You are on page 1of 14

BAB I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA


DENGAN MASALAH DEPRESI

A. PENGERTIAN DEPRESI
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality
Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami
keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku dapat terganggu tetapi
dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001).
Selain itu depresi dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan
kejiwaan pada alam perasaan (afektif mood), yang ditandai dengan kemurungan,
kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain
sebagainya.
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda
Wahywlingsih dan Sukamto)
B. PENYEBAB DEPRESI PADA LANSIA:
1. Penyakit fisik
2. Penuaan
3. Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
4. Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
5. Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak
lansia yang mengalami peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau
cukup berat.
6. Serotonin dan norepinephrine

7. Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang.


Neurotransmitter sendiri adalah zat kimia yang membantu komunikasi antar
sel-sel otak.
C. TANDA DAN GEJALA DEPRESI
Tanda dan gejala yang sering timbul dari depresi adalah penurunan energi dan
konsentrasi, gangguan tidur terutama terbangun dini hari dan sering terbangun
malam hari, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan dan keluhan somatik.
Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala depresi terbagi atas:
1. Suasana hati :
a. Sedih
b. Kecewa
c. Murung
d. Putus Asa
e. Rasa cemas dan tegang
f. Menangis
g. Perubahan suasana hati
h. Mudah tersinggung
2. Fisik
a. Merasa kondisi menurun, lelah
b. Pegal-pegal
c. Sakit
d. Kehilangan nafsu makan
e. Kehilangan berat badan
f. Gangguan tidur
g. Tidak bisa bersantai
h. Berdebar-debar dan berkeringat
i. Agitasi
j. Konstipasi
Namun seringkali gejala-gejala fisik tersebut disalahtafsirkan sebagai gejala
akibat penyakit fisik tertentu.
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DEPRESI
Terjadinya depresi pada lansia :
1. Faktor Psikososial
a. Kunjungan keluarga

Berkurangnya interaksi sosial dan dukungan sosial yang kurang baik


dapat mengakibatkan penyesuaian diri yang negatif pada lansia.
Menurunnya

kapasitas

berkurangnya

interaksi

hubungan
dengan

keakraban
keluarga

dengan

yang

keluarga,

dicintai

dapat

menimbulkan perasaan tidak berguna, merasa disingkirkan, tidak


dibutuhkan lagi dan kondisi ini dapat berperan dalam terjadinya
depresi.
b. Kemampuan adaptasi (lamanya tinggal dipanti)
Sulit bagi lansia meninggalkan rumah lamanya yang selama ini
ditempati bersama-sama orang-orang yang dicintainya. Yang tentu saja
mempunyai kenangan manis. Selain itu sikap konservatif lansia
menambah sulit untuk menyesuaikan diri pada lingkungan baru.
Kondisi ini dapat menyebabkan perasaan tertekan, kesedihan dan
keputusasaan.
c. Pekerjaan masa lalu
Nilai seseorang sering

diukur

dengan

produktifitasnya

dan

identitasnya. Kondisi ini dikaitkan dengan peranan dan pekerjaannya,


kehilangan peran dalam pekerjaannya akan menurunkan atau
menghilangkan kepuasan lansia. Lansia yang dulunya aktif kemudian
berhenti bekerja, mengalami kesulitan dalam penyesuaian pribadi
bahkan tidak jarang menimbulkan kehilangan gairah hidup.
2. Faktor Psikologi
a. Motivasi Masuk Panti
Motivasi merupakan suatu dorongan dalam pikiran untuk bertindak.
Motivasi sangat penting bagi lansia untuk menentukan tujuan hidup
dan apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan di panti. Adanya
keinginan yang muncul dari dalam individu lansia untuk tinggal di
panti akan membuatnya bersemangat meningkatkan toleransi dan
merasa berguna. Kondisi ini akan menimbulkan efek yang baik bagi
kehidupan lansia.
b. Rasa rendah diri atau tidak berdaya

