You are on page 1of 61

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

BAB I
PENDAHULUAN
1

Maksud
Adapun maksud dalam kegiatan praktikum Farmasetika II ini adalah untuk
mengetahui dan mampu serta trampil dalam mengerjakan resep sediaan steril.

Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu :

Untuk mengetahui cara membuat sediaan steril berupa infus dengan baik

2
3

dan benar sesuai dengan cara kerja.


Untuk mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.
Untuk mengetahui perhitung tonisitas sediaan steril dengan benar.

Manfaat
Manfaat praktikum ini yaitu :

Dapat membuat sediaan steril berupa infus dengan baik dan benar sesuai

2
3

dengan cara kerja.


Dapat mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.
Dapat menghitung tonisitas sediaan steril dengan benar.

BAB II
DASAR TEORI
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air
pada suhu 90o selama 15 menit. Untuk decocta selama 30 menit.
Cara pembuatan :
Campur simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air

75

secukupnya, panaskan diatas tangan air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

900 sambil sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flannel. Kemudian
tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga volume yang dikehendaki.
Infus daun sena, infus asam jawa dan infus simplisia lain yang mengandung
lendir tidak boleh diperas. Asam jawa sebelum dibuat infus dibuang bijinya dan diremas
dengan air hingga massa seperti bubur, buah adasmanis dan buah adas harus dipecah
dahulu. Pada pembuatan infus kulit kina ditambahkan asam sitrat

10 % dari bobot

bahan khasiat, pada pembuatan infus kulit kina ditambahkan asam siantrakinon,
ditambahkan natrium karbonat 10 % dari bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain dan
kecuali untuk simplisia yang tertera dibawah, infuse yang mengandung bukan bahan
khasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10 % simplisia.
Untuk pembuatan 100 bagian infus, digunakan sejumlah :
Kulit kina
6 bagian
Daun digitalis
0,5 bagian
Akar ipeka
0,5 bagian
Daun kumiskucing
0,5 bagian
Sekale komutum
3 bagian
Daun Sena
4 bagian
Temulawak
4 bagian
Derajat halus simplisia yang digunakan untuk infus harus mempunyai derajat
halus yaitu:
Serbuk ( 5 / 8 )
: Akarmanis, daun kumiskucing, daun sirih, daun sena
Serbuk ( 8 / 10 )
: Dringo, kelembak
Serbuk ( 10 / 22 )
: Laos, akar valerian, temulawak, jahe
Serbuk ( 22 / 60 )
: Kulit kina, akar ipeka, sekale komutum
Serbuk ( 85 / 120 )
: Daun digitalis ( Dr. Midian Sirait )
Menghangatkannya
Waktu yang diperlukan untuk pembuatan decocta atau infus, dihitung mulai saat
isi panci infus mencapai suhu 90o. Apabila suhu ini tidak kita periksa dengan
thermometer, maka menghitungnya yaitu ; jika panci infus kita tempatkan diatas
penangas air yang dingin, maka dianggap bahwa isinya telah mencapai suhu itu, jika
penangas air yang mendidih, maka untuk menaikkan suhunya menghitung mulai 10
menit. Dan diaduk sekurang-kurangnya empat kali mengaduk dan sesudah itu isi panci
infus perlu diaduk berkali-kali.
Mengerkai
Decocta harus diserkai panas-panas, kecuali decoctum condurango karena zat
yang berkhasiat yang terdapat didalamya yaitu condurangin dalam air panas jauh lebih
kecil kelarutannya dari pada dalam air dingin. Sedangkan pada infus yang mengandung
minya-minyak atsiri harus diserkai setelah dingin, misal : folia sennae mengandung zat

75

yang dapat menyebabkan sakit perut yang melarut dalam air panas, tetapi tidak larut

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

dalam air dingin, sehingga diserkai selagi dingin. Infus lainnya boleh diserkai panaspanas ( Dr. C. F. Van Duin )

BAB III
URAIAN BAHAN
I. Resep
R/ Kalsium Klorida 2%
m.f.da.in.Infuse 500 ml No. II

II. Landasan Teori


2.1 Calcii Chloridum
2.1.1 Pemerian

: Hablur, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak

2.1.2 Dosis

pahit, meleleh basah (FI.III.Hal 120).


- Titik Lebur : - Titik Leleh : : DL 1x = 5 10 ml (biasanya digunakan larutan 5-

2.1.3 Daftar Obat

10% (FI.III.Hal 961).


: Obat keras berdasarkan SK MENKES RI
No.633/PH/62/b
: Campuran-campuran bahan obat untuk pensterilan
perlu mengetahui sifat-sifat dari zat-zat pada suhu
yang lebih tinggi dan reaksi-reaksi yang terjadi

75

2.1.4 Stabilitas
- OOT

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Calcii Chlorida dengan Aethyl Carbominas tidak


dapat dibuat dengan jalan pemanas dengan suhu
1000C karena terbentuk CaCO3 (Van Arkel, Hal
74)
- pH
: 6,0 7,5 (Formularium Nasional, Hal 55)
4,5 9,2 (FI.IV, Hal 160)
- Pengawet
:- Antioksidan : - Stabilitator : 2.2 Carbon Adsorben
2.2.1 Pemerian
2.2.2 Fungsi
2.2.3 Konsentrasi

: Serbuk sangat halus, bebas dari butiran, Hitam


tidak berbau, tidak berasa. (FI.III. Hal. 133)
: Penyerap Pyrogen
: 0,1%

2.3. Aqua Pro Injection


2.3.1 Sinonim
: Air untuk injeksi (FI.IV.Hal 112)
2.3.2 Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa. (FI.IV.Hal 112)
III.

Sterilisasi
Tipe sterilisasi pada praktikum kali ini adalah tipe A (Formularium Nasional.
Hal 55)
Tipe A (pemanasan dengan Autoclave) yaitu cara sterilisasi dengan
mensterilkan larutan dalam autoclave dimasukkan dalam wadah yang cocok
lalu ditutup. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml.
pensterilan memakai uap air jernih dilakukan pada suhu 115 116 0C
selama 30 menit. Jika volume lebih dari 100 ml lama pensterilan
diperpanjang hingga larutan mencapai suhu 115 0C dan 116 0C selama 30
menit.
Tonisitas
Kalsium Klorida 1% t.b
NaCl
1% t.b

: - 0,200 (FI.III.Hal. 913)


: - 0,576 (FI.III.Hal. 913)

Perhitungan :
a. Volume Sediaan infuse

: 500 ml + 2% = 510 ml

75

IV.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

b. Volume Total
c. Zat berkhasiat

e. Ekivalensi NaCl

: 2 x 510 ml = 1020 ml
: 2% - 2 gr/100ml = 20 mg/ml
20 mg/ml + 5% = 21 mg/ml
: 21 mg/ml x 1020 ml = 21420 mg = 21,42 g
0,200
: 0,576 = 0,347

f. Tonisitas
g. NaCl isotonis

: 0,347 x 21,42 g = 7, 43 g
: 0,9% x = 0,9 g/100 ml x 1020 ml = 9,18 g

d. Total Zat berkhasiat

Kesimpulan :
NaCl = 9,18 g > CaCl2 = 7,43 g HIPOTONIS
NaCl yang dibutuhkan = 9,18 g 7,43 g = 1,7 g
V. Formula Lengkap
R/ Kalsium Klorida 2%
Mf.da.in.infuse 500 ml No.II
R/ Kalsium Klorida 10
Air secukupnya hingga 100 ml
(Formularium Indonesia, Hal. 73)
VI.

VII.

