You are on page 1of 17

PROPOSAL

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI


DENGAN KESIAPAN DALAM MENGHADAPI
MENARCHE PADA SISWI DI SDN 04
BIRUGO BUKITTINGGI
TAHUN 2015

LIGA PURNAMA SARI


1104142010209

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
20115

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hurlock (1978), masa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi
dari anak menuju dewasa yang dimulai dari praremaja (11-14 tahun), remaja
awal (14-17 tahun) hingga remaja lanjut ( 17-21 tahun) (Mansur, 2009).
Masa remaja (adolescence) adalah periode peralihan

perkembangan dari

kanak-kanak ke masa dewasa awal, memasuki masa ini sekitar usia 10-12
tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun (Santrock (2007). Masa
remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya berbagai
kesempatan, dan seringkali menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi
(Outlook, 2000).
Menurut WHO Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik,
mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan

dalam

segala

aspek

yang

berhubungan

dengan sistem

reproduksi, fungsi serta prosesnya (Riskesdas, 2010). Wong (2002) Kesehatan


reproduksi berarti juga bahwa setiap individu, pria dan wanita, berhak atas
setiap informasi

terkait

reproduksi, termasuk

mengetahui bagaimana

perkembangan alat reproduksi, kejadian atau tanda yang menunjukkan


perkembangan

reproduksi

hingga

bagaimana

cara

untuk mencapai

kesehatan reproduksi yang optimal dan sempurna.


Setiap individu berhak mencapai kesehatan reproduksi yang sempurna, tak
terkecuali anak-anak. Anak-anak berhak atas terpenuhinya kesehatan
reproduksi dirinya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi harus sudah
mulai diperkenalkan sejak masa kanak-kanak, terutama saat masa sekolah.
Hal ini penting karena perkembangan reproduksi dimulai sejak anak usia

sekolah yang ditandai dengan datangnya masa pubertas (Marhamatunnisa,


2012).
pubertas didefenisikan sebagai periode dimana

seseorang

dikatakan

mampu untuk bereproduksi dan ditandai dengan maturasi organ genital,


perkembangan

karakteristik seks sekunder, pertumbuhan yang cepat,

perubahan psikologis, dan pada perempuan munculnya menarche (Fauziyah,


2012). Menurut Smeltzer (2002) menjelaskan secara

ilmiah, menarche

merupakan proses yang sama dengan menstruasi, yakni proses keluarnya


darah, lendir, dan jaringan endometrium melalui serviks hingga keluar
tubuh melewati vagina akibat ovum tidak dibuahi. Bila sudah rutin atau
dialami lebih dari sekali, istilah menarche berganti dengan menstruasi.
Siklus normal menstruasi berkisar antara 21 sampai 42 hari dengan
rata-rata 28 hari selama tahun-tahun reproduktif (Marhamatunnisa, 2012).
Pada anak perempuan awal pubertas ditandai oleh timbulnya breast
budding atau tunas payudara pada usia kira-kira 10 tahun, kemudian secara
bertahap payudara berkembang menjadi payudara dewasa pada usia 13-14
tahun dan rambut pubis mulai tumbuh pada usia 11-12 tahun dan mencapai
pertumbuhan lengkap pada usia 14 tahun. Menarche terjadi 2 tahun setelah
dimulainya pubertas, menarche terjadi pada fase akhir perkembangan
pubertas yaitu sekitar 12,5 tahun. Setelah menstruasi, tinggi badan anak hanya
akan bertambah sedikit kemudian pertambahan tinggi badan akan berhenti.
Massa lemak pada perempuan meningkat pada tahap akhir pubertas,
mencapai hampir dua kali lipat massa lemak sebelum pubertas (Fauziyah,
2012).
Lee (2009) mengatakan disamping perubahan fisik, psikologis turut
mendapatkan imbasnya atas datangnya menarche. Perubahan

