Professional Documents
Culture Documents
1; SLAMET MUGITO
2; SOPIYATUN
3; TAUFIK PAMUKTI
010214A0xx
010214A0xx
010214A077
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma pada jaringan muskuloskeletal dapat melibatkan satu jaringan yang
spesifik seperti ligament, tendon atau satu otot tunggal, walaupun injury pada satu
jaringan tunggal jarang terjadi. Kejadian yang lebih umum adalah beberapa jaringan
mengalami injury dalam suatu insiden traumatik seperti fraktura yang berhubungan
dengan trauma kulit, saraf dan pembuluh darah.
Injury yang kurang alamiah sifatnya melibatkan lebam atau kontusio pada kulit ;
kram (regangan) atau strain pada serabut tendon atau ligament, keseleo (koyak) atau
sprain yang pada beberapa banyak atau semua tendon, ligament bahkan juga tulang dan
sekeliling sendi. Karena keadaan di atas yaitu kram dan keseleo mempunyai tanda
inisial yang mirip (dengan beberapa perbedaan).
Di antara kelainan yang timbul pada banyak organ tubuh manusia akibat
penuaan adalah atrofi, yang berarti organ tersebut menjadi lebih kecil. Atrofi dapat
terjadi pada otot, kerangka tulang, kulit, otak, hati, ginjal sertajantung. Atrofi
disebabkan karena kurang aktif dari organ tersebut, tidak cukup nutrisi, dan kurang
stimulasi hormonal (osteoporosis wanita menopause), dan kehilangan sel. Atrofi pada
otot menimbulkan tungkai mengecil (menjadi lebih kurus), tenag berkurang/menurun.
Atrofi pada hati menurunnya kemampuan untuk mengeliminasi obat-obatan dan
minuman keras (alkohol). Atrofi pada saraf menyebabkan saraf kehilangan serabut
myelin, sehingga kecepatan hantaran saraf berkurang serta refleks menjadi lebih lambat.
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
KONSEP DASAR
FRAKTUR
A; Definisi
-
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai tipe dan luasnya (Sapto Harwono dan Fitri H. Susanto, 2007)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Arief Mansjer, 2006).
B; Etiologi
Sebagian besar patah tulang disebabkan oleh cidera seperti kecelakaan
mobil, olahraga atau karena jatuh. Fraktur terjadi jika tenaga yang melawan tulang
lebih besar dari kekuatan tulang pukulan langsung, kekuatan yang berlawanan,
gerakan pemuntiran tiba-tiba dan kontraktur otot yang berlebih.
Penyebab dari fraktur (Arief Mansjoer, 2006), sebagai berikut:
1; Benturan dan cidera atau trauma (jatuh pada kecelakaan)
2; Kelemahan tulang akibat osteoporosis (pada orang tua), penderita kanker atau
infeksi yang disebut fraktur patologis.
3; Faktor stress/ fatigue fraktur akibat peningkatan drastis latihan pada seorang atlit
atau pada permulaan aktivitas fisik baru sehingga kekuatan otot meningkat
secara lebih dibandingkan kekuatan tulang.
C; Klasifikasi
1. Fraktur komplit/tidak komplit
a; Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui konteks
tulang.
b; Fraktur tidak komplit (incomplit)
Bila garis tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti:
Buckle fraktur (torus fraktur) bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi spongiosa di bawahnya, biasanya pada distal radius anak.
5. Fraktur tertutup/terbuka
a; Fraktur tertutup
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b; Fraktur terbuka
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas tiga derajat (menurut R. Gastillo), yaitu:
Derajat I : Luka kurang dari 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
fraktur sederahana, tranversal oblik.
Kontaminasi minimal
Derajat II: Laserasi kurang 1 cm
Kerusakan jaringan lunak tidak luas
Fraktur kominutif sedang, kontaminasi luas
Derajat III: Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas (kulit, otot
neurovaskuler) dan kontaminasi derajat tinggi.