Penimbangan
a. Kalsium Klorida
b. Carbon Adsorben
c. NaCl

: 21,42 g
: 0,1 % x 1020 ml = 1,02 g
: 1,7 g

Sterilisasi Alat
No

75

Nama Alat dan Bahan


Cara Sterilisasi
.
1 Beacker Glass
Oven
2 Erlenmeyer
Oven
3 Gelas Ukur
Oven
4 Batang Pengaduk
Oven
5 Corong + Kertas Saring
Autoclave
6 Botol Infus + Tutup
Oven
7 Cawan Porselin
Autoclave
8 Spatel Logam
Oven
9 Aqua bidestilata
Autoclave
Prosedur tetap sterilisasi alat dan wadah primer:
a. Alat dan wadah/ kemasan primer dibersihkan

Suhu dan Waktu


1700C, 30 Menit
1700C, 30 Menit
1700C, 30 Menit
1700C, 30 Menit
1210C, 15 Menit
1700C, 30 Menit
1210C, 15 Menit
1700C, 30 Menit
1210C, 15 Menit

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

b. Bungkus dengan kertas perkamen untuk alat yang tidak berongga atau
wadah berongga dengan volume kecil, tutup dengan kertas perkamen
bagian mulutnya untuk alat atau wadah yang berongga dengan
volume besar.
c. Masukkan kedalam alat sterlisasi sesuai tabel, hitung waktu sterilisasi
sejak suhu mencapai suhu yang diinginkan.
d. Setelah suhu dan waktu sterilisasi terpenuhi, matikan alat sterilisasi
keluarkan alat atau wadah yang telah disterilkan.
VIII. Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Dicuci seluruh alat yang digunakan lalu dikeringkan
3. Dibungkus dengan kertas, alat alat yang akan disterilkan
4. Dilakukan sterilisasi alat sesuai yang telah tercantum pada tabel
sterilisasi sebelumnya.
5. Ditimbang bahan bahan yang diperlukan, antara lain CaCl 2 sebanyak
21,42 gr, Carbon Adsorben sebanyak 1,02 gr serta aqua (pada gelas
ukur) sebanyak 1020 ml dan NaCl sebanyak 1,7 gr
6. Dilarutkan dalam wadah masing masing NaCl dan CaCl 2 dengan
aqua pro injeksi hingga larut dan homogen.
7. Dicampurkan larutan NaCl dan CaCl2, aduk ad homogen .
8. Dilakukan pemijaran carbon adsorben pada cawan porselen diatas
lampu spritus hingga pijar/panas.
9. Dimasukkan carbon adsorben yang telah pijar/ panas kedalam larutan
CaCl2
10. Larutan disaring dengan kertas saring kedalam botol infuse
11. Dilakukan pengukuran pH
12. Larutan yang telah dimasukkan kedalam botol dan ditutup, kemudian
disterilkan dalam autoclave pada suhu 1150C selama 30 menit,
dihitung saat larutan mencapai suhu tsb.
13. Sediaan dikemas dan diberi etiket.
Etiket

ZETAFUSION

Komposisi

Kalsium Klorida Infus 5%


500 ml
Diproduksi oleh :
PT.
ZETA
FARMA
Indonesia

Tbk,

75

IX.

Samarinda-

Tiap ml infus mengandung :


Kalsium Klorida50
mg
Keterangan lebih lengkap
lihat pada brosur

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

LARUTAN INFUS UNTUK PEMAKAIAN


INTRAVENA

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

BAB
IV
Jangan digunakan jika
botol
rusak, larutan keruh
atau berisi
PEMBAHASAN

BN

0051012

MD

05 OKT 2010

ED

05 OKT 2011

partikel

Pada praktikum farmasetika II kali ini (selasa 5 oktober 2010), praktikan


diminta untuk membuat sediaan parenteral jumlah besar yaitu infuse. Infus
merupakan larutan dalam jumlah besar, terhitung mulai dari 100 ml, yang
diberikan melalui rute pemberian intravena tetes demi tetes diatur konstan dengan
bantuan alat yang cocok. Infus kalsium klorida ini tergolong obat keras dilihat dari
cara penggunaanya, efek yang dihasilkan dan proses pembuatannya. Dari cara
pengguanaanya, kalsium klorida diinjeksikan secara infus ke dalam intravena
sehingga kalsium klorida masuk ke dalam golongan obat keras karena semua obat
dalam bentuk injeksi tergolong obat keras. Dilihat dari efek yang dihasilkan,
infuse kalsium klorida 2% ini harus diberikan tepat pasien karena dapat
menimbulkan kontraindikasi pada pasien dengan pendarahan ssp atau anuria yang
beresiko dehidrasi, serta mengganggu kebutuhan insulin pasien diabetes. Dari
proses pembuatannya, infus kalsium klorida dibuat oleh tenaga ahli dengan bahan
steril dan proses pembuatan yang steril pula serta diberikan dengan resep dokter.
Susunan formulasi sediaan adalah kalsium klorida 21 gram, NaCl 1,75
gram, carbo adsorbens 1 gram, dan aquadest 1020 ml. Pada formulasi sediaan
awal, tidak terdapat NaCl. Akan tetapi, pada perhitungan tonisitas diketahui
bahwa infuse kalsium klorida 2% berada pada kondisi hipnotis, sehingga perlu
ditambah NaCl untuk membuat larutan sedapat mungkin isotonis atau sedikit
hipertonis. Larutan hipotonis berbahaya untuk disuntikkan ke tubuh pasien karena
tekanan osmotik larutan lebih kecil daripada plasma darah. Hal ini menyebabkan
tekanan menjadi lebih besar (sel darah menyerap cairan) sehingga terjadi
hemolisis yaitu pecahnya pembuluh darah yang sulit untuk diperbaiki bila rusak.

75

Larutan infus sedapat mungkin isotonis ata sedikit hipertonis agar larutan infus

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

yang disuntikkan tidak menimbulkan rasa sakit saat diinjeksikan. Bila larutan
infus hipertonis, maka disuntikkan secara perlahan-lahan.
Carbo adsorben (arang jerap) perlu ditambahkan karena untuk menyerap
pirogen yang bersumber dari pelarut, bahan dasar, maupun alat-alat yang
digunakan. Pirogen adalah hasil metabolisme mikroorganisme berupa kompleks
polisakarida yang mengandung unsur N dan P radikal yang apabila disuntikan
dapat menyebabkan demam.
Pada pengerjaan sediaan ini tidak dilakukan proses sterilisasi karena alat
yang tidak dapat digunakan. Akan tetapi, bila sterilisasi dilakukan, metode yang
digunakan adalah sterilisasi tipe A yaitu pemanasan basah dengan autoclave.
Prosesnya yaitu sediaan diisikan ke dalam wadah yang cocok dan ditutup kedap.
Jika volume tidak lebih dari 100 ml, dilakukan sterilisasi dengan uap jenuh pada
suhu 115-116 selama 30 menit. Bila volume lebih dari 100 ml, maka sterilisasi
dilakukan sampai seluruh isi berada dalam suhu 115-116 diperlukan lebih
pendek dan suhunya lebih pendek dan suhunya lebih rendah dari pemanasan
kering. Selain itu, alat atau komponen dari bahan karet, plastic, dan PVC akan
tahan dengan suasana dalam autoclave. Sterilisasi perlu dilakukan agar seluruh
mikroorganisme dalam suatu objek atau sediaan dapat dimusnahkan dan
dipastikan bebas dari resiko infeksi.
Pada saat melarutkan bahan obat, NaCl dan kalsium klorida dilarutkan
secara terpisah dalam aquadest lalu dicampurkan bertujuan agar partikel dapat
melarut dengan sempurna. Carbo adsorbens dipijarkan terlebih dahulu dengan
tujuan untuk mengaktifkan karbon pada carbo adsorben sehingga karbon yang
telah aktif ini dapat menyerap pirogen yang berasal dari pelarut, bahan dasar,
maupun alat-alat yang digunkan. Sebelum dipindahkan ke dalam botol larutan
disaring dengan penyaringan ganda (2kali penyaringan) agar sediaan yang
dihasilkan jernih dan bebas dari partikel melayang.
Hasil akhir yang diperoleh adalah sediaan parenteral volume besar (infus)
kalsium klorida 2% dengan volume 500 ml. larutan yang dihasilkan jernih dan
tidak berwarna. Pada pengecekan pH diketahui ph sediaan memenuhi syarat pH

