You are on page 1of 36

TRAUMA KEPALA

1. PENGERTIAN

Menurut Brunner & Suddarth, trauma capitis adalah gangguan traumatic yang
menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan
tidak mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan in testina dan tidak
mengganggu jaringan otak.
Trauma kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang
merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan
faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Trauma kepala merupakan peristiwa trauma yang mengenai kulit kepala, tengkorak dan
otak akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung (Boughman dan Hackley,
2000).
Trauma kepala adalah trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tengkorak, atau otak
akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala ( Suriadi & Rita
Yuliani, 2001).
Tipe-Tipe Trauma :
a. Trauma Kepala Terbuka: Faktur linear daerah temporal menyebabkan pendarahan

epidural, Faktur Fosa anterior dan hidung dan hematom faktur lonsitudinal.
Menyebabkan kerusakan meatus auditorius internal dan eustachius.
b. Trauma Kepala Tertutup

Comosio Cerebri, yaitu trauma Kapitis ringan, pingsan + 10 menit, pusing


dapat menyebabkan kerusakan struktur otak.

Contusio / memar, yaitu pendarahan kecil di jaringan otak akibat pecahnya


pembuluh darah kapiler dapat menyebabkan edema otak dan peningkatan TIK.

Pendarahan Intrakranial, dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Hematoma


yang berkembang dalam kubah tengkorak akibat dari cedera otak. Hematoma
disebut sebagai epidural, Subdural, atau Intra serebral tergantung pada
lokasinya.

Ada berbagai klasifikasi yang di pakai dalam penentuan derajat kepala, seperti :
a. The Traumatic Coma Data Bank mendefinisikan berdasarkan skor Skala Koma

Glasgow (Mansjoer, dkk, 2000: 4) :


1) Cedera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)

Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)


Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
2) Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)

Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)


Konkusi
Amnesia pasca trauma
Muntah
Tanda

kemungkinan

fraktur

kranium

(tanda

battle,mata

rabun,

hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).


3) Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)

Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)


Penurunan derajat kesadaran secara progresif
Tanda neurologis fokal
Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
b. Menurut Keperawatan Klinis dengan pendekatan holistik (1995: 226):
1) Cedera kepala ringan /minor

SKG 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio cerebral,dan hematoma.
2) Cedera kepala sedang

SKG 9-12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3) Cedera kepala berat

SKG 3-8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam,juga
meliputi kontusio serebral,laserasi atau hematoma intrakranial.
c.

Annegers ( 1998 ) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama
amnesia pasca trauma yang di bagi menjadi :
1) Cedera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung

kurang dari 30 menit


2) Cedera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30

menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak


3) Cedera kepala berat,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24

jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.


d. Arif mansjoer, dkk (2000) mengklasifikasikan cedera kepala berdasarkan

mekanisme,keparahan dan morfologi cedera.

Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter:


Trauma tumpul

: Kecepatan tinggi (tabrakan mobil).


Kecepatan rendah(terjatuh,di pukul).

Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya.

Keparahan cedera
Ringan

: Skala koma glasgow(GCS) 14-15.

Sedang

: GCS 9-13.

Berat

: GCS 3-8.

Morfologi
Fraktur tengkorak

a. Kranium : linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup.


b. Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa

kelumpuhan nervus VII.


Lesi intrakranial :
a. Fokal: epidural, subdural, intraserebral.
b. Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera difus.

e.

Jenis-jenis cedera kepala (Suddarth, dkk, 2000, 2210-2213)

1) Cedera kulit kepala

Cedera pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala
berdarah bila cedera dalam. Luka kulit kepala maupun tempat masuknya
infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi
atau avulsi.
2) Fraktur tengkorak

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak di sebabkan


oleh trauma. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak
tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka dan tertutup.
Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup keadaan dura tidak
rusak.
3) Cedera Otak

Cedera otak serius dapat tejadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah
pukulan atau cedera pada kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan
hemoragi otak. Kerusakan tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat
diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja
dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
4) Komosio

Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu
yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit. Komosio
dipertimbangkan sebagai cedera kepala minor dan dianggap tanpa sekuele
yang berarti. Pada pasien dengan komosio sering ada gangguan dan kadang
efek residu dengan mencakup kurang perhatian, kesulitan memori dan
gangguan dalam kebiasaan kerja.
5) Kontusio

Kontusio serebral merupakan didera kepala berat, dimana otak mengalami


memar, dengan kemungkinan adanya daerah haemoragi. Pasien tidak
sadarkan dari, pasien terbaring dan kehilangan gerakkan, denyut nadi lemah,
pernafsan dangkal, kulit dingin dan pucat, sering defekasi dan berkemih
tanpa di sadari.
6) Haemoragi intrakranial. Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di

dalam kubah kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala, efek
utama adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk
menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.

7) Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi). Setelah cedera

kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara


tengkorak dan dura. Keadaan ini karena fraktur tulang tengkorak yang
menyebabkan arteri meningeal tengah putus /rusak (laserasi), dimana arteri
ini berada di dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang
temporal; haemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.
8) Hematoma sub dural

Hematoma sub dural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar,
suatu ruang yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma sub dural
dapat terjadi akut, sub akut atau kronik. Tergantung ukuran pembuluh darah
yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma sub dural akut
dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio dan
laserasi. Sedangkan Hematoma sub dural sub akut adalah sekuele kontusio
sedikit berat dan di curigai pada pasien gangguan gagal meningkatkan
kesadaran setelah trauma kepala. Dan Hematoma sub dural kronik dapat
terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia.
9) Haemoragi intraserebral dan hematoma

Hemoragi intraserebral adalah perdaraan ke dalam substansi otak. Haemoragi


ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala
sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak; cedera kumpil).

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI (Syaifuddin, 2006)

Gambar 1. Bagian otak secara umum


a. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika,
loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium. Kulit
kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga perdarahan akibat laserasi kulit
kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anakanakTulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat
temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
b. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1) Dura mater

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu
ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid,
dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-

pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan
dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan
darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus
ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).
2) Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar
yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial,
disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang
terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
3) Piamater

Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater adalah


membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak. Membrana ini
membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang
masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.

Gambar 2. Lapisan selaput Meningen


c. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar
14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri
dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon
(otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi
memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi
dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan.

Gambar 3. Lobus pada otak

d. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan


produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui
foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV.
CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang
terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat
granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa
volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
e. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri


dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa
kranii posterior).
f.

Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus
Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

3. ETIOLOGI

Pada dasarnya, trauma kepala dibagi menjadi trauma primer dan sekunder. Trauma primer
terjadi karena benturan langsung dan tidak langsung. Trauma sekunder terjadi karena
trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea,
hipotensi sistemik.
Trauma kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
a. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
b. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/

kekuatan diteruskan kepada otak. Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul
tergantung pada :
1) Lokasi
2) Kekuatan

3) Fraktur infeksi/ kompresi


4) Rotasi
5) Delarasi dan deselarasi

Trauma kepala juga dapat disebabkan oleh situasi :


a. Kecelakaan : jatuh, kecelakaan kendaraan motor atau sepeda dan mobil.
b. Kecelakaan pada saat olah raga
c. Dapat terjadi pada anak yang cidera akibat kekerasan.

(Hoffman, dkk, 1996)

4. PATOFISIOLOGI ( Guyton & Hall,2000)

Trauma

Cedera jaringan otak


Rusaknya sawar darah otak

vasodilatasi & edema serebri


Peningkatan TIK

peningkatan PCO2
menurunnya pH

Iskemia jaringan otak


& hipoksia

Menurunnya aliran darah otak

Sel mati
Sirkulasi serebral menurun
Metabolisme anaerob
Asam laktat meningkat
PO2 menurun PCO2 meningkat pH menurun
Pompa Na & K terganggu
Penurunan kekuatan

Oedem serebri

TIK

tahanan
gangguan kesadaran
resiko gangguan

abnormalitas pupil

integritas kulit

perubahan vital sign

pusing, mual muntah


perubahan perfusi jaringan serebral

kejang

nyeri akut
resiko terhadap perubahan

resiko terhadap pola nafas tak efektif

nutrisi kurang dari kebutuhan

perubahan persepsi sensori

5. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama ( Hoffman,
dkk, 1996):
a. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
b. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berfikir

kompleks
c. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas

Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :


a. Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
b. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkn lenyap.
d. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan TIK.

e. Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.


f.

Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,

determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui


adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap (Haemoglobin, Leukosit, CT, BT)
c. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
d. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan

jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.


e. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
f.

X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur


garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

g. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil


h. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
i.

CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

j.

ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika


terjadi peningkatan tekanan intracranial

k. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrkranial


l.

Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan


penurunan kesadaran.

m. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang

akan dapat meningkatkan TIK.


n. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang

cukup efektif untuk mengatasi kejang.


(Doengoes,2000 : 272)
7. KOMPLIKASI (Arif Mansjoer, 2000)
a. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal

atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.


b. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini,

minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).

c. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis

meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.


d. Hemorrhagie
e. Infeksi
f.

