Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Prihartono Dwimayoga
21100113130117
21100113140071
Clarista Angela
21100113130117
Dyatmico Pambudi
21100113130069
Salomo Dasdo F P
21100113140057
Trisna Jayanti
21100113120005
Gandahusada Jati
21100113130075
Diki Aulia
21100113120001
Perencanaan pondasi
Perencanaan galian
Perencanaan bendungan
: Wn
: Wo
: Ww
: Ws
: WoWs
: WwWs
: Wa
: Wb
Ws
WwWs
Wo
WwWs
Ws
WwWs
n
1n
harga tegangan aksial maksimum yang dapat ditahan oleh benda uji silindris
(dalam hal ini tanah) sebelum mengalami keruntuhan geser. Derajar kepekaan
(St) adalah rasio antara kuat tekan bebas dalam kondisi asli (Undisturbed) dan
dalam kondisi teremas (remolded).
Untuk perbandingan panjang atau diameter (1/D) = 1 kondisi tegangan
triaxial saling bertemu sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan batuan.
Untuk pengujian digunakan 2<1 / D<2,5. Displacement contoh batuan axial
(l) dan lateral (D) selama pengujian berlangsung diukur dengan
menggunakan dial gauge atau electric strain gauge. Hasil kuat tekan
dibuat gambar kurva tegangan regangan untuk tiap contoh batuan. Dari
kurva ini dapat ditentukan sifat mekanik batuan yaitu:
Kuat Tekan
= c
Batas elastic
Modulus Young
= E
=E=
Poisson ratio
=v=
l1
1
Modulus Young
Modulus young atau modulus elastistas merupakan faktor penting
dalam mengevaluasi suatu deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang
bervariasi. Nilai modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan
dari satu daerah geologi ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan
dalam hal deformasi batuan dan genesa atau mineral pembentuknya. Modulus
young ini dipengaruhi oleh tipe batuan, porositasm ukuran partikel dan
kandungan air. Modulus elastisitas akan lebih besar nilainya apabila diukur
tegak lurus dengan perlapisan daripada diukur sejajar arah perlapisan
(Jumikis, 1979).
Keterangan : E
tiga
cara
untuk
menentukan
suatu
nilai
dari
modulus
young/elastisitas:
1. Tanget Youngs Modulus
Et
a
Adalah perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada presentase tiap nilai dari kuat tekan.
Diukur pada tingkat tegangan 50% dari nilai kuat tekan uniaxial.
Eav
a
Adalah perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada bagian linear terbesar dari kurva
tegangan atau rata-rata kemiringan kurva.
Es
b. Tekanan Pori
Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari
tentang tekanan pori pada uji triaksial terhadap batuan sandstone. Dapat
disimpulkan bahwa naiknya tekanan pori akan menurunkan kekuatan
batuan.
c.
Temperature
Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat
tekan batuan dan membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7
menunjukkan kurva tegangan diferensial (deviatoric stress, 3-1)
regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500 MPa
dan pada temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur kamar, sifat
batuan adalah brittle, tetapi pada temperatur 800 0C batuan hampir
seluruhnya ductile. Efek temperatur terhadap tegangan diferensial saat
runtuh untuk setiap tipe batuan adalah berbeda. Pada penelitian ini,
pengaruh temperature diabaikan.
d. Laju deformasi
Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan
batuan. Hal ini terbukti dari penelitian-peneliatian terdahulu.Pada tahun
1961, Serdengecti dan Boozer melakukan penelitian tentang pengaruh
kenaikan laju deformasi pada uji triaksial. Dari penelitian mereka pada
batuan limestone dan gabbro solenhofen,
e. Bentuk dan dimensi contoh batuan
Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan
uniaxial bentuk silinder.Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan,
kemungkinan tiap contoh batuan dipengaruhi oleh bidang lemah akan
semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar contoh batuan yang akan
diuji, kekuatan contoh batuan tersebut akan berkurang.
yang
sejajar
terhadap
arah
gaya
tekan
aksial
yang
Dalam suatu uji geser triaksial terdapat tiga tipe standar yang umum
digunakan, yaitu seperti :
1. Consolidated Drained Test (CD Test)
Uji Consolidated Drained (CD) atau terkadang yang dikenal dengan
slow test(memerlukan waktu lama sekitar harian mingguan) merupakan
uji mekanika tanah yang digunakan untuk mengevaluasi tanah long term.