75

kalsium klorida menurut FI IV (4,5-9,2) yaitu ph 5. Sediaan dikemas dn diberi

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

etiket dengan label harus dengan resep dokter. Cara pemakainnya adalah
diinjeksikan secara infus.
Infus yang kita buat kali ini mengangadung ion-ion yang berupa kation.
Kation ialah elektrolit yang bermuatan positif. Ion ini berfungsi untuk
mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan oleh tubuh.
Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kalium (K+),
kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+). kadar kation pada keadaan normal Potensial
listrik caoran tubuhnya bersifat netral. Pada cairan ekstraksel (cairan di luar sel),
kation utama adalah Na+. natrium berfungsi sebaga penentu utama osmolaritas
dalam darah dan pengaturan folume ekstrasel.
Pada sediaan yang dibuat mengandung kalsium klorida dimana fungsi
utamanya adalah sebagai penggerak dari otot, defosit utamanya berada di tulang
dan gigi, apabila diperlukan, kalsium ini dapat berpindah ke dalam darah
sedangakan fungsi utama klorida untuk mempertahankan tekanan osmotik,
distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation
dalam cairan ekstrasel.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum farmasetika II infus kalsium klorida 2% dapat

75

disimpulkan bahwa sediaan yang dihasilkan berwarna jernih (bebas partikel

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

melayang) dengan volume 500 ml. larutan infus hipotonis sehingga


ditambahkan NaCl agar larutan sedapat mungkin isotonis atau sedikit
hipertonis agar tidak sakit diinjeksikan.
pH larutan infus yaitu 5 (memenuhi syarat pH FI IV 4,5-9,2). Pada
etiket harus terdapat lebel Harus Dengan resep dokter, karena tergolong
obat keras. Penggunaanya denagn cara diinjeksikan secara infus. Sediaan
disimpan pada suhu kanar (25C - 30C).
5.2 Saran
Praktikan menyarankan agar alat-alat seper beaker glass ukuran 1000
ml diperbanyak, agar proses pembuatan infus dapat berlangsung tepat waktu.
Kehati-hatian perlu diperhatikan sat melakukan pemasan/pemijaran dengan
kompor untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Praktikan juga
harus bertanggung jawab terhadap alat-alat maupun kebersihan laboratorium.

BAB VI
LABEL

ZETAFUSION
Kalsium Klorida Infus 5%
ZETA FARMA
Samarinda-Indonesia

KOMPOSISI :
Tiap ml larutan mengandung :
Kalsium Klorida50 mg
INDIKASI :
Khasiat dan kegunaan sebagai sumber ion kalsium

75

KONTRA INDIKASI :

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Dikontraindikasikan pada keadaan dimana pergantian elektrolit dapat menyebabkan kelebihan atau bila
terdapat resiko terjadinya retensi.
PERHATIAN :
Gunakan secara hati-hati pada keadaan dimana ketidakseimbangan elektrolit sering terjadi, seperti pada
penyakit hati dan ginjal, kelainan adrenal, gangguan hipofisis dan diabetes mellitus.
KERJA OBAT :
Elektrolit sangat penting untuk homostatis, pemeliharaan kadar normal elektrolit diperlukan untuk
berbagai proses fisiologis seperti fungsi jantung, saraf dan otot, pertumbuhan dan stabilitas tulang dan
proses-proses lain. Elektrolit juga berperan sebagai katalis dalam berbagai reaksi azimatik.
FARMAKOLOGI :
PENGGUNAAN UMUM : Digunakan untuk mencegah atau mengobati defisiensi atau kelebihan
elektrolit. Pengasam dan pengalkali digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan meningkatkan
ekskresi ginjal zat-zat yang terakumulasi dalam beberapa penyakit (batu ginjal dan asam urat).
DOSIS :
I.V dosis lazim dewasa : diberikan sebagai larutan 5 10%
CARA PENYIMPANAN :
Pada suhu kamar/ruangan, sebaliknya pada suhu tidak lebih dari 25C.
KEMASAN:
Kotak berisi 1 infus @ 500 ml
No. Reg
: DKL1022174201A1
No. Batch : 0051011

HARUS DENGAN RESEP

SIMPAN DI BAWAH 25OC


TERLINDUNG DARI CAHAYA
JANGAN DISIMPAN DALAM LEMARI PEMBEKU

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Adapun maksud dalam kegiatan praktikum Farmasetika II ini adalah untuk
mengetahui dan mampu serta trampil dalam mengerjakan resep sediaan steril.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu :
1.2.1

Untuk mengetahui cara membuat sediaan steril berupa ampul dengan baik

1.2.2
1.2.3

dan benar sesuai dengan cara kerja.


Untuk mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.
Untuk mengetahui perhitung tonisitas sediaan steril dengan benar.

75

1.3 Manfaat

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Manfaat praktikum ini yaitu :


1.3.1

Dapat membuat sediaan steril berupa ampul dengan baik dan benar sesuai

1.3.2
1.3.3

dengan cara kerja.


Dapat mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.
Dapat menghitung tonisitas sediaan steril dengan benar.

BAB II
DASAR TEORI
STERILISASI
Ada beberapa pengertian dari Sterilisasi yaitu:

Sterilisasi adalah sejumlah proses

yang

mana

seluruh

mikroorganisme bentuk hidup dimusnahkan atau dirusak, didasarkan pada a

probability function. ( Remingtons, 1990, hal 1470 )


Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk ,menciptakan

keadaan steril. ( E.A. Kenneth, 1994, hal 1254 )


Sterilisasi adalah proses pembunuhan atau pemusnahan bakteri dan
mikroorganisme-mikroorganisme lainnya. ( Junkins, B.L, hal 403 )
Adapun pengertian dari steril sendiri adalah suci hama atau bebas dari

mikroorganisme, atau keadaan/kondisi yang tercipta akibat pemusnahan atau


penghilangan semua mikroorganisme. Sterilitas adalah tingkat kesterilan setelah
dilakukan sterilisasi.
Tujuan dari sterilsasi yaitu untuk memusnahkan seluruh mikroorganisme
dalam atau pada sustu objek atau sediaan dan di pastikan bahwa dia bebas dari
resiko infeksi. Syarat-syaratnya yaitu bebas dari kontaminasi makhluk hidup dan
partikel. Sumber kontaminasi terdapat pada air, bahan dasar (dari alam) yang

75

mengandung kontaminasi >>, dan dari semi sintetis (sintetis << )

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Proses Sterilisasi terdiri dari :


1.
Proses Fisika
Penggunaan panas baik uap maupun pemakaian sinar ultra violet (UV).
2.
Proses Mekanik
Organisme tidak dibunuh langsung tetapi dipisahkan dengan cara
menyaring dengan penyaring bakteri.
Proses Kimia
Penggunaan bahan kimia (desinfektan). Persyaratan desinfektan yang ideal

3.

yaitu :
Mempunyai potensi yang tinggi pada kondisi pemakaian.
Mudah larut atau bercampur dengan air pada kosentrasi mikroba yang

1.
2.

efektif.
3.
4.
5.

Tidak merusak kain dan logam.


Stabil dalam penyimpanan.
Tidak kaustik dengan derajat toksitas yang rendah dan tidak berbahaya

6.
7.

pada jaringan yang lembut.


Relatif murah.
Tercampur sempurna dengan anti mikroba lain yang dipakai dan
komponen lain yang ada dalam formulasi desinfektan.

a.

Metode sterilisasi pada injeksi terdiri dari :


Pemanasan Kering
1. Metode Oven
Menggunakan udara kering, tidak ada uap air, daya hantar pada suhu 250
F,.
Syarat Oven :
- Suhu sterilisasi.
- Variasi suhu kecil max 5 C.
- Panas merata.
- Sebar panas (180C/ 30 menit)
Keuntungan :
- Dapat untuk bahan yang tidak tahan lembab.
- Tidak merusak alat-alat gelas.
- Dapat untuk alat yang tertutup rapat.
- Hasilnya kering.
Kerugian :
- Suhu tinggi dan waktu lama.
- Banyak obat, karat, dan plastic tidak tahan lama.
- Karena bahan dibungkus efisien berkurang, karena proses

75

2.

terhalang oleh bungkus


Metode Pemijaran

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Dengan api langsung atau bungsen. Dilakukan dengan cepat selama 20


detik, dimana bila kontak langsung dengan nyala api biasanya nyala oksidasi.
Pemakaian terbatas :
1.
Untuk alat dan bahan dengan suhu tinggi.
2.
Untuk logam.
3.
Gelas, pengaduk, kaca arloji, dan mortar dipanaskan secara
langsung.
b. Pemanasan Basah
System dengan menggunakan air. Adapun keuntungannya yaitu
dapat membunuh kuman pada suhu rendah lebih mudah daripada
pemanasan kering.
Factor-faktor :
PH
Obat yang mempengaruhi
Jumlah antibakteri
Jumlah pelindung
Jumlah mikroorganisme
Tujuan merendam dengan air mendidih yaitu :
Membunuh organisme non-spora dengan cepat, pendidihan
dilakukan dengan keadaan darurat.
Beberapa vaksin disterilkan dengan suhu 55-60 C.
Pada suhu 100 C dapat membunuh bakteri vegetatif dalam

beberapa pada bentuk sporanya tidak terbunuh.