Terbagi atas:
-
Kehilangan
jaringan
lunak
dengan
fraktur
tulang
yang
terpapar/kontaminasi masif
-
E; Patofisiologi
Fraktur bisa disebabkan karena trauma maupun karena suatu penyakit,
misalnya hipoglikemia dan osteoporosis. Trauma yang terjadi pada tulang dapat
menyebabkan fraktur dan akan mengakibatkan seseorang memiliki keterbatasan
gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan jaringan lunak yang terdapat
disekitar fraktur. Misalnya pembuluh darah, saraf dan otot serta organ lainnya yang
berdekatan dapat dirusak. Pada waktu trauma ataupun karena mencuatnya tulang
yang patah. Apabila kulit sampai robek, menjadikan luka terbuka dan akan
menyebabkan potensial infeksi.
Tulang memiliki banyak pembuluh darah kedalam jaringan lunak atau luka
yang terbuka, luka dan keluarga darah tersebut dapat mempercepat pertumbuhan
bakteri.
Pada osteoporosis secara tidak langsung mengalami penurunan kadar
kalsium dalam tulang, dengan berkurangnya kadar kalsium dalam tulang lamakelamaan menjadi rapuh, sehingga hanya trauma yang minimal saja atau tanpa
trauma sedikitpun akan mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang yang disebut
fraktur.
Tingkatan pertumbuhan tulang.
1; Hepatoma formotion (pembentukan hematom)
Karena pembuluh darah cidera maka terjadi perdarahan pada daerah fraktur dan
ke dalam jaringan di sekitar tulang tersebut. Reaksi peradangan hebat timbul
setelah fraktur, sel-sel darah putih dan sel mast, terakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Darah menumpuk dan mengeratkan
ujung-ujung tulang yang patah dan fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel
mati dimulai.
2; Firbin mesk work (pembentukan fibrin)
Hematoma menjadi terorganisir karena fibroblast masuk lokasi cidera,
membentuk fibrin. Fibrin mesk work (gumpalan fibrin) dan berfungsi sebagai
jala untuk melekatkan sel-sel baru.
3; Invasi osteoblast
Osteoblast masuk ke daerah fibrosis untuk mempertahankan penyambungan
tulang dan merangsang pembentukan tulang baru imatur (callus) pembuluh
darah berkembang mengalirkan nutrisi untuk membentuk collagen, untaian
collagen terus disatukan dengan kalsium.
4; Callus formation (pembentukan kalus)
a; Osteoblast terus membuat jalan untuk membangun tulang
b; Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensitesa tulang baru.
c; Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit calcium.
5; Remodelling
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan akan berubah
membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan callus dan secara perlahan
mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat apabila
hematom fraktur atau callus rusak sebelum tulang sejati terbentuk atau apabila
sel-sel tulang baru rusak selama proses kalsifikasi dan pengerasan (Arief
Mansjoer, 2000).
G. Komplikasi
d; Kekuatan yang dapat terjadi pada sendi dan otot sehingga menimbulkan
aktivitas gerak yang tidak normal.
e; Osteomyelitis dan arthritis yang dapat disebabkan oleh bakteri spesifik
H. Prosedur Diagnostik
1; Pemeriksaan laboratorium
-
2; Pemeriksaan penunjang
-
Pembedahan
fraktur diatas
dan
dibawah SIS
cenderung sebelum
Pemasangan traksi
Pemasangan gips
2; Intervensi farmakologis
Anestesia lokal, analgesic narkotik, relakstan otot diberikan untuk membantu
pasien selama prosedur reduksi tertutup.
J. Asuhan Keperawatan
1; Pengkajian
a; Riwayat keperawatan
-
Nutrisi
b; Pemeriksaan Fisik
-
Kaji seluruh sistem tubuh yang besar, kepala, dada, abdomen inspeksi
perubahan bentuk tulang, lokasi, fraktur, gerakan pasien
Neurosensasi
adanya
kerusakan
(asosiasi
studi
nyeri
Selalu Sering
KadangTidak
Jarang
kadang
pernah
Melaporkan nyeri
Mempengaruhi kondisi tubuh
Frekuensi nyeri
Lamanya episode nyeri
Ekpresi wajah nyeri
Melindungi bagian tubuh yang
nyeri
Menunjukkan tekanan otot
Perubahan RR
Perubahan HR
Perubahan TD
Perubahan ukuran pupil
Bekeringat saat nyeri
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
4
4
4
4
5
5
5
5
NIC :
1; Kaji ulang nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, skala nyeri dan faktor pencetus.