Seseorang yang ambisius, merasa dikejar-kejar akan tugas dan selalu


berambisi harus lebih maju, umumnya saat memasuki lansia cendrung
untuk: gelisah, mudah stres, was-was, mudah frustasi, merasa
diremehkan, mudah cemas, sulit tidur, tidak siap hidup dirumah saja,
perasaan tidak berdaya dan tidak berguna. Sebaliknya mereka yang
berkepribadian tenang, keinginan untuk maju diimbangi dengan usaha
yang tidak terburu-buru berdasarkan pada pemikiran yang tenang pada
umumnya tidak menunjukkan perubahan psikologis yang negatif.
Mereka pandai mensyukuri segala bentuk kehidupan dan selalu
berpikir positif misalnya: pada saat pensiun mereka mensyukuri
terlepas dari beban pekerjaan dan tanggung jawab, selanjutnya bebas
menyalurkan hobi, hidup santai dan lepas dari masalah dan stres.
3. Faktor Budaya
Budaya barat dengan sifat mandiri dan individual yang sangat
menonjol sering mengganggap lansia sebagai trouble maker. Karena
memandang

lansia

sebagai

kelompok

masyarakat

yang

kurang

menyenangkan karena sifat-sifat lansia yang menjengkelkan, kondisi fisik


yang menurun sehingga perlu bantuan dan sering menjadi beban. Untuk
langkah penyelesaiannya adalah dengan menitipkan lansia di panti.
Akibatnya perubahan psikologis lansia cendrung negatif dan cendrung
memperburuk kondisi kesehatan lansia. Disamping itu mendorong lansia
merasa tidak enak dan rendah mutunya, mereka akan cendrung
kekurangan motivasi untuk mengerjakan apa yang seharusnya mampu
mereka kerjakan.
4. Faktor Biologik
Ini disebabkan karena kehilangan dan kerusakan sel-sel saraf maupun
zat neurotransmiter, resiko genetik maupun adanya penyakit misalnya:
kanker, Diabetes militus, post stroke dan lain-lain yang memudahkan
terjadinya depresi.
E. PENANGANAN DEPRESI SECARA UMUM

Depresi yang merupakan masalah mental paling banyak ditemui pada lansia
membutuhkan penatalaksanaan holistik dan seimbang pada aspek fisik, mental
dan sosial. Di samping itu, depresi pada lansia harus diwaspadai dan dideteksi
sedini mungkin karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit fisik dan kualitas
hidup pasien.
Deteksi dini perlu dilakukan untuk mewaspadai depresi, terutama pada lansia
dengan penyakit degeneratif, lansia yang menjalani perawatan lama di rumah
sakit, lansia dengan keluhan somatik kronis, lansia dengan imobilisasi
berkepanjangan serta lansia dengan isolasi sosial.
Penanganan depresi lebih dini akan lebih baik serta menghasilkan gejala
perbaikan yang lebih cepat. Depresi yang lambat ditangani akan menjadi lebih
parch, menetap serta meminbulkan resiko kekambuhan. Depresi yang dapat
ditangani dengan baik juga dapat menghilangkan kcitigiiian pasien untuk melukai
dirinya sendiri termasuk upaya bunuh diri. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam terapi depresi pada lansia:
1. Perubahan faal oleh proses menua
2. Status medik atau komorbiditas penyakit fisik
3. Status tLiiigsioiial
4. Interaksi antar obat
5. Efektivitas dan efek camping obat
6. Dukungan social
F. PENATALAKSANAAN DEPRESI PADA LANSIA:
1. Terapi biologik :
a. Pemberian obat antidepresan
Terdapat beberapa pilihan obat anti depresi yaitu jenis Selective Serotonin
Reuptake Inhibitors (SSRIs): Prozac (fluoxetine); Zoloft (setraine),
Cipram (citalopram) dan Paxil (paroxetine). Jenis NASSA: Remeron
(mirtazapine). Jenis Tricylic antidepresan: Tofranil (imipramine) dan
Norpramin (desipramine). Reversible Inhibitor Mono Amine Oxidase
(RIMA) Inhibitors: Aurorix. Stablon. (Tianeptine).
b. Terapi kejang listrik (ECT), shock theraphy