Herniasi

g. Edema

8. PENATALAKSANAAN MEDIK (Brunner and Suddarth, 2002)


a. Penatalaksanaan umum :

Observasi 24 jam

Jika pasien masih muntah untuk sementara dipuasakan terlebih dahulu

Berikan terapi intravena bila ada indikasi

Pasien diistirahatkan atau tirah baring

Profilaksis diberikan bila ada indikasi

Pemberian obat-obatan untuk vaskularisasi

Pemberian obat-obat analgetik

Pembedahan bila ada indikasi

Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.

Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.

Berikan oksigenasi

Awasi tekanan darah

Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.

Atasi shock

Awasi kemungkinan munculnya kejang.

b. Penatalaksanaan lainnya:
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai

dengan berat ringannya trauma.


b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetika
d. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau

glukosa 40 % atau gliserol 10 %.


e. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).

f.

Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan
lunak.

g. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan.

Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan
dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah,
makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung
nilai urea N.
c. Tindakan terhadap peningktatan TIK
a. Pemantauan TIK dengan ketat.
b. Oksigenisasi adekuat.
c. Pemberian manitol.
d. Penggunaan steroid.
e. Peningkatan kepala tempat tidur.
f.

Bedah neuro.

d. Tindakan pendukung lain


a. dukungan ventilasi.
b. Pencegahan kejang.
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d. Terapi anti konvulsan.
e. Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
f.

Pemasangan selang nasogastrik.

9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Aktivitas/ Istirahat

Gejala

Tanda :

Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.


Perubahan kesehatan, letargi
Hemiparase, quadrepelgia
Ataksia cara berjalan tak tegap
Masalah dalam keseimbangan
Cedera (trauma) ortopedi
Kehilangan tonus otot, otot spastik

b. Sirkulasi

Gejala

Perubahan darah atau normal (hipertensi)


Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
bradikardia disritmia).

c. Integritas Ego

Gejala

Tanda :

Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)


Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan
impulsif.

d. Eliminasi

Gejala

Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.

e. Makanan/ cairan

Gejala

Tanda :

Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.


Muntah (mungkin proyektil)
Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).

f. Neurosensoris

Gejala

Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,


sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada
ekstremitas.

Tanda :

Perubahan kesadaran bisa sampai koma


Perubahan status mental
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
Wajah tidak simetri
Genggaman lemah, tidak seimbang
Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
Apraksia, hemiparese, Quadreplegia

g. Nyeri/ Kenyamanan

Gejala

Tanda :

Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.
Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.

h. Pernapasan

Tanda :

Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas


berbunyi stridor, terdesak, ronki, mengi positif

i. Keamanan

Gejala

Tanda :

Trauma baru/ trauma karena kecelakaan


Fraktur/ dislokasi

Gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum
mengalami paralisis
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
j. Interaksi Sosial

Tanda :

Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang


( Doengoes, 2000 :270-272)

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Doengoes, 2000, diagnose keperawatan yang muncul yaitu :


a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral, hipoksia.
b. Resiko terhadap ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeo bronkial


c. Perubahan persepsi sensori

berhubungan dengan perubahan resepsi sensori,

transmisi.
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik

psikologis.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif,

penurunan kekuatan.
f.

Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, penurunan kerja silia,


kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan.

g. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan

kemampuan untuk mencerna nutrient, kelemahan otot untuk mengunyah dan


menelan.

11. PERENCANAAN KEPERAWATAN (Doengoes, 2000 :270-272)

No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kariteria Hasil
Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringanSetelah
dilakukan
tindakan 1. Monitor
serebral berhubungan dengankeperawatan
edema serebral, hipoksia.

diharapkan

dapat

mempertahankan dan memperbaiki

neurologis

dan

Rasional
status 1. Refleks

catat

dengan

menggunakan metode GCS.

membuka

mata

menentukan pemulihan tingkat


kesadaran.

Respon

motorik

tingkat kesadaran fungsi motorik,

menentukan

kemampuan

dengan kriteria :

berespon

Tanda-tanda vital stabil, tidak ada

eksternal dan indikasi keadaan

peningkatan intrakranial

kesadaran yang baik.

terhadap

2. Monitor tanda-tanda vital tiap 2. Peningkatan

30 menit.

penurunan

stimulus

sistolik
diastolik

dan
serta

penurunan tingkat kesadaran dan


tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Adanya pernapasan
yang irreguler indikasi terhadap
adanya peningkatan metabolisme
sebagai reaksi terhadap infeksi.
Untuk mengetahui tanda-tanda
keadaan syok akibat perdarahan.
3. Pertahankan posisi kepala yang 3. Perubahan kepala pada satu sisi

sejajar dan tidak menekan.

dapat menimbulkan penekanan


pada

vena

jugularis

dan

menghambat aliran darah otak,

untuk itu dapat meningkatkan


tekanan intrakranial.
4. Hindari batuk yang berlebihan, 4. Dapat

muntah, mengedan, pertahankan

mencetuskan

respon

otomatik penngkatan intrakranial.