2; Observasi TTV
3; Beri posisi yang nyaman pada klien
4; Observasi respon verbal dan nonverbal tentang ketidaknyamanan.
5; Ajarkan penggunaan kontrol nyeri saat nyeri berlangsung.
6; Berikan penjelasan tentang penyebab nyeri.
7; Laksanakan pemberian terapi analgesic sesuai program dokter.
b; Gangguan pola tidur ybd. posisi
Definisi : keterbatasan waktu tidur (alami, dalam periode singkat yang secara
relatifsadar) meliputi jumlah dan kualitas.
NOC : Kebutuhan tidur klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil :
Indikator
- Jumlah jam tidur cukup
- Observasi jam tidur cukup
- Pola tidur teratur
Tidak
KadangJarang
Sering Selalu
pernah
Kadang
1
2
3
4
5
1
NIC :
1; Kaji ulang pola tidur dan penyebab tak bisa tidur
2; Observasi jumlah jam tidur di RS dan di rumah
3; Anjurkan klien untuk rileks selama memulai aktivitas tidur.
4; Berikan lingkungan yang nyaman agar klien bisa tidur (pencahayaan
remang-remang, kurangi kebisingan)
5; Anjurkan untuk meningkatkan jumlah jam tidur
6; Berikan kenyamanan tidur (meliputi posisi, pendekatan afektive)
7; Monitor adanya kelelahan, stress, dan kesakitan
8; Laksanakan program terapi analgesic sesuai proram dokter.
c; Resiko infeksi ybd. kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan,
prosedur infasif.
Definisi: peningkatan resiko masuknya organisme pathogen.
NOC : Resiko infeksi pada klien dapat diminimalkan setelah dilakukan
kriteria keperawatan
Kriteria Hasil :
pernahTidak
Jarang
Kadangkadang
Selalu
Sering
Indikator
12
12
12
12
12
3
3
3
4
4
4
5
5
5
12
12
3
3
4
4
5
5
NIC :
1; Observasi TTV
2; Observasi tanda dan gejala infeksi baik lokal dan sistematik
3; Jaga balutan luka tetap kering dan bersih
4; Jelaskan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi
5; Anjurkan untuk makan makanan yang tinggi protein
6; Pertahankan teknik aseptik dan minimalkan jumlah penyebab infeksi
7; Inspeksi kulit (meliputi kemerahan, rasa panas, drainase kulit)
8; Laksanakan pemberian terapi antibiotic sesuai program.
d; Intoleransi aktivitas ybd kelemahan dan kelelahan
Definisi: Ketidak cukupan energi secara fisiologis maupun psikologis untuk
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau
aktifitas sehari-hari.
NOC : Aktivitas klien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
3
3
3
3
3
Mandiri
Memerlukan
bantuan orang
2
2
2
2
2
Mandiri dengan
menggunakan
alat
1
1
1
1
1
pengawasan Memerlukan
- Makan
- Mandi
- Toileting
- Berpakaian
- Berhias
NOC :
lain
Indikator
Tergantung
Kriteria Hasil :
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
adanya
kerusakan
(asosiasi
studi
nyeri
Melaporkan nyeri
Mempengaruhi kondisi tubuh
Frekuensi nyeri
Lamanya episode nyeri
Ekpresi wajah nyeri
Melindungi bagian tubuh yang
nyeri
Menunjukkan tekanan otot
Perubahan RR
Perubahan HR
Perubahan TD
Perubahan ukuran pupil
Bekeringat saat nyeri
NIC :
Selalu Sering
KadangTidak
Jarang
kadang
pernah
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
4
4
4
4
5
5
5
5
1
1
1
1
1
1
Mandiri
Mandiri jrg
bantuan
orang lain
Memerluka
n bantuan
orang-lain
Memerluka
pengawasa
n
n
Indikator
Tergantung
Kriteria Hasil :
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
NIC :
1; Observasi tingkat pergerakan klien
2; Bantu klien dalam melakukan pergerakan, latih gerak aktif pasif pada
anggota tubuh klien yang sakit.
3; Anjurkan penggunaan teknik mengontrol nyeri sebelum dan sesudah
memulai latihan.