Dihitung mulai air mendidih bukan pada suhu kamar 25-30

C.
Pemanasan dengan Uap Jenuh tekanan tinggi (Otoklaf)
Keuntungan :
1. Lebih cepat dari pemanasan kering.
2. Dapat digunakan untuk sebagian besar sediaan injeksi.
3. Untuk penyetrilan dengan uap jenuh kering bahan-bahan berporipori
dapat disterilkan tanpa kerusakan.
4. Alat dan komponen dari karet, plastic akan tahan dengan kondisi
ini.
Kerugian :
1. Tidak cocok untuk bahan-bahan tanpa air.
2. Tidak dapat digunakan bahan-bahan sediaan injeksi.
Dengan sterilisai pembunuhan mikroorganisme disebabkan oleh sifat
uap air jenuh, yaitu :
a. Mempunyai kapasitas tinggi.

75

c.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

b. Mempunyai panas laten yang besar.


c. Kesanggupan berkondensasi.
d. Terjadi kontraksi volume.
Pemanasan dan Bakteri.
Efisien dari bakterisida bertambah dengan bertambahnya suhu.
Choulthard (1939) menemukan Chlosterol dan Phenylmercury
Nitrat efektif bila dipanaskan 100 C selama 30 menit. Berry et all
(1938) menegaskan bahwa bakterisida tidak toksis dapat bercampur
dengan obat dan stabil pada kondisi steril dan penyimpanan.
Merupakan pemanasan larutan injeksi dalam wadah atau tempat
terakhir dalam air mendidih atau dalam uap pada suhu18-100 C
selama 30 menit. Bakterisida yang diperbolehkan oleh Chlosterol
0,2% dan Phenylmercury Nitrat 0,02%. Tidak boleh digunakan untuk
injeksi intrathecal, intrasisternal, peridural IV dengan volume lebih
besar dari 5 ml. dapat digunakan juga untuk tetes mata, sterilisasi dari
buah, sterilisai alat-alat bedah dalam sadium carbonat.
Tindalisasi
Materi dipanaskan pada suhu 80 C selama 1 jam atau 100 C
kurang dari 1 jam selama 3 hari berturut-turut. Bentuk vegetatif
dibunuh pada pemanasan pertama, selanjutnya spora berkembang
menjadi bentuk vegetatif, kemudian mereka akan dibunuh pada
pemanasan berikutnya. Beberapa spora yang tertinggal dapat
berkembang menjadi bentuk vegetatif, sehingga cara ini juga tidak
dapat menjamin sterilisasi yang diingini.
Pasteurisasi
Dulu oleh pastur digunakan untuk menjaga anggur dan sekarang
diterapkan dalam pembuatan susu untuk membuh mo pathogen tanpa
menimbulkan perubahan atau mempengaruhi rasa, nilai gizi, atau
bentuk emulsi dari susu.
Dua cara yang digunakan yaitu :
1. The holding method, susu dipanaskan pada suhu 62,8 C,
selama 30 menit, sambil diaduk-aduk pelan.
2. Suhu tinggi, waktu pendek 71,6 C selama 15 menit,

75

didinginkan 1 menit pada waktu pergantian panas.


Penyaringan Bakteri

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Sterilisasi dengan penyarigan berdasarkan pada penghilangan


secara fisik dari miroorganisme melalui absorbsi pada medium dengan
mekanisme pengayakan. Adapun prinsipnya yaitu larutan dilewatkan
dengan penyaring khusus (terbuat dari bahan sediaan Intra Vena 715
ml) Fitrat yang ditampung dipindahkan ke dalam wadah steril secara
aseptis, tutup lakukan uji sterilisasi.
Keuntungan :
- Efek untuk mensterilkan bahan-bahan termolabil.
- Waktu lebih cepat untuk penyaringan dengan larutan volume
-

lebih kecil.
Alat-alat relative lebih murah.
Penghilangan yang sempurna mikroorganisme hidup atau

mati.
Teknik Aseptik
Pembuatan produk farmasi dari bahan-bahan steril dengan cara
kerja yang mencegah maksuknya kontaminasi mikroba dan partikel
kedalam produk.
Proses aseptic adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan
teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran
kuman sedikit mungkin.
Dua golongan produk terdiri dari :
1. Golongan produk yang disterilkan dalam wadah akhir
(sterilisasi akhir).
2. Golongan produk yang diproses dengan cara aseptis pada
semua tahap pembuatan sejak awal hingga akhir.
OBAT SUNTIK
Obat suntik adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk dimasukkan ke
dalam tubuh secara langsung atau melalui kulit, mukosa, atau selaput.
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih
dahulu sebelum digunkan.
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan
sejumlah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat

75

kedalam wadah dosis tunggal atau dosis ganda.


Injeksi dapat digolongkan menjadi :

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

1. Injeksi intrakutan atau intardermal (i.c).


Biasanya digunakan adalah ekstrak alergenik.
2. Injeksi subkutan atau hipoderma (s.c).
Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit kedalam alveoli.
3. Injeksi intramuskulus (i.m).
Disuntikkan masuk ke otot daging.
4. Injeksi intravenous (i.v).
Penggunaan injeksi intravenous diperlukan bila dikehendaki efek
sistemik yang cepat, karena larutan injeksi masuk langsung kedalam

6.
7.

8.
9.

10.

perifer.
Injeksi intrakor atau intrakardial (i.k.d).
Disuntikkan ke dalam otot jantung atau ventrikulus.
Injeksi intratekal (i.t), intraspinal. Intradural.
Disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang yang ada
cairan cerebrospinal.
Injeksi intratikulus
Disuntikkan k edalam cairan sendi dalam rongga sendi.
Injeksi subkonjungtVa
Berapa larutan atau suspensi dalam air yang untuk injeksi selaput
lendir mata bawah, tidak lebih dari 1 ml.
Injeksi yang digunakan lain :
a. Intraperitoneal (i.p), disuntikkan langsung ke dalam rongga perut,
penyerapannya cepat, bahaya infeksi besar dan jarang dipakai.
b. Peridural (p.d), disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak
diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum
tulang.
c. Intrasisternal (i.s), disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang
belakang pada otak.
Alasan pemberian obat secara penyutikan :
a. Bila pasien dalam keadaan tidak bisa menelan atau muntah-muntah.
b. Bila dipindahkan kerja obat atau aksi obat yang cepat.
c. Bila obat di rusak oleh enzim pencernaan.
Syarat-syarat obat suntik yaitu :
1. Steril
2. Jernih
3. Bebas Pyrogen
4. Tidak iritasi atau sakit pada waktu penyutikan.

75

5.

sirkulsi sistemik melalui vena perifer.


Injeksi intraarterium (i.a).
Digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam darah

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

5. Sedapat mungkin isotonis tapi tidak boleh hipotonis


6. Stabil dalam penyimpanan
Keuntungan :
1. Untuk obat-obatan yang dirusak oleh enzim pencernaan.
2. Untuk pasien yang tidak bisa menelan.
3. Untuk memperbaiki gangguan keseimbangan cairan elektrolit yang
4.
5.
6.
7.

serius.
Bila diperlukan reaksi fisiologis yang lebih cepat.
Bila diinginkan efek local.
Bila diinginkan kerja obat lebih lama.
Bila diperlukan pengontrolan obat untuk pengobatan selanjutnya.

