You are on page 1of 36

ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS PADA

KEGAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


FRAKTUR DISLOKASI, SPRAIN STRAIN,
SINDROMA KOMPARTEMEN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok


pada Mata Kuliah Keperawatan Kritis Semester Tiga
Dosen Pengampu : Ns. Sukarno, S.Kep
Disusun Oleh Kelompok 8 :

1; SLAMET MUGITO
2; SOPIYATUN
3; TAUFIK PAMUKTI

010214A0xx
010214A0xx
010214A077

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma pada jaringan muskuloskeletal dapat melibatkan satu jaringan yang
spesifik seperti ligament, tendon atau satu otot tunggal, walaupun injury pada satu
jaringan tunggal jarang terjadi. Kejadian yang lebih umum adalah beberapa jaringan
mengalami injury dalam suatu insiden traumatik seperti fraktura yang berhubungan
dengan trauma kulit, saraf dan pembuluh darah.
Injury yang kurang alamiah sifatnya melibatkan lebam atau kontusio pada kulit ;
kram (regangan) atau strain pada serabut tendon atau ligament, keseleo (koyak) atau
sprain yang pada beberapa banyak atau semua tendon, ligament bahkan juga tulang dan
sekeliling sendi. Karena keadaan di atas yaitu kram dan keseleo mempunyai tanda
inisial yang mirip (dengan beberapa perbedaan).
Di antara kelainan yang timbul pada banyak organ tubuh manusia akibat
penuaan adalah atrofi, yang berarti organ tersebut menjadi lebih kecil. Atrofi dapat
terjadi pada otot, kerangka tulang, kulit, otak, hati, ginjal sertajantung. Atrofi
disebabkan karena kurang aktif dari organ tersebut, tidak cukup nutrisi, dan kurang
stimulasi hormonal (osteoporosis wanita menopause), dan kehilangan sel. Atrofi pada
otot menimbulkan tungkai mengecil (menjadi lebih kurus), tenag berkurang/menurun.
Atrofi pada hati menurunnya kemampuan untuk mengeliminasi obat-obatan dan
minuman keras (alkohol). Atrofi pada saraf menyebabkan saraf kehilangan serabut
myelin, sehingga kecepatan hantaran saraf berkurang serta refleks menjadi lebih lambat.
B. Tujuan Penulisan
1.

Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal : fraktur


dislokasi, sprain strain, sindroma kompartemen
2. Tujuan Khusus
Untuk mengidentifikasi pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, manifestasi
klinis, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan tentang trauma muskuloskeletal :
fraktur dislokasi, sprain strain, sindroma kompartemen.

KONSEP DASAR
FRAKTUR
A; Definisi
-

Fraktur adalah retaknya tulang biasanya disertai dengan cidera di jaringan


sekitarnya

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya (Brunner and Suddarth, 2006).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai tipe dan luasnya (Sapto Harwono dan Fitri H. Susanto, 2007)

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Arief Mansjer, 2006).

B; Etiologi
Sebagian besar patah tulang disebabkan oleh cidera seperti kecelakaan
mobil, olahraga atau karena jatuh. Fraktur terjadi jika tenaga yang melawan tulang
lebih besar dari kekuatan tulang pukulan langsung, kekuatan yang berlawanan,
gerakan pemuntiran tiba-tiba dan kontraktur otot yang berlebih.
Penyebab dari fraktur (Arief Mansjoer, 2006), sebagai berikut:
1; Benturan dan cidera atau trauma (jatuh pada kecelakaan)
2; Kelemahan tulang akibat osteoporosis (pada orang tua), penderita kanker atau
infeksi yang disebut fraktur patologis.
3; Faktor stress/ fatigue fraktur akibat peningkatan drastis latihan pada seorang atlit
atau pada permulaan aktivitas fisik baru sehingga kekuatan otot meningkat
secara lebih dibandingkan kekuatan tulang.
C; Klasifikasi
1. Fraktur komplit/tidak komplit
a; Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui konteks
tulang.
b; Fraktur tidak komplit (incomplit)
Bila garis tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti:

Buckle fraktur (torus fraktur) bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi spongiosa di bawahnya, biasanya pada distal radius anak.

Greenstick fraktur : mengenai satu koreks dengan angulasi korteks


lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.

2. Bentuk garis patah


a; Fraktur tranversal : fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang anak.
b; Fraktur oblique : fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang.
c; Fraktur spiral : patah tulang melingkari tulang (trauma rotasi)
d; Fraktur kompresi : terjadi bila dua tulang menumpuk tulang ketiga yang
berada diantaranya.
e; Fraktur evolusi : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya.
3. Jumlah garis patah
a; Fraktur kominutif: garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b; Fraktur segmental: garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan.
c; Fraktur multiple: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya.
4. Bergeser/tidak bergeser
a; Fraktur undisplaced (tidak bergeser)
Tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal, periosteumnya masih
utuh.
b; Fraktur displaced (bergeser)
Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang disebut juga lokasi
fragmen, terbagi:
-

Dislokasi ad longitudinal cam contraktinum (pergerakan searah sumbu


dan overplapping)

Dislokasi ad exim (pergeseran yang membentuk sudut)

Dislokasi ad latas (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi)

5. Fraktur tertutup/terbuka
a; Fraktur tertutup
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

b; Fraktur terbuka

Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas tiga derajat (menurut R. Gastillo), yaitu:
Derajat I : Luka kurang dari 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
fraktur sederahana, tranversal oblik.
Kontaminasi minimal
Derajat II: Laserasi kurang 1 cm
Kerusakan jaringan lunak tidak luas
Fraktur kominutif sedang, kontaminasi luas
Derajat III: Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas (kulit, otot
neurovaskuler) dan kontaminasi derajat tinggi.
Terbagi atas:
-

Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat


lacerasi luas atau fraktur segmental yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.

Kehilangan

jaringan

lunak

dengan

fraktur

tulang

yang

terpapar/kontaminasi masif
-

Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa


melihat jaringan lunak.