4; Jadwalkan latihan rutin pada klien.
5; Latih dan observasi penggunaan alat bantu jalan.
6; Kolaborasi dengan fisioterapi untuk latihan pada kaki klien yang sakit.
Jarang
Kadangkadang
Selalu
Sering
Indikator
pernahTidak
Kriteria Hasil :
12
12
12
12
12
3
3
3
4
4
4
5
5
5
12
12
3
3
4
4
5
5
NIC :
1; Observasi TTV
2; Observasi tanda dan gejala infeksi baik lokal dan sistematik
3; Jaga balutan luka tetap kering dan bersih
4; Jelaskan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi
5; Anjurkan untuk makan makanan yang tinggi protein
6; Laksanakan pemberian terapi antibiotic sesuai program.
d; Defisit perawatan diri: mandi toileting ybd. Gangguan muskuloskeletal.
Definisi: gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas higine mandi, dan
toileting secara mandiri.
NOC : Klien mampu melakukan perawatan diri higine mandi toileting secara
mandiri setelah dilakukan tindakan keperawatan
Mandiri
Mandiri dg
bantuan orang
lain
Memerlukan
pengawasan
Perlu bantuan
orang lain
Indikator
Tergantung
Kriteria Hasil :
KONSEP DASAR
DISLOKASI
A. PENGERTIAN
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang
tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena
sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi
macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi,
ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang
dislokasi lagi.
B. KLASIFIKASI DISLOKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,
atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang
dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
tearligament
dan
kapsul
articuler
yang
merupakan
D. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas
sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari
patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3
hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma
jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas
sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi.
Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.
E. Klasifikasi
a. Dislokasi congenital terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
c. Dislokasi traumatic kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan).
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri terasa hebat
2. Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya
3. segan menerima pemeriksaan apa saja
4. Garis gambar lateral bahu dapat rata
5.
kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah
klavikula.
G.
Pemeriksaan Fisik
1. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi.
2. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi.
3. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.
4. Tampak adanya lebam pad dislokasi sendi.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian
anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput
humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap
terhadap mangkuk sendi.
I. KOMPLIKASI
Dini
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3) Fraktur dislokasi
Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu: Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
J. PENATALAKSANAAN
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
2)
3) Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil.
4) Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
5) Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1) Identitas dan keluhan utama
2) Riwayat penyakit lalu
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat masa pertumbuhan
5) Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa
misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyaki
4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk
tubuh.
INTERVENSI
Dx 1
1. Kaji skala nyeri
2. Berikan posisi relaks pada pasien
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
4. Kolaborasi pemberian analgesic
Dx 2
1. Kaji tingkat mobilisasi pasien
2. Berikan latihan ROM
3. Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan
Dx. 3
1. Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
2. Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya.
3. Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien
Dx 4
1. Kaji konsep diri pasien
2. Kembangkan BHSP dengan pasien
3. Bantu pasien mengungkapkan masalahnya
KONSEP DASAR
SPRAIN STRAIN
A. Anatomi Fisiologi
Ligamen adalah jaringan ikat yang berbentuk pita mempertemukan kedua ujung tulang
pada sendi. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.
Beberapa tipe ligamen :
adalah
hubungan
antara
dua
tulang
yang
memungkinkan
pergerakan
(Smeltzer,2002).
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang (Price,1995).
Sendi adalah hubungan atau pertemuan dua buah tulang atau lebih yang memungkinkan
pergerakan satu sama lain maupun yang tidak dapat bergerak satu sama lain (Lukman
Nurna Ningsih dalam askep musculoskeletal hal 5).
B.
Klasifikasi
1.
Menurut permukaannya
a)
Sendi pelana. Sendi ini permukaannya hamper datar yang memungkinkan tulang
saling bergeser
b)
Sendi engsel. Mirip engsel pintu sehingga memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi
c)
Sendi kondiloid. Permukaan sendi berbentuk konveks yang nyata dan bersendi dengan
permukaan yang konkaf, seperti sendi engsel tapi bergerak dengan 2 bidang dan 4 arah
d)
e)
Sendi peluru. Kepala sendi berbentuk bola, pada salah satu tulang cocok dengan lekuk
sendi yang berbentuk seperti soket.
f)
g)
Sendi pasak. Pada sendi ini terdapat pasak dikelilingi cincin ligamentum bertulang.