pengukuran urin dan hindari


konstipasi yang berkepanjangan.
5. Observasi kejang dan lindungi 5. Kejang terjadi akibat iritasi otak,

pasien dari cedera akibat kejang

hipoksia,

dan

kejang

meningkatkan

dapat
tekanan

intrakrania.
6. Berikan oksigen sesuai dengan 6. Dapat menurunkan hipoksia otak.

kondisi pasien.
7. Berikan

obat-obatan

yang 7. Membantu menurunkan tekanan

diindikasikan dengan tepat dan

intrakranial secara biologi / kimia

benar (kolaborasi).

seperti osmotik diuritik untuk


menarik air dari sel-sel otak
sehingga dapat menurunkan udem
otak, steroid (dexametason) untuk
menurunkan
menurunkan
Obat

anti

inflamasi,
edema
kejang

jaringan.
untuk

menurunkan

kejang,

analgetik

untuk menurunkan rasa nyeri efek


negatif dari peningkatan tekanan
intrakranial.

Antipiretik

untuk

menurunkan panas yang dapat


meningkatkan pemakaian oksigen
2.

Resiko terhadap

Setelah

dilakukan

ketidakefektifan pola nafaskeperawatan


berhubungan
kerusakan
kerusakan
kognitif,
bronkial

diharapkan

otak.
tindakan 1. Hitung pernapasan pasien dalam 1. pernapasan yang cepat dari
dapat

satu menit

pasien

denganmempertahankan pola napas yang

alkalosis

neurovaskuler,efektif melalui ventilator dengan


persepsi
obstruksi

dapat

menimbulkan

respiratori

dan

pernapasan lambat meningkatkan

ataukriteria : Penggunaan otot bantu

tekanan

trakeonapas tidak ada, sianosis tidak ada

Pa

Co2

menyebabkan

atau tanda-tanda hipoksia tidak ada 2. Cek pemasangan tube

dan
asidosis

respiratorik.

dan gas darah dalam batas-batas

2. untuk memberikan ventilasi yang

normal.

adekuat dalam pemberian tidal


3. Observasi ratio inspirasi dan

ekspirasi

volume.
3. pada fase ekspirasi biasanya 2 x

lebih panjang dari inspirasi, tapi


dapat

lebih

kompensasi
udara
4. Perhatikan

kelembaban

dan

panjang

terperangkapnya

terhadap

pertukaran gas.

sebagai
gangguan

suhu pasien

4. keadaan

dehidrasi

dapat

mengeringkan sekresi / cairan


paru sehingga menjadi kental dan
5. Cek

selang ventilator setiap

waktu (15 menit)

meningkatkan resiko infeksi.


5. adanya

obstruksi

dapat

menimbulkan tidak adekuatnya


pengaliran

volume

dan

menimbulkan penyebaran udara


6. Siapkan ambu bag tetap berada

di dekat pasien

yang tidak adekuat.


6. membantu memberikan ventilasi

yang adekuat bila ada gangguan


pada ventilator.
3.

Perubahan persepsi sensori Setelah

dilakukan

berhubungan

dengankeperawatan

perubahan

sensori,menunjukkan kemampuan kognitif

transmisi.

resepsi

diharapkan

tindakan 1. Pantau secara teratur perubahan1. Perubahan


dapat

dengan kriteria :

persepsi,

orientasi, kemampuan berbicara

kognitif,

dan

dan proses piker

mungkin

berkembang

2. Observasi respon perilaku

kepribadian
atau

menetap dengan perbaikan respon

Penuh perhatian, konsentrasi dan


orientasi

motorik,

secara perlahan.
2. Pencatatan terhadap tingkah laku

memberikan

informasi

yang

diperlukan untuk perkembangan


3. Catat adanya perubahan spesifik

proses rehabilitasi

dalam hal kemampuan seperti3. Membantu melokalisasi daerah

mengikuti instruksi verbal

otak yang mengalami gangguan


dan

mengidentifikasi

perkembangan
4. Berikan

stimulasi

bermanfaat

yang

terhadap

peningkatan fungsi neurologis

4. Pilihan masukan sensorik secara

cermat

bermanfaat

menstimulasi
dengan
5. Rujuk

tanda

pada

ahli

fisioterapi,

baik

untuk

pasien

koma

selama

melatih

kembali fungsi kognitifnya.

terapi okupasi, terapi wicara,5. Dapat meningkatkan fungsi fisik,


dan terapi kognitif
4.