psikologis

yang dirasakan kebanyakan anak saat menarche meliputi perubahan emosi


yang kuat dan sulit dikontrol sehingga anak menjadi mudah marah dan
menangis. Selain itu, anak juga sering merasa akan kehilangan masa
kanak-kanak yang menyenangkan (Marhamatunnisa, 2012).
Surjadi (2001) mengatakan pada saat terjadinya menstruasi pertama, dapat
menjadi saat yang menyusahkan bagi anak perempuan, seringkali diikuti
perasaan yang campur aduk, takut, cemas, serta membingungkan. Umumnya
orang takut melihat darah, apalagi anak-anak. Ketidaktahuannya dapat
menyebabkannya secara keliru, mengkaitkan menstruasi dengan penyakit
atau luka bahkan memandangnya sebagai sesuatu yang memalukan, karena
tidak mendapatkan penjelasan yang benar (Solihah, 2013).
Jones (2005) mengatakan remaja putri sangat membutuhkan informasi
tentang proses menstruasi dan kesehatan selama menstruasi. Remaja putri
umumnya, akan mengalami kesulitan dalam mengahadapi menstruasi yang
pertama kali terjadi jika sebelumnya ia belum pernah mengetahui atau
membicarakan dengan teman sebaya atau ibu mereka. Pada umumnya, gadis
remaja yang masih duduk dibangku sekolah dasar belajar tentang haid dari
ibunya, tetapi tidak semua ibu memberikan informasi yang memadai kepada
putrinya. Sebagian lagi remaja putri enggan membicarakan secara terbuka
kepada siapapun sampai mengalami haid pertama (Leliana, 2010).
Karapanou (2010) mengatakan terdapat beberapa studi yang telah
dilakukan dibanyak negara yang menunjukkan rata-rata umur menarche. Di
Amerika Serikat, rata-rata umur menarche adalah lebih dari 14 tahun sebelum
tahun 1900 dan antara tahun 1988 dan 1994 menurun menjadi 12,43 tahun.
Di

Asia seperti

Hongkong dan Jepang umur rata-rata

perempuan adalah 12,2 dan 12,38 tahun (Siswianti, 2012).

menarche anak

Menurut Batubara (2010) di Indonesia umur termuda menarche pada


remaja putri adalah 9 tahun dan umur tertua menarche pada remaja putri
adalah 18 tahun. Kebanyakan remaja putri

di Indonesia

mengalami

menarche pada umur 12 tahun (31,33%), umur 13 tahun (31,30%) dan


pada umur 14 tahun (18,24%). Umur rata-rata menarche terendah terdapat
di Jogyakarta 12,45 tahun dan tertinggi di Kupang 13,86 tahun (Siswianti,
2012).
Berdasarkan tempat tinggal, umur menarche 6-8 tahun sudah terjadi
sebanyak 0,1 persen anak-anak baik di perkotaan dan perdesaan. Untuk usia
menarche 9-10 tahun, 11-12 tahun, serta 13-14 tahun terjadi lebih banyak
pada anak-anak di perkotaan dibanding perdesaan; sebaliknya pada usia
menarche 15-16 tahun keatas lebih banyak terjadi di perdesaan yang
lebih banyak dibanding perkotaan. Berdasarkan tingkat pendidikan dan
tingkat pengeluaran terlihat kecenderungan persentase umur menarche 1314 tahun cenderung lebih rendah pada tingkat pendidikan/status ekonomi
terendah dibanding tingkat pendidikan/status ekonomi teratas (Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 2010).
Dalam menarche kesiapan sangat penting bagi remaja putri. Kesiapan ini
akan menjadikan remaja putri lebih dapat mengontrol emosinya ketika
mengalami menarche. Terlebih lagi remaja putri yang siap dengan datangnya
menarche akan memperhatikan personal hygienenya. Berbeda dengan remaja
putri yang tidak siap dengan menarche yang akan dialaminya akan acuh tak
acuh karena merasa jijik dengan menarche yang dialaminya, sehingga
mengakibatkan infeksi alat reproduksi. Infeksi ini mempunyai dampak

seumur hidup seperti kemandulan yang konsekuensinya adalah menurunnya


kualitas hidup individu yang bersangkutan. Ketidaksiapan tersebut dapat
mengakibatkan adanya reaksi negatif yang ditunjukkan oleh remaja putri
ketika menghadapi menarche yang ditandai dengan merasa takut, terkejut,
khawatir, bingung, malu dan sering mengeluh dengan menstruasinya
(Fitkarida, 2014).
Aboyeji et al (2005), Muagman (1990), dan Kurniawan (2009)
mengatakan beberapa penelitian lainnya menunjukan bahwa anak memiliki
pengetahuan yang sedikit sehingga tidak memiliki pengetahuan yang baik
tentang menstruasi pertama
bahwa anak

