You are on page 1of 13

BAB II

2.1 TINJAUAN PUSTAKA


2.1.1 Sindroma Nefrotik

2.1.1.1

Definisi
Sindroma nefrotik adalah suatu gangguan pada glomerular yang

dikarakteristik oleh proteinuria masif dengan ditemukannya trias proteinuria :


hipoalbumin, edema generalisata (anasarka), dan hyperlipidemia (dyslipidemia).
Proteinuria masif didefinisikan dengan ekskresi protein melalui urine > 40
mg/m2/jam atau rasio protein : kreatinin >2-3 : 1. Angka kejadian sindroma
nefrotik 2-3 kasus per 100.000 anak pertahun, dan lebih banyak lagi pada Negara
miskin (Nelson,)
Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik terbagi menjadi 3 yaitu
sindroma nefrotik primer (idiopatik), sindroma nefrotik sekunder, dan sindroma
nefrotik herediter. Hampir seluruh pasien anak dengan sindrom nefrotik adalah
dengan etiologi sindroma nefrotik primer (idiopatik). Sindrom nefrotik primer
terbagi menjadi sindroma nefrotik dengan perubahan minimal (tersering), fokalsegmental glomerulosklerosis, Nefropati membranosa, dan glomerulonephritis
membranoproliferatif. Semua etiologi tersebut memiliki perbedaan distribusi usia
(Nelson,)

Tabel 1. Ringkasan Manifestasi Sindroma Nefrotik Primer (Idiopatik)


Sindroma
Nefrotik
Gambaran

dengan
perubahan
minimal

Demografi
Usia (tahun)
Jenis Kelamin
Manifestasi Klinis
Proteinuria
Asimptomatik
Hematuria
Hipertensi
Progres kearah
gagal ginjal

segmental

Nefropati

glomeruloskle

Membranosa

bersamaan

Tipe I

Tipe II

2-6
:

2-10
:

40-50
:

5-15
:

5-15
:

2:1

1,3 : 1

2:1

1:1

1: 1

10 %

20%

40 %

40 %

10-20 %
10 %

60-80 %
20 % di awal
10 Tahun

80 %
35 %
10-20

80 %
35 %

Tidak ada

60 %
Infrekuen
50 % dalam
10-20 %

tahun

Hodkin,

Tidak ada

biasanya

vena renal,
kanker, SLE,

Tidak ada

Manifestasi

C1,C4,

Nefrotik

Nefrotik

Sindrom

C3-C9

BUN pada

BUN pada

Nefrotik

rendah

15-30 %

20-40 %

(-)