Perubahan
berhubungan

proses

pikirSetelah

dilakukan

kognitif,

dan

perseptual.
tindakan1. Kaji rentang perhatian, ansietas1. Kempuan

dengankeperawatan pasien berkurang /

dan kebingungan

keterampilan
berkonsentrasi

mungkin memendek secara tajam

perubahan fisiologis, konflikhilang dengan kriteria :

yang

menyebabkan

psikologis

pasien dapat kembali pada orientasi

merupakan

mental dan realitasnya

terjadinya

potensi

dan
terhadap

ansietas

yang

mempengaruhi proses piker


2. Dengarkan

perhatian

dengan
semua

diungkapkan pasien

hal

penuh2. Perhatian dan dukungan yang


yang

diberikan pada individu akan


meningkatkan harga diri dan
mendorong kesinambungan usaha
tersebut

3. Kurangi

stimulus

merangsang,
negative,

kritik

yang3. Menurunkan
yang

argumentasi

dan

respons

resiko

terjadinya

pertengkaran

atau

penolakan

konfrontasi
4. Berikan aktivitas yang beragam 4. Dapat

membantu

untuk

memfokuskan kembali perhatian


pasien dan untuk menurunkan
ansietas pada tingkat yang dapat
5.

Kerusakan

mobilitas

berhubungan
kerusakan

fisikSetelah

dilakukan

dengankeperawatan
persepsi

ataudapat

diharapkan

menunjukkan

ditanggulangi.
tindakan 1. Kaji derajat imobilisasi pasien1. Mengetahui
pasien

dengan

menggunakan

tingkat

ketergantungan (0-4)

skala

perkembangan

pasien dalam kemandiriannya.

kognitif, penurunan kekuatan. mobilitas yang baik dengan kriteria 2. Latih untuk melakukan rentang2. Mempertahankan mobilisasi dan
:

gerak

fungsi

- Dapat meningkatkan kekuatan

ekstremitas

dan fungsi tubuh yang sakit


- Dapat

teknik

memungkinkan

kembali aktivitas

dan

normal

menurunkan

terjadinya vena yang statis.

mendemonstrasikan 3. Bantu
yang

sendi/posisi

pasien

untuk3. Keterlibatan

menggunakan alat mobilisasi

pasien

dalam

perencanaan dan kegiatan adalah


sangat

penting

untuk

meningkatkan kerjasama pasien


atau
6.

Resiko infeksi

berhubunganSetelah

dilakukan

keberhasilan

program
tindakan1. Pantau suhu secara teratur. Catat1. Dapat

dari

suatu

mengindikasikan

dengan

jaringan

penurunan

trauma,keperawatan

kerja

diharapkan

tidak

silia,terjadi infeksi dengan kriteria :

demam,

diaphoresis,

kekurangan nutrisi, responTidak terdapat tanda-tanda infeksi


inflamasi tertekan

adanya

dan

menggigil,

perkembangan

penurunan

selanjutnya memerlukan evaluasi

kesadaran

sepsis

yang

atau tindakan dengan segera.

2. Observasi daerah kulit yang2. Deteksi

dini

perkembangan

mengalami kerusakan (seperti

infeksi

memungkinkan

luka, garis jahitan), daerah yang

melakukan

terpasang alat invasi

segera dan pencegahan terhadap

tindakan

untuk
dengan

komplikasi selanjutnya.
3. Cara pertama untuk menghindari
3. Berikan perawatan aseptic dan

terjadinya infeksi nosokomial

antiseptic, pertahankan teknik


cuci tangan yang baik.
4. Terapi
4. Berikan

antibiotik

indikasi

sesuai

profilaktik

dapat

pada

yang

digunakan
mengalami

Resiko
kurang

perubahan
dari

berhubungan

nutrisiSetelah

dilakukan

kebutuhankeperawatan

CSS

atau

dilakukan

pembedahan
risiko

setelah
untuk

terjadinya

infeksi nosokomial.
tindakan 1. Kaji kemampuan pasien untuk 1. Faktor ini menentukan pemilihan

diharapkan

tidak

denganterjadi perubahan nutrisi dengan

perubahan kemampuan untukkriteria :

trauma(perlukaan),

kebocoran
menurunkan

7.

pasien

mengunyah, menelan

terhadap

jenis

makanan

sehiongga pasien harus terlindung


dari aspirasi

mencerna nutrient, kelemahan -

Tidak mengalami tanda-tanda 2. Auskultasi bising usus

otot untuk mengunyah dan

malnutrisi

menelan.

