You are on page 1of 12

MOTIVASI DAN PERSEPSI

I.

MOTIVASI

A. Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan seseorang melakukan suatu
tindakan. Dengan memahami motivasi, kita dapat mengetahui perilaku serta keinginan yang
sesuai dengan budaya setiap individu. Motivasi adalah semua hal verbal, fisik atau psikologis
yang membuat seseorang melakukan sesuatu dengan respon dan juga merupak proses
psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan
yang terjadi pada diri seseorang (Wahjosumidjo, 1987).
Motivasi menurut Herlina, adalah kekuatan, tanaga, keadaan yang komplek, kesiapsediaan
dalam diri individu dalam bergerak (motion) ke arah tujuan tertentu, baik disadari atau pun
tidak disadari. Ada tiga aspek dalam motivasi, yaitu :
1. Keadaan yang mendorong, yang ada dalam organisme, yang muncul karena adanya
kebutuhan tubuh, stimulus lingkungan, atau kejadian mental seperti berpikir dan ingatan
2. Tingkah laku, yang dibangkitkan dan diarahkan oleh keadaan tadi.
3. Tujuan yang menjadi arah dari tingkah laku. Jadi motif membangkitkan tingkah laku dan
mengarahkannya pada tujuan yang sesuai. Selain itu, motivasi merupakan kompleksitas
proses fisik fisiologi yang bersifat energetik (dilandasai dengan adanya energi),
keterangsangan (disulut oleh stimulus), dan keterarahan (tertuju pada sasaran).
Menurut Robert E. Franken (1982), kajian motivasi seringkali dikaitkan dengan teori arousal
(pembangkitan), arahan (direction), dan perilaku yang berlangsung secara terus menerus
(persistence of behavior). Ada dua sumber motivasi, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi
intrinsik (berasal dari dalam diri individu) adalah suatu perilaku yang berhubungan langsung
dengan fungsi perilaku tersebut.
Menurut M. Sherif & C.W. Sherif (1956) motif adalah istilah generik yang meliputi semua
faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh
internal seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungs-fungsi organisme, dorongan dan
keinginan, aspirasi, dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut. Terdapat
dua jenis motif antara lain :
1. Motif Biogenik

Motif yang berasal dari proses fisiologik dalam tubuh yang dasarnya adalah mempertahankan
ekilibrium dalam tubuh sampai batas-batas tertentu yang disebut dengan proses
homeostatsis
1. Motif Sosiogenik
Motif ini timbul karena perkembangan individu dalam tatanan sosialnya dan terbentuk karena
hubungan anatar pribadi, hubungan antar kelompok atau nilai-nilai sosial dan pranatapranata.
B. Beberapa Pendekatan Dasar Motivasi
S.S. Sargent & Williamson (1966) menelusuri berbagai pendekatan dan teori tentang motif
anatara lain :
1. Teori Insting
Teori yang dikembangkan oleh W. James, Mc. Dougall, E.L. Thordike (1920), bahwa
perilaku manusia sangat bervariasi, tergantung dari lingkungan, sehingga tidak dapat
dijelaskan dengan insting secara universal. Insting masih tetap dipakai untuk perilakuperilaku yang jelas diturunkan, tidak dipelajari dan universal bagi mahluk tertentu
2. Konsep Dorongan (drive)
Penyebab perilaku pada ketegangan (tension), ketegangan-ketegangan ini menimbulkan
dorongan untuk berperilaku tertentu sehingga dianggap sebagai perilaku. Umumnya
dorongan menyangkut perilaku yang bersifat biologik dan fisiologik. E. C. Tolman membagi
dorongan dalam dua jenis, yaitu hasrat (appetites) dan pengingkaran (aversion)
3. Teori Libido dan ketidaksadaran dari Sigmund Freud
Teori yang bersumber pada stress internal, yang terdiri atas insting dan dorongan (drive) yang
bekerja dalam alam ketidaksadaran manusia. Semua insting dan dorongan bermuara pada
libido sexualis (dorongan seks) yang sebagian besar tidak dapat dikendalikan oelh orangorang yang bersangkutan (karena bekerja dalam alam ketidaksadaran).
4. Perilaku purposif dan konflik
Pengaruh psikologi Gestalt (keseluruhan) terhadap behaviorisme adalah bahwa orang mulai
lebih mementingkan perilaku molar (keseluruhan, seperti makan dan minum) daripada
perilaku molekular (bagian dari perilaku keseluruhan, seperti mengeluarkan liur dan
menggerakan otot). Edward Chase Tolman mengatakan bahwa perilaku tidak hanya
ditentukan oleh rangsangan dari luar atau stimulus akan tetapi ditentukan oleh organisme atau
orang itu sendiri. Jadi, orang bukan hanya memperhatikan stimulusnya, melainkan memilih
sendiri reaksinya. Dengan demikian, perilaku (molar) selalu bertujuan.
5. Otonomi Fungsional

