ny. M tidak
mengkonsumsi obat obatan yang memicu terjadinya asfiksia.
5. Keadaan ibu
a. Menurut tinjauan teori
Menurut tinjauan teori penyebab asfiksia adalah salah satunya keadaan ibu yang mengalami
preeklamsia dan eklamsia yang memicu terjadinya asfiksia.
b. Menurut tinjauan kasus
Menurut tinjauan kasus pada Ny. M tidak mengalami preeklamsia dan eklamsia.
c. Pembahasan
Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan karena pada Ny.M tidak mengalami
preeklamsia dan eklamsia yang dapat menyebabakan asfiksia.
6. Lama persalinan.
a. Menurut Tinjauan Teori
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi
asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti

letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, hal :
144)
b. Menurut Tinjauan Kasus
Lama persalinan : 13 jam 20 menit pada kala I dan kala II.
c. Pembahasan
Terjadi kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena menurut asuhan persalinan
normal partus lama merupakan salah satu factor penyebab terjadinya asfiksia pada bayi dan pada
kasus Ny.M terjadi partus lama dimana lama persalinannya yaitu 13 jam 20 menit pada kala I
dan kala II, sehingga terjadi pengurangan pasokan oksigen kejanin. Karenanya timbulah asfiksia
saat bayi lahir.
7. Paritas
a. Menurut Tinjauan Teori
Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparitas merupakan faktor resiko yang mempunyai
hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu
mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi
untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir
dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir
b. Menurut Tinjauan Kasus
Ny.M mengatakan ini kehamilan keempat, pernah melahirkan dua kali dan pernah keguguran
satu kali.
c. Pembahasan
Pada tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, dimana pada tinjauan kasus jumlah
paritas ibu bukan merupakan salah satu factor penyebab bahaya kematian janin yaitu tidak lebih
dari 4, kemungkinan asfiksia yang terjadi pada janin disebabkan oleh ketuban bercampur
mekonium dan sedikit serta partus lama.
8. Lilitan Tali Pusat
a. Menurut Tinjauan Teori
Menurut tinjauan teori faktor yang dapat menimbulkan asfiksia yaitu gangguan aliran pada tali
pusat seperti lilitan tali pusat, simpul tali pusat dan tekanan pada tali pusat (Manuaba, 2010, hal:
421)

b. Menurut Tinjauan Kasus


By.Ny M tidak terdapat lilitan tali pusat.
c. Pembahasan
Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, dimana By.Ny.M tidak mengalami
lilitan tali pusat, kemungkinan bayi asfiksia diakibatkan karena ketuban bercampur mekonium
dan sedikit serta partus lama
9. Ketuban
a. Menurut TinjauanTeori
Menurut tinjauan teori salah satu faktor penyebab asfiksia adalah air ketuban bercampur
mekonium(warna kehijauan) (JNPK KR, 2008).
b. Menurut Tinjauan Kasus
Pada Ny.M air ketuban bercampur mekonium dan sedikit
c. pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terjadi kesenjangan karena air ketuban ibu
bercampur mekonium dan sedikit yang merupakan factor penyebab bayi mengalami asfiksia.

B. Identifikasi Masalah, Diagnosa danKebutuhan


1. Diagnosa kebidanan
a) Menurut Tinjauan Teori Pada langkah ini mengidentifikasi terhadap diagnosis atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut
kemudian dinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik
rumusan diagnosis maupun masalah keduanya harus ditangani. (soepardan; h. 99).
Data subjektif : informasi tentang identitas bayi baru lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi,
jenis kelamin bayi dan anak keberapa.
Data objektif : keadaan yang lebih pasti dilihat dari pasien yang dikaji.
b) Menurut Tinjauan Kasus.
Pada kasus By.Ny.M didapatkan diagnose kebidanan Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Sesuai
Masa Kehamilan Segera Setelah Lahir Dengan Asfiksia.
Data subjektif : bayi lahir pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 12:40wib, usia kehamilan 37 minggu
6 hari,
Data objektif : warna kulit kebiruan, tonus otot lemah dan usaha bernafas megap-megap.
c) Pembahasan

Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena pada tinjauan
kasus diagnose didapatkan dari data subjektif dan data objektif sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh (JNPK KR, 2008)., dimana untuk menegakkan diagnose didapatkan
berdasarkan hasil pengkajian, baik data subjektif ataupun objektif.
2. Masalah
a. Menurut Tinjauan Teori
Pada teori, terdapat masalah pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir
( Dewi.2010; h.102)
b. Menurut Tinjauan Kasus
Pada kasus dikatakan masalah pada bayi yaitu bayi bernafas yaitu megap-megap.
c. Pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena pada kasus salah
satu masalah yang ada pada bayi adalah bernafas megap-megap, sama seperti yang ada pada
teori yang disampaikan oleh (Dewi.2010;h.102) yaitu terdapat masalah pada bayi baru lahir
dengan asfiksia adalah pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak
adekuat.
3. Kebutuhan
a. Menurut Tinjauan Teori
Menurut teori pada kasus asfiksia dilakukan tindakan resusitasi yang dimulai dengan langkah
awal resusitasi yaitu JAIKAP (JNPK-KR, 2008)
b. Menurut Tinjauan Kasus
Dalam kasus asfiksia pada bayi baru lahir terhadap By.Ny.M diperlukan tindakan resusitasi yaitu
JAIKAP.
c. Pembahasan
Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus tersebut tidak ditemukan kesenjangan, karena kebutuhan
yang diperlukan oleh bayi sesuai dengan teori pada yang ada pada asuhan persalinan normal,
yaitu JAIKAP.
C. Antisipasi Masalah Potensial
a) Menurut Tinjauan Teori

Pada langkah ini mengidentifikasikan masalah potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang
sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan
pencegahan (Soepardan, 2009; hal. 99)
b) Menurut Tinjauan Kasus
Pada By.Ny.M dengan asfiksia yang mungkin terjadi jika tidak tertangani adalah henti nafas.
c) Pembahasan
Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus tersebut tidak didapatkan kesenjangan, dimana pada
kasusnya Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk mengembangkan
paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak
mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet.
Kejadian ini disebut apnue primer ( drew.2009;h.9)

D. Tindakan Segera
a. Menurut Tinjauan Teori
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
diinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan
diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan
sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan.
b. Menurut Tinjauan Kasus
Pada kasus tersebut ditemukan indikasi untuk melakukan tindakan segera berupa tindakan
resusitasi dengan alasan terdapat potensi terjadinya apnea jika asfiksia pada bayi tidak tertangani
dengan baik
c. Pembahasan
Jadi tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena pada kasusnya
tindakan segera berupa tindakan resusitasi dilakukan untuk mengantisipasi masalah potensial
yang mungkin terjadi pada bayi berupa henti nafas.

E. Rencana Asuhan
a. Menurut tinjauan teori
Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyuluruh yang ditentukan berdasarkan langkahlangkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelautan manajemen untuk masalah atau diagnosis
yang telah diidentikasi atau antispasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang
tidak lengkap dapat dilengkapi rencana asuhan yang menyuluruh tidak hanya meliputi segala
hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga
dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi ini mencakup
perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya: apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,
dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi,
kultural, atau psikososial.
1. Langkah awal resusitasi
a) Jaga bayi tetap hangat
b) Atur posisi bayi
c) Isap lendir
d) Keringkan bayi dan rangsang bayi
e) Atur posisi bayi kembali
f) Lakukan penilaian bayi
2. Lakukan tindakan pasca resusitasi
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan
instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera
intensif serta pencatatan.
a) Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi
b) Pemantauan dan perawatan tali pusat
c) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
d) Pencegahan hipotermi
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut.
Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/
neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut
dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.

e) Pemberian vit-K
f) Pencegahan infeksi
g) Pemeriksaan fisik
h) Pencatatan dan pelaporan
i) Asuhan pasca lahir
j) Pemberian ASI
k) Menilai BAB bayi
l) Menilai BAK
m) Kebutuhan istirahat/tidur
n) Menjaga kebersihan kulit bayi
o) Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)
b. Menurut tinauan kasus.
1)
Lakukan langkah awal resusitasi
a) Jaga kehangtan bayi
b) Atur posisi bayi
c) Isap lendir
d) Keringkan bayi dan rangsang bayi
e) Atur pposisi bayi kembali
f) Lakukan penilaian bayi
2) Lakukan tindakan pasca resusitasi
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan
instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera
a.
b.
c.
d.

intensif serta pencatatan.


Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi
Pemantauan dan perawatan tali pusat
Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
Pencegahan hipotermi
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut.
Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/
neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut

e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.

dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.


Pemberian vit-K
Pencegahan infeksi
Pemeriksaan fisik
Pencatatan dan pelaporan
Asuhan pasca lahir
Pemberian ASI
Menilai BAB bayi
Menilai BAK
Kebutuhan istirahat/tidur
Menjaga kebersihan kulit bayi

o. Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)


c. Pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena sesuai dengan teori
asuhan persalinan normal, rencana yang diberikan dimulai dari langkah awal resusitasi dan
asuhan pasca resusitasi.
F. Pelaksanaan
1. Tinjauan Teori
Pada langkah keenam, rencana asuhan menyuluruh dilakukan dengan efisien dan aman.
Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau
anggota tim kesehatan lainnya walau bidan tidak melakukan nya sendiri, namun ia tetap memikul
tangung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah
tersebut benar-benar terlaksana).
2. Menurut Tinjauan Kasus
a) Menjaga bayi tetap hangat dengan segera meletakkan bayi diatas perut ibu, lalu menyelimuti
dengan kain untuk mencegah terjadi hipotermi sampai menutupi kepala. Lalu melakukan
pemotongan tali pusat dengan klem pertama yang berjarak 3 cm dari pusat dan klem kedua
berjarak 2 cm dari klem pertama, kemudian memotong dengan gunting tali pusat dan segera
mengikat dengan benang tali pusat. lalu segera meletakkan bayi ke meja resusitasi.
b) Membaringkan bayi terlentang dengan kepala dekat dengan penolong, lalu mengganjal bahu
dengan kain yang dilipat setebal 2-3 cm, lalu memposisikan kepala bayi sedikit ekstensi, agar
jalan nafas terbuka.
c) Dengan menggunakan pengisap lendir Slem seher, melakukan pengisapan lendir yang dimulai
dari bagian mulut sedalam 5 cm dan dilanjutkan dengan bagian hidung sedalam 3 cm, lalu
menghisap lendir sambil menarik slem seher kearah luar.
d) Mengeringkan bayi mulai dari bagian muka, kepala lalu bagian tubuh yang lainnya dengan
sedikit tekanan, sambil melakukan rangsangan taktil dengan menggosok bagian punggung bayi
dan menyentil telapak kaki bayi.

e) Mengganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang telah disiapkan kemudian
menyelimuti bayi dengan kain tersebut dengan menutupi bagian kepala dan membuka bagian
dada agar pemantauan pernafasan bayi dapat dilanjutkan. Lalu mengatur kembali posisi bayi
dengan sedikit ekstensi, agar jalan nafas bayi tetap terbuka.
f) Menilai bayi dengan melihat apakah telah bernafas normal, megap-megap atau tidak bernafas.
g) Menilai adanya tanda-tanda bahaya pada bayi, seperti warna kulit kebiruan, bayi lemah, adanya
retraksi dinding dada, nafas <40 kali permenit atau >60 kali permenit, nadi <120 kali permenit
atau >160 kali permenit, bayi kuning.
h) Melihat apakah terjadi perdarahan pada tali pusat atau tidak dan merawatan tali pusat dengan
yang baik, yaitu dengan selalu menjaga agar tali pusat tetap bersih, kering dan tidak lembab serta
i)

tidak membubuhi apapun pada tali pusat.


Melakukan pencegahan hipotermi, dengan meletakkan bayi pada suhu >250C, tidak
memandikkan bayi <6-24 jam setelah lahir, memakaikan bedong dengan menutupi seluruh tubuh