Nilai

laboratorium

2. Fungsi

saluran

biasanya tetap baik pada kasus


dalam

cedera kepala, jadi bising usus

rentang nilai normal

membantu

Adanya kemajuan/peningkatan

respon untuk makan

berat badan

pencernaan

dalam

menentukan

3. Berikan makan dalam jumlah 3. Meningkatkan proses pencernaan

kecil tetapi sering

dan toleransi pasien terhadap


nutrisi yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerja sama pasien
saat makan

4. Pantau hasil laboratorium

4. Mengidentifikasi

defisiensi

nutrisi, fungsi organ dan respons


terhadap terapi nutrisi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius
Boughman Lukman & Hackley. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Guyton & Hall. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :EGC
Marlyn E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.
Suzanne CS & Brenda GB.1999. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC
Suriadi & Rita Yuliani.2001.Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1.Jakarta:CV. Sagung Seto
Syaifuddin.2006.Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.Jakarta:EGC
http://bp0.blogger.com/_slaDH4_nRyc
http://www.doctorlawyer.net/images/

PENGELOLAAN KASUS
Tanggal Pengkajian

: 18 Mei 2010

Waktu

: 14.15 WIB

Oleh

: E. Dian Tri Puspitasari

A. Identitas Pasien

Nama Pasien

: Bp. DJ

Umur

: 61 tahun

Pekerjaan

:-

Alamat

: Gunung Kidul, Yogyakarta

Agama

: Islam

Triage

: Kuning

Tanggal Masuk RS

: 18 Mei 2010

Waktu

: 14.15 WIB

No. RM

: 01949xxx

Diagnosa Medis

: Trauma Kepala dengan penurunan kesadaran

B. Pengkajian Primer

No
1.

Data

Diagnosa

Intervensi

Evaluasi

DS : -

Keperawatan
Ketidakefektifan

DO:

bersihan jalan nafas nafas tambahan

O:

masih

- Respirasi:30x/menit

berhubungan dengan 2. Pertahankan

terdengar

bunyi

- Terdengar bunyi ngorokpeningkatan

pada pasien

produksi sekret

- Terdapat banyak secret


- Adanya

reflek

pada pasien

batuk

1. Observasi

kepatenan
nafas

suaraS: -

jalanngorok

pada

pasien,

secret

3. Lakukan suctioning sudah berkurang

A:
ketidakefektifan
bersihan
nafas

jalan
belum

teratasi
P:

lanjutkan

intervensi 1-3

2.

DS: -

Resiko

gangguan 1. Observasi respirasiS: -

DO:

pertukaran

- Respirasi:30x/menit

berhubungan dengan 2. Observasi

- Suhu : 36,8C

suplay O2 yang tidak dan

- SaO2 : 100%

adekuat

gas rate pasien

pernapasan

4. Kolaborasi

- Irama nafas : tachypnea

dokter

- Pernapasan

menggunakan otot dada


- Kedalaman pernapasan:

nafas

iramatachypnea,
pernapasan
tanda-dangkal,

tanda hipoksia

dingin

irama

kedalamankedalaman

3. Observasi

- Tangan dan kaki teraba

O:

kaki

teraba

dingin,

denganpasien

dipasang

untukbinasal

canul

pemberian

5L/menit

oksigenasi

A:

gangguan

pertukaran

pernapasan dangkal

gas

tidak terjadi
P:

lanjutkan

intervensi 1-4

3.

DS: -

Gangguan

DO:

jaringan

- Tekanan

perfusi 1. Observasi
serebral kesadaran

darah:berhubungan dengan 2. Observasi

200/100mmHg
- Nadi : 102x/menit

gangguan
darah ke otak

aliran vital
tanda

- Reaksi cahaya positif

TIK

- GCS : 7

E 2 V2 M3

4. Berikan

supinasi
bantal

O: tekanan darah:
tanda224/100mmHg
Nadi : 104x/menit

3. Observasi

- Suhu : 36,8C

tingkatS: -

tanda-A:

masalah

peningkatanangguan

perfusi

jaringan

serebral

posisibelum teratasi
tanpaP:

lanjutkan

intervensi 1-5

5. Berikan

piracetam
dan
3x500mg
dengan

injeksi
2x3gr
Kalnex
sesuai
program

pengobatan

C. Pengkajian Sekunder (tanggal 18 Mei 2010 pukul 14.30 WIB)


1. Status Neurologis

Kualitatif

: Somnolent

Kuantitatif

: GCS : 7 E2 V2 M3

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama

Keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh pusing lalu lama kelamaan tidak
sadarkan diri.
b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 15 Mei 2010 pasien jatuh dari sepeda motor, tapi tidak ada yang luka.
Pasien hanya mengeluh kepalanya pusing. Pagi tanggal 18 Mei 2010 jam 10.00 WIB
pasien mulai mengeluh pusing dan tidak sadarakan diri. Lalu oleh keluarga dibawa
ke Rumah Sakit Bethesda.
c. Riwayat Penyakit Dahulu

Tanggal 15 Mei 2010 pasien jatuh dari sepeda motor. Keluarga mengatakan pasien
tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga mengatakan bahwa tidak terdapat riwyat penyakit hipertensi.