Konsep yang dikemukakan oleh G.W. Allport (1961) yaitu, motif pada orang dewasa yang
tumbuh dari sistem-sistem yang mendahuluinya, tetapi berfungsi lepas dari sistem-sistem.
Motif ini berfungsi sesuai dengan tujuannya sendiri, terlepas dari motif-motif asalnya.
6. Motif Sentral
Goldstein (1939) mengemukakan akan aktualisasi diri sebagai motif tunggala pada manusia,
menurutnya perilaku didasarkan pada kebutuhan untuk melingdungi diri (self) dan
mengurangi kecemasan sertamencari kemapanan bagi dirinya sendri. A.H. Maslow (1959)
berpendapat bahwa motif aktualisasi diri ditempatkan sebagai motif yang tertinggi di atas
empat motif lain yang tersusun secara hirearkis (motif primer atau motif fisiologik, motif rasa
aman, motif memilki, dan motif harga diri). Teori motif tunggal lainnya di kemukakan oleh
R.W. White (1959) mengatakan bahwa satu-satunya motif manusia adalah motif kompetensi.
Menurutnya, bahwa manusia selalu ingin berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya.

C. Siklus Motivasi
Motivasi memiliki sifat siklus. Pertama, motivasi dibangkitkan, kemudian memicu tingkah
laku yang membawa pada tujuan, dan akhirnya setelah tujuan tercapai, motivasi tadi berakhir.
Proses terjadinya siklus motivasi dapat dilihat di bawah ini:
Tahap pertama, keadaan yang mendorong, yang biasa disebut drive. Istilah drive sering
digunakan saat keadaan motif memiliki dasar biologis atau fisiologis. Drive dipandang
sebagai pendorong seseorang untuk bertindak. Drive dapat muncul bila organisme
kekurangan sesuatu atau memiliki kebutuhan. Drive juga bisa muncl bila ada stimulas dari
lingkungan.
Tahap kedua, tingkah laku, yang ditimbulkan oleh karena adanya Drive. Sebagai contoh rasa
lapar mendorong manusia untuk mencari makanan. Cepat atau lambat, bila tingkah laku itu
berhasil, maka baik kebutuhan maupun drive akan berkurang. Dengan perkataan lain, tingkah
laku pencarian makanan oleh manusia tadi merupakan alat untuk mendapatkan makanan dan
mengurangi dorongan lapar.
Tahap ketiga, tingkah laku manusia diarahkan pada tahap ketiga dari siklus motifasional,
yaitu mencapai tujuan. Contoh siklus motivasi ini adalah pada rasa haus. Kekurangan air
pada tubuh menimbulkan kebutuhan dan dorongan (tahap I), memunculkan tingkah laku
mencari air minum (tahap II), yang merupakan tujuan (tahap III). Minum meredakan
kebutuhan air dalam tubuh sehingga rasa haus terpuaskan, dan siklus motifasional berhenti.
Tetapi dengan segera kebutuhan akan air timbul kembali, maka manusia akan memulai
kembali siklus motifasionalnya.
D. Macam-macam Motivasi
1. Motivasi primer atau motivasi dasar.
Motivasi ini bersifat instrinktif dan tidak dipelajari. Sering disebut sebagai drive atau
dorongan. Motivasi yang tergolong drive, yaitu dorongan fisiologis (kebutuhan organis) dan
dorongan umum (lingkungan).