Kondisi long term tanah didefinisikan sebagai saat dimana tegangan air
pori di dalam tanah sudah mencapai nilai nol (sudah tidak ada disipasi
tegangan air pori) baik akibat proses konsolidasi maupun pembebanan
geser (deviatorik). Contohnya ketika saat kita ingin mengevaluasi
stabilitas kandungan tanah (lihat garis putus-putus berwarna hitam)
dnegan ketinggian muka air yang relatif konstan seperti pada gambar
dibawah ini.
dan
Pada uji CD ini baik pada fase kompresi maupun pada fase
deviatorik keran akan dibuka sehingga disipasi tegangan air pori dapat
terjadi pada benda uji. Kembali ke contoh kasus bendungan diatas, pada
kondisi long term, bagian inti dari bendungan tanah yang merupakan
lempung telah mendisipasi seluruh tegangan air pori-nya, atau dengan
kata lain tegangan air porinya sudah nol.
Ini artinya, selama uji CD, kita hanya akan memiliki kurva
tegangan efektif tanah, karena tegangan air pori selalu nol sepanjang uji
(baik pada fase kompresi maupun deviatorik). Sekarang saya akan
jelaskan apa yang terjadi selama masing-masing fase pembebanan pada
uji CD ini.
a. Fase Kompresi
Pada fase kompresi, benda uji diberikan tegangan isotrop
secara bertahap
diinginkan
b. Fase Deviatorik
Pada fase ini pelat dibagian atas dan bawah benda uji akan
menekan benda uji dengan tegangan aksial menghasilkan tegangan
deviatorik pada benda uji. Seperti pada fase sebelumnya keran akan
tetap dibiarkan terbuka sehingga tegangan air pori dapat tetap terjaga
nol untuk mensimulasikan kondisi long term. Disini diperlukan
kecepatan
pembebanan
yang
sangat
rendah
atau
inkremen
pembebanan yang sangat kecil agar tegangan air pori selama fase
deviatorik dapat tetap terjaga nol.Akibat kecepatan pembebanan yang
rendah, maka untuk mendapatkan hasil yang representatif, durasi uji
ini dapat memakan waktu beberapa hari hingga beberapa minggu,
sehingga untuk problem-problem praktis uji ini relatif jarang
digunakan.Pada saat runtuhnya (failure), benda uji akan mendapat
tambahan tegangan aksial sebesar
, pertama-tama benda
juga
dapat
diaplikasikan
untuk
kondisi-kondisi
Gambar 16. Bendungan tanah yang mengalami perubahan m.a.t secara mendadak
dan
uji CU.