D; Tanda dan gejala (Brunner dan Suddarth, 2005).


a; Nyeri
b; Deformitas tulang (perubahan struktur atau bentuk yang tidak sesuai dengan
anatomisnya)
c; Pemendekan tulang
d; Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e; Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
f; Pergerakan abnormal
g; Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan syaraf, dimana
syaraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
h; Spasme otot karena kontraksi involunter di sekitar fraktur

E; Patofisiologi
Fraktur bisa disebabkan karena trauma maupun karena suatu penyakit,
misalnya hipoglikemia dan osteoporosis. Trauma yang terjadi pada tulang dapat
menyebabkan fraktur dan akan mengakibatkan seseorang memiliki keterbatasan
gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan jaringan lunak yang terdapat
disekitar fraktur. Misalnya pembuluh darah, saraf dan otot serta organ lainnya yang
berdekatan dapat dirusak. Pada waktu trauma ataupun karena mencuatnya tulang
yang patah. Apabila kulit sampai robek, menjadikan luka terbuka dan akan
menyebabkan potensial infeksi.
Tulang memiliki banyak pembuluh darah kedalam jaringan lunak atau luka
yang terbuka, luka dan keluarga darah tersebut dapat mempercepat pertumbuhan
bakteri.
Pada osteoporosis secara tidak langsung mengalami penurunan kadar
kalsium dalam tulang, dengan berkurangnya kadar kalsium dalam tulang lamakelamaan menjadi rapuh, sehingga hanya trauma yang minimal saja atau tanpa
trauma sedikitpun akan mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang yang disebut
fraktur.
Tingkatan pertumbuhan tulang.
1; Hepatoma formotion (pembentukan hematom)
Karena pembuluh darah cidera maka terjadi perdarahan pada daerah fraktur dan
ke dalam jaringan di sekitar tulang tersebut. Reaksi peradangan hebat timbul
setelah fraktur, sel-sel darah putih dan sel mast, terakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Darah menumpuk dan mengeratkan
ujung-ujung tulang yang patah dan fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel
mati dimulai.
2; Firbin mesk work (pembentukan fibrin)
Hematoma menjadi terorganisir karena fibroblast masuk lokasi cidera,
membentuk fibrin. Fibrin mesk work (gumpalan fibrin) dan berfungsi sebagai
jala untuk melekatkan sel-sel baru.

3; Invasi osteoblast
Osteoblast masuk ke daerah fibrosis untuk mempertahankan penyambungan
tulang dan merangsang pembentukan tulang baru imatur (callus) pembuluh
darah berkembang mengalirkan nutrisi untuk membentuk collagen, untaian
collagen terus disatukan dengan kalsium.
4; Callus formation (pembentukan kalus)
a; Osteoblast terus membuat jalan untuk membangun tulang
b; Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensitesa tulang baru.
c; Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit calcium.
5; Remodelling
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan akan berubah
membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan callus dan secara perlahan
mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat apabila
hematom fraktur atau callus rusak sebelum tulang sejati terbentuk atau apabila
sel-sel tulang baru rusak selama proses kalsifikasi dan pengerasan (Arief
Mansjoer, 2000).

G. Komplikasi

1; Komplikasi akibat fraktur


a; Sindroma kompartemen
Penyebab dari sindroma kompartemen adalah:
-

Penurunan ukuran kompartemen otot karena fascia yang membungkus


otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat.

Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan


sehubungan dengan berbagai masalah (misal: iskemia, cidera remuk)

Sindrom ini biasanya menyerang pada tulang panjang, kehilangan fungsi


permanen dapat terjadi bila keadaan ini berlangsung lebih dari enam sampai
delapan jam dan terjadi iskemia dan neurosis mioneura (otot dan saraf)
b; Emboli lemak
Pada saat fraktur globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena ketekolamin
yang dilepaskan oleh reaksi stress pasien memobilisasikan asam lemak
dalam darah. Globula lemak akan bergantung dengan trombosit membentuk
emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil. Gambaran
khasnya berupa hiperpireksia, tachipnea, rachicardi, pireksia.
c; Tromboembolic clompication
Terjadi pada individu yang mobil pada waktu lama.
d; Infeksi
Paling sering pada fraktur terbuka dan dapat disebabkan melalui logam
bidai.
e; Cedera vaskuler dan syaraf
Kedua organ ini dapat cidera akibat ujang patahan tulang yang panjang
2; Komplikasi penatalaksanaan fraktur
a; Mal union: tidak sempurnanya penyembuhan tulang akibat kedudukan
tulang atau penatalaksanannya kurang baik.
b; Delayed union: keterlambatan pada proses penyembuhan
c; Non union: dimana proses penyembuhan fragmen-fragmen tulang tidak
menyambung dan diantara fragmen-fragmen tersebut tidak diisi oleh sel-sel
fibrotik.

d; Kekuatan yang dapat terjadi pada sendi dan otot sehingga menimbulkan
aktivitas gerak yang tidak normal.
e; Osteomyelitis dan arthritis yang dapat disebabkan oleh bakteri spesifik
H. Prosedur Diagnostik
1; Pemeriksaan laboratorium
-

Hb, Hct sedikit rendah disebabkan perdarahan

LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak sangat luas

Peningkatan jumlah leukosit adalah respon stress normal setelah trauma.

2; Pemeriksaan penunjang
-

Sinar X untuk melihat gambaran fraktur diformitas

CT scan memperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur

Venogram menggambarkan arus vaskularisasi

Radiograf untuk menentukan integritas tulang

Antroskopi untuk mendeteksi keterlibatan sendi

Angiografi bila dikaitkan dengan cidera pembuluh darah

I. Penatalaksanaan (Barbara Engram, 2008)


Fraktur biasanya menyertai trauma, untuk itu penting melakukan pemeriksaan
airway, breathing, circulation, tanda-tanda syok.
1; Intervensi terapeutik
Penatalaksanaan kedaruratan meliputi
-

Pembedahan

fraktur diatas

dan

dibawah SIS

cenderung sebelum

memindahkan pasien. Pembebatan/pembidaian mencegah nyeri dan luka


yang lebih jauh dan mengurangi komplikasi.
-

Memberikan kompres dingin untuk mencegah perdarahan, edema dan nyeri.

Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema dan nyeri

Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan.

Pemasangan traksi

Pemasangan gips

2; Intervensi farmakologis
Anestesia lokal, analgesic narkotik, relakstan otot diberikan untuk membantu
pasien selama prosedur reduksi tertutup.