1. Motivasi Sekunder.
Motivasi ini berkembang dalam diri individu karena pengalaman dan dipelajari. Contoh: rasa
takut yang dipelajari, motif sosial, motif yang ditujukan kepada obyek atau tujuan tertentu di
sekitar individu, maksud dan aspirasi atau cita-cita serta motif berprestasi.

E. Faktor-faktor Motivasi
Wahjosumidjo (1987) menguraikan motivasi sebagai proses batin atau proses psikologis yang
terjadi pada diri seseorang, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor di samping faktor ekstern,
seperti lingkungan kerja, pimpinan dan kepemimpinan, dan sebagainya, juga sangat
ditentukan faktor-faktor intern yang melekat pada setiap orang atau bawahan, seperti
pembawaan, tingkat pendidikan, pengalaman masa lampau, keinginan atau harapan masa
depan. Dalam hubungan ini ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai faktor-faktor
motivasi, yaitu:
1. Motivasi sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerjanya yang meliputi faktor
pimpinan dan bawahan. Dari pihak pemimpin ada berbagai unsur yang sangat berpengaruh
terhadap motivasi seperti :
a. Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya prosedur kerja,
berbagai rencana dan program kerja.
b. Persyaratan kerja yang perlu dipenuhi oleh para bawahan.
c. Tersedianya seperangkat alat-alat dan sarana yang diperlukan di dalam mendukung
pelaksanaan kerja, termasuk di dalamnya bagaimana tempat para bawahan bekerja.
d. Gaya kepemimpinan atasan dalam arti sifat-sifat dan perilaku atasan terhadap bawahan.
Sedangkan dari pihak bawahan meliputi :
a. Kemampuan kerja
b. Semangat atau moral kerja
c. Rasa kebersamaan dalam kehidpuan kelompok
d. Prestasi dan produktivitas kerja
2. Menurut Porter dan Miles, ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada motivasi antara
lain :
a. Ciri-ciri pribadi seseorang (Individual Characteristics)
b. Tingkat dan Jenis Pekerjaan (Job Characteristics)
c. Lingkungan Kerja (Work situation Characteristics)

3. Tekanan psikologis yang tampil ke dalam berbagai variasi : rasa kecemasan, rasa
khawatir, tersinggung, merasa tidak diperhatikan, dana sebagainya.
Motivasi merupakan akibat dari inetraksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya.
Tingkat motivasi yang ditunjukan seseorang akan berbeda dengan orang lain dalam
menghadapi situasi yang sama, bahkan seseorang akan menunjukan dorongan tertentu dalam
menghadapi situasi yang berbeda dan dalam waktu yang berlainan pula. Perbedaan motivasi
yang ada dalam diri seseorang dipengaruhi oleh :
1. Tingkat kematangan
2. Latar belakang kehidupan
3. Usia
4. Keunggulan Fisik, mental, dan Pikiran
5. Sosial Budaya
6. Lingkungan.
F. Kategori Teori Motivasi
1. Teori Keperluan
a. Teori Hierarki Keperluan Maslow
Teori Maslow (Teori Hierarki Keperluan Maslow) sering digunakan untuk meramal
tingkahlaku orang dalam kelompok atau organisasi, dan bagaimana memanipulasi atau
membentuk tingkahlaku tersebut dengan cara memenuhi keperluannya. Ianya bertolak dari
dua andaian dasar yaitu :
1). Manusia selalu mempunyai keperluan untuk berkembang dan maju
2). Manusia selalu berusaha memenuhi keperluan yang lebih pokok terlebih dahulu sebelum
berusaha memenuhi keperluan lainnya, bermaksud keperluan yang lebih asas harus dipenuhi
terlebih dahulu sebelum keperluan tambahan yang lebih tinggi mengendalikan tingkah laku
seseorang.
Yang penting daripada pemikiran Maslow ini adalah keperluan yang telah dipenuhi
(sebahagian atau keseluruhan) akan berhenti daya motivasinya, kemudian motivasinya
berpindah ke upaya untuk memenuhi keperluan lainnya yang lebih tinggi.
Pemahaman tentang adanya hubungan yang erat antara tingkah laku dan keperluan adalah
penting untuk dapat mencipta kepuasan atau mengurangi ketidakpuasan individu anggota
kelompok.
Melalui pengamatan terhadap tingkah laku anggota kelompok dan dikaitkan dengan tingkat
keperluannya, maka dapat dilakukan tindakan tertentu oleh anggota lainnya atau oleh
pimpinan kelompok dalam rangka membentuk sebuah kelompok yang jitu.