Kedua bila yang dicari adalah properti tanah yang telah
terkonsolidasi dan mengalami perubahan tegangan deviatorik secara
mendadak,
maka
properti
tanahnya
dan
juga
dapat
dicari
Pada uji CU, pada fase kompresi keran akan dibuka untuk
memperkenankan terjadi konsolidasi, sedangkan pada fase deviatorik,
keran akan ditutup. Karena keran dibuka pada fase konsolidasi, maka
tegangan air pori akan nol pada fase ini.Bila yang akan dicari adalah
properti tanah terkonsolidasi yang mengalami perubahan tegangan
total
yang
dan
diberikan
tanah
mengalami
mencari
properti longtermtanah
dan
maka
kita
hingga
mencapai
tegangan
kekangan
yang
diinginkan
b. Fase Deviatorik
Beban deviatorik akan diberikan setelah keran ditutup,
sehingga air tidak keluar dari benda uji. Karena keran ditutup, maka
saat tegangan deviatorik diberikan maka akan terjadi perubahan
tegangan air pori didalam benda uji.Bila besarnya perubahan
tegangan air pori
tanah
lempung
dimiliki
dibebani dengan
penerapan
tegangan
sel
tekanan poridengan
tidak
ada
tahanan
geser
hasil
Dalam konsep pengukuran kuat geser langsung yang contohnya dapat kita
lihat dari tanah diketahui terdapat dua gaya yang bekerja, yaitu :
1
Shear Device : peralatan untuk memegang benda uji secara kuat diantara
2 batu berpori sehingga benda uji tersebut tidak berputar saat diberi beban
geser. Alat ini juga memungkinkan untuk dapat dikerjakannya beban
normal terhadap benda uji, dapat dilaksanakan pengukuran perubahan
tebal benda uji, dapat terlaksananya drainase 2 arah serta memungkinkan
pula untuk pelaksanaan perendaman terhadap benda uji. Beban geser
yang sejajar dengan permukaan benda uji juga harus dapat dilaksanakan
pada alat ini. Selain itu memegang benda uji harus cukup kuat sehingga
tidak ada pembenturan saat dilaksanakannya beban geser pada benda uji.
kestabilan lereng, daya dukung tanah fondasi, dan lain sebagainya. Nilai
kekuatan geser ini dirumuskan oleh Coulomb dan Mohr dalam persamaan
berikut ini:
S
c + ntanf
Di mana :
S =
C =
kohesi [kg/cm2]
n =
f =
Limit
adalah
perhitungan
dasar
dari
tanah
butir
halus.Pengujian ini menjelaskan sifat konsistensi tanah butir halus pada kadar
air yang bervariasi. Bila kandungan air sangat tinggi, maka campuran tanah
dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh sebab itu atas dasar
kandungan air pada tanah, dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar:
padat, semi padat, plastis dan cair. Atterberg limit test merupakan metode
pengetesan untuk mengetahui sifat konsistensi tanah berbutir halus (lanau atau
lempung) dengan memberikan kadar air yang berbeda pada masing-masing
sample yang akan diuji. Jadi sifat tanah dapat diketahui dengan
membandingkan kadar air yang terkandung pada masing-masing sampel
tanah.
Pada tahun 1913 Albert Mauritz Atterberg (19 Maret 1846 4 April
1916) menyatakan batasan empat kondisi tanah dalam istilah limit.
Pengujian tersebut dilakukan di laboratorium berdasarkan ASTM (American
Standart Testing and Material) sebagai berikut :
Batas cair (LL)
ASTM D-423 c
Batas plastis(PL)
Batas susut
ASTM D-424
ASTM D-427
Pengujian ini dilakukan paling sedikit empat kali pada tanah yang
sama tetapi pada kadar air yang berbeda-beda sehingga jumlah pukulan N,
yang dibutuhkan bervariasi antara 15 dan 35. Kemudian, kadar air yang
bersesuaian dengan N = 25.
Atas dasar hasil analisis dari beberapa uji batas cair, US waterways
Experiment Station Vicksburg, Mississippi (1949) mengajukan suatu
persamaan empiris untuk menentukan batas cair yaitu :
Dimana :
N = Jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk menutup goresan selebar 0,5
in pada dasar
Prosedur pengujian dari uji Atterberg batas cair ini yaitu berupa:
Putar engkol alat casagranda dengan kecepatan 2 ketukan per detik, dan
tinggi jatuh 10mm.
Sama dengan pengujian batas cair, tanah yang digunakan pada penelitian
batas plastis menggunakan tanah lolos saringan No.40 (425m).
Apabila retakan yang terjadi cukup besar, maka perlu penambahan air
pada sampel tanah.