Kerugian :
1 Membutuhkan tenaga yang terlatih untuk pemberiannya.
2 Harga lebih mahal, karena cara pembuatan dan kemasan secara khusus.
3 Sulit memperbaiki efek fisiologisnya.
4 Kadang-kadang sakit disuntikkan.
TONISITAS
Larutan Isotonis adalah larutan yang mempunyai tekanan osmotic yang
sama dengan plasma darah. Larutan Paratonis adalah larutan yang mempunyai
tekanan osmotic yang tidak sama dengan plasma darah.
Pentingnya tonisitas :
Untuk penyuntikan Intra Vena :
Larutan Paratonis memberikan rasa nyeri karena mengiritasi
dinding vena.
- Larutan Hipotonis : Sel darah merah pecah (hemolisis).
- Larutan Hipertonis : Sel darah merah mengkerut.
Pyrogen adalah hasil metabolisme dari mikroorganisme

berupa

polisakarida yang mengandung N dan P yang dalam jumlah tertentu bila

75

disuntikan ke dalam tubuh akan menimbulkan demam.


Sumber-sumber Pyrogen :
1. Pelarut terutam air.
2. Alat-alat yang digunakan.
3. Bahan obat terutana NaCl, dektrose dan udara.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

BAB III
URAIAN BAHAN
I. Resep

R/ Inj. CTM 10%


m.f.da in ampul 5ml no.III

II. Landasan Teori


2.1 Chlorpheniramini Maleas, CTM

2.1.1 Pemerian

: Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit (FI

III, 153)
2.1.2 Titik lebur
: 1320-1350 (FI III, hal.153)
2.1.3 Titik beku: 0,098 (FI III, 913)
2.1.4 Dosis
: Dewasa IM = 0,5 ml-2 ml
2.1.5 Daftar Obat
2.1.6 Stabilitas

Anak = subcutan
: Golongan obat keras
: pH = 4,0-5,2 (Fornas, 70)

75

2.2 Aqua Pro Injection

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

2.2.1 Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

berasa (FI III, 96)


2.2.2 Khasiat
: Zat pelarut, antioksidan
2.2.3 Rumus molekul : H2O
2.3 Carbon Adsorben
2.3.1 Pemerian
2.3.2 Khasiat
2.3.3 Konsentrasi

: Serbuk sangat halus, bebas dari buitran, hitam


tidak berbau, tidak berasa (FI III, 133)
: Penyerap pyrogen
: 0,1%

IV. Sterilisasi
Disterilkan dengan cara sterilisasi A. Sediaan diisikan ke dalam wadah yang
cocok dan ditutup kedap, jika volume tidak lebih 100 ml, dilakukan sterilisasi
dengan uap jenuh pada suhu 1150C-1600C selama 30 menit. Bila volume lebih
dari 100 ml, maka sterilisasi dilakukan sampai seluruh isi berada dalam suhu
1150C-1160C selama 30 menit. (IMO, 202).
V. Tonisitas
1. Jumlah ampul 2 buah = n+2 = 3+2 = 5
2. Volume sediaan + 2%
2
= 5ml + ( 100 x5ml) = 5,1 ml
3. Volume total
= 5x5,1 ml = 25,5 ml
4. Zat aktif + 5%
CTM 10% = 10g /100ml = 100mg / ml
5. Total zat aktif
= 105 mg/ml x 25,5 ml = 2677,5 mg = 2,6775 g
Ekivalensi
0,098
Tb = 0,576 = 0,17
6. CTM = 0,170 g x 2677,5 mg = 455,175 mg
NaCl 0,9% = 0,9g/100ml x 25,5 ml = 0,2295g = 229,5 mg
7. NaCl = 229,5 mg CTM = 455,175 m
Kesimpulan: Hipertonis

75

V. Formula Lengkap
R/ Injeksi CTM
Tiap ml mengandung:
CTM 10mg

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Aqua Pro Injection ad 1ml (ForNas, hal.69)


VI. Penimbangan
1. CTM = 2,677g
2. Carbon adsorben = 0,1% x 25,5ml = 2,55mg
3. Aqua Pro Injection = 25,5ml
VII. Sterilisasi Alat
No Nama Alat & Bahan

Cara Sterilisasi

Suhu & Waktu

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Oven
Oven
Oven
Oven
Oven
Oven
Autoclave
Oven
Oven
Oven
Autoclave

1700C selama 30 menit


1700C selama 30 menit
1700C selama 30 menit
1700C selama 30 menit
1700C selama 30 menit
1700C selama 30 menit
1210C selama 15 menit
1700C selama 30 menit
1700C selama 30 menit
1700C selama 30 menit
1210C selama 15 menit

Beaker Glass
Erlenmeyer
Gelas ukur
Batang pengaduk
Corong & kertas
saring
Ampul
Cawan porselin
Spatel logam
Gelas arloji
Aqua bidestillata

Prosedur tetap sterilisasi alat dan wadah primer:


1. Alat dan wadah dibersihkan
2. Bungkus dengan kertas perkamen untuk alat yang tidak berongga atau
wadah berongga dengan volume kecil, tutup dengan kertas perkamen
bagian mulutnya untuk alat dan wadah yang berongga volume besar
3. Masukkan ke dalam alat sterilisasi sesuai table, hitung waktu sterilisasi
sejak suhu mencapai suhu yang diinginkan
4. Setelah suhu & waktu sterilisasi terpenuhi, matikan alat sterilisasi
keluarkan alat dan wadah yang telah disterilkan.
VIV. Pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disterilkan alat-alat dengan autoclave (kertas saring, corong, dan aqua
destillata) dengan suhu 1210C selama 15menit dan dengan menggunakan
oven (beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, ampul,
cawan porselin, spatel logam, dan gelas arloji) dengan suhu 1700C selama

75

30 menit
3. Ditimbang semua bahan, CTM, Carbon Adsorben, dan Aqua Pro Injection

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

4. CTM dilarutkan dengan aqua pro injection hingga larut dalam Erlenmeyer
5. Carbon adsorben dipijarkan dengan menggunakan cawan porselin di atas
lampu Bunsen hingga pijar
6. Carbon adsorben yang sudah pijar dimasukkan ke dalam larutan CTM
7. Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring, masukan dalam
gelas ukur
8. Setelah itu dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan indicator pH
(4,0-5,2)
9. Dimasukkan ke dalam ampul masing-masing 5ml dengan menggunakan
spuit
10. Kemudian dilakukan sterilisasi akhir dengan menggunakan pemanasan
basah autoclave 1210C selama 15 menit
11. Dikemas, diberi etiket dan diberi label.
IX. Etiket

Netto : 5 ml

CHLORALES
Ampul 10%
Tiap ml mengandung :
Chlorpeniramin Maleat ......................100 mg
Dosis,Indikasi dan lain lain lihat brosur
Reg. DKL 8300600243 A1
Batch. 0291011

ED : 29 Okt 10

PT.Dika Farma Tbk , Samarinda Indonesia

75

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum farmasetika II, percobaan yang dilakukan adalah
pembuatan sediaan steril,khususnya adalah ampul

Ampul sendiri adalah suatu

sediaan larutan steril dalam dosis tunggal yang hanya dapat digunakan untuk satu
kali penyuntikan, ampul yang dibuat mengandung zat aktif yaitu clhorpheniramin
maleas atau yang lebih dikenal dengan CTM yang berfungsi sebagai antihistamin
penghambat reseptor H1 (AH1) yang mampu mengusir histamin secara kompetitif
dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian mampu meniadakan kerja
histamin.
Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H 1 dapat menimbulkan vasokontriksi
pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus, uterus),
kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin mencapai kulit
misal pada gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat
pelebaran kapiler atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan
pada kapiler. Histamin memegang peran utama pada proses peradangan dan pada
sistem imun.
Sedangkan untuk pelarutnya digunakan aqua pro injeksi yang merupakan
pelarut khusus untuk sediaan steril, seperti diketahui pula salah satu syarat obat
suntik selain harus jernih, steril adapun sterilisasi yang digunakan pada pembuatan
sediaan tersebut yaitu sterilisasi tipe A yaitu menggunakan autoclave,selain itu
isotonis yaitu larutan yang dibuat sebisa mungkin memiliki tekanan osmotik yang
sama dengan plasma darah, kemudian tidak mengiritasi pada saat penyuntikan obat

75

suntik dan juga harus bebas pyrogen karena itu digunakan Carbo adsorbens

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

sebagai penyerap pyrogen karena pyrogen adalah hasil metabolisme dari


mikroorganisme berupa polisakarida yang mengandung N dan P yang dalam
jumlah tertentu bila disuntikkan kedalam tubuh akan menimbulkan demam.
Adapun tujuan dibuatnya sediaaan steril obat suntik dalam bentuk dosis
tunggal yaitu ampul adalah pemberian lebih mudah untuk pasien yang tidak bisa
menelan atau muntah selain itu kerja obat lebih cepat dan obat/zat aktif tidak
dirusak oleh

enzim pencernaan seperti hal nya bila digunakan secara oral.

