You are on page 1of 10

Latar Belakang

A.

Rendahnya Kemampuan Baca

Ternyata anak-anak Sekolah Dasar (SD) kelas 2 sebagian besar kemampuan membaca sekaligus memahami apa yang dibacanya masih
sangat rendah, bahkan ada yang sama sekali belum dapat membaca.Hal itu terbaca dari hasil survei yang dilakukan USAID Amerika Ed Data II, RTI
International kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementrian Agama (Kemenag) dan Myriad Research
tentang penilaian kemampuan membaa siswa kelas awal (EGRA) dan Potret Efektivitas Pengelolaan Sekolah (SSME) di Indonesia pada 2013-2014.

Survei di wilayah Sumatera, hampir separuh siswa (42 persen) telah lancar membaca dan memahami apa yang
dibacanya dan 28 persen lainnya membaca lebih lambat namun cukup memahami apa yang dibacanya. Namun demikian
sepertiga siswa masih memerlukan tambahan dukungan dalam pengajaran membaca. Hasil survei di Sumatera juga menunjukkan
bahwa siswa putri lebih baik pemahamannya dibanding dengan putra.Sebanyak 25 persen dari siswa yang tidak masuk TK
memiliki kemampuan membaca lebih lambat dibanding dengan yang masuk TK.

Sedangkan survei secara nasional menunjukkan bahwa siswa-siswa SD kelas 2 di Indonesia


mempunyai kemampuan membacanya memang relatif cukup tinggi. Hampir setengah dari suswa (48 persen)
merupakan siswa yang fasih dan memahami apa yang dibacanya dan mereka siap untuk duduk di kelas
3. Sementara itu 5,9 persen dari seluruh siswa SD kelas 2 di Indonesia masuk dalam kategori rendah (belum
dapat membaca).

Latar Belakang
B. Ancaman ( Threats) Era Globalisasi
Kehidupan abad 21 ini menurut H.A.R Tillar (1999 : 55) adalah menuntut manusia unggul dan hasil karya yang unggul pula. Keunggulan
dimaksud adalah keunggulan partisipatoris, artinya manusia unggul yang selalu ikut serta secara aktif di dalam persaingan yang sehat untuk mencari dan
mendapatkan yang terbaik dari yang baik.

Keunggulan partisipatoris dengan sendirinya berkewajiban untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi
individual yang akan digunakan di dalam kehidupan yang penuh persaingan yang semakin lama semakin tajam dan akan menjadi
kejam bagi manusia yang tidak mau bekerja keras dan belajar keras.

Suatu upaya untuk mendukung perwujudan manusia unggul, maka kita harus mengadakan perubahan
sikap dan perilaku budaya dari tidak suka membaca menjadi masyarakat membaca (reading society). Karena
membaca menurut Gleen Doman (1991 : 19) dalam bukunya How to Teach Your Baby to Read menyatakan bahwa
membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan
pada kemampuan membaca. Selanjutnya melalui budaya masyarakat membaca kita akan melangkah menuju
masyarakat belajar (learning society).

Latar Belakang
C. Lemahnya Sarana dan Prasarana Pendidikan
Salah satu faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak kita tergolong rendah karena sarana dan prasarana pendidikan
khususnya perpustakaan dengan buku-bukunya belum mendapat prioritas dalam penyelenggaraannya.

Sedangkan kegiatan membaca membutuhkan adanya buku-buku yang cukup dan bermutu serta eksistensi
perpustakaan dalam menunjang proses pembelajaran.

Faktor lain yang menghambat kegiatan anak-anak untuk mau membaca adalah kurikulum yang
tidak secara tegas mencantumkan kegiatan membaca dalam suatu bahan kajian, serta para tenaga kependidikan
baik sebagai guru, dosen maupun para pustakawan yang tidak memberikan motivasi pada anak-anak peserta
didik bahwa membaca itu penting untuk menambah ilmu pengetahuan, melatih berfikir kritis, menganalisis
persoalan, dan sebagainya.

UPAYA PEMBUDAYAAN MEMBACA


A. Diskusi dan Seminar
Bila kita amati dari satu seminar ke seminar lainnya seakan-akan kita berada dalam lingkaran setan, dimana masalah minat baca sepertinya
tidak berujung pangkal dan sulit untuk mencari penyelesaiannya. Semua masalah selalu menghadapi jalan buntu, oleh sebab itu forum seminar hanya sebatas
mengumbar idea, wawasan, keluh kesah, konsep, dan setelah itu panitia penyelenggara maupun pemakalah tidur lelap tanpa menindak lanjuti keputusan atau
konsep yang telah diambil. Besok-besok diselenggarakan lagi seminar dengan tema yang sama yaitu masalah minat baca yang rendah.

B. Pembentukan Beberapa Organisasi


Salah satu upaya pengentasan rendahnya minat baca masyarakat, beberapa kelompok profesi membentuk organisasi
seprofesi dengan salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan minat baca sesuai dengan bidang masing-masing. Misalnya para
penerbit buku mendirikan organisasi Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), para pustakawan mendirikan Ikatan Pustakawan Indonesia
(IPI), kelompok perpustakaan mendirikan Klub Perpustakaan Indonesia (KPI), kelompok peduli minat baca mendirikan Gerakan
Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB), kelompok-kelompok lainnya mendirikan berbagai organisasi. Lembaga Sosial Masyarakat
(LSM), Yayasan-yayasan membaca dan buku serta berbagai organisasi lainnya, telah menebar kegiatan-kegiatan dalam upaya
meningkatkan minat baca.