en
Respon terhadap Steroid
90 %

i parsial

Manifestasi
Sindrom

Normal

Lipodistrof

Hepatitis B

Sindrom

Patologi Renal
Mikroskopik

5-15 tahun

Thrombosis

penyakit

tidak ada
Temuan Laboratorium
Manifestasi

Immunoflores

Membranoproliferatif

rosis

Alergi (?),
Kondisi yang

Glomerulonefritis

Fokal-

C1, C4
normal,
C3-C9
rendah

Penebalan

Lesi sklerotik

Penebalan

fokal

GBM, tajam

IgM, C3 pada

Granular

proliferasi
Granular

lesi

halus IgG, C3

IgG

15-20 %

Bisa

Tidak

GBM,

Lobulasi

Hanya C3
Tidak
6

menghambat
progress

diketahui

diketahui

2.1.1.2 Patofisiologi Sindroma Nefrotik


Abnormalitas yang mendasari pada sindroma nefrotik adalah peningkatan
permeabilitas pada dinding kapiler glomerulus, yang menyebabkan pada
proteinuria massif dan hipoalbumin. Pada gambaran biopsy, didapatkan gambaran
proses effacement ekstensif pada kaki podosit glomerulus yang berperan pada
proses patofisiologi sindroma nefrotik. Sindroma nefrotik primer juga
berhubungan dengan gangguan system imun yang kompleks, terutama pada sel-T.
Pada fokal-segmental glomerulosklerosis terjadi perubahan pada protein podosit
(podosin, alpha-actinin 4) dan MYH9. Sindroma nefrotik dengan resistan steroid
biasa berhubungan dengan mutasi pada gen NPHS2 dan WT1.
Walaupun mekanisme terbentuknya sindroma nefrotik masih belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi bisa diambil kesimpulan, proteinuria massif yang menyebabkan
hipoalbumin, yang juga mengurangi tekanan onkotik dan transudasi cairan dari
kompartemen intravaskular ke celah interstitial. Berkurangnya volume
intravsskular mengurangi tekanan perfusi ginjal, mengaktifkan system reninangiotensin-aldosterone. Berkurangnya volume intravaskular juga menstimulasi
pelepasan hormone antidiuretic, yang meningkatkan reabsorbsi air pada duktus
kolektifus.
Pada sindroma nefrotik, kenaikan serum lipid (kolesterol, trigliserida) dikarenakan
2 hal. Hipoalbumin menstimulasi sintesis protein hepatic generalisata, termasuk
sintesis lipoprotein. Hal ini juga meningkatkan beberapa faktor koagulasi,
sehingga meningkatkan risiko thrombosis. Sebagai tambahan, katabolisme lipid
berkurang dikarenakan berkurangnya lipoprotein lipase dalam plasma dikarenakan
enzim ini hilang bersamaan dengan proteinuria.
Pasien sindroma nefrotik juga berisiko terhadap infeksi, dikarenakan beberapa
faktor komplemen dan immunoglobulin hilang bersamaan dalam urin. Risiko juga
berhubungan dengan penggunaan medikasi immunosupresan (steroid) pada terapi
sindroma nefrotik. Sindroma nefrotik juga berhubungan dengan keadaan
hiperkoagulasi yang disebabkan beberapa faktor : stasis vascular, peningkatan
produksi hepatic fibrinogen dan faktor pembekuan darah lainnya, berkurangnya
faktor antikoagulan dalam serum, peningkatan produksi platelet, dan peningkatan
agregasi platelet. Koagulopati dimanifestasi dengan kejadian tromboemboli.

2.1.1.5 Gambaran Klinik Sindroma Nefrotik Primer


Sindroma nefrotik primer lebih sering pada laki-laki daripada perempuan
(2:1) dan sangat sering terjadi pada usia 2-6 tahun. 85-90 % pasien dengan usia <
6 tahun adalah sindroma nefrotik dengan perubahan minimal, dan pada usia
remaja hanya 20-30 %. Pada usia yang lebih tua lebih sering karena fokalsegmental glomerulosklerosis.
Episode awal dari sindroma nefrotik primer, termasuk juga yang kasus
relaps, biasanya diawali oleh infeksi minor dan tidak jarang juga karena sengatan
lebah atau gigitan serangga. Anak-anak biasanya muncul keluhan berupa edema
ringan, yang biasanya diawali di area sekitar mata dan ekstremitas bawah.
Sindroma nefrotik biasanya di misdiagnosis sebagai reaksi alergi karena gejala
bengkak periorbital yang mengempis dalam sehari. Seiring perjalanan waktu,
edema menjadi tergeneralisata, terjadi asites, efusi pleura, dan edema genital.
Anorexia, iritabilitas, nyeri abdomen, dan diare sering ditemukan. Tidak itemukan
hipertensi dan gross hematuria pada sindroma nefrotik primer.
2.1.1.6 Diagnosis dan Kategori Asma
Penegakan diagnosis serupa dengan asma di luar kehamilan. Umumnya
penderita mengeluh sesak nafas kumat-kumatan, dada rasa berat, sukar bernafas
disertai batuk tanpa atau dengan dahak. Kategori ringan, bila gejala kambuh
sampai terjadinya serangan maksimal dua kali / minggu ditambah batuk dan
mengi sehabis berlatih olah raga. Kondisi sedang, bila gejala timbul lebih dari dua
kali/minggu, kadang disertai gejala sering kencing malam hari. Sementara asma
dikatakan berat, kalau gejala terjadi terus-menerus selama seminggu penuh.
Bentuk dada dapat normal, atau cembung bila serangan sering kambuh dan
serangan belangsung lama. Perabaan dada normal, ruang antar iga normal, perkusi
normal.auskultasi terdengar wheezing akspirasi dan kadang-kadang ada ronkhi.
Gambaran radiologi umumnya normal, bila ada infeksi dapat dijumpai gambaran
konsolidasi.
Pada saat serangan suara nafas berbunyi, posis penderita duduk
membungkuk ke depan dengan kedua tapak tangan bertumpu pada kursi, wajah
8

berkeringat dan pergerakan cuping hidung, dan bibir dan ujung jari kebiruan
(cyanosis).