Penggunaan Electroconvulsive Therapy (ECT) dengan cara shock therapy


untuk pasien yang tidak memberi respon positif terhadap, obat
antidepresan dan psikoterapi. ECT bekerja untuk menyeimbangkan unsur
kimia pada otak, dirasa. cukup aman dan efektif serta dapat diulang 3 kali
seminggu sampai pasien menunjukan perbaikan. Efek samping ECT
adalah kehilangan kesadaran sementara.pada pasien namun cukup efektif
untuk mengurangi resiko bunuh diri pada pasien tertentu.
c. Terapi sulih hormon
d. Transcranial Magnetic Stimulation (TMS)
2. Terapi psikososial (psikoterapi)
Terapi psikososial (psikoterapi) bertujuan mengatasi

masalah

psikoedukatif, yaitu mengatasi kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir,


mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan relasi interpersonal. Terapi
ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah sosiokultural, seperti keterbatasan
dukungan dari keluarga, kendala terkait faktor kultural, perubahan peran
sosial.
Psikoterapi yang dapat ditempuh dengan sesi pembicaraan dengan
psikiater dan psikolog dapat membantu pasien melihat bahwa perasaan yang
dialaminya juga dapat terjadi pada orang lain namun karena menderita depresi
ia mengalami kondisi yang berlebihan atas perasaannya sendiri.Seluruh
instrunien yang terdapat pada diri perawat merupakan alat praktek yang
memiliki efek terapi apabila digunakan secara tepat.
Mata dengan pandangan yang penuh perhatian, mimik muka dan
ekspresi wajah simpati, sikap yang tepat merupakan alat perawat untuk
membantu klien untuk mengembalikan rasa percaya diri serta perasaan
diperhatikan dan dihargai sebagai manusia yang bermartabat. Penerimaan
yang tulus dari perawat tanpa ada sentimen apapun berdasarkan latar belakang
merupakan kepuasan tersendiri yang akan diterima oleh klien jika
mendapatkan pelayanan dari perawat.
Dengan telinga perawat bisa mendengarkan segala keluh kesah pada
klien yang mengalami depresi. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa

depresi timbul akibat adanya dorongan negatif dari super-ego yang diresepsi
dan lambat laun akan tertimbun dialam bawah sadar. Sehingga depresi adalah
sebentuk penderitaan emosional. Kekecewaan ataupun ketidakpuasan secara
emosional yang direpresi tidak secara otomatis akan hilang, melainkan
sewaktu-waktu akan muncul (return of the repressed).
Oleh karena itu sebagai toksin (racun) penyebab depresi yang ada pada
diri lansia perlu digali dan dikeluarkan, salah satu medianya dengan
percakapan. Psikoterapi malah sering didefenisikan dengan penyembuhan
melalui percakapan. Menurut para ahli psikoterapi percakapan efektif untuk
menyembuhkan kepribadian yang terluka, jika dirancang dan didesain secara
tepat, kontinyu, dilaksanakan dengan perhatian yang tulus, dimulai dengan
hubungan baik, serta mampu menumbuhkan harapan klien. Dalam percakapan
tentu perlu ada yang mendengarkan. percakapan antara perawat dengan klien
bukanlah sekedar pemberian nasehat (advice giving) dimana perawat
memiliki otoritas yang dominan untuk menceramahi klien, dan klien harus
menurut.
Dalam tehnik percakapan ini perawat lebih banyak menjadi pendengar
yang efektif. Saat klien telah mampu mengungkapkan perasaannya maka
berilah kesempatan yang seluas-seluasnya, dengan aman, dan nyaman untuk
bercerita. Dengan bercerita dan perawat mendengar dengan penuh minat,
maka klien telah mulai bekerja mengeluarkan segala kecemasan, serta
perasaan-perasaan yang menekan jiwanya. jika dilakukan secara terencana
dan. kontinyu, maka kernungkinan besar toksin (racun) depresi pada klien
akan terangkat seluruhnya sampai bersih.
Tugas perawat adalah mernbantu klien memahami realitas apa yang
sesungguhnya dialami, sehingga klien bisa keluar dari kondisi yang
membuatnya depresi. perawat dalam proses pertolongan agar sangat berhatihati jangan sampai timbul proses pemberian nasehat yang justru menimbulkan
kesan menghakimi, sebab penghakiman adalah cairan cuka yang disiranikan
pada luka emosional klien. Sikap yang terkesan menasehati ataupun dengan

