You are on page 1of 6

Nama: Risha Meilinda M., S.

Ked
NIM: 04054821517065

1. Angka kejadian dan kematian kanker serviks di seluruh dunia menurut WHO: 1,2
Berdasarkan penelitian epidemiologi yang dilakukan oleh The International Agency
for Research on Cancer (IARC), merupakan bagian dari WHO yang menangani kanker,
kanker serviks merupakan kanker peringkat ke-4 setelah payudara, kolonrektal, dan paruparu, yang paling banyak terjadi pada wanita seluruh dunia dengan 528.000 kasus baru setiap
tahun. Kanker serviks juga merupakan penyebab kematian paling banyak peringkat ke-4
akibat kanker pada wanita seluruh dunia dengan jumlah kematian 266.000 pada tahun 2012.

Angka kejadian dan kematian kanker serviks di Indonesia:2,3


Menurut Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes Kementerian
Kesehatan RI, angka kejadian kanker serviks di Indonesia pada tahun 2013 adalah 98.692
(0,8%). Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I. Yogyakarta
memiliki angka kejadian kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5%. Pada tahun 2012, angka
kejadian kasus baru kanker serviks di Indonesia sekitar 20.928. Kanker serviks menempati
peringkat ke-2 sebagai penyebab kanker pada wanita di Indonesia. Angka kematian akibat

kanker serviks di Indonesia sekitar 9.498. Kanker serviks menmpati peringkat ke-2 sebagai
penyebab kematian akibat kanker di Indonesia.

2. Perbedaan karakteristik tumor jinak dengan tumor ganas:4


Tumor ganas memiliki karakteristik:
- Tumbuh infiltratif, yaitu tumbuh bercabang menyebuk ke dalam jaringan sekitarnya,
menyerupai jari kepiting. Oleh karena itu, tumor ganas biasanya sukar digerakkan dari
dasarnya.
- Residif, yaitu tumor ganas sering tumbuh kembali setelah pengobatan dengan penyinaran
disebabkan adanya sel tumor yang tertinggal, kemudian tumbuh dan membesar membentuk
tumor di tempat yang sama.
- Metastase, yaitu tumor ganas sanggup mengadakan anak sebar di tempat lain melalui
peredaran darah dan cairan getah bening.
- Tumbuhnya cepat, yaitu tumor ganas cepat membesar dan mikroskopis ditemukan mitosis
normal (bipolar) maupun abnormal (atipik). Pada tumor ganas terjadi pembelahan multipel
pada saat bersamaan sehingga dari sebuah sel dapat menjadi tiga atau empat anak sel.
Pembelahan abnormal ini memberikan gambaran mikroskopis mitosis atipik seperti mitosis
tripolar atau multipolar.
- Perubahan pada inti sel.
Pembelahan sel diatur oleh inti sel, yaitu oleh nukleoprotein dalam kromatin. Pada tumor
ganas, inti sel tampak lebih besar, menyebabkan perbandingan inti terhadap sitoplasma 1:1
atau 1:2 (normal perbandingan inti sitoplasma sel adalah 1:4). Perubahan ini disebabkan oleh
ukuran inti bertambah dan jumlah sitoplasma sel berkurang.
Bentuk dan ukuran inti sel sangat berbeda-beda, keadaan ini disebut pleomorfik. Kromatin
inti sel bertambah jumlahnya menyebabkan gambaran yang kasar dan berkelompok di tepi
inti, disebut hiperkromasi. Nukleolus sering lebih besar, kadang multipel, dan biasanya
dikelilingi oleh halo, menyebabkan gambaran mata burung hantu (owl eye).
Sering ditemukan inti yang bentuknya bizare (tidak beraturan) dan sel datia tumor dengan
beberapa inti. Tampak pula banyak gambaran mitosis yang menunjukkan cepatnya
pertumbuhan, diantaranya tampak mitosis abnormal, seperti tri, quadric, atau multipolar.
- Anaplasia
Tumor ganas memiliki derajat morfologi dimana lebih banyak berbeda dari sifat sel-sel
normal asalnya sehingga disebut diferensiasi buruk atau anaplasi. Makin anaplasi suatu
tumor, makin ganas tumor itu.

- Kehilangan polaritas
Sel-sel epitel normal biasanya membentuk susunan tertentu. Pada tumor ganas, susunan yang
teratur ini akan hilang sehingga letak sel yang satu terhadap yang lain tidak teratur lagi.
Seperti pada karsinoma serviks, sel epitel gepeng berlapis stratifikasinya tidak jelas lagi dan
sel-selnya menunjukkan tanda ganas, walaupun sel-sel ini belum menembus membran basal.