Organisasi-organisasi, yayasan LSM dan lain-lain tersebut kenyataannya juga tidak mampu
mengungkit minat baca (meminjam istilah H.A. Tilaar) masyarakat lebih banyak lagi. Kegiatan-kegiatan mereka
hanya berputar-putar dalam seminar-seminar, mendirikan kelompok-kelompok baca secara terbatas pada suatu
tempat, belum dapat mengangkat dan menyelesaikan persoalannya secara nasional dan bersinambungan. Kalau kita
boleh menghitung-hitung biaya yang telah dikeluarkan oleh panitia maupun peserta seminar dari beberapa kegiatan
yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri itu barangkali kita sudah dapat mendirikan sebuah perpustakaan megah di
ibukota negara Republik ini.

MEMBENTUK LEMBAGA NASIONAL PEMBUDAYAAN MEMBACA

Banyak pengalaman dari berbagai pihak dalam upaya pengentasan rendahnya minat baca sejak tiga empat puluh tahun
yang lalu hingga kini, baik melalui seminar-seminar, pembentukan organisasi-organisasi, namun hasilnya begitu-begitu saja.

Kami beranggapan bahwa upaya untuk pengentasan rendahnya minat baca masyarakat tidak akan membuahkan
hasil optimal bilamana dilaksanakan secara sendiri-sendiri, terpisah-pisah dan terpotong-potong. Departemen Pendidikan
Nasional, Departemen Dalam Negeri, Departemen Agama, Perpustakaan Nasional dan lembaga-lembaga lain-lainnya tentu tidak
akan dapat banyak diharapkan untuk mengatasi hal ini. Kegiatan mereka terlalu sarat dengan program-program rutinitas, yang
tidak banyak menyentuh secara langsung soal-soal minat baca.

Oleh sebab itu pembentukan sebuah Lembaga Nasional Pembudayaan Masyarakat Membaca
atau apapun namanya adalah suatu solution to a problem dalam pengentasan rendahnya minat baca
masyarakat kita. Lembaga tersebut merupakan sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang
berada dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan bersifat independen. Artinya tidak di bawah
kordinasi departemen apa pun, meski dalam perencanaan dan operasional tetap berkoordinasi dengan
departemen-departemen atau lembaga terkait lainnya karena tersangkut dengan sekolah, sistem pendidikan,
kurikulum, perpustakaan, masyarakat dan lain sebagainya.

MEMBENTUK LEMBAGA NASIONAL PEMBUDAYAAN


MEMBACA

Dalam Lembaga Nasional Pembudayaan Masyarakat Membaca itu didalamnya terdapat para pakar seperti pakar pendidikan, pakar
perpustakaan, pakar pemeritahan dan kemasyarakatan, pakar peneliti, pakar psikologi dan sosiologi dan lain-lain yang ada hubungan dengan masalah
pembudayaan masyarakat membaca.

Tugas-tugas para pakar meliputi kegiatan memikirkan, merencanakan, merumuskan kegiatan-kegatan operasional,
mengkoordinasikan serta memantau dan mengevaluasi hasil-hasil pelaksanaan kegiatan pembudayaan masyarakat membaca.
Misalnya dalam hubungannya dengan murid-murid sekolah maka bagaimana sistim pendidikan nasional berbasis membaca dan
belajar mandiri dirancang, bagaimana kurikulum sekolah dalam semua jenis dan jenjang pendidikan dari SD, SLTP, SLTA hingga
ke perguruan tinggi yang memuat wajib baca dan wajib ke perpustakaan. Bagaimana program penyelenggaraan perpustakaan di
sekolah dan perguruan tinggi desa, kota, kabupaten, propinsi, rumah-rumah ibadah, instansi pemerintah dll.

Bagaimana program perbukuan, pengarang, penerbit, toko buku dan sebagainya. Dalam hal
pengentasan buta huruf misalnya bagaimana kelanjutannya setelah mereka melek huruf, ke mana harus
disalurkan. Gerakan membaca nasional dilaksanakan melalui program apa saja yang berlangsung secara
kontinuitas dalam semua lapisan masyarakat.

Strategi yang harus ditempuh


Strategi yang harus ditempuh untuk mewujudkan wacana ini adalah melalui langkah-langkah sebagai berikut :

Membuat suatu kelompok kesepahaman atas wacana ini,

Kelompok tersebut mengusulkan kepada Kepala Perpustakaan Nasional RI untuk membentuk Tim Inventarisasi dan Pendekatan terhadap para pakar
yang dianggap berkompeten dengan Minat Baca Masyarakat dan Instansi Pemerintah yang terkait,

Kelompok tersebut mengusulkan kepada Kepala Perpustakaan Nasional RI dan atau Menteri Pendidikan Nasional, Menteri
Dalam Negeri untuk membentuk sebuah panita perumus konsep Lembaga Nasional Pembudayaan Masyarakat Membaca
yang terdiri dari para pakar dan para pejabat,
Anggaran kepanitiaan menjadi beban Perpustakaan Nasional RI, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Dalam
Negeri,

Panitia perumus membuat konsep kelembagaan, status, struktur organisasi, mekanisme kerja dan hubungan
Lembaga Nasional Pembudayaan Masyarakat Membaca menduduki posisi sesuai dengan kepakarannya.
Para pakar tidak terikat dengan usia tetapi atas dasar kepakarannya,
Panitia perumus mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk membentuk Lembaga Nasional
Pembudayaan Masyarakat Membaca yang didalamnya terdiri dari para pakar menurut profesinya tanpa
memandang usia tetapi atas dasar kompetensi dan kepakarannya,
Anggaran Lembaga Nasional dibebankan kepada Negara Republik Indonesia .

You might also like