sengaja menasehati merupakan bakteri/ racun baru yang akan memperbesar


tumor depresi klien. Nasehat yang terlalu dini/ dominan serta tidak pada
tempatnya tidak akan berdampak pada penyembuhan, sebab sebelum klien
butuh nasehat sebagai salah satu ramuan obat, maka klien perlu mengeluarkan
segala bentuk tekanan emosionalnya. Bercerita, berkeluh kesah, mendesah,
mengadu, curhat, ataupun menangis bahkan berontak adalah merupakan cara
alamiah untuk mengernbalikan keseimbangan dan kestabilan emosional klien
serta akan melepaskan energi-energi negatif yang menggantung dan
menyesakkan jiwanya. Karenanya perawat yang memainkan peran sebagai
konselor/ terapis jangan buru-buru mengeluarkan kata-kata seperti: "oma
mesti sabar menghadapi kenyataan ini" atau "oma, jangan menangis tidak
baik" atau "tidak baik berkeluh kesah" dan sebagainya. Kata-kata seperti itu
hanya akan menyumbat upaya klien mengobati dirinya. Jika klien berkeluh
kesah, menangis, mengadu, curhat, maka berilah kesempatan, karena klien
pada saat sedang melepaskan toksin/ racun dalam jiwanya, yang diharapkan
adalah dukungan dan perhatian dari konselor. Jika klien meminta saran dan
tanggapan, maka berikanlah saran dan tanggapan dengan selogis dan
serealistis mungkin, jawaban tidak harus kepastian, tapi usahakan klien diajak
berpikir untuk, menemukan solusi yang paling tepat. Klien perlu dirangsang
untuk berpikir secara positif dan realisitis dalam menghadapi situasi sulit.
Menasehati ataupun mendikte bukanlah cara yang bijak sekalipun nasehat itu
cocok untuk dilakukan oleh klien, sebab akan membuat klien malas berpikir
dan tidak pernah belajar untuk memecahkan masalahnya sendiri. Klien perlu
juga diberdayakan, sebab klien memiliki potensi yang cukup untuk menolong
dirinya, perawat perlu mengingatkan dan memunculkan kembali potensipotensi tersebut, kuatkan klien dan kembalikan kepercayaan dirinya untuk
melawan depresi.
3. Perubahan gaya hidup

Aktivitas fisik terutama olah-raga. Pasien dibiasakan berjalan kaki


setup pagi atau sore sehingga energi dapat ditingkatkan serta mengurangi
stress karena kadar norepinefrin meningkat. Selain itu, pasien juga dapat
diperkenalkan pada kebiasaan meditasi serta yoga untuk menenangkan
pikirannya: Setidaknya ada dua alasan penting mengapa olah raga perlu untuk
penderita depresi.
Pertama, olah raga meningkatkan kesadaran sistem syaraf sentral.
Denyut nadi meningkat dan membangkitkan semua sistem. Hal ini
berlawanan dengan penurunan kesadaran syaraf sentral akibat adanya depresi.
Kedua, olah raga bisa memacu sistem syaraf sentral. Endorphin adalah
molekul organik yang seperti halnya norepinephrine dan serotonin, berfungsi
sebagai kurir kimiawi. Kadang endorphin dianggap, sebagai candu (opium)
alami yang berfungsi untuk meningkatkan proses biologic untuk mengatasi
depresi. Karenanya perawat diharapkan bisa mengidentifikasi olah-raga yang
disenangi oleh klien yang terindikasi depresi dan mendesainnya menjadi
sebuah program yang kontinyu dan rutin. Perawat dapat bekerjasama dan
berkonsultasi dengan tenaga medis mengenai berbagai bentuk gerak yang
efektif yang bisa menstimulus detak jantung.
Diet sehat untuk mengurangi asupan gizi yang menambah kadar stress
juga perlu dilakukan. Memperhatikan jenis makanan yang akan disajikan
kepada lanjut usia yang mengalami depresi. Depresi berhubungan dengan
tingkat kesadaran yang rendah. Kesadaran mengacu pada proses psikologis
yang meliputi hal-hal seperti misalnya kemampuan untuk memusatkan
perhatian seseorang dan kemampuan untuk bekerja secara efektif. Makanan
berat secara otomatis akan memicu tindakan bagian syaraf parasimpatik yakni
cabang dari sistem syaraf otonom yang menurunkan kesadaran. Darah
dialirkan ke proses pencernaan untuk membantu seseorang mencerna
makanan yang dimakan. Sewaktu darah meninggalkan otak dan tangan serta
kaki, tubuh akan merasa lemas dan mengantuk, karena itu makanan berat
cenderung memicu depresi. Karena itu dianjurkan untuk makan makanan