Sendi pelanan. Berbentuk pelanan kuda, dapat melakukan gerakan yang dapat
memberikan banyak kebebasan untuk bergerak.
2.
a)
Menurut pergerakannya
Sendi fibrus (sinartrosis) adalah sendi yang tidak bergerak sama sekali.
b)
Sendi amfiartrosis adalah suatu sendi pergerakannya sedikit sekali karena komponen
sendi tidak cukup dan permukaan dilapisi oleh bahan yang memungkinkan pergerakan
sendi sedikit.
c)
3.
Artikulasio tibia-fibula proksimal yaitu sendi yang terdapat antara fascies artikularis
kapitulum fibula ossis pada kondilus dengan fascies artikularis fibularis ossis pada
kondilus tibia, ikat sendi ligamentum tibia fibularis proksimal.
b)
Sindesmosis tibia fibularis yaitu persendian fascies artikularis tibia ossis fibulae dan
insisura fibularis ossis tibialis.
c)
Hubungan antara Krista interosea fibula dan trista interosea tibia, terbentang melalui
membrane interrosa kruris yang terbentang dari proksimalis dibawah kolum fibulae ke
distal sampai batas 1/3 distal os tibia dan fibula. Arah serabut membrane unterosa kruris
dari medial atas ostibia kerateral bawah menuju os fibula.
C. Pengertian
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau
memutar.
(Brunner & Suddarth. 2001. KMB. Edisi 8. Vol3.hal 2355. Jakarta:EGC)
Sprain adalah trauma pada ligamentum, struktur fibrosa yang memberikan stabilitas sendi,
akibat tenaga yang diberikan ke sendi dalam bidang abnormal atau tenaga berlebihan
dalam bidang gerakan sendi.
(Sabiston.1994.Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Hal 370. Jakarta:EGC)
Sprain merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen penyangga yang
mengelilingi sebuah sendi.
(Kowalak, Jenifer P. 2011. Patofisiologi. Hal 438. Jakarta:EGC)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sprain adalah cedera struktural
ligamen akibat tenaga yang di berikan ke sendi abnormal, yang juga merupakan keadaan
ruptura total atau parsial pada ligamen.
Pengertian Strain
1.
Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur
D. Klasifikasi
( Marilynn. J & Lee. J. 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Hal 124. Jakarta :
Erlangga)
a. Sprain derajat I (kerusakan minimal)
Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran pembengkakan aktif dan pasif,
menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa adanya kemungkinan instabilitas atau gangguan
fungsi.
b. Sprain derajat II (kerusakan sedang)
Pembengkakan sedang dan memar, sangat nyeri, dengan nyeri tekan yang lebih menyebar
dibandingkan derajat I. Kisaran pergerakan sangat nyeri dan tertahan, sendi mungkin tidak
stabil, dan mungkin menimbulkan gangguan fungsi.
c. Sprain derajat III (kerusakan kompit pada ligamen)
Pembengkakan hebat dan memar, instabilitas stuktural dengan peningkatan kirasan gerak
yang abnormal (akibat putusnya ligamen), nyeri pada kisaran pergerakan pasif mungkin
kurang dibandingkan derajat yang lebihh rendah (serabut saraf sudah benar-benar rusak).
Hilangnya fungsi yang signifikan yang mungkin membutuhkan pembedahan untuk
mengembalikan fungsinya.
E. Etiologi
b.
c.
Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam setelah cedera)
d.
G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kondisi ini meliputi:
a.
Dislokasi berulang akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh dengan sempurna
sehingga diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya (kadang-kadang).
b.
Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum sembuh dan
tarikan tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang ruptur, maka ligamen ini
dapat sembuh dengan bentuk memanjang, yang disertai pembentukan jaringan parut
secara berlebihan).
H. Pemeriksaan Penunjang
1.
Penatalaksanaan medis
1) Imobilisasi
1.
Penggunaan gips
2.
Elastis
2) Farmakologi
1.
Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri. Berikut contoh obat
analgetik :
Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa 1tablet atau 3tablet
perhari,anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,maksimum 1 sampai 3tablet perhari.