J. Asuhan Keperawatan
1; Pengkajian
a; Riwayat keperawatan
-

Tentukan data biografi riwayat terjadinya trauma, jenis trauma berat /


ringan trauma

Obat yang sering digunakan

Kebiasaan minum-minuman keras

Nutrisi

Hobby atau pekerjaan

b; Pemeriksaan Fisik
-

Kaji seluruh sistem tubuh yang besar, kepala, dada, abdomen inspeksi
perubahan bentuk tulang, lokasi, fraktur, gerakan pasien

Integritas kulit (lacerasi kulit, keutuhan, perubahan warna, perdarahan,


pembengkakan lokal)

Nyeri berat dan tiba-tiba saat cidera, spasme (kram otot)

Neurosensasi

2; Diagnosa keperawatan pre operasi


a; Nyeri akut b.d agen injury fisik
Definisi:

Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional


yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan

adanya

kerusakan

(asosiasi

studi

nyeri

internasional) serangan mendadak atau perlahan dari intensitas


ringan sampai berat yang dapat diantisipasi atau diprediksi durasi
kurang dari 6 bulan.
NOC : Klien mampu mentoleransi level nyerinya setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria Hasil :
Indikator

Selalu Sering

KadangTidak
Jarang
kadang
pernah

Melaporkan nyeri
Mempengaruhi kondisi tubuh
Frekuensi nyeri
Lamanya episode nyeri
Ekpresi wajah nyeri
Melindungi bagian tubuh yang
nyeri
Menunjukkan tekanan otot
Perubahan RR
Perubahan HR
Perubahan TD
Perubahan ukuran pupil
Bekeringat saat nyeri

1
1

2
2

3
3

4
4

5
5

1
1

2
2

3
3

4
4

5
5

1
1
1
1

2
2
2
2

3
3
3
3

4
4
4
4

5
5
5
5

NIC :
1; Kaji ulang nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, skala nyeri dan faktor pencetus.
2; Observasi TTV
3; Beri posisi yang nyaman pada klien
4; Observasi respon verbal dan nonverbal tentang ketidaknyamanan.
5; Ajarkan penggunaan kontrol nyeri saat nyeri berlangsung.
6; Berikan penjelasan tentang penyebab nyeri.
7; Laksanakan pemberian terapi analgesic sesuai program dokter.
b; Gangguan pola tidur ybd. posisi
Definisi : keterbatasan waktu tidur (alami, dalam periode singkat yang secara
relatifsadar) meliputi jumlah dan kualitas.
NOC : Kebutuhan tidur klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil :
Indikator
- Jumlah jam tidur cukup
- Observasi jam tidur cukup
- Pola tidur teratur

Tidak
KadangJarang
Sering Selalu
pernah
Kadang
1
2
3
4
5
1

- Kualitas tidur nyenyak


- Efisiensi waktu tidur
- Tidak mengalami
gangguan tidur
- Menunjukkan tidur yang
rutin
- Perasaan segar setelah
bangun tidur
- Tidur pengganti di siang
hari
- Tidak terjaga beberapa
waktu

NIC :
1; Kaji ulang pola tidur dan penyebab tak bisa tidur
2; Observasi jumlah jam tidur di RS dan di rumah
3; Anjurkan klien untuk rileks selama memulai aktivitas tidur.
4; Berikan lingkungan yang nyaman agar klien bisa tidur (pencahayaan
remang-remang, kurangi kebisingan)
5; Anjurkan untuk meningkatkan jumlah jam tidur
6; Berikan kenyamanan tidur (meliputi posisi, pendekatan afektive)
7; Monitor adanya kelelahan, stress, dan kesakitan
8; Laksanakan program terapi analgesic sesuai proram dokter.
c; Resiko infeksi ybd. kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan,
prosedur infasif.
Definisi: peningkatan resiko masuknya organisme pathogen.
NOC : Resiko infeksi pada klien dapat diminimalkan setelah dilakukan
kriteria keperawatan

Kriteria Hasil :

pernahTidak

Jarang

Menunjukkan bentuk penularan


Menunjukkan faktor penyebab penularan
Menunjukkan penularan
Menunjukkan tanda dan gejala
Menunjukkan peningkatan aktivitas resisten
Menunjukkan infeksi
Menunjukkan infeksi penambahan

Kadangkadang

Selalu
Sering

Indikator

12

12

12
12
12

3
3
3

4
4
4

5
5
5

12
12

3
3

4
4

5
5

NIC :
1; Observasi TTV
2; Observasi tanda dan gejala infeksi baik lokal dan sistematik
3; Jaga balutan luka tetap kering dan bersih
4; Jelaskan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi
5; Anjurkan untuk makan makanan yang tinggi protein
6; Pertahankan teknik aseptik dan minimalkan jumlah penyebab infeksi
7; Inspeksi kulit (meliputi kemerahan, rasa panas, drainase kulit)
8; Laksanakan pemberian terapi antibiotic sesuai program.
d; Intoleransi aktivitas ybd kelemahan dan kelelahan
Definisi: Ketidak cukupan energi secara fisiologis maupun psikologis untuk
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau
aktifitas sehari-hari.
NOC : Aktivitas klien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan

3
3
3
3
3

Mandiri

Memerlukan
bantuan orang
2
2
2
2
2

Mandiri dengan
menggunakan
alat

1
1
1
1
1

pengawasan Memerlukan

- Makan
- Mandi
- Toileting
- Berpakaian
- Berhias
NOC :

lain

Indikator

Tergantung

Kriteria Hasil :

4
4
4
4
4

5
5
5
5
5

1; Kaji ulang kemampuan aktivitas klien dalam memenuhi ADL


2; Observasi kemampuan ADL setiap hari
3; Bantu dalam ADL klien sesuai kemampuan klien, anjurkan untuk
melakukan ADL sendiri
4; Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam pemenuhan ADL
5; Laksanakan program dokter untuk pemberian vitamin
3; Diagnosa keperawatan post operasi
a; Nyeri akut ybd agen injury mekanik
Definisi: Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan

adanya

kerusakan

(asosiasi

studi

nyeri

internasional) serangan mendadak atau perlahan dari intensitas


ringan sampai berat yang dapat diantisipasi atau diprediksi durasi
kurang dari 6 bulan.
NOC : Klien mampu mentoleransi level nyerinya setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria Hasil :
Indikator
-