ringan, ketika lapar diantara jam-jam makan, akan tetapi sebaiknya


menghindari makanan yang mengandung kadar gala yang tinggi. Sementara
kudapan yang rendah kalori dan berprotein tinggi akan membuat seseorang
tetap segar, memuaskan rasa lapar, dan tidak mengganggu kesadaran optimal
seseorang.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat : Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fislk untuk adanya tanda
dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang
didiagnosis.
2. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti
geriatric depresion scale.
3. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
4. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung
terhadap :
a. Perilaku. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan
melakukan aktivitas hidup sehari-hari? Apakah klien menunjukkan
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial? Apakah klien sering
mengluyur dan mondarmandir? Apakah ia menunjukkan sundown
sindrom atau perseveration phenomena?
b. Afek. Apakah kilen menunjukkan ansietas? Labilitas emosi? Depresi atau
apatis? lritabilitas? Curiga? Tidak berdaya? Frustasi?
5. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga

a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah


menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut. (demensia jenis alzheimer
tahap akhir dapat sangat menyulitkan karena sumber daya keluarga
mungkin sudah habis).
b. ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota
keluarga yang lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya
komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).
d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi
asuhan tentang dirinya sendiri.
B. DIAGNOSA
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d gangguan konsep diri, depresi, ansietas berat.
2. Gangguan pola tidur b.d ansietas
3. Resiko membahayakan diri b.d perasaan tidak berharga dan putus asa
C. INTERVENSI
1. Diagnosa

: Kerusakan mobilitas fisik b.d gangguan konsep diri, depresi,

ansietas berat.
Tujuan
: Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan
dirinya,

Pasien

mampu

melakukan

kegiatan

dalam

menyelesaikan

masalahnya.
Intervensi
:
a. Bicara secara langsung dengan klien,hargai individu dan ruang pribadinya
jika tepat
b. Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan
c. Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggungjawab terhadap
perawatan dirinya
d. Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh :
minta
gunting kuku.
e. Beri kesempatan
untuk

pasien memilih apakah mau mandi, sikat gigi atau


untuk

menetapkan

aktifitas

perawatan

diri

mencapai tujuan. Contoh : Jika pasien memilih

mandi, bantu pasien untuk


f.
g.
h.
i.

menetapkan aktifitas untuk mandi

(bawa sabun, handuk, pakaian bersih)


Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat

ini
j. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang
masih dimiliki pasien.
k. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
l. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan
sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
2. Diagnosa

Tujuan

: Gangguan pola tidur b.d ansietas


: Pasien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola

tidur, Pasien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur


Intervensi
:
a. Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

biasanya
Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur
Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur
Kurangi tidur pada siang hari
Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola
Mandi air hangat sebelum tidur
Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur
Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai

dengan

kebutuhannyad)Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk


memenuhi kebutuhan tidurnya
j. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk
memfasilitasi agar pasien dapat tidur.
3. Diagnosa
: Resiko membahayakan diri b.d perasaan tidak berharga dan
putus asa
Tujuan

: Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri, Pasien mampu

memilih alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif

Intervensi
:
a. Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri
b. Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide
bunuh diri.
c. Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.
d. Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan
masalah secara konstruktif.
e. Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
f. Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di
lingkungannya
g. Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri
h. Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien
dalam menyelesaikan masalah

DAFTAR PUSTAKA

A.Novitasari . 2000. Diagnosis & Penafsiran Depresi pada Lansia. Semarang : Badan
Penerbit UNDIP.
Hawari Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi . Jakarta: EGC.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
Watson, Roger.2003. Perawatan Lansia, Edisi ke-3. Jakarta: EGC.

You might also like