Bimastan :
Analsik :
Kandungan : Metampiron 500mg, Diazepam 2mg ; Indikasi : nyeri otot dan sendi ; Kontra
indikasi : hipersensitif ; Efek samping : agranulositosis ; Dosis : sesudah makan (dewasa
3xsehari 1 kaplet, anak 3xsehari 1/2kaplet).
3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat)
4) Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat, pemasangan gips lunak
atau bidai untuk imobilisasi sendi
5)
b.
Penatalaksanaan keperawatan
Elevasi sendi di atas ketinggian jantung selama 48 hingga 72 jam (yang segera
dilakukan sesudah cedera)
3) Penggunaan kruk dan pelatihan cara berjalan (pada keseleo pergelangan kaki)
4)
J. Pencegahan
1.
Saat melakukan aktivitas olahraga memakai peralatan yang sesuai seperti sepatu yang
sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan kaki selama aktivitas.
2.
3.
K. Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1.
Keluhan utama
Riwayat Kesehatan
a.
Provoking (penyebab) :apa yang menimbulkan nyeri (aktivitas, spontan, stress setelah
makan dll)?
Quality (kualitas)
Severity (intensitas)
seperti (mual, muntah, pusing, diaphoresis, pucat, nafas pendek, sesak, tanda vital yang
abnormal dll)?
Timing (waktu)
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma
pada muskuloskeletal lainnya?
c.
1)
3.
a.
Data Biologis
1)
Kebersihan Diri
Data Psikologis
1) Rasa Aman
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan keamanan dan pencegahan pada saat
melaksanakan akitivitas hidup sehari-hari, termasuk faktor lingkungan, faktor sensori,
serta faktor psikososial.
2)
Rasa Nyaman
Data Sosial
1)
Sosial
Melalui komunikasi antar perawat, pasien, dan keluarga dapat dikaji mengenai pola
komunikasi dan interaksi sosial pasien dengan cara mengidentifikasi kemampuan pasien
dalam berkomunikasi.
2)
Prestasi
Kaji kemampuan aktifitas rekreasi dan relaksasi (jenis kegiatan dan frekuensinya)
4)
Belajar
Kaji apakah pasien sudah mengerti tentang penyakitnya dan tindakan pengobatan yang akan
dilakukan. Kaji bagaimana cara klien mempelajari sesuatu yang baru.
d.
Data Spiritual
1)
Ibadah
Kaji bagaimana klien memenuhi kebutuhan spiritualnya sebelum dan ketika sakit.
4.
Pemeriksaan Fisik
a.
Inspeksi :
1)
Kelemahan
2)
Edema
3)
b.
Palpasi :
Mati rasa
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1.
2.
3.
4.
Rencana Tindakan
Rasional
Keperawatan
P,Q,R,S,T
DS :
ketidaknyamanan dan
keefektifan analgesic
seperti di tusuk-tusuk,Memperlihatkan
Bantu pasien
Untuk memperlancar
nyeri pada skala 2 dari 1- kenyamanan yang efektif di pada area yang tertekan
10 dari skala nyeri yang masa lalu seperti distraksi
diberikan
dan relaksasi
terjadinya dekubitus
Menurunkan udema /
kesakitan, pasien
tampak merintih,
lagi
mmHg
mengalihkan perhatian
mmHg.
relaksasi secara
untuk mencapai
kenyamanan.
Dalam pemberian
analgetik impuls nyeri
pasien berkurang
(Nanda NIC NOC hal. 472)
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Rencana Tindakan
Rasional
Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan Kaji derajat
Mengetahui persepsi diri
berhubungan dengan nyeri keperawatan selama imobilisasi yang
/ ketidakmampuan.
DS :
pasien mengatakan
kakinya sulit digerakan
dihasilkan oleh
pasien dapat
cedera / pengobatan
memperlihatkan
dan perhatikan
informasi dalam
mobilitas pergerakan
persepsi pasien
meningkatkan kemajuan
DO :
kriteria hasil :
Instruksikan pasien /
melakukan ROM aktif gerak klien / aktif pada untuk mempertahankan gerak
kesulitan dalam
membolak-balik posisi
perlahan
Menghindari terjadinya
Berjalan dengan
Berikan lingkungan
cedera berulang.
berbaring di tempat tidur. menggunakan langkah- yang aman, misalnya Agar pasien terhindar dari
langkah yang benar
sejauh 2 m.
pegangan tangan,
mempercepat waktu
digerakkan.