Melaporkan nyeri
Mempengaruhi kondisi tubuh
Frekuensi nyeri
Lamanya episode nyeri
Ekpresi wajah nyeri
Melindungi bagian tubuh yang
nyeri
Menunjukkan tekanan otot
Perubahan RR
Perubahan HR
Perubahan TD
Perubahan ukuran pupil
Bekeringat saat nyeri

NIC :

Selalu Sering

KadangTidak
Jarang
kadang
pernah

1
1

2
2

3
3

4
4

5
5

1
1

2
2

3
3

4
4

5
5

1
1
1
1

2
2
2
2

3
3
3
3

4
4
4
4

5
5
5
5

1; Kaji ulang nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, skala nyeri dan faktor pencetus.
2; Observasi TTV
3; Beri posisi yang nyaman pada klien
4; Observasi respon verbal dan nonverbal tentang ketidaknyamanan.
5; Ajarkan penggunaan kontrol nyeri saat nyeri berlangsung.
6; Berikan penjelasan tentang penyebab nyeri.
7; Laksanakan pemberian terapi analgesic sesuai program dokter.
b; Kerusakan mobilitas fisik ybd. kerusakan muskuloskelektal
Definisi: keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada
bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas.
NOC : Tingkat mobilitas fisik maksimal setelah dilakukan tindakan
keperawatan.

1
1
1
1
1
1

Mandiri

Keseimbangan saat berdiri


Posisi tubuh saat berdiri
Pergerakan otot
Pergantian posisi
Ambulasi berjalan
Ambulasi penggunaan alat bantu jalan

Mandiri jrg
bantuan
orang lain

Memerluka
n bantuan
orang-lain
Memerluka
pengawasa
n
n

Indikator

Tergantung

Kriteria Hasil :

2
2
2
2
2

3
3
3
3
3

4
4
4
4
4

5
5
5
5
5

NIC :
1; Observasi tingkat pergerakan klien
2; Bantu klien dalam melakukan pergerakan, latih gerak aktif pasif pada
anggota tubuh klien yang sakit.
3; Anjurkan penggunaan teknik mengontrol nyeri sebelum dan sesudah
memulai latihan.
4; Jadwalkan latihan rutin pada klien.
5; Latih dan observasi penggunaan alat bantu jalan.
6; Kolaborasi dengan fisioterapi untuk latihan pada kaki klien yang sakit.

c; Resiko infeksi ybd. kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan,


prosedur invasif.
Definisi: peningkatan resiko masuknya organisme pathogen.
NOC : Resiko infeksi pada klien dapat diminimalkan setelah dilakukan
kriteria keperawatan

Jarang

Menunjukkan bentuk penularan


Menunjukkan faktor penyebab penularan
Menunjukkan penularan
Menunjukkan tanda dan gejala
Menunjukkan peningkatan aktivitas resisten
Menunjukkan infeksi
Menunjukkan infeksi penambahan

Kadangkadang

Selalu
Sering

Indikator

pernahTidak

Kriteria Hasil :

12

12

12
12
12

3
3
3

4
4
4

5
5
5

12
12

3
3

4
4

5
5

NIC :
1; Observasi TTV
2; Observasi tanda dan gejala infeksi baik lokal dan sistematik
3; Jaga balutan luka tetap kering dan bersih
4; Jelaskan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi
5; Anjurkan untuk makan makanan yang tinggi protein
6; Laksanakan pemberian terapi antibiotic sesuai program.
d; Defisit perawatan diri: mandi toileting ybd. Gangguan muskuloskeletal.
Definisi: gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas higine mandi, dan
toileting secara mandiri.
NOC : Klien mampu melakukan perawatan diri higine mandi toileting secara
mandiri setelah dilakukan tindakan keperawatan

Mandiri

Mandiri dg
bantuan orang

lain

Dapat pergi ke kamar mandi sendiri

Memerlukan
pengawasan

Perlu bantuan
orang lain

Indikator

Tergantung

Kriteria Hasil :

Mendapat suplay mandi


1
2
3
4
Memperoleh air
1
2
3
4
Mematikan air
1
2
3
4
Mengatur temperatur air
1
2
3
4
Mengatur aliran air
1
2
3
4
Mandi di bak mandi
1
2
3
4
Menggosok gigi
1
2
3
4
Membasuh muka dan badan
1
2
3
4
Mengeringkan tubuh
1
2
3
4
Dapat pergi ke toilet sendiri
1
2
3
4
dapat melepaskan pakaian sendiri
1
2
3
4
membersihkan alat kelamin sendiri
1
2
3
4
Dapat memakai kembali pakaian 1
2
3
4
dalam sendiri
NIC :
1; Observasi tingkat nyeri yang menyebabkan defisit perawatan diri
2; Observasi ADL higine mandi, teoileting dan kemampuan klien merawat
diri.
3; Bantu perawatan diri klien selama klien belum mampu mandiri.
4; Berikan privasi saat mandi ataupun toileting.
5; Bantu klien menggunakan alat bantu toileting ataupun ke kamar mandi.
6; Ajarkan untuk mencoba melakukan perawatan diri, misal: mengusap
muka, mengeringkan badan, membasuh badan sesuai kemampuan.
7; Anjurkan untuk rutin toileting dengan waktu yang sama.
8; Libatkan keluarga dalam membantu perawatan diri klien.

KONSEP DASAR
DISLOKASI
A. PENGERTIAN
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang
tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena
sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi
macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi,
ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang
dislokasi lagi.
B. KLASIFIKASI DISLOKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,
atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang
dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :


1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya
terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang


disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
C. ETIOLOGI
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada
tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis :
terjadinya

tearligament

dan

kapsul

articuler

yang

merupakan

kompenen vital penghubung tulang

D. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas
sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari
patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3
hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma
jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas

sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi.
Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.
E. Klasifikasi
a. Dislokasi congenital terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
c. Dislokasi traumatic kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan).
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri terasa hebat
2. Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya
3. segan menerima pemeriksaan apa saja
4. Garis gambar lateral bahu dapat rata
5.

kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah

klavikula.
G.

Pemeriksaan Fisik
1. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi.
2. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi.
3. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.
4. Tampak adanya lebam pad dislokasi sendi.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian
anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput
humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap
terhadap mangkuk sendi.
I. KOMPLIKASI

Dini
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3) Fraktur dislokasi
Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu: Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
J. PENATALAKSANAAN
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
2)

Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke


rongga sendi.

3) Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil.
4) Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
5) Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1) Identitas dan keluhan utama
2) Riwayat penyakit lalu
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat masa pertumbuhan
5) Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa
misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyaki
4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk
tubuh.
INTERVENSI
Dx 1
1. Kaji skala nyeri
2. Berikan posisi relaks pada pasien
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
4. Kolaborasi pemberian analgesic
Dx 2
1. Kaji tingkat mobilisasi pasien
2. Berikan latihan ROM
3. Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan
Dx. 3
1. Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
2. Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya.
3. Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien
Dx 4
1. Kaji konsep diri pasien
2. Kembangkan BHSP dengan pasien
3. Bantu pasien mengungkapkan masalahnya
KONSEP DASAR
SPRAIN STRAIN
A. Anatomi Fisiologi
Ligamen adalah jaringan ikat yang berbentuk pita mempertemukan kedua ujung tulang
pada sendi. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.
Beberapa tipe ligamen :

a.Ligamen Tipis Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament


kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan.
b. Ligamen jaringan elastik kuning.Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan
yang membungkus dan memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang
lengan atas.
Ligamen berfungsi untuk menyangga dan menguatkan sendi.
Sendi adalah tempat dua tulang atau lebih yang saling berhubungan, dapat terjadi
pergerakan atau tidak (Drs.H.Syaifuddin,AMK dalam anatomi fisiologi edisi 4 hal 112).
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang
tersebut dapat bergerak satu sama lain (Noer S.,1996).
Sendi

adalah

hubungan

antara

dua

tulang

yang

memungkinkan

pergerakan

(Smeltzer,2002).
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang (Price,1995).
Sendi adalah hubungan atau pertemuan dua buah tulang atau lebih yang memungkinkan
pergerakan satu sama lain maupun yang tidak dapat bergerak satu sama lain (Lukman
Nurna Ningsih dalam askep musculoskeletal hal 5).
B.

Klasifikasi

1.

Menurut permukaannya

a)

Sendi pelana. Sendi ini permukaannya hamper datar yang memungkinkan tulang
saling bergeser

b)

Sendi engsel. Mirip engsel pintu sehingga memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi

c)

Sendi kondiloid. Permukaan sendi berbentuk konveks yang nyata dan bersendi dengan
permukaan yang konkaf, seperti sendi engsel tapi bergerak dengan 2 bidang dan 4 arah

d)

Sendi ellipsoid. Permukaan sendi berbentuk konveks elips

e)

Sendi peluru. Kepala sendi berbentuk bola, pada salah satu tulang cocok dengan lekuk
sendi yang berbentuk seperti soket.

f)
g)

Sendi pasak. Pada sendi ini terdapat pasak dikelilingi cincin ligamentum bertulang.
Sendi pelanan. Berbentuk pelanan kuda, dapat melakukan gerakan yang dapat
memberikan banyak kebebasan untuk bergerak.

2.
a)

Menurut pergerakannya
Sendi fibrus (sinartrosis) adalah sendi yang tidak bergerak sama sekali.

b)

Sendi amfiartrosis adalah suatu sendi pergerakannya sedikit sekali karena komponen
sendi tidak cukup dan permukaan dilapisi oleh bahan yang memungkinkan pergerakan
sendi sedikit.

c)
3.

Sendi diartrosis (sendi synovial) adalah sendi dengan pergerakan bebas.


Menurut tempatnya

Persendian tungkai bawah. Persendian antara tibia dan fibula :


a)

Artikulasio tibia-fibula proksimal yaitu sendi yang terdapat antara fascies artikularis
kapitulum fibula ossis pada kondilus dengan fascies artikularis fibularis ossis pada
kondilus tibia, ikat sendi ligamentum tibia fibularis proksimal.

b)

Sindesmosis tibia fibularis yaitu persendian fascies artikularis tibia ossis fibulae dan
insisura fibularis ossis tibialis.

c)

Hubungan antara Krista interosea fibula dan trista interosea tibia, terbentang melalui
membrane interrosa kruris yang terbentang dari proksimalis dibawah kolum fibulae ke
distal sampai batas 1/3 distal os tibia dan fibula. Arah serabut membrane unterosa kruris
dari medial atas ostibia kerateral bawah menuju os fibula.

C. Pengertian
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau
memutar.
(Brunner & Suddarth. 2001. KMB. Edisi 8. Vol3.hal 2355. Jakarta:EGC)
Sprain adalah trauma pada ligamentum, struktur fibrosa yang memberikan stabilitas sendi,
akibat tenaga yang diberikan ke sendi dalam bidang abnormal atau tenaga berlebihan
dalam bidang gerakan sendi.
(Sabiston.1994.Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Hal 370. Jakarta:EGC)
Sprain merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen penyangga yang
mengelilingi sebuah sendi.
(Kowalak, Jenifer P. 2011. Patofisiologi. Hal 438. Jakarta:EGC)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sprain adalah cedera struktural
ligamen akibat tenaga yang di berikan ke sendi abnormal, yang juga merupakan keadaan
ruptura total atau parsial pada ligamen.
Pengertian Strain

1.

Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan,peregangan berlebihan,atau

stress yang berlebihan.


2.

Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplit dengan perdarahan ke dalam

jaringan.(Smeltzer Suzame, KMB Brunner dan Suddarth)


3.

Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur

muskulotendinous (otot atau tendon).


Strain akut pada struktur muskulotendious terjadi pada persambungan antara otot dan
tendon. Tipe cedera ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada hamstringnya.
Beberapa kali cedera terjadi secara mendadak ketika pelari dalam melangkahi penuh.

