You are on page 1of 9

asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

I.

KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. PENGERTIAN
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OKSIGENASI
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi
berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu
bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap
diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga
terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.
2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah
PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya, individu pada daerah
ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang
meningkat.Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah
akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan
mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada
lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan
tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan
oksigen.
3. Lifestyle
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung, demikian
juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat
menjadi predisposisi penyakit paru.
4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat
pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem
pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi
kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa
oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan
dari sel.
5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika depresi pusat
pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus
memantau laju dan kedalaman pernapasan.
6. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Terganggunya fungsi pernapasan dapat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi :
a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.

Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian jalan
napas.Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai
jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat
disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagian-bagian dari proses respirasi.
Penyebab lain hipoksia adalah hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan
menurunnya tidal volume, sehingga karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah. Sianosis dapat
ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran mukosa yang disebabkan oleh
kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi
serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum terjadi
kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.
7. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan sedikit
perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas
cuping hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu
ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.
8. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran pernapasan di sebelah
atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat
terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing)
bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran napas. Obstruksi jalan napas di bagian
bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru.
Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang
membutuhkan tindakan yang tepat. Obstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara
mengorok yang terdengar selama proses inhalasi (inspirasi).
TERAPI OKSIGEN
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang
adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia
sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja
miokard.
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol, (2) Tidak terjadi
penumpukan CO2, (3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, (4) efisien dan ekonomis, (5)
nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan Humidification. Hal ini penting diperhatikan oleh karena
udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O 2 yang diperoleh dari sumber
O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat
mencegah komplikasi pada pernafasan.
INDIKASI PEMBERIAN O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian
O2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien dengan kadar O 2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2)
Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui
peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan, (3) Klien
dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O 2 melalui
peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien dengan gejala :
(1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama
dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.
METODE PEMBERIAN O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem aliran rendah
Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini
menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal
pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih
mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan
kecepatan pernafasan 16 20 kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah ini adal;ah : (1) kateter nasal, (2) kanula nasal, (3) sungkup muka
sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :
a. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O 2 secara kontinu dengan aliran 1 6 L/mnt
dengan konsentrasi 24% - 44%.
Keuntungan
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga
dipakai sebagai kateter penghisap.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit
dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran
dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter
mudah tersumbat.
b. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O 2 kontinu dengan aliran 1 6 L/mnt dengan
konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.
Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul
dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat
mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.
c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 8 L/mnt dengan konsentrasi O2 40 60%.
Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat
ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi
aerosol.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO 2jika
aliran rendah.

d.

Sungkup muka dengan kantong rebreathing :


Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 80% dengan aliran 8 12 L/mnt
Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir
Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan
penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehnik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8 12 L/mnt
dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.
2.

Sistem aliran tinggi


Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga
dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang
kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udara luar
dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitar 4 14 L/mnt
dengan konsentrasi 30 55%.
Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi
perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi
penumpukan CO2
Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah.
B. NILAI-NILAI NORMAL
Ciri ciri rongga pleura normal :
Bersih dari ultrafiltrat plasma.
pH 7,6-7,64.
Protein < 2 % (1-2 gr/dl)
<1000 WBC/cm3
Na : 133-143
K : 3,4-5,4
Cl : 100-106
P CO2 : 35-45
P O2 : 80-95
RR : Neonatus : 30 - 60 x/mnt
Bayi : 44 x/mnt
Anak : 20 - 25 x/mnt

