You are on page 1of 10

LAPORAN PENDAHULUAN

I.
II.

KASUS (MASALAH UTAMA)


Perilaku Kekerasan
PROSES TERJADINYA MASALAH
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun
orang lain (Yoseph, 2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi
mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang marah bahkan
kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang disekitarnya,
membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan
membakar rumah.
B. PENYEBAB
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis
Psiconalytical Theory : teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instructual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting, pertama insting hidup
yang diekspresikan dengan seksualitas ; dan kedua : insting kematian
yang diekspresikan dengan agresifitas.
b. Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon
yang lain. Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya. Kultur dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan,
adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana
yang diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.

c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis, penelitian neurobiologis mendapatkan
bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus
(yang berada ditengah sistem limbik).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang,
ketika sesorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama
sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Ancaman dapat berupa
internal ataupun eksternal, contoh stressor eksternal : serangan secara
psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna dan adanya kritikan
dari orang lain, sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal
dalam bekerja, merasa kehilangan seseoranga yang dicintai, dan ketakutan
terhadap penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut pandang perawatklien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi
dua yaitu :
a) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang
percaya diri.
b) Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga,
konflik interaksi social.
C. RENTANG RESPON

Keterangan :
1. Perilaku asertif yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa
menyalahkan atau meyakiti orang lain, hal ini dapat menimbulkan
kelegaan pada individu
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.

3. Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk engungkapkan


perasaan marah yang sekarang dialami, dilakukan dengan tujuan
menghindari suatu tuntunan nyata.
4. Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan
/ panik. Agresif memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk,
mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa
niat melukai. Umumnya klien dapat mengontrol perilaku untuk tidak
melukai orang lain.
5. Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman, melukai pada tingkat ringan sampa pada yang
paling berat. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
D. TANDA DAN GEJALA
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual
E. AKIBAT DARI PERILAKU KEKERASAN
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

III.

A. POHON MASALAH
Risiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan / amuk
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Koping individu tidak efektif
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan perilaku
kekerasan, yaitu :
1. Perilaku kekerasan
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
8. koping keluarga inefektif
sedangkan data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku
kekerasan adalah :
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif :
a. Mata merah, wajah agak merah.
b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d. Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
a. Mata merah, wajah agak merah.
b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d. Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
a. Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
a. Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
IV.
V.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa : Perilaku Kekerasan
a. Tujuan Umum
Klien tidak melakukan tindakan kekerasan baik kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
b. Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi :
Klien mau membalas salam
Klien mau berjabat tangan
Kllien mau menyebut nama
Klien mau tersenyum
Klien ada kontak mata
Klien mau mengetahui nama perawat
Klien mau menyediakan waktu untuk perawat
Intervensi Keperawatan :
Beri salam dan panggil nama klien

Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan


Jelaskan maksud hubungan interaksi
Jelaskan kontrak yang akan dibuat
Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
Lakukan kontak singkat tetapi sering
Rasionalisasi :
Hubungan
saling percaya merupakan dasar untuk hubungan
selanjutnya.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi :
Klien mengungkapkan perasaannya
Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/ kesal
( diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
Intervensi keperawatan :
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya
Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/
kesal
Rasionalisasi :
Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu
mengurangi stress dan penyebab marah, jengkel/ kesal dapat diketahui.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi :
Klien dapt mengungkapkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal
Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal yang
dialami
Intervensi keperawatan :
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal marah, jengkel/
kesal.
Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami
klien.
Rasionalisasi :
Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel
Untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel/ kesal
Menarik kesimpulan bersama klien supaya kllien mengetahui secara
garis besar tanda- tanda marah / kesal.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Kriteria evaluasi:
Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
klien.
Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Klien mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah/ tidak

Intervensi Keperawatan:
Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan klien
Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan
Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.
Rasionalisasi:
Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan
dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dengan
destruktif
Dapat membantu klien, dapat menggunakan cara yang dapat
menyelesaikan masalah.
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi:
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi keperawatan:
Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien
Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
Rasionalisasi:
Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang dilakukan.
Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat
mengubah perilaku destruktidf menjadi konstruktif.
Agar klien dapat mempelajari perilaku konstruktif yang lain.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Kriteria evaluasi:
Klien dapat melakukan cara berespon terhdap kemarahan secara
konstruktif.
Intervensi:
Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat.
Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a) Secara fisik: tarik nafas dalam saat kesal, memukul kasur/
bantal, olah raga, melakukan pekerjaan yang penuh tenaga.
b) Secara verbal: katakan pada perawat atau orang lain
c) Secara sosial: latihan asertif, manajemen PK.
d) Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa,/ ibadah
lain

Rasionalisasi:
Dengan mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan dapat membantu klien menemukan cara yang baik
untuk mengurangi kekesalannya sehingga klien tidak stress lagi.
Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan meningkatkan harga
dirinya.
Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain dan sesuai
dengan kemampuan klien.
7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi:
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
a) Fisik: tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman.
b) Verbal: mengatakan langsung denhan tidak menyakiti.
c) Spiritual : sembahyang, berdoa, ibadah lain
Intervensi keperawatan:
Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).
Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara
tersebut.
Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat
marah.
Rasionalisasi:
Memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku
kekerasan secara tepat.
Membantu klien dalam membuat keputusan untuk cara yang telah
dipilihnya dengan melihat manfaatnya.
Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif
Pujian dapat meningkatkan motifasi dan harga diri klien.
Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya jika sedang
kesal.
8. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi:
Keluarga klien dapat:
a) Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan
b) Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien
Intervensi keperawatan:
Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Jelaskan cara-cara merawat klien.
Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan


demonstrasi.
Rasionalisasi:
Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan memungkinkan
keluarga untuk melakukan penilaian terhadap perilaku kekerasan
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien
sehingga keluarga terlibat dalam perawatan klien.
Agar keluarga dapat klien dengan perilaku kekerasannya
Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui demonstrasi
yang dilihat keluarga secara langsung.
Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan demonstrasi.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program pengobatan)
Kriteria evaluasi:
klien dapat menyebutkan obat- obatan yang diminum dan kegunaan
(jenis, waktu, dosis, dan efek)
klien dapat minum obat sesuai program terapi
Intervensi keperawatan:
Jelaskan jenis- jenis obat yang diminum klien (pada klien dan
keluarga)
Diskusikan menfaat minum obat dan kerugian jika berhenti minum
obat tanpa seijin dokter
Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara minum).
Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila merasakan efek
yang tidak menyenangkan.
Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
Rasionalisasi:
klien dan keluarga dapat mengetahui mana-mana obat yang diminum
oleh klien.
Klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat yang dikonsumsi
oleh klien.
Klien dan keluarga dapat mengetahui prinsip benar agartidak terjadi
kesalahan dalam mengkonsumsi obat.
Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan bersedia
minum obat dengan kesadaran sendiri.
Mengetahui efek samping obat sedini mungkin sehingga tindakan
dapat dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.
Reinforcement positif dapat memotivasi keluarga dan klien serta
meningkatkan harga diri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Keliat, B. A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. (Edisi 2). Jakarta: EGC.
2. Stuart & Sudart. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa.(Edisi 5). Alih Bahasa: Ramona
P, Kapoh. Jakarta: EGC.
3. Yoseph, Iyus. 2010. Kepeerawatan Jiwa. (Edisi Revisi). Bandung: Revika Aditama.

You might also like