(menarche). Hasil penelitian menunjukan

sama sekali tidak tahu

proses

terjadinya

menstruasi,

darimana darah menstruasi berasal dan frekuensi datangnya menstruasi


(Fajri & Khairani, 2011).
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Nastiti (2009) menunjukan
siswi yang kurangnya pengetahuan dan mengatakan tidak siap (73,3%)
sedangkan siswi yang memiliki pengetahuan cukup dan siap (26,7%).
Dari penelitian tersebut siswi yang kurang pengetahuan tentang menarche
dapat berinisiatif untuk mencari tahu tentang menarche dan dari pihak
pendidikan untuk memberikan penatalaksanaan

tentang

kurangnya

pengetahuan menarche, sehingga dapat menambah kesiapan siswi yang


belum menstruasi

apabila

sudah

mendapatkan pengetahuan

tentang

menarche secara menyeluruh (Oping, 2014).


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Jayanti & Purwanti (2011)
tentang deskripsi faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan anak dalam
menghadapi menarche di SD Negeri 1 Kretek Kecamatan Paguyangan

Kabupaten Brebes Tahun 2011 pada 52 siswi dapat disimpulkan bahwa


Kesiapan anak menghadapi menarche didapat 48 anak (92,30%) anak yang
tidak siap menghadapi menarche, sedangkan 4 anak (7,69%) yang siap dalam
menghadapi menarche. Faktor usia didapat sebanyak 13 anak (25%) berumur
10 tahun, sedangkan 8 anak (15,38%) berumur 13 tahun. Faktor sumber
informasi yang diperoleh anak menyimpulkan bahwa sebagian besar sumber
informasi tentang menarche dari kelompok teman sebaya yaitu sebanyak 27
anak (51,92%), sedangkan dari keluarga yaitu sebanyak 9 anak (17,30%).
Faktor sikap anak tentang menarche didapat bahwa sikap anak tentang
menarche sebanyak 38 anak (73,08%) didapat sikap anak tidak baik,
sedangkan sebanyak 6 anak (11,53%) didapat sikap anak sangat baik. Ini
disebabkan kurangnya pengetahuan anak usia sekolah yang memasuki masa
pubertas tentang menstruasi dan menarche.
Berdasarkan survei awal yang peneliti lakukan pada tanggal 12 Maret
2015 di Sekolah Dasar Negeri 04 Birugo Bukittinggi, didapatkan jumlah
siswi kelas lima dan kelas enam sebanyak 93 orang siswi. Dari hasil
wawancara yang peneliti lakukan terhadap 6 orang siswi yang belum
mengalami menstruasi mengatakan belum tahu mengenai menstruasi. Mereka
mengatakan tidak tahu tanda dan gejala menstruasi. Mereka mengatakan takut
ketika ditanyakan bagaimana perasaannya jika nanti mendapatkan menstruasi
pertama. Mereka juga mengatakan bingung untuk menghadapi menstruasi
pertamanya. Mereka juga menganggap menstruasi sebagai suatu hal yang
merepotkan.
B. Rumusan Masalah
Anak perempuan seharusnya mempunyai pengetahuan tentang menstruasi
sehingga mereka akan siap untuk menghadapi menarche. Pengetahuan

tentang menstruasi ini hendaknya didapat dari orangtua maupun sekolahya.


Kenyataannya, pengetahuan anak perempuan tentang menstruasi masih dapat
dikatakan rendah karena mereka tidak mendapat informasi yang jelas dari
orangtua maupun sekolah. Berdasarkan latar belakang, peneliti bermaksud
melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan
tentang menstruasi dengan kesiapan menghadapi menarche pada siswi di
sekolah dasar negeri 04 birugo bukittinggi tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan
tentang menstruasi dengan kesiapan menghadapi menarche pada siswi
di sekolah dasar negeri 04 birugo bukittinggi tahun 2015.
2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya

distribusi

frekuensi

pengetahuan

menstruasi pada siswi di sekolah dasar negeri

mengenai
04 birugo

bukittinggi tahun 2015.