bayi sampai bagian kepala


j) Menyuntikan Vit-K1 dengan dosis 1 mg, di 1/3 paha kiri bagian luar bayi secara IM, untuk
mencegah terjadinya perdarahan intrakranial.
k) Memberikan salep mata gentamycin pada kedua mata bayi, dari arah dalam keluar untuk
mencegah terjadinya infeksi pada mata bayi.
l) Melakukan pemeriksaan antropometri, dengan mengukur BB, TB, LL, LK, LD dan pemeriksaan
fisik secara head to toe.
m) Melakukan pemantauan kondisi bayi setelah 2 jam pasca tindakan resusitasi, untuk melihat
apakah kondisi bayi telah membaik atau tidak.
n) Melakukan pemantauan kondisi bayi 24 jam/ 1 hari pasca tindakan resusitasi, untuk melihat
kondisi bayi dan untuk melihat kebiasaan bayi.
3. Pembahasan
Jadi terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana pada asuhan
persalinan

normal

dikatakan

pelaksanaan

resusitasi

setelah

JAIKAP

namun

pada

penatalaksanaan kasus tidak dilakukan VTP karena penatalaksanaan yang dilakukan telah

berhasil hanya dengan langkah awal resusitasi yaitu JAIKAP, sehingga dilanjutkan dengan
asuhan pasca resusitasi pada bayi.

G. Evaluasi
1. Menurut Tinjauan Teori
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif
untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang
diberikan.
Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi
evaluasi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apkah benar- benar telah terpenuhi sebagaimana
diidentifkasi didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif dalam pelaksanaanya.
2.
a.
b.
c.

Menurut Tinjauan Kasus


Bayi telah diselimuti dengan kain dan tali pusat telah dipotong
Kepala bayi telah diatur dalam posisi sedikit ekstensi dan jalan nafas telah terbuka
Pengisapan lendir telah dilakukan dengan slem seher dimulai dari mulut dan dilanjutkan pada

hidung.
d. Bayi telah dikeringkan dari sisa-sisa darah dan lendir serta bayi telah dirangsang taktil.
e. Kepala bayi telah diatur kembali dalam posisi sedikit ekstensi.
f. Bayi telah bernafas normal, Bayi dalam kondisi baik, warna kulit kemerahan, tonus otot baik,
g.
h.
i.
j.

tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada perdarahan talipusat


Pencegahan hipotermi telah dilakukan.
Penyuntukan Vit- K1 telah dilakukan.
Pencegahan infeksi telah dilakukan.
Hasil pemeriksaan:
BB: 3700 gram
TB: 50 cm
LD: 36 cm
LK: 35 cm
LL: 11 cm
Kepala berbentuk simetris, UUB datar, UUK datar, rambut terdapat sisa-sisa darah dan lendir,
tidak ada caput succedenum dan cephal hematome

Wajah simetris, dan tidak ada oedema


Kelopak mata tidak oedema, konjungtiva merah muda, sklera putih
Hidung bentuk simetris, terdapat lubang hidung, tidak terdapat pernafasan cuping hidung
ataupun pengeluaran.
Bentuk bibir simetris, tidak ada labioskizis dan palatosizis
Telinga simetris dan terdapat lubang telinga
Dada simetris, terdapat pengembangan rongga dada, bunyi jantung lup-dup dan bunyi paru-paru
normal, tidak ada mengi
Perut simetris, terdapat bising usus, tidak ada perdarahan tali pusat, tidak terdapat benjolan
Terdapat fleksibilitas tulang punggung serta tidak ada tonjolan tulang punggung
Terdapat lubang anus
Genetalia terdapat penis, ada lubang uretra, skrotum lengkap.
Pergerakan kaki dan tangan lemah, jari-jari tangan dan kaki lengkap.
k. Pemantauan kondisi bayi telah dilakukan:
Keadaan umum bayi baik
RR: 48 kali permenit
N : 128 kali permenit
T : 36,80 C
Terdapat reflek menghisap
3. Pembahasan
Pada evaluasi kasus asfiksia pada By.Ny.M tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan
tinjauan kasus, karena pada teori yang disampaikan oleh nurhayati langkah evaluasi dilakukan
untuk mengevaluasi keefektifan dari asuhan dan pada kasusnya evaluasi dilakukan dengan hasil
yang baik.