D. Klasifikasi
( Marilynn. J & Lee. J. 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Hal 124. Jakarta :
Erlangga)
a. Sprain derajat I (kerusakan minimal)
Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran pembengkakan aktif dan pasif,
menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa adanya kemungkinan instabilitas atau gangguan
fungsi.
b. Sprain derajat II (kerusakan sedang)
Pembengkakan sedang dan memar, sangat nyeri, dengan nyeri tekan yang lebih menyebar
dibandingkan derajat I. Kisaran pergerakan sangat nyeri dan tertahan, sendi mungkin tidak
stabil, dan mungkin menimbulkan gangguan fungsi.
c. Sprain derajat III (kerusakan kompit pada ligamen)
Pembengkakan hebat dan memar, instabilitas stuktural dengan peningkatan kirasan gerak
yang abnormal (akibat putusnya ligamen), nyeri pada kisaran pergerakan pasif mungkin
kurang dibandingkan derajat yang lebihh rendah (serabut saraf sudah benar-benar rusak).
Hilangnya fungsi yang signifikan yang mungkin membutuhkan pembedahan untuk
mengembalikan fungsinya.
E. Etiologi

(Kowalak, Jenifer P. 2011. Patofisiologi. Hal 438. Jakarta:EGC)


Penyebab sprain meliputi :
Tekanan ekternal berlebih : pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada
kekuatan ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi di luar kisaran gerak (RPS) normal
seperti terglincir saat berlari atau melompat sehingga terjadi sprain.
E. Patofisiologi
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang disebut
dengan sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami kerusakan
serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total ligamen akan mengalami robek
dan ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan
membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah edema ; sendi mengalami nyeri dan
gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2
sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkaan dan pendarahan yang terjadi maka
menimbulkan masalah yang disebut dengan sprain.
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala mungkin timbul karena sprain meliputi :
a.

Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)

b.

Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi

c.

Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam setelah cedera)

d.

Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan sekitarnya.

G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kondisi ini meliputi:
a.

Dislokasi berulang akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh dengan sempurna
sehingga diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya (kadang-kadang).

b.

Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum sembuh dan
tarikan tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang ruptur, maka ligamen ini
dapat sembuh dengan bentuk memanjang, yang disertai pembentukan jaringan parut
secara berlebihan).

H. Pemeriksaan Penunjang

1.

Foto rontgen/ radiologi.

yaitu pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu menegakkan diagnosa.


Hasil pemeriksaan di temukan kerusakan pada ligamen dan sendi.
2.

MRI ( Magnetic Resonance Imaging)

Yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang magnet dan gelombang frekuensi


radio, tanpa menggunakan sinar x atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh
gambaran tubuh yang lebih detail.
I. Penatalaksanaan
a.

Penatalaksanaan medis

1) Imobilisasi
1.

Penggunaan gips

2.

Elastis

2) Farmakologi
1.

Analgetik

Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri. Berikut contoh obat
analgetik :
Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa 1tablet atau 3tablet
perhari,anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,maksimum 1 sampai 3tablet perhari.

Bimastan :

Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ; Indikasi : nyeri


persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ;
efeksamping : mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal 500mg lalu
250mg tiap 6jam.

Analsik :

Kandungan : Metampiron 500mg, Diazepam 2mg ; Indikasi : nyeri otot dan sendi ; Kontra
indikasi : hipersensitif ; Efek samping : agranulositosis ; Dosis : sesudah makan (dewasa
3xsehari 1 kaplet, anak 3xsehari 1/2kaplet).
3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat)
4) Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat, pemasangan gips lunak
atau bidai untuk imobilisasi sendi

5)

Pembedahan yang segera dilakukan untuk mempercepat kesembuhan, termasuk


penjahitan kedua ujung potongan ligamen agar keduanya saling merapat (pada sebagia
altet).

b.

Penatalaksanaan keperawatan

1) Imobilisasi sendi yang cedera untuk mempercepat penyembuhan


2)

Elevasi sendi di atas ketinggian jantung selama 48 hingga 72 jam (yang segera
dilakukan sesudah cedera)

3) Penggunaan kruk dan pelatihan cara berjalan (pada keseleo pergelangan kaki)
4)

Kompres es secara intermiten selama 12 hingga 48 jam untuk mengendalikan


pembengkakan (letakkan handuk kecil diantara kantung es dan kulit untuk mencegah
cedera karena hawa dingin).

J. Pencegahan
1.

Saat melakukan aktivitas olahraga memakai peralatan yang sesuai seperti sepatu yang
sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan kaki selama aktivitas.

2.

Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan aktivitas atletik,


serta latihan yang tidak berlebihan.

3.

Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan pemakaian


perlengkapan olahraga yang sesuai.

K. Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1.

Keluhan utama

Keluhan utama adalah nyeri.


2.

Riwayat Kesehatan

a.

Riwayat Penyakit Sekarang

Dikarenakan nyeri merupakan pengalaman interpersonal, perawat harus menanyakannya


secara langsung kepada pasien dengan teknik P, Q, R, S, T.

Provoking (penyebab) :apa yang menimbulkan nyeri (aktivitas, spontan, stress setelah
makan dll)?
Quality (kualitas)

:apakah tumpul, tajam, tertekan, dalam, permukaan dll?

Apakah pernah merasakan nyeri seperti itu sebelumnya?


Region (daerah)

:dimana letak nyeri?

Severity (intensitas)

:jelaskan skala nyeri dan frekuensi, apakah di sertai dengan gejala

seperti (mual, muntah, pusing, diaphoresis, pucat, nafas pendek, sesak, tanda vital yang
abnormal dll)?
Timing (waktu)

: kapan mulai nyeri? Bagaimana lamanya? Tiba-tiba atau bertahap?

Apakah mulai setelah anda makan? Frekuensi?


b. Riwayat Penyakit Dahulu
1)

Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma
pada muskuloskeletal lainnya?

c.
1)
3.

Riwayat Penyakit Keluarga


Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini?
Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

a.

Data Biologis

1)

Gerak dan Aktivitas

Kaji kemampuan aktifitas dan mobilitas kehidupan klien sehari-hari.


2)

Kebersihan Diri

Kaji apakah ada kesulitan dalam memelihara dirinya.


b.

Data Psikologis

1) Rasa Aman
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan keamanan dan pencegahan pada saat
melaksanakan akitivitas hidup sehari-hari, termasuk faktor lingkungan, faktor sensori,
serta faktor psikososial.
2)

Rasa Nyaman

Kaji apakah pasien mengalami mual dan nyeri (PQRST).


c.

Data Sosial

1)

Sosial

Melalui komunikasi antar perawat, pasien, dan keluarga dapat dikaji mengenai pola
komunikasi dan interaksi sosial pasien dengan cara mengidentifikasi kemampuan pasien
dalam berkomunikasi.
2)

Prestasi

Kaji tentang latar belakang pendidikan pasien.