Tekanan

darah

dapat

bervariasi,

bila

tekanan

darah

meningkatmenandakan adanya penurunan pH tanda adanya gagal nafas disertai


penurunan PaO2 kurang dari 60mmHg dan kenaikan PaCO2 melebihi 50mmHg.
Pada pemeriksaan darah tepi, LED normal, eosinofil meningkat lebih 3%
pada hitung jenis, IgE meningkat (bila asma instrinsik bisa normal yang
meningkat kemungkinan IgG). Pada pemeriksaan dahak (sputum) secara
makroskopis suatu mukus jernih atau kekuningan dan mikroskopis nampak
adanya sel radang eosinofil, neutrofil, makrofag, sel epitel mukosa saluran nafas,
spiral dari crhusman dan gerombolan sel radang (Charote-Lyden body) (Murphy
et al, 2005).
Klasifikasi derajat beratnya asma adalah sebagai berikut:

Aktivitas
Bicara
Kesadaran
Frekuensi nafas
Retraksi otot-otot bantu
nafas
Mengi
Frekuensi nadi
APE sesudah
bronkodilator
PaCO2
SaO2

Ringan
Dapat berjalan, dapat
berbaring
Beberapa kalimat
Mungkin terganggu
Meningkat

Sedang
Jalan terbatas, lebih
suka duduk
Kalimat terbatas
Biasanya terganggu
Meningkat

Berat
Sukar berjalan, duduk
membungkuk ke depan
Kata demi kata
Biasanya terganggu
Sering >30x/menit

Umumnya tidak ada

Kadang kala ada

Ada

Lemah sampai sedang


<100

Keras
100-120

Keras
>120

>80%

60-80%

<60%

<45 mmHg
>95%

<45 mmHg
91-95%

>45 mmHg
<90%

2.1.1.7 Penyebab Asma


Faktor penyebab terjadi asma pada umumnya ada beberapa faktor antara
lain:
1.

Rangsangan alergi
Pada penderita asma alergi timbul dapat akibat menghirup bahan alergen atau
setelah mengkonsumsi bahan alergik tersebut. Airborne allergen meliputi
debu rumah, bulu hewan, bagian-bagian tubuh serangga, cat, plitur, spora
jamur dan macam-macam tepung sari. Dan bahan alergen yang dikonsumsi

meliputi susu, ikan, telur, kacang-kacangan, coklat, kerang dan golongan


tomat. Namun kadang-kadang sukar diketahui.

2.

Rangsangan bahan toksik dan iritan


Kelompok ini meliputi asap rokok, polutan pembuangan pabrik, asap obat
nyamuk, uap cat, bahan kimiadan logam platina atau nikel.

3.

Infeksi
Pada umumnya infeksi virus, bakteri dan jamurmemicu timbulnya serangan
asma namun dapat pula bertindak sebagai bahan alergen.

4.

Obat
Banyak obat yang dikonsumsi dapat menimbulkan serangan asma. Golongan
terbanyak adalah penisilin. Penderita yang sensitif terhadap aspirin umumnya
20 menit setelah konsumsi timbul serangan

5.

Penyebab lain dan faktor lainnya


Faktor fisik dan psikologi ikut juga dalam timbulnya serangan asma. Misalnya
akibat kelelahan (ketawa yang berlebihan, nafas udara dingin, perubahan suhu
yang ekstrim, atau perubahan kelembaban) atau kesedihan (kematian,
kegagalan, perceraian, takut, keraguan) (Murphy et al, 2006).

2.1.1.8 Komplikasi
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan
beratnya serangan, karena ibu dan janinakan kekurangan oksigen (O 2) atau
hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada
janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan prematur, atau berat janin tidak
sesuai dengan masa kehamilan (gangguan pertumbuhan janin). Penderita selama
kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh
nafas pendek, berbunyi, sesak dan batuk-batuk. Asma yang tidak terkontrol
pengobatannya dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin. Komplikasi akan
menjadi lebih berat.5,8