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir yaitu By.Ny.M Umur 0 Hari
dengan Asfiksia di BPS Desi Andriani.Amd, Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung Tahun
2013. Maka penulis dapat menyimpulkan kasus tersebut sebagai berikut:

1. Didapatkan hasil dari pengkajian terhadap By.Ny.M yaitu bayi baru lahir secara pervaginam,
lahir pada tanggal 22 mei 2013, pukul 12:40 wib, warna kulit kebiruan, tonus otot lemah, usaha
bernafas megap-megap.
2. Didapatkan diagnosa dari hasil pengkajian terhadap By.Ny.M yaitu Bayi baru lahir cukup bulan
sesuai masa kehamilan segera setelah lahir, dengan asfiksia, masalah yang muncul pada kasus
ini yaitu bayi baru lahir pervaginam dengan warna kulit kebiruan, tonus otot lemah, dan
usaha bernafas megap-megap serta kebutuhan yaitu langkah awal resusitasi
3. Didapatkan diagnosa potensial yang mungkin terjadi apabila masalah pada By.Ny.M tidak
teratasi berupa henti nafas
4. Telah dilaksanakan antisipasi sebagaimana dijelaskan dalam teori yaitu langkah awal resusitasi
berupa JAIKAP untuk mencegah terjadinya diagnosa potensial yaitu terjadinya henti nafas.
5. Didapatkan rencana asuhan kebidanan yang diberikan pada By.Ny.M dengan asfiksia yaitu
tindakan langkah awal resusitasi, dan asuhan pasca resusitasi.
6. Tindakan asuhan kebidanan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat yaitu
dengan tindakan resusitasi, namun hanya sampai pada langkah awal resusitasi yaitu JAIKAP dan
dilanjutkan dengan asuhan pasca resusitasi.
7. Hasil evaluasi terhadap By.Ny.M yaitu bayi telah menangis kuat, warna kulit kemerahan serta
tonus otot sudah baik.
B. SARAN
1. Bagi insrtitusi pendidikan
Diharapkan dengan disusunnya karya tulis ilmiah ini keefektifan proses belajar dapat
ditingkatkan. Serta lebih meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan mahasiswa
dalam hal penanganan kasus asfiksia. Serta kedepan dapat menerapkan dan mengaplikasikan
hasil dari studi yang telah didapat pada lahan kerja. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi
sumber ilmu dan bacaan yang dapat memberi informasi terbaru serta menjadi sumber refrensi
yang dapat digunakan sebagai pelengkap dalam pembuatan karya tulis ilmiah pada semester
akhir berikutnya.

2. Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan asfiksia dan dapat digunakan
sebagai bahan perbandingan antara teori yang di dapat di bangku kuliah dan dilahan praktek.
3. Bagi Lahan Praktik
Diharapkan Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan
keterampilan dalam memberikan asuhan kebidanan, khususnya pada kasus Asfiksia dan Dengan
adanya karya tulis ilmiah ini diharapkan di BPS dapat lebih meningkatakan kualitas pelayanan
secara komprehensif khususnya dalam menangani bayi baru lahir dengan asfiksia, sehingga AKB
dapat diturunkan.

DAFTAR PUSTAKA
Drew, David dan Philip Jevon, Maregaret Raby; alih bahasa,Dian Ramadhani. 2008. editor edisi
bahasa Indonesia, Sari Isnaeni. Jakarta : EGC
Dewi, Vivian Nanny lia.2011.AsuhanNeonates BayidanAnakBalita.Jakarta :SalembaMedika
Notoatmodjo Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
KR, JNPK.2008. Asuhanpersalinan normal. Jakarta :TIM
Soepardan,Suryani.2009.Konsepkebidanan.Jakarta : EGC
Saminem.2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Sulistyawati Ari dan Esti Nugraheni. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba
Medika
Prawirohardjo, sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT bina Pustaka
Rukiyah, Ai yeyeh, LiaYulianti. 2010. Asuhan Neonates BayidanBalita. Jakarta :Salembamedika
Manuaba, Ida Bagus Gede.2010.ilmu kebidananpenyakitkandungandan KB.Jakarta : EGC
Sulistyawati,Ari.EstiNugraha .2010. AsuhanKebidananpadaIbuBersalin.Jakarta :SalembaMedika
Prawirohardjo, Sarwono.2011. IlmuKebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmukebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmubedahkebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
http://www.Hukum Kewenangan Bidan.com
http://yulianasept. Blogspot.com/2012/10/proposal-asfiksia,html

You might also like