3. Status Kesehatan

Keadaan Umum

: berat

Tanda vital

Tekanan darah : 200/100mmHg

Nadi

: 102x/menit

Suhu

: 36,8C

Respirasi

: 30x/menit

4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala

Tidak terdapat lesi pada kepala, rambut berwrna putih. Pada mata, reflek cahaya
positif, konjungtiva berwarna merah muda, sclera berwarna putih keruh, tidak
terdapat secret dan perdarahan pada hidung maupun telinga.
b. Leher

Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid maupun kelenjar getah bening.


c. Dada

Inpeksi

: tidak terdapat barrel chest, pigeon chest, funnel chest, dada kiri dan
kanan simetris, jenis pernapasan menggunakan otot dada.

Palpasi

: tidak terdapat massa maupun pembesaran hepar

Perkusi

: terdengar pekak pada ICS 3 sinistra, pada linea sternalis dextra, linea mid
clavikularis sinistra

Auskultasi : terdengar suara tambahan ronchi, tidak terdengar BJ III dan IV


d. Abdomen

Inspeksi : Bentuk simetris antara abdomen kanan dan kiri, warna sawo matang,
tidak terdapat luka ataupun memar pada abdomen.
Auskultasi : peristaltic usus : 15x/menit
Perkusi

: Terdengar tympani pada pada area lambung, pekak pada area hepar

Palpasi

: tidak terdapat massa pada abdomen

e. Genetalia

Agak bau
f.

Ekstremitas
Atas

: anggota gerak lengkap, turgor elastic, tangan teraba dingin, kekuatan otot
4|4

Bawah

: anggota gerak lengkap, kaki teraba dingin, kekuatan otot 4|4

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium

Pemeriksaan
Hb
Hct
AL
AT
Golongan Darah
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT

Hasil
14.50
42.4
25.00
278.0
O
32.2
0.8
34
17

Nilai Normal
13.50-18.00
36.00-46.00
4.10-10.90
140.0-440.0

Satuan
gr%
%
ribu/mmk
ribu/mmk

10.0-50.0
0.8-1.4

mg/dl
mg/dl

0-41

u/l

b. Radiologi

CT scan
Hasil : terdapat perdarahan subdural temporal kiri, SAH, oedema cerebri
c. EKG

Rate 89

axis : 42

R-R : 674ms

P-R : 170ms

QRS : 93ms

Q-T : 376 ms

QTS : 463ms

6. Analisa Obat
a. Piracetam

Indikasi

: gejala pasca trauma

b. Kalnex

Indikasi

: fibrinolisis dan epistaksis lokal

c. Ceftriaxon

Indikasi

: antibiotik

d. Ikaphen

Indikasi

: anti kejang

e. Ranitidin

Indikasi
f.

: anti emetik

Manitol
Indikasi

: Mengurangi tekanan intra cranial, massa pada otak dan tekanan intra

ocular yang tinggi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Implementasi
Evaluasi
1. Gangguan
perfusiSetelah dilakukan tindakan 1. Observasi
tingkat 1. Mengobservasi
S: jaringan
serebralkeperawatan selama 1x3jam, kesadaran
tingkat kesadaran
O:
berhubungan dengandiharapkan gangguan perfusi 2. Observasi tanda vital
2. Mengobservasi tanda- - GCS
7(E2
V2
gangguan aliran darahjaringan serebral dapat teratasi 3. Observasi tanda-tanda tanda vital
M3)/somnolent
ke
otak,
ditandaidengan
kriteria
: peningkatan TIK
3. Mengobservasi tanda- - TD: 224/100mmHg,
dengan:
Tekanandarah:120/80mmHg 4. Berikan posisi supinasi tanda
peningkatan nadi 104x/menit
DS: 140/90mmHg
tanpa bantal
TIK
- Tidak
terdapat
DO:
Suhu : 36-37,5C
5. Berikan
injeksi 4. Memberikan
posisi muntah proyektil
- Tekanan
darah:Nadi : 60-100x/menit
Piracetam
2x3gr, supinasi tanpa bantal - Infuse, NGT dan
200/100mmHg
Ikaphen
2x100mg, 5. Memasang infuse RL dower
catheter
Respirasi:16-24x/menit
- Nadi : 102x/menit Tidak
2x1gr, 20tpm di tangan kiri
berhasil dipasang.
terdapat
muntah Ceftriaxon
- Suhu : 36,8C
Manitol 4x125cc dan 6. Memasang
- Obat
Kalnex,
proyektil
Kalnex 3x500mg sesuai Nasogastric tube.
piracetam, Ikaphen,
- Reaksi cahaya positif
dengan
program 7. Memasang
dower Manitol, ranitidin
- GCS : 7
pengobatan
catheter
sudah
masuk,
E2 V2 M3
8. Memberikan injeksi ceftriaxon baru skin
Piracetam
3gr, test.
Ceftriaxon 1gr (skinA: gangguan perfusi
test dulu), Ikaphen jaringan
serebral
100mg,
Manitol belum teratasi
125cc,
Kalnex P: lanjutkan intervensi
500mg,
Ranitidin 1-5 oleh perawat
1amp
ruangan.