10

2.1.1.9 Penatalaksanaan
Untuk mencegah terjadinya serangan hebat selama hamil hendaknnya
asma diperiksa dan dipantau sejak awal, termasuk derajat berat-ringannya asma.
Yang penting ibu hamil penderita asma sebaiknya rajin memeriksakan janinnya
sejak awal. Pemeriksaan dengan USG dapat dilakukan sejak usia kehamilan 12-20
minggu untuk mengetahui pertumbuhan janin. USG dapat diulang pada trimester
ke-2 dan ke-3 terutama bila derajat asmanya berada pada tingkat sedang berat.
Pemeriksaan janin juga dapat dilakukan dengan electronic fetal heart rate
monitoring untuk memeriksa detak jantung janin.
Selain pemeriksaan teratur, ibu hamil juga perlu mencermati alergen
penyebab tercetusnya asma seperti binatang piaraan, kasur kapuk, termasuk
tempat yang lembab karena tempat yang lembab mudah ditumbuhi jamur. Alergen
pencetus itu merupakan alergen poten yang merangsang pembentukan zat antibodi
IgE. Zat antibodi ini dibentuk untuk menjaga kesehatan tubuh, tetapi adakalanya
merugikan. Pencetus lain bisa berasal dari latihan olah raga yang terlalu
dipaksakan, infeksi saluran pernafasan, perubahan cuaca dan emosi. Kebiasaan
merokok juga dapat memperburuk asma, karena memudahkan terjadinya
komplikasi bronkitis serta sinusitis.
Pada serangan asma akut, penanganan sama dengan wanita tidak hamil.
Pengobatan harus diberikan optimal dan sebaiknya perinhalasi. Pada umumnya
pasien dianjurkan menggunakan obat yang memberikan pengaruh pada kadar
dalam darah sesedikit mungkin, seperti obat suntikan, bukan oral. Pada asma yang
ringan dapat digunakan obat-obat lokal yang berbentuk inhaler yang digunakan
satu-dua semprotan tiap beberapa menit. Penggunaan inhaler harus dipelajari dan
dipraktekkan dengan benar agar bila kumat sewaktu-waktu dapat mengatasi
sendiri (NHLBI, 2010).
Secara garis besar penaganan asma saat serangan adalah sebagai berikut:
1.

Obat pelega (quick-relieve medication, or reliever, or rescuer)


a.

Golongan adrenergik
Temasuk golongan ini adalah adrenalin dan efedrin yang saat ini jarang
digunakan karena efek sampingnya banyak termasuk tidak dapat

11

digunakan pada penderita asma yang mempunyai kelainan jantung.


Adrenalin juga berpengaruh negatif terhadap janin yaitu berpengaruh
terhadap pertumbuhan janin akibat penyempitan pembuluh darah ke janin
yang dapat mengganggu oksigenasi pada janin tersebut.
b.

Golongan antikolinergik, diberikan secara injeksi ataupun


dengan nebulizer.

c.

Golongan xantinergic, yakni aminofilin oral atau injeksi.


Namun, harus diingat aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi
uterus. Dan bagi ibu menyusui obat asma yang mengandung teofilin
sebaiknya dihindari karena masuk ke ASI sehingga bisa menimbulkan
kegelisahan pada bayi, gangguan pencernaan, dan gangguan tidur

d.

Golongan anti-inflamasi.
Dalam keadaan mendesak, dapat digunakan obat steroid yang sangat
efektif sebagai antiperadangan, baik secara oral maupun suntikan

2.

Obat pengendali jangka panjang, diantaranya adalah long-acting 2agonist, xantinergic, hormon steroid.

3.

kombinasi bronkodilator dengan anti-inflamasi sering diberikan secara


inhaler atau nebulizer.

4.

persalinan biasanya diupayakan spontan akan tetapi bila penderita


berada dalam serangan

dapat diberi pertolongan dengan tindakan seperti

dengan ekstraksi vakum atau forceps. Seksio sesaria atas indikasi asma jarang
atau tak pernah dilakukan . pengobatan reguler asma selam proses kelahiran
diteruskan. Jangan diberikan analgesik yang mengandng histamin, tapi dapat
dipilih morfin atau analgesik epidural.
Mengingat karena pengaruh asma, ibu yang sedang hamil acap kali lebih
sensitif dan emosional, pendekatan psikologis diperlukan. Fisioterapi adakalanya
juga perlu untuk membuang dahak yang berlebihan. Stamina tubuh merupakan
faktor utama lain yang perlu dipertahankan selama hamil. Jalan kaki santai di
udara yang bersih dans egar sangat dianjurkan. Makanan dengan gizi yang cukup
dan sehat jelas akan menambah kebugaran. Penderita asma yang hamil masih

12

tetap bisa bekerja dikantor, namun hindarilah ruangan berpolusi tinggi (NHLBI,
2010).