Tumor jinak memiliki karakteristik:


- Tumbuhnya ekspansif, yaitu mendesak jaringan sehat sekitarnya sehingga jaringan sehat
yang terdesak membentuk simpai/kapsul dari tumor, maka dikatakan tumor jinak umumnya
bersimpai/berkapsul. Oleh karena tidak ada pertumbuhan infiltratif, baisanya tumor jinak
mudah digerakkan dari dasarnya.
- Tidak residif
Tumor jinak yang berkapsul bila diangkat, mudah dikeluarkan seluruhnya sehingga tidak ada
jaringan tumor tertinggal dan tidak menimbulkan kekambuhan.
- Tidak metastase
Tumor jinak tidak menyebar.
- Tumbuhnya lambat, tumor jinak tidak cepat membesar dan pemeriksaan mikroskopik tidak
ditemukan gambaran mitosis abnormal.
- Perubahan pada inti sel
Inti sel tumor jinak masih menyerupai inti sel jaringan asalnya, dimana bentuk inti teratur dan
seragam.
- Anaplasia
Tumor jinak memiliki sel-sel yang masih menyerupai sel jaringan asalnya. Maka, tumor jinak
dikatakan berdiferensiasi baik.
- Kehilangan polaritas
Pada tumor jinak, tidak ditemukan loss of palarity.

3. Patogenesis kanker serviks5


Penyebab utama karsinoma serviks adalah infeksi virus Human Papilloma yang onkogenik.
Risiko terinfeksi HPV sendiri meningkat setelah melakukan aktivitas seksual. Pada
kebanyakan wanita, infeksi ini akan hilang dengan spontan. Tetapi jika infeksi ini persisten
maka akan terjadi integrasi genom dari virus ke dalam genom sel manusia, menyebabkan
hilangnya kontrol normal dari pertumbuhan sel serta ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang
bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan differensiasi dari epitel serviks. Lokasi
awal dari terjadinya karsinoma serviks biasanya pada atau dekat dengan pertemuan epitel

kolumner di endoserviks dengan epitel skuamous di ektoserviks atau yang juga dikenal
dengan squamocolumnar junction. Terjadinya karsinoma serviks yang invasif berlangsung
dalam beberapa tahap. Tahapan pertama dimulai dari lesi pre-invasif, yang ditandai dengan
adanya abnormalitas dari sel yang biasa disebut dengan displasia. Displasia ditandai dengan
adanya anisositosis (sel dengan ukuran yang berbeda-beda), poikilositosis (bentuk sel yang
berbeda-beda), hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang bermitosis dalam
jumlah yang tidak biasa. Displasia ringan bila ditemukan hanya sedikit sel-sel abnormal,
sedangkan jika abnormalitas tersebut mencapai setengah ketebalan sel, dinamakan displasia
sedang. Displasia berat terjadi bila abnormalitas sel pada seluruh ketebalan sel, namun belum
menembus membrana basalis. Perubahan pada displasia ringan sampai sedang ini masih
bersifat reversibel dan sering disebut dengan Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) derajat
1-2. Displasia berat (CIN 3) dapat berlanjut menjadi karsinoma in situ. Perubahan dari
displasia ke karsinoma in situ sampai karsinoma invasif berjalan lambat (10 sampai 15
tahun). Gejala pada CIN umumnya asimptomatik, seringkali terdeteksi saat pemeriksaan
kolposkopi. Sedangkan pada tahap invasif, gejala yang dirasakan lebih nyata seperti
perdarahan intermenstrual dan post koitus, discharge vagina purulen yang berlebihan
berwarna kekuningkuningan terutama bila lesi nekrotik, berbau dan dapat bercampur dengan
darah, sistisis berulang, dan gejala akan lebih parah pada stadium lanjut di mana penderita
akan mengalami cachexia, obstruksi gastrointestinal dan sistem renal.

4. Cara membuat asam asetat pada Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) Test: 6
Cuka dapur (mengandung asam asetat 20%)
Asam asetat (3-5%)
>> Untuk membuat asam asetat 5% dengan cara mengambil 1 bagian cuka dapur ditambah 4
bagian air.
>> Untuk membuat asam asetat 3% dengan cara mengambil 2 bagian cuka dapur ditambah 11
bagian air.

Daftar Pustaka
1. International Agency for Research on Cancer. Latest world cancer statistics. World Health
Organization, France. 2013.
2. Infodatin. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Stop Kanker. Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta Selatan. 2015.
3. Indonesia. Human Papillomavirus and Related Diseases Report. 2015. Download from
www.hpvcentre.net, 04 Oktober 2015.
4. Chrestella J. Neoplasma. Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Medan. 2009.
5. Kusuma R. Derajat Differensiasi Histopatologik pada Kejadian Rekurensi Kanker Serviks.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. 2009.
6. Nuranna L. Deteksi Dini Kanker Serviks dengan IVA. Seminar dan Workshop Deteksi Dini
Kanker Serviks Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2010.

You might also like