b. Teori McClelland
Teori McClelland adalah teori motivasi yang berhubung erat dengan proses belajar.
1). Ia mengemukakan bahawa keperluan individu merupakan sesuatu yang dipelajari dari
lingkungan kebudayaannya.
2). Orang yang tidak pernah melihat dan mendengar tentang television, tidak akan pernah
termotivasi untuk memiliki television.
3). Oleh itu, motivasi yang bersumber dari adanya upaya untuk memenuhi keperluan,
merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan diajarkan.
4). McClelland membahaskan tiga jenis keperluan yaitu :
a). n-Ach (need for achievement), yaitu keperluan individu kepada prestasi
b). n-Aff (need for affiliation), yaitu keperluan individu kepada teman
c). n-Pow (need for power), yaitu keperluan individu kepada kekuasaan.
Tinggi atau rendahnya tingkat keperluan seseorang akan menentukan kuat atau lemahnya
motivasinya untuk mencapai tujuan tersebut.
Mereka yang mempunyai n-Ach tinggi lebih senang menetapkan sendiri tujuan hasil kerja
yang akan dicapai, dengan mengukur kemampuan sendiri, kerja yang efisien serta
bertanggungjawab terhadap penyelesaian masalah yang ada.
2. Teori Proses
a. Teori Pembentukan Matlamat (Goal-setting Theory)
Teori pembentukan maklumat merujuk kepada pengesahan sesuatu matlamat. Setiap orang
mempunyai matlamat dalam hidupnya. Matlamat merupakan sumber motivasi yang penting.
Teori ini memberi kejelasan matlamat dengan lebih khusus yang digariskan oleh pihak
pentadbir dan pembentukan matlamat oleh individu itu sendiri. Contoh : Cikgu Rahmat akan
mengajar lebih tekun supaya akhirnya dia diberi anugerah Guru Cemerlang dan diberi
kenaikan pangkat oleh Pengetua.
b. Teori Jangkaan
Teori jangkaan menumpukan pemilihan kelakuan yang membawa kepada ganjaran atau upah
yang hendak dicita-citakan. Dalam teori ini, individu-individu akan menilai strategi-strategi
tertentu seperti bekerja keras dan berusaha lebih dan akan memilih kelakuan yang diharapkan
mendapat ganjaran seperti kenaikan gaji atau penghargaan yang bernilai bagi individu itu.
Contoh : Apabila seseorang pekerja yang bekerja kuat akan mendapat gaji yang lebih
(melalui komisyen), maka teori ini menjangkakan bahawa pekerja itu akan bekerja keras
untuk mendapatkannya (kelakuan yang bermotivasi).
c. Teori Persamaan (Teori Ekuiti)