Dewasa : 15 - 20 x/mnt
Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
C. HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI PADA KLIEN YANG MENGALAMI GANGGUAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Riwayat keperawatan klien
Hal hal yang perlu dikaji antara lain :
Data demografi : nama, alamat, umur, jenis kelamin, support sistem yang ada dan tingkat pendidikan.
2. Riwayat keluarga : penyakit keluarga, penyakit keturunan dan alergi.
Pekerjaan
Keadaan lingkungan : kumuh, rawa rawa, kota besar
Kebiasaan : merokok, aktivitas.
3. Pemeriksaan fisik
a. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat, darah),
kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris
b. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
c. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian bawah trakhea
dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakhea dapat diketahui.
d. Thoraks
Inspeksi :
Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya menjadi elevasi ke
atas.
Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk bulat/melingkar dengan
diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1 : 1). Pada orang dewasa perbandingan
diameter antero-posterior dan tranversal adalah 1 : 2.
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya : Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan
diameter tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan sternum sangat menonjol ke depan.
Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan dengan pigeon chest, yaitu
sternum menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior mengecil. Barrel chest ditandai dengan
diameter antero-posterior dan tranversal sama atau perbandingannya 1 : 1.
Kelainan tulang belakang diantaranya : Kiposis atau bungkuk dimana punggung melengkung/cembung ke
belakang. Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung berbentuk cekung. Skoliosis yaitu
tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.
Pola napas, dalam hal ini perlu dikaji kecepatan/frekuensi pernapasan apakah pernapasan klien eupnea
yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt, klien tenang, diam dan tidak butuh tenaga
untuk melakukannya, atau tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau
bradipnea yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/mnt, ataukah apnea yaitu
keadaan terhentinya pernapasan.

Perlu juga dikaji volume pernapasan apakah hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara dalam paruparu yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan panjang ataukah hipoventilasi yaitu
berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang lambat.
Perlu juga dikaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu pernapasan yang
ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu pernapasan yang ditandai
dengan pengembangan perut.
Perlu juga dikaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau irreguler, ataukah klien
mengalami pernapasan cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi lambat dan
kadang diselingi apnea, atau pernapasan kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau
pernapasan biot yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode
apnea.
Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang menetap dan
kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan bernapas hanya bila dalam
posisi duduk atau berdiri.
Perlu juga dikaji bunyi napas, dalam hal ini perlu dikaji adanya stertor/mendengkur yang terjadi karena
adanya obstruksi jalan napas bagian atas, atau stidor yaitu bunyi yang kering dan nyaring dan didengar
saat inspirasi, atau wheezing yaitu bunyi napas seperti orang bersiul, atau rales yaitu bunyi yang
mendesak atau bergelembung dan didengar saat inspirasi, ataukah ronchi yaitu bunyi napas yang kasar
dan kering serta di dengar saat ekspirasi.
Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami batuk produktif yaitu batuk yang diikuti
oleh sekresi, atau batuk non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi, ataukah hemoptue
yaitu batuk yang mengeluarkan darah.
Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi apakah takhikardi yaitu denyut nadi
lebih dari 100 x/mnt, ataukah bradikhardi yaitu denyut nadi kurang dari 60 x/mnt. Juga perlu dikaji
tekanan darah apakah hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang tinggi, ataukah hipotensi yaitu tekanan
darah arteri yang rendah. Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah terjadi anoxia yaitu suatu
keadaan dengan jumlah oksigen dalam jaringan kurang, atau hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan
jumlah oksigen dalam darah kurang, atau hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam jaringan
akibat kelainan internal atau eksternal, atau sianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran,
kuku atau kulit akibat deoksigenasi yang berlebihan dari Hb, ataukah clubbing finger yaitu membesarnya
jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam waktu yang lama.
Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi
dan taktil vremitus.
Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem bronkhopulmonal selama seseorang
berbicara. Normalnya getaran lebih terasa pada apeks paru dan dinding dada kanan karena bronkhus
kanan lebih besar. Pada pria lebih mudah terasa karena suara pria besar
II.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

as tidak efektif
n pertukaran gas
jalan napas tidak efektif
III.