BAB III
3.1 PEMBAHASAN
3.1.1 Pembahasan
Asma ditandai dengan keadaan obtruksi spasme bronkus, kesembaban
(edema), dan peradangan (inflamasi) dinding bronkus yang bersifat reversibel.
Wanita penderita asma yang hamil harus lebih berhati-hati.
Penderita asma di Amerika Serikat berkisar antara 6-8 juta. Di Hongkong
prevalensi asma pada anak-anak kelompok umur 13-14 tahun pada tahun 1980
baru mencapai 2% kemudian menjadi 4,8% pada tahun 1989 dan pada tahun 1995
mencapai 11%. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%. Insidensi
asma dalam kehamilan adalah sekitar 0,5 1 % dari seluruh kehamilan, dimana
serangan asma biasanya timbul pada usia kehamilan 24 36 minggu. Selama
masa kehamilan, derajat asma pada ibu hamil, sepertiga membaik, sepertiga
memburuk, dan sepertiga sisanya tetap. Asma yang terjadi pada kehamilan
sebelumnya, pada 60% penderitanya akan terulang lagi pada kehamilan
berikutnya.
Pada asma akan terjadi hiperinflasi yang betujuan agar saluran nafas tetap
terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar dengan bantuan otot-otot bantu nafas.
Gejala mengi menandakan adanya penyempitan di saluran nafas besar, sedangkan
pada saluran nafas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding
mengi. Penyempitan saluran nafas pada asma akan menimbulkan hipoventilasi,
ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara
dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Ketiga hal
ini akan mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis respiratorik pada

13

tahap yang lebih lanjut. Pengaruh fisiologi asma akan berakibat penurunan faal
paru dan perubahan gas darah.
Secara klinik, klasifikasi asma terdiri atas extrinsic asthma (asma
ekstrinsik = asma alergi), instrinsic asthma (asma instrinsik = infective asthma =
idiophatic asthma) dan asma bentuk lain. Penegakan diagnosis serupa dengan
asma di luar kehamilan, yaitu dengan adanya sesak nafas kumat-kumatan, dada
rasa berat, sukar bernafas disertai batuk tanpa atau dengan dahak. Bentuk dada
dapat normal, atau cembung bila serangan sering kambuh dan serangan
belangsung lama. Perabaan dada normal, ruang antar iga normal, perkusi normal,
auskultasi terdengar wheezing ekspirasi dan kadang-kadang ada ronkhi.
Gambaran radiologi umumnya normal, bila ada infeksi dapat dijumpai gambaran
konsolidasi.
Pada saat serangan suara nafas berbunyi, posisi penderita duduk
membungkuk ke depan dengan kedua tapak tangan bertumpu pada kursi, wajah
berkeringat dan pergerakan cuping hidung, dan bibir dan ujung jari kebiruan
(cyanosis). Tekanan darah dapat bervariasi, bila tekanan darah meningkat
menandakan adanya penurunan pH dan PaO2 serta kenaikan PaCO2.

Pada

pemeriksaan darah tepi, LED normal, eosinofil meningkat dan IgE meningkat.
Pada pemeriksaan dahak (sputum) secara makroskopis suatu mukus jernih atau
kekuningan dan mikroskopis nampak adanya sel radang eosinofil, neutrofil,
makrofag, sel epitel mukosa saluran nafas, spiral dari crhusman dan gerombolan
sel radang (Charote-Lyden body).
Penyebab terjadi asma pada umumnya adalah rangsangan alergi,
rangsangan bahan toksik dan iritan, infeksi, obat, faktor fisik dan psikis.
Mengingat karena pengaruh asma, ibu yang sedang hamil acap kali lebih sensitif
dan emosional, pendekatan psikologis diperlukan. Pengaruh kehamilan terhadap
timbulnya serangan asma tidaklah sama pada setiap penderita, bahkan pada
seorang penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan
berikutnya. Ada empat faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat
hubungannya dengan fungsi pernafasan, yaitu rahim yang membesar, perubahan
hormonal, peningkatan volume darah dan cardiac out put, dan perubahan