Sedangkan untuk dosis penggunaannya adalah untuk Dewasa : ( I.m ) sekali ml


2 ml dan dosis Anak : ( Sc )87,5 g /Kg berat badan,sediaan sebaiknya disimpan
dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar (25oC 30oC) terhindar dari cahaya.

BAB V
PENUTUP

75

5.1 Kesimpulan

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Setelah melaksanakan praktikum pembuatan sediaan steril dalam


bentuk dosis tunggal yaitu ampul, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sediaan steril dalam dosis tunggal untuk satu kali penyuntikan saja disebut
ampul biasa tersedia dalam 3-5 ml
2. Ampul disterilkan dengan sterilisasi akhir menggunakan autoclave
3. Pemakaian atau penyuntikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga ahli
4. Sediaan merupakan antihistaminika yang bekerja menghambat reseptor
(AH1)
5. Berdasarkan

perhitungan

tonisitas

sediaan

untuk

ampul

dengan

chlorpheniramin maleas sebagai zat aktif nya adalah larutan hipertonis


yaitu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang tidak sama dengan
plasma darah namun masih dapat diterima dalam jumlah tertentu
5.2 Saran
Diharapkan praktikan berhati-hati dalam pengerjaan sediaan serta
memahami cara pembuatan dan perhitungan tonisitas untuk sediaan steril
seperti ampul.

BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Maksud
Adapun maksud dalam kegiatan praktikum Farmasetika II ini adalah untuk
mengetahui dan mampu serta trampil dalam mengerjakan resep sediaan steril.
1.5 Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu :
Untuk mengetahui cara membuat sediaan steril berupa vial dengan baik
dan benar sesuai dengan cara kerja.

75

1.5.1

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

1.5.2
1.5.3

Untuk mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.


Untuk mengetahui perhitung tonisitas sediaan steril dengan benar.

1.6 Manfaat
Manfaat praktikum ini yaitu :
1.6.1

Dapat membuat sediaan steril berupa vial dengan baik dan benar sesuai

1.6.2
1.6.3

dengan cara kerja.


Dapat mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.
Dapat menghitung tonisitas sediaan steril dengan benar.

BAB II
DASAR TEORI
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang
unik. Diantara bentuk orang terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui
kulit atau membrane mukosa ke bagian dalam tubuh. Karena sediaan
mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni
membrane kulit dan mukosa. Sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi
mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurnian
tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam
penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua
jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi. (Lachman, hal 1292)
Produk steril termasuk sediaan parenteral, mata dan irigasi. Preparat
parenteral biasa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah
intravena, intramuscular, subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya
pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat,
seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan

75

baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain. Injeksi
diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat
ke dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :
1. Efek terapi lebih cepat didapat
2. Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan
3. Cocok untuk keadaan darurat
4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung
Injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun
1660, meskipun demikian perkembangan pertama injeksi seprot baru berlangsung
pada tahun 1852, khususnya pada saat dikenalkannya ampul gelas, untuk
mengembangkannya bentuk aplikasi ini lebih lanjut. Ampul gelas secara serempak
dirumuskan oleh apoteker LIMOUSIN (prancis) dan FRIEDLAENDER (Jerman)
pada tahun 1886.
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Umumnya
hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak
bisa diberikan karena bahaya hambatan pembuluh kapiler. Suspensi air, minyak
dan larutan minyak biasanya tidak dapat diberikan secara subkutan, karena akan
timbul rasa sakit dan iritasi. Jaringan otot

mentolerasi minyak dan partikel-

partikel yang tersuspensi cukup baik, di dalam minyak sehingga jaringan tersebut
merupakan satu-satunya rute yang biasanya cocok untuk minyak dan suspensi
dalam minyak.
Peryaratan dalam larutan injeksi :
Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara
parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :
Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan
yang ada dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama
penyimpanan akibat perusakan obat secara kimia dan sebagainya.
Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan
tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antar bahan obat dan

75

maerial dinding wadah.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Tersatukan tanpa terjadinya reaksi, untuk beberapa factor yang paling


menentukan, bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara
fisiologis, isotonis, isohidris, bebas bahan melayang.
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya
digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 100 ml.
vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk
bahan obat, larutan atau suspense dengan volume sebanyak 5 ml atau lebih besar.
Bila diperdagangkan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek
atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghirup cairan injeksi. (R. Voight hal
464)
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran
ganda) :
1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan
adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya
2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung
isotonis
(0,6% - 0,2%) (FI III, hal . 13)
3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya
4. Zat pengawet (FI IV hal 17) kecuali dinyatakan lain, adalah zat pengawet
yang cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam
wadah ganda/injeksi yang dibuat secara aseptic, dan untuk zat yang
mempunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet.
a. Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel, pengantar bentuk sediaan
farmasi, hal 401)
Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti

pada keadaan gawat


Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama
dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tudak tahan menerima

75

pengobatan melalui oral


Penterapan dan absorbs dapat diatur

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

BAB III
URAIAN BAHAN
I.

Resep
R/ Inj. Difenhidramin 6%
m.f.da in vial 15ml no.II

II. Landasan Teori


II.1 Difenhidramin

CH-O-(CH2)2-N(CH3)2

Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit, disertai rasa
tebal (FI III, 228)
Dosis : DL 1x = 25mg, 1hr= 100mg
oral
1hr = 10-50mg
im, iv (sebagai dosis tunggal)
DM 1x = 100mg
1hr = 250mg (FI III, 967)
Im, iv, 1ml-5ml (Fornas, hal.113)
Daftar obat : Obat keras
Stabilitas: pH = 5,0-6,0 (fornas, hal.331)

II.2 Carbon Adsorben


Pemerian : Serbuk sangat halus, bebas dari butiran, hitam, tidak berbau,

tidak berasa
Sinonim : Jarang arab
Kegunaan : penyerap pyrogen
Konsentrasi : 0,1%

II.3 Aqua Pro Injection


Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa (FI

III.

III,96)
Kegunaan : Pelarut

Sterilisasi
Pada praktikum kali ini sterilisasi menggunakan pemanasa basah yaitu menggunakan

75

autoclave. Sediaan dimasukkan ke dalam autoclave dan atur suhu kemudian ditutup.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Volume larutan

100 ml, 1150C-1160C selama 30 menit. Volume larutan

100 ml, waktu pemanasan diperpanjang.


IV.Tonisitas
Difenhidramin 1% =

0,1610
1%= 0,5760

NaCl
1. Jumlah vial
n+1 = 2+1 = 3
2. Volume sediaan + 2%

= 15ml + 2% = 15 ml + ( 100 x15ml) = 15,3 ml


3. Volume total
= 3 x 15,3 ml = 45,9 ml = 46ml
4. Zat aktif + 5%
6% (difenhidramin) = 6% =

6g
6000 mg
=
= 60mg/ml
1 ooml 100 ml
5

60mg/ml + 5% = 60mg/ml + ( 100

x 60mg/ml)

63mg x 46ml = 2898 mg = 2,898 g


Tonisitas Difenhidramin = 0,279 g x 2,898 g = 0,808 g = 808mg
NaCl isotonis 0,9% =

0,9
x 46 ml = 0,414 g = 414mg
100 ml

Kesimpulan : Larutan yang dibuat adalah hipertonis


Difenhidramin
NaCl
414mg
808mg
V. Formula Lengkap
Injeksi Difenhidramin 6%
Setiap ml mengandung difenhidramin..............60mg
VI.