b. Diketahuinya distribusi frekuensi kesiapan dalam menghadapi
menarche siswi di sekolah dasar negeri 04 birugo bukittinggi tahun
2015.
c. Diketahuinya distribusi frekuensi hubungan pengetahuan tentang
menstruasi dengan kesiapan menghadapi menarche pada siswi di
sekolah dasar negeri 04 birugo bukittinggi tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai wahana dalam menerapkan ilmu pengetahuan sehingga dapat
memperluas pengalaman pada bidang penelitian serta meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan terutama yang berkaitan dengan

pengetahuan tentang menstruasi pada siswi serta kesiapan dalam


menghadapi menarche.
2. Bagi Tempat Penelitian (SDN 04 Birugo Bukittinggi)
Sebagai lembaga pendidikan, sekolah juga sangat berperan penting
dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi bagi siswa dan
siswinya selain ilmu pengetahuan formal yang memang wajib
diberikan.
3. Bagi institusi pendidikan
Khususnya program studi ilmu keperawatan stikes yarsi sumbar
bukittinggi sebagai bahan masukan dan sumbangan ilmu bagi
pengembangan

institusi

pendidikan

terutama

dalam

bidang

keperawatan anak tentang pengetahuan menstruasi pada siswi.


4. Bagi Institusi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan
tenaga kesehatan tentang pengetahuan menstruasi dengan kesiapan
menghadapi menarche pada

remaja

meningkatkan strategi dalam upaya

perempuan sehingga

dapat

promotif untuk memberikan

edukasi mengenai kesehatan reproduksi pada remaja perempuan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Masa Remaja
1. Defenisi Masa Remaja
2. Tahapan Masa Remaja
3. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja
4. Perubahan Pada Masa Remaja
B. MENSTRUASI
1. Defenisi Menstruasi
2. Defenisi Menarche
3. Tanda Dan Gejala Menstruasi
4. Siklus Menstruasi
5. Perawatan Kebersihan Diri Saat Menstruasi
C. KESIAPAN MENGHADAPI MENARCHE
1. Defenisi Kesiapan Menghadapi Menarche
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Anak Dalam
Menghadapi Menarche

Pengetahuan tentang

Aspek mengenai kesiapan

menstruasi :
dalam menghadapi menarche
1. Pengertian menstruasi
BAB III
2. Pengertian menarche
terdiri dari:
3. Tanda dan gejala menstuasi
4. SiklusKERANGKA
menstruasi TEORI / KONSEP
1. Aspek pemahaman
5. Perawatan kebersihan diri
2. Aspek penghayatan
A. KERANGKA TEORI
3. Aspek kesediaan
saat menstruasi

Modifikasi Marimbi (2011), Taber (1994), Bobak (2005); Kusmiyati,


Wahyuningsih dan sujiyatni (2010), Yusuf (2002)

B. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya,
antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang
ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Konsep adalah suatu abstraksi yang

dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu,


konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung. Agar dapat diamati
dan dapat diukur, maka konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam
variabel-variabel. Dari variabel itulah konsep dapat diamati dan diukur
(Notoatmodjo, 2010).
Kerangka konsep pada penelitian ini adalah hubungan pengetahuan
tentang menstruasi dengan kesiapan menghadapi menarche pada siswi di
sekolah dasar negeri 04 birugo bukittinggi tahun 2015. Yang menjadi
variabel independen adalah pengetahuan tentang menstruasi dan menjadi
variabel dependen adalah kesiapan siswi dalam menghadapi menarche.
Untuk lebih jelasnya hubungan variabel independen dan variabel dependen
dapat dilihat bagian dibawah ini:
Variabel independen

Variabel dependen

Pengetahuan tentang
menstruasi

Kesiapan dalam menghadapi


menarche

Hipotesa Penelitian
Ha: Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang menstruasi
dengan kesiapan dalam menghadapi menarche pada siswi di Sekolah
Dasar Negeri 04 Birugo Bukittinggi Tahun 2015.
C. DEFENISI OPERASIONAL
Variabel
penelitian

Defenisi
operasional

Cara ukur

Alat ukur

Hasil
ukur

Skala ukur

Pengetahuan

Variabel independen
Segala sesuatu yang wawancara kuesioner

siswi tentang

diketahui siswi

Skor = 0 salah

menstruasi

tentang menstruasi

Ketentuan :

ordinal

Skor = 1 benar

yang meliputi

1. Baik jika benar

pengertian, tanda

>_75%
2. Cukup jika

dan gejala, siklus

benar 56-74 %,
3. Kurang jika

menstruasi,
perawatan

benar < 55%


(Arikunto, 2006)

kebersihan diri saat


menstruasi
Variabel dependen
wawancara kuesioner

Kesiapan dalam Keadaan yang


menghadapi

menunjukkan bahwa

menarche

siswi siap untuk

ordinal

mencapai salah satu


kematangan fisik

Tidak setuju = 0
Setuju = 1
Ketentuan :
1. Siap jika setuju
50%
2. Kurang siap
jika setuju

yaitu datangnya

<50%

menstruasi pertama

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan
pendekatan rancangan cross sectional yang ditujukan untuk mengetahui
hubungan pengetahuan tentang menstruasi dengan kesiapan remaja putri
menghadapi menarche.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 04 Birugo Bukittinggi