14

imunologik. Perjalanan asma pada ibu hamil dipengaruhi oleh hormon estrogen
dan progesteron yang terus meningkat, bertambahnya hormon lain seperti PGF2
saat kehamilan bisa memperburuk asma dan peningkatan histamin selama
kehamilan yang berasal dari jaringan janin pun mempunyai efek asmogenik.
Demikian juga protein dasar mayor (MBP= mayor basic protein) yang banyak
ditemukan dalam plasenta, bila sampai masuk ke paru-paru.
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan
beratnya serangan. Komplikasi yang sering terjadi keguguran, persalinan
prematur, atau berat janin tidak sesuai dengan masa kehamilan (gangguan
pertumbuhan janin). Untuk mencegah terjadinya serangan hebat selama hamil,
yang penting ibu hamil penderita asma sebaiknya rajin memeriksakan janinnya
sejak awal. Selain pemeriksaan teratur, ibu hamil juga perlu mencermati alergen
penyebab tercetusnya asma seperti binatang piaraan, kasur kapuk, termasuk
tempat yang lembab karena tempat yang lembab mudah ditumbuhi jamur.
Pencetus lain bisa berasal dari latihan olah raga yang terlalu dipaksakan, infeksi
saluran pernafasan, perubahan cuaca dan emosi. Kebiasaan merokok juga dapat
memperburuk asma, karena memudahkan terjadinya komplikasi bronkitis serta
sinusitis.
Pada serangan asma akut, penanganan sama dengan wanita tidak hamil.
Pengobatan harus diberikan optimal dan sebaiknya perinhalasi. Secara garis besar
penaganan asma saat serangan dengan obat pelega (quick-relieve medication, or
reliever, or rescuer), obat pengendali jangka panjang, kombinasi bronkodilator
dengan anti-inflamasi sering diberikan secara inhaler atau nebulizer dan
persalinan biasanya diupayakan spontan akan tetapi bila penderita berada dalam
serangan

dapat diberi pertolongan dengan tindakan seperti dengan ekstraksi

vakum atau forceps. Seksio sesaria atas indikasi asma jarang atau tak pernah
dilakukan. Jalan kaki santai di udara yang bersih dan segar sangat dianjurkan.
Makanan dengan gizi yang cukup dan sehat jelas akan menambah kebugaran.
Penderita asma yang hamil masih tetap bisa bekerja dikantor, namun hindarilah
ruangan berpolusi tinggi.

15

3.1.2 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1.

Asma merupakan suatu keadaan obtruksi spasme bronkus,


kesembaban (edema), dan peradangan (inflamasi) dinding bronkus yang
bersifat reversibel, dengan atau tanpa pengobatan.

2.

Pada asma akan terjadi hiperinflasi yang betujuan agar saluran


nafas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar dengan bantuan otototot bantu nafas.

3.

Penegakan diagnosis serupa dengan asma di luar kehamilan


yaitu dari gejala klinik, pemeriksaan fisik dan dari radiologis dan pemeriksaan
darah tepi serta pemeriksaan dahak (sputum) secara makroskopis dan
mikroskopis.

4.

Empat faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat


hubungannya dengan fungsi pernafasan, yaitu rahim yang membesar,
perubahan hormonal, peningkatan volume darah dan cardiac out put, dan
perubahan imunologik

5.

Penaganan asma saat serangan dengan obat pelega (quickrelieve medication, or reliever, or rescuer), obat pengendali jangka panjang,
kombinasi bronkodilator dengan anti-inflamasi.

16

DAFTAR PUSTAKA
Dombrowski MP. Asthma and pregnancy. Obstet Gynecol 2006;108(3 Pt 1):
66781
Murphy VE, Clifton VL, Gibson PG. Asthma exacerbations during pregnancy:
incidence and association with adverse pregnancy outcomes. Thorax
2006;61(2):16976.
Murphy VE, Gibson P, Talbot PI, Clifton VL. Severe Asthma Exacerbations
During Pregnancy. Obstet Gynecol 2005;106(5):104654.
Murphy VE, Gibson PG, Smith R, et al. Asthma during pregnancy: mechanisms
and treatment implications. Eur Respir J 2005;25(4):73150
National Asthma Education and Prevention Program expert panel report.
Managing asthma during pregnancy: recommendations for pharmacologic
treatment-2004 update. J Allergy Clin Immunol 2005;115(1):3446.
Available

at:

nih.gov/health/prof/lung/asthma/astpreg/astpreg_full.pdf.

http://www.nhlbi.
Accessed

January 21, 2010


Rahajoe, N. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Bada Penerbit
IDAI. Jakarta

17

You might also like