Teori Persamaan disebut juga sebagai Teori Ekuiti. Seseorang itu akan membuat
perbandingan diantara input-output kerjanya dengan input-output rakannya. Sekiranya
seseorang itu menganggap ketidakseimbangan atau ketidakadilan wujud di antara ganjaran
atau penghargaan dengan usaha yang dilakukan, maka ia akan cubamengurangkan usahanya.
Antara input kerja yang terlibat ialah usaha, kemahiran, pelajaran dan prestasi yang dibawa
ke dalam kerja. Hasil atau output meliputi gaji, kenaikan pangkat, penghargaan, pencapaian,
dan darajat.
Dengan memahami proses timbulnya motivasi yang terjadi dalam diri individu, kita dapat
memanipulasi tingkahlaku seseorang untuk mencapai tujuan yang kita inginkan.
II. PERSEPSI
A. Pengertian Persepsi
Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi,
mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan
gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara (dalam Arindita, 2002) berpendapat
bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam
hal ini persepsi mecakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (Input), pengorganisasian
stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara
mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Adapun Robbins (2003) mendeskripsikan
persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses di mana individu-individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada
lingkungan mereka.
Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang
memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai
satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan
dalam menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar selalu
melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera
dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar proses
pengamatan itu terjadi, maka diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan
perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan
pengamatan. Persepsi dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang
akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak.
Leavitt (dalam Rosyadi, 2001) membedakan persepsi menjadi dua pandangan, yaitu
pandangan secara sempit dan luas. Pandangan yang sempit mengartikan persepsi sebagai
penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu. Sedangkan pandangan yang luas
mengartikannya sebagai bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
Sebagian besar dari individu menyadari bahwa dunia yang sebagaimana dilihat tidak selalu
sama dengan kenyataan, jadi berbeda dengan pendekatan sempit, tidak hanya sekedar melihat
sesuatu tapi lebih pada pengertiannya terhadap sesuatu tersebut.
Persepsi berarti analisis mengenai cara mengintegrasikan penerapan kita terhadap hal-hal di
sekeliling individu dengan kesan-kesan atau konsep yang sudah ada, dan selanjutnya
mengenali benda tersebut. Untuk memahami hal ini, akan diberikan contoh sebagai berikut:
individu baru pertama kali menjumpai buah yang sebelumnya tidak kita kenali, dan kemudian

ada orang yang memberitahu kita bahwa buah itu namanya mangga. Individu kemudian
mengamati serta menelaah bentuk, rasa, dan lain sebagainya, dari buah itu secara saksama.
Lalu timbul konsep mengenai mangga dalam benak (memori) individu. Pada kesempatan
lainnya, saat menjumpai buah yang sama, maka individu akan menggunakan kesan-kesan dan
konsep yang telah kita miliki untuk mengenali bahwa yang kita lihat itu adalah mangga
(Taniputera, 2005).
Dari definisi persepsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu
proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukanmasukan informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya
untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.
B. Proses Persepsi dan Sifat Persepsi
Alport (dalam Marat, 1991) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang
dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman dan proses
belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang ditangkap panca indera,
sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap objek yang ditangkap
individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya
jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada.
Walgito (dalam Hamka, 2002) menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu yang
terjadi dalam tahap-tahap berikut:
1. Tahap pertama
Merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan
proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.
2. Tahap kedua
Merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya
stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.
3. Tahap ketiga
Merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya
kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.
4. Tahap keempat
Merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, bahwa proses persepsi melalui tiga
tahap, yaitu:
1. Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial melalui alat
indera manusia, yang dalam proses ini mencakup pula pengenalan dan pengumpulan
informasi tentang stimulus yang ada.

2. Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian informasi.
3. Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi lingkungan melalui
proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu.
Menurut Newcomb (dalam Arindita, 2003), ada beberapa sifat yang menyertai proses
persepsi, yaitu:
1. Konstansi (menetap)
Dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku
yang ditampilkan berbeda-beda.
2. Selektif
Persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Dalam arti bahwa banyaknya
informasi dalam waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor dalam
mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya informasi tertentu saja yang
diterima dan diserap.
3. Proses organisasi yang selektif
Beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara
yang berbeda-beda.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Thoha (1993) berpendapat bahwa persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dlam diri individu, misalnya
sikap, kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal
dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik.
Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu
benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang
bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari :
1. Pelaku persepsi (perceiver)
2. Objek atau yang dipersepsikan
3. Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan
Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau gedung, persepsi
terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan orang tersebut. Objek yang
tidak hidup dikenai hukum-hukum alam tetapi tidak mempunyai keyakinan, motif atau
maksud seperti yang ada pada manusia. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan
penjelasan-penjelasan mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu,
persepsi dan penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh
pengandaian-pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu (Robbins, 2003).