Tahun 2015, dimana pengumpulan data dilakukan pada tanggal 12 Maret
2015, dan penelitian ini mulai dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015.
C. Populasi Dan Sampel
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah siswi kelas V dan VI di
Sekolah Dasar Negeri 04 Birugo Bukittinggi Tahun 2015 yang berjumlah
93 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total
sampling dimana sampel yang diambil berdasarkan jumlah dari
keseluruhan populasi yang ada.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Jenis data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat
pengumpulan data yang berupa kuesioner yang diisi dengan cara di
ceklist pada lembar pertanyaan tersebut sesuai dengan pengetahuan
siswi atau hasil pengukuran. Dengan jenis data sebagai berikut :
a. Data Primer
Data diperoleh langsung oleh peneliti dari responden yang dikumpulkan
melalui wawancara dengan menggunakan instrument kuesioner.
Sebelum peneliti mewawancarai responden, peneliti terlebih dahulu
menjelaskan maksud dan tujuannya memperoleh informasi dari
responden. Peneliti juga menjamin kerahasiaan dari informasi yang
diberikan oleh responden.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah diperoleh dari SDN 04
BIRUGO BUKITTINGGI.
2. Cara pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dimulai dari peneliti meminta
surat izin penelitian dari kampus STIKes Yarsi SUMBAR Bukittinggi.

Setelah itu peneliti membawa surat izin penelitian untuk diberikan ke


SDN 04 BIRUGO BUKITTINGGI.
E. Teknik Pengolahan Data
Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan
pengolahan data agar data yang dikumpulkan bersifat jelas. Pengolahan
data dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan data (editing)
Setelah kuisioner diisi oleh responden, maka peneliti memeriksa
kembali apakah semua pertanyaan telah terjawab semua, sudah lengkap,
jelas, relevan dan konsisten.
2. Memberi kode (coding)
Memberikan kode pada setiap data variabel yang telah terkumpul.
Kegunaan dari pengkodean ini adalah untuk mempermudah pada saat
analisis data dan juga mempercepat entry data.
3. Memasukkan data
Memproses data dilakukan dengan cara mengentry data dari kuesioner
ke program komputer.
4. Pembersihan data (cleaning)
Pengecekkan kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan
atau tidak, kesalahan tersebut mungkin terjadi saat mengentry data ke
komputer, jika ada kesalahan diperbaiki kembali.
5. Mengelompokkan data (tabulating)
Jawaban-jawaban yang serupa, dikelompokkan dengan teliti dan teratur,
kemudian dihitung dan dijumlahkan,dimasukkan dalam tabel.
F. Analisa Data
Pengolahan data dilakukan setelah pengecekkan data, koding dan setelah
itu data yang dikumpulkan dipindahkan ke formulir isian komputer dengan
menggunakan program SPSS dan analisa. Analisa data yang digunakan
adalah analisa univariat dan analisa bivariat, karena pada penelitian ini
tidak saja menggambarkan tetapi mencari hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.

1. Analisa univariat
Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
persentase dari tiap variabel. Analisa univariat dilakukan untuk
mengetahui distribusi frekuensi variabel yang diteliti. Analisa
univariat bertujuan untuk menentukan presentase tiap variabel
digunakan rumus:
f
x 100
P= n
%
Keterangan :
P
: Presentase
F
: Frekuensi (jumlah skor seluruh responden)
n
: Jumlah sampel
2. Analisa bivariat
Analisa bivariat dilakukan pada 2 variabel untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Analisa ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara kedua variabel tersebut dengan menggunakan uji
statistik Chi Square dengan tingkat kemaknaan p

0,05. Jika nilai

0,05 berarti ada hubungan bermakna antara variabel independen

dengan variabel dependen. Bila nilai p > 0,05 berarti tidak ada
hubungan bermakna antara variabel independen dengan variabel
dependen.
X2 = (0-E)2
E
Keterangan :
X = Chi square
O = Nilai observasi atau nilai yang di amati
E = Nilai yang diharapkan
= Jumlah

You might also like