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

A. Pola napas tidak efektif


NOC :
1. Status respiratori : kepatenan jalan napas
Kriteria hasil :
a. Klien tidak mengalami demam.
b. Klien tidak mengalami kecemasan.
c. Klien tidak tersedak.
d. Klien mempunyai RR dbn.
e. Klien mempunyai ritme respiratori dbn.
f. Klien mampu mengeluarkan sputum dari jalan napas.
g. Klien tidak mempunyai suara napas abnormal.
2. Status respiratori : ventilasi
Kriteria hasil :
a. Klien mampu melakukan inspirasi dalam.
b. Klien mempunyai ekspansi dada yang simetris.
c. Klien mampu bernapas dengan leluasa.
d. Klien tidak mengalami retraksi dinding dada.
e. Klien tidak mengalami dyspnea pada saat istirahat maupun saat beraktifitas.
f. Klien tidak mengalami orthopnea.
NIC :
1. Terapi oksigen :
a. Membersihkan secret oral, nasal, dan trakeal.
b. Menjaga kepatenan jalan napas.
c. Menyiapkan alat pemberian terapi oksigen.
d. Memonitor volume oksigen yang mengalir.
e. Memonitor posisi selang oksigen.
f. Meyakinkan bahwa masker oksigen/canula terpasang dengan benar.
g. Memonitor kemampuan klien untuk mentoleransi pelepasan oksigen saat makan.
h. Memonitor kecemasan klien berhubungan dengan kebutuhan akan terapi oksigen.
i.
Tetap menyediakan oksigen ketika memindahkan klien.
2. Monitoring respiratori :
a. Memonitor rate, ritme, kedalaman, dan usaha respirasi.
b. Mengamati pergerakan dada meliputi kesimetrisan,penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostals.
c. Memonitor respirasi yang berisik.
d. Memonitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kusmaul, respirasi cheynestoke,
apneustik, biot, dan ataxic.
e. Mempalpasi kesejajaran ekspansi paru.
f. Memperkusi thorak anterior dan posterior.
g. Memonitor kemampuan klien untuk batuk efektif.
h. Memberikan tretmen terapi respiratory (seperti nebulizer) sesuai kebutuhan, sesuai order.
B. Kerusakan pertukaran gas
NOC :
1. Keseimbangan elektrolit dan asam/basa

Kriteria hasil :
a. Klien mempunyai nilai Na, Cl, K, Ca, Mg, Ph, albumin, creat, bicarbonate, BUN serum dbn.
b. Klien mempunyai orientasi kognitif.
2. Status respiratori : pertukaran gas.
Kriteria hasil :
a. Klien mempunyai status mental dalam rentang yang diharapkan.
b. Klien tidak mengalami kurang istirahat.
c. Klien tidak mengalami sianosis.
d. Klien tidak mengalami somnolen.
e. Klien mempunyai Pa O2 dbn.
f. Klien mempunyai Pa CO2 dbn.
g. Klien mempunyai saturasi oksigen dbn.
NIC :
Manajemen asam basa :
Menjaga kepatenan akses IV.
Menjaga kepatenan jalan napas.
Memonitor level elektrolt.
Memonitor status hemodinamik.
Memposisikan yang tepat untuk memfasilitasi ventilasi yang adekuat.
Memonitor gejala kegagalan repiratori.
Memonitor status neurologist.
C. Bersihan jalan napas tidak efektif
NOC :
ntrol aspirasi
Kriteria hasil :
a. Teridentifikasinya faktor resiko.
b. Dapat dikuranginya faktor resiko yang ada.
c. Memposisikan yang tepat saat makan / minum.
d. Menyediakan makanan yang sesuai dengan kemampuan menelan.
tus respiratori : kepatenan jalan napas.
tus respiratori : pertukaran gas
tus respiratori : ventilasi
NIC :
Fisioterapi dada :
nentukan kontraindikasi penggunaan fisioterapi dada.
nentukan segmen paru yang perlu didrainase.
mposisikan klien sesuai dengan segmen paru yang akan didrainase.
lakukan fisioterapi dada.
nggunakan nebulizer dan aerosol secara tepat sesuai order.
monitor jumlah dan tipe sputum.
ndorong klien untuk batuk selama dan setelah drainase.
monitor kemampuan klien mentoleransi terapi.
IV.

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. 1999. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care, W.B Sunders
Company.
Brunner& Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC.
Johnson,M., Maas,M., Moorhead,S. 2000. Nursing outcome classification 2 nd edition. USA : Mosby.
McCloskey,J.C., Bulechek,G.M. 1995. Nursing intervention classification 2 nd edition.USA : Mosby
Potter, Patricia A. Perry, Anne G. 1997. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and Practice. St. Louis : Mosby.

Posted by Vivi L. Amelia at Sunday, April 28, 2013

Reactions:
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

You might also like