(Nanda NIC NOC hal. 642)
Diagnosa
tingkat kebersihan
ketidakmampuan
pasien.
Menjaga kebersihan
aktivitas.
pasien benar-benar
mampu melakukan
mikroorganisme dan
hasil :
kemarin, pasien
menciptakan
mengatakan
rapi.
Ajarkan
kemandirian pasien.
badannya terasa
Pasien mengatakan
pasien/keluarga
penggunaan metode
kusam. Pasien
mengatakan tidak
lagi.
Kolaborasi dengan
melakukan perawatan
dokter dalam
pemberian sabun
menjaga kebersihan
diri.
mampu pergi ke
sebelum mandi,
kamar mandi.
anjurkan mandi
menggunakan air
hangat
dapat mendilatasi
pembuluh darah.
Dx 4 Kurang Pengetahuan
Diagnosa
Keperawatan
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan
Rasional
Untuk mempermudah
cara penyampaian
materi
terhadap tingkat
Mengetahui sebatas
informasi.
penyakitnya dan
DS : pasien mengatakan
mengetahui tentang
tidak mengetahui
program pengobatan
materi
tentang penyakitnya
dan program
Pasien mengatakan
penyerapan informasi
Beri penyuluhan
Meningkatkan
sesuai tingkat
pemahaman dan
terlalu berlebihan
menunjukkan perilaku
instruksiyang di
mengurangi resiko
Kolaborasi dengan
komplikasi
memfasilitasi
kemampuan pasien
mengikuti program
dengan kemampuannya.
terapi.
2.3.4 Implementasi
Sesuai dengan intervensi.
2.3.5 Evaluasi
1.
Dx 1
a.
b.
c.
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 2 dari 1-10 skala nyeri yang diberikan
d.
e.
f.
2.
Dx 2
a.
b.
3.
Dx 3
a.
b.
Pasien mengatakan badannya tidak lengket dan kulit tidak kusam lagi
c.
4.
Dx 4
a.
b.
Pasien tampak tidak menunjukan perilaku yang tidak sesuai atau berlebihan seperti
agitasi lagi, pasien tampak mengukti instruksi yang diberikan secara akurat.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau
memutar (keseleo). Sprain terjadi karena adanya benturan dari benda tumpul atau benda
tajam yang terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek
akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Penyebab terjadinya sprain adalah pemuntiran
mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan ligamen dengan menimbulkan
gerakan sendi di luar kisaran gerak normal.
3.2 Saran
Dengan diberikannya tugas ini penulis dapat lebih memahami dan mengerti tentang
bagaimana penyakit sprain dan dapat melakukan perawatan yang baik dan tepat serta
menegakkan asuhan keperawatan yang baik. Dengan adanya hasil tugas ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai bacaan untuk menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan
dan lebih baik lagi dari sebelumnya.
DATAR PUSTAKA
Smeler, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikat Bedah Brunner Dan Suddarth.
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi VII, Alih Bahasa
Agung Waluyo, et.all. Jakarta: EGC, 2001.
Ed Johnson Marion, Meridean Maas, Sele Moorhead. Nursing Outcomes Classification
(NOC), Second Edition, Mosby, St Louis New York, 1996
Ed Mc Closkey, Joanne C Gloria M.Bulechek, Nursing Interventions Classification
(NIC), Second Edition, Mosby, St Louis New York, 1996
Engram, Berbara,. Recana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, Edisi II, Alih Bahsa
Suharyati Samba, Jakarta: EGC, 1998.
Harnowo, Sapto dan Fitri H. Susanto, Keperawatan Medikal Bedah, Surakarta, Widya
Medika, 2001.
Masnjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I, Jakarta: Media
Aesculapius, 2000.
Nanda, Diagnosis Keperawatan, 2002, Alih Bahasa Mahasiswa FSIK- BFK UGM
Angkatan 2002.
Syamsuhidayat, R dan Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II, Jakarta: EGC,
2005.
www.medicastore.com.(18 Januari 2007/16.00 WIB).