Gilmer (dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor atau pemersepsi ketika proses
persepsi terjadi. Dan karena ada beberapa faktor yang bersifat yang bersifat subyektif yang
mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh masing-masing individu akan berbeda satu sama
lain.
Oskamp (dalam Hamka, 2002) membagi empat karakteristik penting dari faktor-faktor
pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi, yaitu:
1. Faktor-faktor ciri dari objek stimulus.
2. Faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat.
3. Faktor-faktor pengaruh kelompok.
4. Faktor-faktor perbedaan latar belakang kultural.
Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional ialah
faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa
lalu, kepribadian,jenis kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural
adalah faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat
berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu.
Menurut David Krech dan Ricard Crutcfield dalam Jalaludin Rahmat(2003:55) membagi
faktor-faktor yang menentukan persepsi dibagi menjadi dua yaitu :
1. Faktor Fungsional
Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan halhal lain yang termasuk apa yang kita sebutsebagai faktor-faktor personal. Faktor fungsional
yang menentukan persepsi adalah obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang
melakukan persepsi.
2. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata darisifat stimulus fisik
terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Faktor-faktor
struktural yang menentukan persepsi menurut teori Gestalt bila kita ingin memahami suatu
peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-faktor yang terpisah tetapi memandangnya dalam
hubungan keseluruhan.Tertarik tidaknya individu untuk memperhatikan stimulus dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu:
a. Faktor eksternal
1). Gerakan, seperti organisme lain, bahwa manusia secara visual tertarik pada obyek-obyek
yang bergerak. Contohnya kita senang melihat huruf dalam display yang bergerak
menampilkan nama barang yang diiklankan.
2). Intensitas stimuli, dimana kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari
stimuli yang lain.

3). Kebaruan (novelty), bahwa hal-hal baru, yang luar biasa, yang berbedaakan lebih
menarik perhatian.
4). Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengansedikit variasi, akan
menarik perhatian. Disini unsur familiarity(yang sudah kita kenal) berpadu dengan unsurunsur novelty (yang baru kita kenal). Perulangan juga mengandung unsur sugesti yang
mempengaruhi bawah sadar kita.
b. Faktor internal
1). Kebiasaan, kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau melihat
masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada
pendapat otoritas.
2). Minat, suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara
situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhannya sendiri.
3). Emosi, sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat mengesampingkan emosi, walaupun
emosi bukan hambatan utama. Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu
tinggi akan mengakibatkan stress, yang menyebabkan sulit berpikir efisien.
4). Keadaan biologis, misalnya keadaan lapar, maka seluruh pikiran didominasi oleh
makanan. Sedangkan bagi orang yang kenyang akan menaruh perhatian pada hal-hal lain.
Kebutuhan biologis menyebabkan persepsi yang berbeda.
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa persepsi dipengaruhi oleh
beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor pemersepsi (perceiver), obyek yang
dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan.
D. Aspek-aspek Persepsi
Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana
komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Marat, 1991) ada tiga yaitu:
1. Komponen kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki
seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu
keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.
2. Komponen Afektif
Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang
berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
3. Komponen Konatif
Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek
sikapnya.

Baron dan Byrne, juga Myers (dalam Gerungan, 1996) menyatakan bahwa sikap itu
mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:
1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana
orang mempersepsi terhadap objek sikap.
2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan
rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif,
sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.
3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang
berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini
menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak
atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Rokeach (Walgito, 2003) memberikan pengertian bahwa dalam persepsi terkandung
komponen kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk
merespons, untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap
merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku.
Dari batasan ini juga dapat dikemukakan bahwa persepsi mengandung komponen kognitif,
komponen afektif, dan juga komponen konatif, yaitu merupakan kesediaan untuk bertindak
atau berperilaku. Sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari
kontelasi ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan
dan berperilaku terhadap obyek sikap. Ketiga komponen itu saling berinterelasi dan konsisten
satu dengan lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal diantara ketiga
komponen tersebut

You might also like