Penimbangan
1. Difenhidramin = 2,808 g = 2,9 gr
2. Carbon adsorben = 0,1% x 46 ml = 46mg = 50mg
3. Aqua = 46ml

VII.

Sterilisasi
Nama Alat & Bahan

Cara Sterilisasi

Suhu & Waktu

o
1
2
3

Beaker Glass
Erlenmeyer
Gelas ukur

Oven
Oven
Oven

1700C selama 30 menit


1700C selama 30 menit
1700C selama 30 menit

75

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

4
5
6
7
8

Batang pengaduk
Corong & kertas saring
Aqua bidestillata
Vial + tutup
Tutup karet

Oven
autoclave
autoclave
oven
autoclave

1700C selama 30 menit


1210C selama 15 menit
1210C selama 15 menit
1700C selama 30 menit
1210C selama 15 menit

Prosedur tetap sterilisasi alat dan wadah primer:


1. Alat dan wadah dibersihkan
2. Bungkus dengan kertas perkamen untuk alat yang tidak berongga atau wadah
berongga dengan volume kecil, tutup dengan kertas perkamen bagian mulutnya
untuk alat dan wadah yang berongga volume besar
3. Masukkan ke dalam alat sterilisasi sesuai table, hitung waktu sterilisasi sejak
suhu mencapai suhu yang diinginkan
4. Setelah suhu & waktu sterilisasi terpenuhi, matikan alat sterilisasi keluarkan alat
dan wadah yang telah disterilkan.
VIII.

Pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dicuci alat-alat hingga kering / dikeringkan
3. Disterilkan alat-alat dalam autoclave dan bahan-bahan di dalam oven
4. Ditimbang semua bahan Difenhidramin 0,308g, NaCl 328mg, Carbon adsorben
45,9mg, dan aqua pro injection 45,9ml
5. Dilarutkan Difenhidramin sebanyak 0,308g di dalam beaker glass dengan
menggunakan aqua pro injection hingga larut
6. Dipijarkan carbon adsorben dengan cawan porselin di atas nyala api spiritus
hingga pijar
7. Dicampurkan larutan difenhidramin, lalu aduk hingga homogen
8. Dimasukkan carbon adsorben yang telah pijar ke dalam larutan dan aduk ad
9.
10.
11.
12.
13.

Etiket
Tiap ml mengandung:
Difenhidramin............................................600mg
Keterangan Lengkap Lihat Brosur
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Reg. DKL 8300600243 A1
Batch. 0291011

ED : 29 Okt 10
75

IX.

homogen
Disaring dengan menggunakan kertas saring, dimasukkan ke dalam glass beaker
Dilakukan pengukuran pH dengan kertas pH
Dimasukkan dalam masing-masing
botol vial
Difenhidramin
Disterilkan atau dilakukan sterilisasi akhir menggunakan pemanasan basah
Injeksi
6%
Di kemas dan diberi etiket, dan juga
label.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

PT.Dika Farma Tbk , Samarinda Indonesia

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

BAB IV
PEMBAHASAN
Sediaan ini berupa vial yaitu sediaan injeksi yang diberikan melalui
intravena atau pembuluh darah.Tiap vial mengandung Difenhidramin 60mg. Vial
yang dibuat sebanyak 3 buah dengan volume vial 15ml.
Dalam praktikum kali ini, praktikan membuat sediaan dalam bentuk vial.
Vial adalah suatu sediaan larutan steril dalam dosis ganda yang dapat digunakan
ubtuk beberapa kali pemakaian atau penyuntikan. Vial merupakan sediaan injeksi,
dimana injeksi yaitu sediaan steril berupa larutan, suspensi, emulsi, atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan,
yang bila disuntikkan dengan cara merobek lapisan kulit atau selaput lendir.
Sediaan ini berkhasiat sebagai antihistamin untuk penyembuhan gejala
alergi hidung dan alergi kulit. Selain itu untuk penyakit Parkinson dari reaksi
distonik akibat obat dan untuk sedasi ringan dimalam hari.
Difenhidramin menghambat efek histamine, memiliki sifat depresan SSP
dan antikolinergi yang signifikan.
Dalam resep ini terdapat beberapa komposisi bahan yaitu sebagai berikut:
1. Difenhidramin sebagai zat aktif yang berkhasiat sebagai antihistamin.
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin

terhadap

tubuh

dengan

jalan

memblok

reseptor-histamin

(penghambat saingan). Antihistamin merupakan senyawa nitrogen bersifat


basa, sebagian besar dapat beraksi dengan asam membentuk garam yang larut
dalam air. Sedangkan untuk histamin sendiri, histamin merupakan suatu amin
nabati (bioamin) yang dilepaskan oleh mast cell akibat dari reaksi
hipersensitivitas dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin
melalui dekarboksilasi enzimatis. Asam amino ini masuk kedalam tubuh

75

terutama dalam daging (protein) yang kemudian di jaringan (juga usus halus)

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

diubah secara enzimatis menjadi histamin (dekarboksilasi). Mast Cell ini


menyerupai
Bola-bola kecil berisi gelembung yang penuh dengan histamin dan zat-zat
mediator lain. Difenhidramin merupaka derivat etanolamin yang memiliki
daya antikolinergis dan sedative yang kuat. Antikolinergis melawan khasiat
asetilkolin dengan jalan menghambat terutama reseptor-reseptor M(uskarin)
yang terdapat di SSP dan organ perifer dan sedatif berfungsi menurunkan
aktifitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan pemaikai/pengguna.
Difenhidramin sebagai zat antihistamin (H1-bloker) yang bila diberikan pada
bayi dapat menimbulkan ransangan paradoksal, misalnya mengeringnya
selaput lendir karena efek anikolinergis. Selain itu Difenhidramin juga bersifat
spasmolitis, anti-emetis, dan antivertigo (antipusing). Digunakan sebagai obat
tambahan pada terapi penyakit parkison dan sebagai obat antigatal pada
urticaria akibat alergi (Caladryl).
2. Carbo Adsorben sebagai zat tambahan yang berfungsi sebagai penyerap
pirogen. Pirogen adalah hasil metabolisme dari mikroorganisme berupa
polisakarida yang mengandung N dan P yang dalam jumlah tertentu bila
disuntikkan kedalam tubuh akan menimbulakn demam.
3. Aqua Pro Injection yang berkhasoat sebagai zat tambahan kedua yaitu untuk
melarutkan Difenhidramin (sebagai pelarut).
Pada sediaan vial ini menggunakan penambahan zat tambahan yaitu
carbon absorben. Guna dari carbo adsorben ialah untuk menyerap pirogen.
Pirogen adalah produk metabolism dari mikroorganisme. Secara kimiawi
pirogen adalah zat lemak yang berhubungan dengan suatu molekul pembawa
yang biasanya merupakan polisakarida, tetapi juga merupakan suatu peptida
dan jika menginfeksi dapat menyebabkan demam. Kira-kira 1 jam setelah
infeksi

pada

manusia,

pyrogen

menghasilkan

kenaikan

temperature

tubuh,demam (panas-dingin),sakit badan, vasokontriksi pada kulit dan


kenaikan dalam tekanan darah arteri, jadi agar hal ini tidak terjadi, maka
ditambahkan carbo adsorben. Karbo adsorben adalah arang halus (nabati atau
hewani) yang telah diaktifkan melalui suatu proses tertentu yaitu pemijaran.

75

Senyawa ini memiliki daya serap pada permukaanya (adsorpsi) yang kuat

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

terutama zat-zat yang molekulnya besar, seperti alkaloid, toksin abkteri atau
zat-zat beracun yang terasal dari makanan. Begitu pula banyak obat dapat
diabsorpsi pada carboinvivo, sehingga penggunaan obat harus diberikan 23jam setelah pemberian carbo adsorben.
Larutan difenhidramin yang dibuat bersifat hipertonis. Larutan hipertonis
yaitu larutan yang dapat menyebabkan sel darah merah mengkerut (plasmolisis).
Larutan ini dapat diberikan kepada pasien dengan penyuntikan perlahan.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sediaan ini berupa vial yaitu sediaan injeksi yang diberikan melalui
intravena atau pembuluh darah.Tiap vial mengandung Difenhidramin 60mg.

