Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN DEPRESI
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality
Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami
keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku dapat terganggu tetapi
dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001).
Selain itu depresi dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan
kejiwaan pada alam perasaan (afektif mood), yang ditandai dengan kemurungan,
kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain
sebagainya.
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda
Wahywlingsih dan Sukamto)
B. PENYEBAB DEPRESI PADA LANSIA:
1. Penyakit fisik
2. Penuaan
3. Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
4. Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
5. Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak
lansia yang mengalami peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau
cukup berat.
6. Serotonin dan norepinephrine
kapasitas
berkurangnya
interaksi
hubungan
dengan
keakraban
keluarga
dengan
yang
keluarga,
dicintai
dapat
diukur
dengan
produktifitasnya
dan
lansia
sebagai
kelompok
masyarakat
yang
kurang
Depresi yang merupakan masalah mental paling banyak ditemui pada lansia
membutuhkan penatalaksanaan holistik dan seimbang pada aspek fisik, mental
dan sosial. Di samping itu, depresi pada lansia harus diwaspadai dan dideteksi
sedini mungkin karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit fisik dan kualitas
hidup pasien.
Deteksi dini perlu dilakukan untuk mewaspadai depresi, terutama pada lansia
dengan penyakit degeneratif, lansia yang menjalani perawatan lama di rumah
sakit, lansia dengan keluhan somatik kronis, lansia dengan imobilisasi
berkepanjangan serta lansia dengan isolasi sosial.
Penanganan depresi lebih dini akan lebih baik serta menghasilkan gejala
perbaikan yang lebih cepat. Depresi yang lambat ditangani akan menjadi lebih
parch, menetap serta meminbulkan resiko kekambuhan. Depresi yang dapat
ditangani dengan baik juga dapat menghilangkan kcitigiiian pasien untuk melukai
dirinya sendiri termasuk upaya bunuh diri. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam terapi depresi pada lansia:
1. Perubahan faal oleh proses menua
2. Status medik atau komorbiditas penyakit fisik
3. Status tLiiigsioiial
4. Interaksi antar obat
5. Efektivitas dan efek camping obat
6. Dukungan social
F. PENATALAKSANAAN DEPRESI PADA LANSIA:
1. Terapi biologik :
a. Pemberian obat antidepresan
Terdapat beberapa pilihan obat anti depresi yaitu jenis Selective Serotonin
Reuptake Inhibitors (SSRIs): Prozac (fluoxetine); Zoloft (setraine),
Cipram (citalopram) dan Paxil (paroxetine). Jenis NASSA: Remeron
(mirtazapine). Jenis Tricylic antidepresan: Tofranil (imipramine) dan
Norpramin (desipramine). Reversible Inhibitor Mono Amine Oxidase
(RIMA) Inhibitors: Aurorix. Stablon. (Tianeptine).
b. Terapi kejang listrik (ECT), shock theraphy
masalah
depresi timbul akibat adanya dorongan negatif dari super-ego yang diresepsi
dan lambat laun akan tertimbun dialam bawah sadar. Sehingga depresi adalah
sebentuk penderitaan emosional. Kekecewaan ataupun ketidakpuasan secara
emosional yang direpresi tidak secara otomatis akan hilang, melainkan
sewaktu-waktu akan muncul (return of the repressed).
Oleh karena itu sebagai toksin (racun) penyebab depresi yang ada pada
diri lansia perlu digali dan dikeluarkan, salah satu medianya dengan
percakapan. Psikoterapi malah sering didefenisikan dengan penyembuhan
melalui percakapan. Menurut para ahli psikoterapi percakapan efektif untuk
menyembuhkan kepribadian yang terluka, jika dirancang dan didesain secara
tepat, kontinyu, dilaksanakan dengan perhatian yang tulus, dimulai dengan
hubungan baik, serta mampu menumbuhkan harapan klien. Dalam percakapan
tentu perlu ada yang mendengarkan. percakapan antara perawat dengan klien
bukanlah sekedar pemberian nasehat (advice giving) dimana perawat
memiliki otoritas yang dominan untuk menceramahi klien, dan klien harus
menurut.
Dalam tehnik percakapan ini perawat lebih banyak menjadi pendengar
yang efektif. Saat klien telah mampu mengungkapkan perasaannya maka
berilah kesempatan yang seluas-seluasnya, dengan aman, dan nyaman untuk
bercerita. Dengan bercerita dan perawat mendengar dengan penuh minat,
maka klien telah mulai bekerja mengeluarkan segala kecemasan, serta
perasaan-perasaan yang menekan jiwanya. jika dilakukan secara terencana
dan. kontinyu, maka kernungkinan besar toksin (racun) depresi pada klien
akan terangkat seluruhnya sampai bersih.
Tugas perawat adalah mernbantu klien memahami realitas apa yang
sesungguhnya dialami, sehingga klien bisa keluar dari kondisi yang
membuatnya depresi. perawat dalam proses pertolongan agar sangat berhatihati jangan sampai timbul proses pemberian nasehat yang justru menimbulkan
kesan menghakimi, sebab penghakiman adalah cairan cuka yang disiranikan
pada luka emosional klien. Sikap yang terkesan menasehati ataupun dengan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat : Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fislk untuk adanya tanda
dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang
didiagnosis.
2. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti
geriatric depresion scale.
3. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
4. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung
terhadap :
a. Perilaku. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan
melakukan aktivitas hidup sehari-hari? Apakah klien menunjukkan
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial? Apakah klien sering
mengluyur dan mondarmandir? Apakah ia menunjukkan sundown
sindrom atau perseveration phenomena?
b. Afek. Apakah kilen menunjukkan ansietas? Labilitas emosi? Depresi atau
apatis? lritabilitas? Curiga? Tidak berdaya? Frustasi?
5. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
ansietas berat.
Tujuan
: Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan
dirinya,
Pasien
mampu
melakukan
kegiatan
dalam
menyelesaikan
masalahnya.
Intervensi
:
a. Bicara secara langsung dengan klien,hargai individu dan ruang pribadinya
jika tepat
b. Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan
c. Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggungjawab terhadap
perawatan dirinya
d. Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh :
minta
gunting kuku.
e. Beri kesempatan
untuk
menetapkan
aktifitas
perawatan
diri
ini
j. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang
masih dimiliki pasien.
k. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
l. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan
sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
2. Diagnosa
Tujuan
biasanya
Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur
Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur
Kurangi tidur pada siang hari
Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola
Mandi air hangat sebelum tidur
Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur
Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai
dengan
Intervensi
:
a. Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri
b. Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide
bunuh diri.
c. Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.
d. Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan
masalah secara konstruktif.
e. Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
f. Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di
lingkungannya
g. Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri
h. Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien
dalam menyelesaikan masalah
DAFTAR PUSTAKA
A.Novitasari . 2000. Diagnosis & Penafsiran Depresi pada Lansia. Semarang : Badan
Penerbit UNDIP.
Hawari Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi . Jakarta: EGC.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
Watson, Roger.2003. Perawatan Lansia, Edisi ke-3. Jakarta: EGC.