3)

Bermain dan Rekreasi

Kaji kemampuan aktifitas rekreasi dan relaksasi (jenis kegiatan dan frekuensinya)
4)

Belajar

Kaji apakah pasien sudah mengerti tentang penyakitnya dan tindakan pengobatan yang akan
dilakukan. Kaji bagaimana cara klien mempelajari sesuatu yang baru.
d.

Data Spiritual

1)

Ibadah

Kaji bagaimana klien memenuhi kebutuhan spiritualnya sebelum dan ketika sakit.
4.

Pemeriksaan Fisik

a.

Inspeksi :

1)

Kelemahan

2)

Edema

3)

Ketidakstabilan fungsi ligamen

b.

Palpasi :

Mati rasa
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1.

Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, ligamen atau tendon

2.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan

3.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melaksanakan


akitivitas

4.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi


informasi, tidak mengenal sumber informasi.

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Nursing Care Plan Pasien Sprain
NIC NOC hal.530)
Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil

Rencana Tindakan

Rasional

Keperawatan

Nyeri akut berhubungan


Setelah diberikan asuhan

Lakukan pengkajian nyeri Membantu dalam

dengan spasme otot, keperawatan selama

yang komperhensif meliputimengidentifikasi derajat

ligamen atau tendon. x24 jam, diharapkan

P,Q,R,S,T

DS :

nyeri pasien berkurang

pasien mengeluh dengan kiteria hasil :


nyeri, pasien

ketidaknyamanan dan

Tinggikan bagian yang sakit kebutuhan untuk


Lakukan perubahan posisi

keefektifan analgesic

Klien mengatakan nyeri Lakukan kompres dingin/es Menurunkan aliran balik

mengatakan nyerinya berkurang

selama 24-48 jam pertamavena, menurunkan edema

seperti di tusuk-tusuk,Memperlihatkan

dan sesuai indikasi

dan rasa nyeri

Bantu pasien

Untuk memperlancar

pasien mengatakan pengendalian nyeri

nyeri bertambah Mempertahankan tingkat mengidentifikasi tindakan


apabila kakinya
digerakkan.
DO :
pasien tampak

sirkulasi darah khususnya

nyeri pada skala 2 dari 1- kenyamanan yang efektif di pada area yang tertekan
10 dari skala nyeri yang masa lalu seperti distraksi

dan untuk menghindari

diberikan

dan relaksasi

terjadinya dekubitus

Kolaborasi dengan dokter

Menurunkan udema /

Pasien tidak tampak

kesakitan, pasien

kesakitan dan meringis

tampak merintih,

lagi

dalam pemberian analgetik pembentukan hematoma,


menurunkan sensasi nyeri

skala nyeri 4 dari 10 TD = 110/70 120/80

Dengan teknik relaksasi

skala nyeri yang

dan teknik distraksi dapat

mmHg

diberikan, TD= 90/60 Memperlihatkan teknik

mengalihkan perhatian

mmHg.

relaksasi secara

pasien agar tidak terfokus

individual yang efektif

pada nyeri sehingga nyeri

untuk mencapai

bisa dirasakan berkurang

kenyamanan.

Dalam pemberian
analgetik impuls nyeri

Dx 2 Gangguan Mobilitas Fisik

pasien berkurang
(Nanda NIC NOC hal. 472)

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Rencana Tindakan
Rasional
Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan Kaji derajat
Mengetahui persepsi diri
berhubungan dengan nyeri keperawatan selama imobilisasi yang

pasien mengenai keterbatasan

/ ketidakmampuan.
DS :
pasien mengatakan
kakinya sulit digerakan

x24 ajm, diharapkan

dihasilkan oleh

fisk aktual, mendapatkan

pasien dapat

cedera / pengobatan

informasi dan menentukan

memperlihatkan

dan perhatikan

informasi dalam

mobilitas pergerakan

persepsi pasien

meningkatkan kemajuan

DO :

sendi dan otot dengan terhadap immobilisasi kesehatan pasien


pasien tampak

kriteria hasil :

mengalami perubahan cara Pasien mampu

Instruksikan pasien /

Meningkatkan aliran darah

bantu dalam rentang

ke ligamen dan ke tulang

berjalan, pasien tampak

melakukan ROM aktif gerak klien / aktif pada untuk mempertahankan gerak

kesulitan dalam

dan ambulasi dengan

ekstremitas yang sakit sendi

membolak-balik posisi

perlahan

dan yang tidak sakit

Menghindari terjadinya

tubuhnya, pasien tampak

Berjalan dengan

Berikan lingkungan

cedera berulang.

berbaring di tempat tidur. menggunakan langkah- yang aman, misalnya Agar pasien terhindar dari
langkah yang benar

ingin ke kamar mandi kerusakan kembali pada

sejauh 2 m.

ataupun ingin duduk di ekstremitas yang luka.


bantu menggunakan

Penanganan yang tepat dapat

pegangan tangan,

mempercepat waktu

penggunaan alat bantu penyembuhan.


moblilitas atau kursi
roda penyelamat
Ajarkan cara-cara
yang benar dalam
melakukan macammacam mobilisasi
seperti body
mechanic ROM aktif
dan ambulasi
Kolaborasi dengan
fisioterapi dalam
penanganan traksi
yang boleh digerakkan
dan yang belum boleh
Dx 3 Defisit Perawatan Diri

digerakkan.
(Nanda NIC NOC hal. 642)

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan


Rasional
Keperawatan
Defisit perawatan diriSetelah diberikan asuhan
Kaji kebersihan tubuh Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan selama x dan mulut pasien.

tingkat kebersihan

ketidakmampuan

pasien.

24 jam diharapkan pasien Bantu pasien dalam

dalam melaksanakan mampu melakukan

melakukan mandi dan

Menjaga kebersihan

aktivitas.

perawatan diri secara

DS : pasien mengatakan mandiri dengan kriteria

hygiene oral sampai

pasien agar terhindar

pasien benar-benar

dari bakteri dan

mampu melakukan

mikroorganisme dan

belum mandi sejak

hasil :

kemarin, pasien

Pasien tampak bersih dan perawatan diri.

menciptakan

mengatakan

rapi.