2.

Ketidakefektifan
Setelah dilakukan tindakan1. Observasi suara nafas 1. Mengobservasi suaraS: bersihan jalan nafaskeperawatan selama 1x3jam tambahan
nafas tambahan
O:

berhubungan denganketidakefektifan jalan nafas 2. Pertahankan kepatenan 2. Membantu memasang - Masih


terdapat
peningkatan produksidapat teratasi denagn kriteria:
jalan nafas
ET
suara ronchi
secret,
ditandai- RR : 16-24x/mnt
3. Lakukan suctioning
3. Memasang OT
- Saat
dilakukan
dengan:
- Napas tidak menggunakan 4. Kolaborasi
dengan 4. Melakukan suctioning suctioning
secret
DS : otot dada
dokter
dalam
banyak dikeluarkan
DO:
- Tidak
terdapat
suara pemasangan ET dan OT
A:
masalah
- Respirasi:30x/mnt tambahan
ketidakefektifan
- Terdengar
bunyi- tidak terdapat penumpukan
bersihan jalan nafas
ngorok pada pasien
sekret
teratasi sebagian
- Terdapat
banyak
P: lakukan intervensi
secret
1-4 oleh perawat
- Adanya reflek batuk
ruangan
pada pasien
3.

Resiko
gangguanSetelah dilakukan tindakan1. Observasi respirasi rate 1.
pertukaran
gaskeperawatan selama 1x 3jam, pasien
berhubungan dengangangguan pertukaran gas tidak 2. Observasi irama dan 2.
suplay O2 yang tidakterjadi dengan kriteria:
kedalaman pernapasan
adekuat,
ditandaiSaO2 : 97-100%
3. Observasi tanda-tanda
dengan:
Respirasi: 16-24x/menit
hipoksia
DS: Irama nafas : eupnea
4. Kolaborasi
dengan 3.
DO:
Tangan dan kaki teraba hangat
dokter untuk pemberian
- Respirasi:30x/mnt Tidak terdapat tanda-tanda oksigenasi
4.
- Suhu : 36,8C
hipoksia
- SaO2 : 100%
- Tangan dan kaki
teraba dingin
- Irama
nafas
:
tachypnea
- Pernapasan
menggunakan
otot
dada

Mengobservasi
S: respirasi rate
O:
Mengobservasi
- Respirasi:
irama
dan 24x/menit
kedalaman
- Tangan dan kaki
pernapasan
mulai teraba hangat
Mengobservasi
A: masalah gangguan
tanda-tanda hipoksia pertukaran gas tidak
Memberikan
O2 terjadi
3L/menit
melalui P: lanjutkan intervensi
ET.
1-4 oleh perawat
ruangan.

- Kedalaman
pernapasan:
pernapasan dangkal

Resume Pasien Keluar (ke Rawat Inap)


Klien dengan trauma Capitis dengan penurunan kesadaran di rawat di IGD RS. Bethesda tanggal
18 Mei 2010 pukul 14.15 WIB.
Telah dilakukan pemeriksaan darah lengkap, SGOT/SGPT, ureum, Creatinin, CT- Scan, dan
EKG. Pasien telah dipasang Infus RL 20tpm, dower catheter no. 16, NGT no 16, ET no 7.5 dan
OT. Pasien telah mendapat injeksi Piracetam 3gr, Kalnex 500mg, Ikaphen 100mg, Ceftriaxon
(baru skin test), Manitol 125cc, Ranitidin 1amp.
Instruksi dokter :
-

Infuse RL 20tpm

Kalnex 3x500mg

Piracetam 2x3gr

Ikaphen 2x100mg

Ceftriaxon 2x1gr

Manitol 4x125cc

O2 3L/menit

Pada jam 17.00 WIB pasien dipindah di Ruang IMC

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BP. DJ


DENGAN TRAUMA CAPITIS DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA

Disusun oleh :
Nama / NIM

: E. Dian Tri Puspitasari

Tingkat / Semester : III C / VI


Kelompok

: II

Pembimbing Klinik,

Pembimbing Akademik,

(Daruji, AMK)

(Yokhanan Muryadi,APP.,S.Pd)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
2010

You might also like