Namun apabila tidak terjadi retakan halus pada tanah yang dipilin, maka
tanah harus dikeringkat terlebih dahulu atau perlu penambahan tanah pada
campuran.
Dimana :
Wc = Kadar air pada pasta tanah
Wo = Berat kering pasta tanah (W2-W)
Prosedur pengujian dari uji Atterberg batas susut ini yaitu berupa:
Kadar air yang dibutuhkan sama dengan atau lebih besar sedikit dari kadar
air batas cair.
Lapisi bagian dalam dari cawan diameter 45mm dan tinggi 12,7mm
dengan vaselin untuk mencegah tanah menempel pada dinding cawan.
Tempatkan contoh tanah di tengah-tengah cawan sebanyak 1/3 bagian
volume cawan dan ketuk-ketuk perlahan-lahan sampai tanah menyentuh
dinding cawan. Isi lagi cawan dengan contoh sebanyak 1/3 bagian dan
ketuk-ketuk kembali. Terakhir cawan diisi kembali sampai melebihi isi
cawan dan ketukan dilanjutkan kembali sampai cawan secara keseluruhan
penuh dan bagian tanah yang mencuat diaratakan dengan mistar baja dan
tanah yang menempel pada tepi cawan dibersihkan.
Biarkan contoh tanah dalam suhu kamar sampai warnanya berubah dari
gelap menjadi lebih terang.
Timbang dan catat berat contoh tanah kering dan cawan dan kemudian
keluarkan tanah dari cawan tersebut.
Ukur volume cawan dengan menuangkan air raksa pada cawan sampai
penuh rata permukaan. Tuang air raksa dalam cawan tersebut kedalam
gelas ukur dan tentukan volume cawan tersebut (V). Volume cawan dapat
ditentukan dengan cara menimbang air raksa ke 0,1 g terdekan dengan
menggunakan rumus V = W/hg dimana W adalah berat air raksa dalam
gram dan hg = 13.5 g/ml kepadatan air raksa, dan V adalah volume
cawan.
Tuang air raksa yang tumpah kedalam gelas ukur yang menunjukkan
volume tanah kering (Vo). Volume tanah kering dapat ditentukan dengan
menimbang air raksa yang tumpah sampai 0,1 gran terdekat dan dihitung
volume dalam ml dengan menggunakan rumus Vo= W/hg, dimana W
adalah berat air raksa yang tumpah.
Dengan test seperti ini, dapat diketahui nilai-nilai dari : kadar air,
penyusutan dan batas susut, faktor susut, perubahan volume, dan susut
linier dengan menggunakan rumus-rumus yang ada.
REFERENSI
Das, B. M. (2001) Principle of Geotechnical Engineering, 5th Edition, PWS
Publishing, Boston, USA
Holtz, R. D. and Kovacs, W. D. An Introduction to Geotechnical Engineering,
Prentice Hall, 1981
JS, Dwiyanto. Power Point Mata Kuliah Mekanika Batuan, Teknik Geologi,
Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/33820/5/1617_chapter_II.pdf(Diakses pada 28 November
2015, pukul 17.14)
http://james-oetomo.com/2013/07/26/uji-triaksial-geser-kilasan-umum/ (Diakses pada
28 November 2015, pukul 15.00)
http://james-oetomo.com/2013/09/15/uji-triaksial-consolidated-undrained/(Diakses
pada 28 November 2015, pukul 15.14)
http://james-oetomo.com/2013/08/08/uji-triaksial-unconsolidated-undrainedunconfined-compression-test/(Diakses pada 28 November 2015, pukul
15.32)
http://james-oetomo.com/2013/08/12/uji-triaksial-consolidated-drained/(Diakses pada
28 November 2015, pukul 16.00)
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124830-R210848-Uji%20triaksialLiteratur.pdf(Diakses pada 28 November 2015, pukul 16.40)