Ajarkan

kemandirian pasien.

badannya terasa

Pasien mengatakan

pasien/keluarga

lengket dan kulit

badannya tidak lengket

penggunaan metode

kusam. Pasien

dan kulit tidak kusam

alternatif untuk mandi tentang metode

mengatakan tidak

lagi.

dan hygiene oral.

alternatif untuk mandi

Kolaborasi dengan

dan hygiene oral dan

melakukan perawatan

dokter dalam

melatih pasien dalam

gigi dan mulut.

pemberian sabun

menjaga kebersihan

pasien tampak tidak

kesehatan yang baik

diri.

mampu pergi ke

sebelum mandi,

kamar mandi.

anjurkan mandi

baik untuk kesehata

menggunakan air

mencegah kuman pada

hangat

kulit pasien, air hangat

bisa kekamar mandi. Pasien tampak dapat


DO : pasien tampak
kusam dan kotor,

Agar pasien dan


keluarga mengerti

Pemberian sabun yang

dapat mendilatasi
pembuluh darah.
Dx 4 Kurang Pengetahuan
Diagnosa
Keperawatan
Kurang pengetahuan

(Nanda NIC NOC hal.440)

Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan


Setelah diberikan asuhan

berhubungan dengan

Rasional

Kaji gaya belajar

keperawatan selama x pasien

Untuk mempermudah
cara penyampaian

kurang informasi, salah 24 jam, diharapkan pasien Lakukan penilaian

materi

interpretasi informasi, akan mendapatkan

terhadap tingkat

Mengetahui sebatas

tidak mengenal sumber pengetahuan mengenai

pengetahuan pasien mana pengetahuan yang

informasi.

penyakitnya dan

saat ini dan

DS : pasien mengatakan

mengetahui tentang

pemahaman terhadap sehingga memudahkan

tidak mengetahui

program pengobatan

materi

tentang penyakitnya

dengan kriteria hasil:

Berinteraksi dengan informasi

dan program

Pasien mengatakan

pasien dengan cara

pengobatan yang akan mengerti dan memahami tidak menghakimi


di lakukan.
DO : pasien tampak

tidak diketahui pasien


untuk pemberian
Agar pasien lebih
mengerti dan untuk

tentang penyakitnya dan unutk memfasilitasi mempermudah


program pengobatan yang pembelajaran

penyerapan informasi

menunjukkan perilaku akan di lakukan.

Beri penyuluhan

Meningkatkan

yang tidak sesuai atau Pasien tampak tidak

sesuai tingkat

pemahaman dan

terlalu berlebihan

pemahaman pasien, meningkatkan kerja

menunjukkan perilaku

seperti agitasi, pasien yang tidak sesuai atau

ulangi informasi bila sama dalam

tampak tidak mengikutiberlebihan seperti agitasi diperlukan.

penyembuhan atau dan

instruksiyang di

mengurangi resiko

lagi, pasien tampak

Kolaborasi dengan

berikan secara akurat. mengikuti instruksi yang dokter untuk


diberikan secara akurat.

komplikasi

memfasilitasi

Pasien dapat mengikuti

kemampuan pasien

program terapi sesuai

mengikuti program

dengan kemampuannya.

terapi.

2.3.4 Implementasi
Sesuai dengan intervensi.
2.3.5 Evaluasi
1.

Dx 1

a.

Pasien mengatakan nyeri berkurang

b.

Memperlihatkan pengendalian nyeri

c.

Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 2 dari 1-10 skala nyeri yang diberikan

d.

Pasien tidak tampak kesakitan dan meringis lagi

e.

TD = 110/70 120/80 mmHg

f.

Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai


kenyamanan.

2.

Dx 2

a.

Pasien mampu melakukan ROM aktif dan ambulasi dengan perlahan

b.

Berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar sejauh 2 m.

3.

Dx 3

a.

Pasien tampak bersih dan rapi

b.

Pasien mengatakan badannya tidak lengket dan kulit tidak kusam lagi

c.

Pasien tampak dapat melakukan perawatan gigi dan mulut.

4.

Dx 4

a.

Pasien mengatakan mengerti dan memahami tentang penyakitnya dan program


pengobatan yang akan dilakukan

b.

Pasien tampak tidak menunjukan perilaku yang tidak sesuai atau berlebihan seperti
agitasi lagi, pasien tampak mengukti instruksi yang diberikan secara akurat.

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau
memutar (keseleo). Sprain terjadi karena adanya benturan dari benda tumpul atau benda
tajam yang terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek
akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Penyebab terjadinya sprain adalah pemuntiran
mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan ligamen dengan menimbulkan
gerakan sendi di luar kisaran gerak normal.
3.2 Saran
Dengan diberikannya tugas ini penulis dapat lebih memahami dan mengerti tentang
bagaimana penyakit sprain dan dapat melakukan perawatan yang baik dan tepat serta
menegakkan asuhan keperawatan yang baik. Dengan adanya hasil tugas ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai bacaan untuk menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan
dan lebih baik lagi dari sebelumnya.

DATAR PUSTAKA
Smeler, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikat Bedah Brunner Dan Suddarth.
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawtan : diagnosis NANDA,


intrervensi NIC, kiteria hasil NOC. Jakarta : EGC
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buka Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
http://www.scribd.com/doc/106915170/Makalah-Dislokasi-Sprain-Strain

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi VII, Alih Bahasa
Agung Waluyo, et.all. Jakarta: EGC, 2001.
Ed Johnson Marion, Meridean Maas, Sele Moorhead. Nursing Outcomes Classification
(NOC), Second Edition, Mosby, St Louis New York, 1996
Ed Mc Closkey, Joanne C Gloria M.Bulechek, Nursing Interventions Classification
(NIC), Second Edition, Mosby, St Louis New York, 1996
Engram, Berbara,. Recana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, Edisi II, Alih Bahsa
Suharyati Samba, Jakarta: EGC, 1998.
Harnowo, Sapto dan Fitri H. Susanto, Keperawatan Medikal Bedah, Surakarta, Widya
Medika, 2001.
Masnjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I, Jakarta: Media
Aesculapius, 2000.
Nanda, Diagnosis Keperawatan, 2002, Alih Bahasa Mahasiswa FSIK- BFK UGM
Angkatan 2002.
Syamsuhidayat, R dan Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II, Jakarta: EGC,
2005.
www.medicastore.com.(18 Januari 2007/16.00 WIB).

You might also like