75

Vial yang dibuat sebanyak 3 buah dengan volume vial 15ml.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Sediaan ini berkhasiat sebagai antihistamin untuk penyembuhan gejala


alergi hidung dan alergi kulit. Selain itu untuk penyakit Parkinson dari reaksi
distonik akibat obat dan untuk sedasi ringan dimalam hari.
Difenhidramin menghambat efek histamine, memiliki sifat depresan
SSP dan antikolinergi yang signifikan.
5.2.Saran
Agar praktikan dapat mengerjakan praktikum dengan sebaik-baiknya
sesuai yang diajarkan.

BAB II
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Adapun maksud dalam kegiatan praktikum Farmasetika II ini adalah untuk
mengetahui dan mampu serta trampil dalam mengerjakan resep sediaan
suppositoria.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu :
1.2.1

Untuk mengetahui cara membuat sediaan steril berupa suppositoria dengan


baik dan benar sesuai dengan cara kerja.

1.3 Manfaat

75

Manfaat praktikum ini yaitu :

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

1.3.1

Dapat membuat sediaan steril berupa suppositoria dengan baik dan benar
sesuai dengan cara kerja.

BAB II
DASAR TEORI
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar
salep yang cocok (FI III, 33)
Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat

75

dalam salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik adalah 10%.
(IMO, 52)
Berdasarkan komposisi dasar salep dapat digolongkon sebagai berikut :
1. Dasar salep hidrokarbon yang terdiri antara lain :
a. Vaselin putih
b. Vaselin kuning
c. Campuran vaselin putih dengan malam putih, malam kuning
d. Parafin encer
e. Parafin padat
f. Jelene
g. Minyak tumbuh-tumbuhan
2. Dasar salep serap yaitu dapat menyerap air terdiri antara lain :
a. Adeps Lanae, Lanoline
b. Unguentum Simplex
Campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian wijen.
c. Hydrophilic Petrolatum
3. Dasar salep dapat dicuci dengan air, yaitu terdiri :
a. Dasar salep emulsi tipe M/A, seperti Vanishing cream.
b. Emulsifying ointment B.P, dan Emulsifying wax.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

c. Hydrophilic ointment, dibut dari minyak mineral, Stearylalcochol, Myrj 52


(emulgator tpipe M/A), Aquadest.
4. Dasar salep yang dapat larut dalam air, yaitu terdiri antara lain PEG.

Atau

campuran PEG
a. Polyethleneglcol ointment USP
b. Tragancanth
c. P.G.A.
(IMO, 52-53)
Uraian Bahan Yang Sering Dipakai Sebagai Dasar Salep
a. Vaseline, terdiri dari Vaseline kuning dan Vaseline putih. Vaselin putih adalah
bentuk yang dimurnikan atau dipucatkan warnanya (dalam pemucatan
digumakan asam sulfat). Vaselin hanya dapat menyerap air sebanyak 5%.
Dengan penambahan surfaktan seperti natriumlaurysulfat, tween, maka akan
mampu menyerap air lebih banyak juga penambahan kolesterol span
kemampuan mendukung air dapat dinaikkan.
b. Jelene, terdiri dari minyak hidrokarbon dan malam yang tersusun Sedemikian
hingga fase mudah bergerak dengan demikin terbentuk gerakan dalam hinggan
difusi obat kesekelilingnya dapat terjadi lebih baik keuntungan penggunaan
jalene dalam penyimpanan tetap dan cukup lunak.
c. Lanolin adalah adeps lanae yang mengandung air 25% .digunakan sebagai
pelumas dan penutup kulit dan lebih mudah dipakai. (IMO, 54-55)
Cara Pembuatan Salep
Aturan umum :
1. Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perlu dengan pemanasan
rendah.
2.

Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep lebih dulu diserbuk dan

diayak Dengan derajat ayakan nomor 100.


3.
Zat yang mudah larut dalam air yang stabil, serta dasar salep mampu
mendukung atau menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang
tersedia setelah itu ditambahkan bagian dasar salep yang lain.
4.
Bila dasar salep dibuat dengan peleburan maka campuran tersebut
harus diaduk sampai dingin. (IMO, 55)
Salep harus homogen dan ditentukan dengan cara salep dioleskan pada
sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan

75

yang homogen.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

1.

Zat yang dapat larut dalam dasar salep


Umumnya kelarutan obat dalam minyak lemak lebih besar daripada
dalam

vaselin.

Campora,

Mentholum,

Phenolum<

Thymolum

dan

Guayacolum lebih mudah dilarutkan dengan cara digerus dalma mortir


dengan minyak lemak. Bila dasar salep mengandung vaselin, maka zat-zat
tersebut digerus halus dan ditambahkan sebagian ( sama banyak) vaselin
sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan bagian dasar salep yang
lain.
Camphora dapat dihaluskan dengan tambahan spiritus fortior atau eter
secukupnya sampai larut setelah itu tambahkan dengan dasar salep sedikit
demi sedikit sampai spiritus fortiornya menguap.
Bila zat-zat tersebut bersama-sama masa salep, lebih mudah dicampur
dan digerus dulu biar meleleh baru ditambahkan dasar salep sedikit demi
sedikit.
2.

Zat yang mudah larut dalam air


Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air
yang tersedia maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur dengan
bagian dasar salep yang dapat menyerap air, setelah seluruh obat dalam air
terserap, baru ditambahkan bagian-bagian lain dasar salep, digerus dan
diaduk hingga homogen.
Dasar salep yang dapat menyerap air antara lain Adeps Lanae,
Unguentum Simplex, Hydrophilic ointment. Dan dasar salep yang sudah
mengandung air antara lain Lanoline (25% air), Unguentum Leniens (25%
air), Unguentum cetylicum hydrosum (40%).
Dalam keadaan terpaksa penambahan air adalah perlu, maka perlu
dijelaskan dan dimintakan persetujuan dokter yang menulis resep, jumlah air
yang ditambahkan dikurangkan pada bagian dasar salep.
Zat yang kurang larut atau tidak larut dalam dasar salep
Zat-zat ini diserbukkan dulu dengan derajat halus serbuk pengayak
no.100. setelah itu diserbuk dicampur baik-baik dengan sama berat masa
salep, atau dengan salah satu bahan dasar salep. Bila perlu bahan dasar salep
tersebut dilelehkan dulu, setelah itu sisa bahan-bahan yang lain ditambahkan

75

3.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

sedikit demi sedikit sambil digerus dan diaduk hingga homogen. Untuk
mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan, seperti Cera flava, Cera
alba, Cetylalcoholum dan Paraffinum solidum tidak tersisa dari dasar salep
yang cair atau lunak. Pembuatan salep dengan Asam borat tidak diizinkan
dibuat dengan pemanasan.
Untuk mendapatkan salep yang homogen dan terbaginya zat padat
yang merata dalam salep dapat digunakan alat penggilas salep (Zalf molen)
4.

Salep yang dibuat dengan peleburan


Pembuatan dasar salep ini dibuat dalam cawan porselin sebagai
pengaduk digunakan atang gelas atau spatel kayu.
Masa yang melekat pada dinding cawan dan spatel atau batang
pengaduk selalu dilepas dengan kertas film.
Bahan salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil
bagian lemaknya, sedang air ditambahkan setelah masa salep diaduk sampai
dingin
Bila bahan-bahan dari salep mengandung kotooran, maka masa salep
yang meleleh perlu dikolir (disaring dengan kasa). Masa kolatur ditampung
dalam mortir panas, diaduk sampai dingin. Pada pengkoliran akan terjadi
masa yang hilang, maka itu bahan harus dilebihi 10%-20%.
(IMO, 55-63)

Cara Pembuatan Salep dengan Bahan Tertentu


1. Oleum Cacao
Karena adanya sifat polimorfi, maka bila Oleum cacao dilelehkan sampai
mencair semua pada waktu mendinginkan akan memakan waktu yang lama. Maka
itu bila salep mengandung 10 % Oleum Cacao perlu hati-hati pada waktu
melelehkan. Oleum Cacao dilelehkan sampai meleleh, tetapi belum mencair
seperti minyak ( di atas tangas air ), setelah itu diturunkna dari penangas air lalu
ditambahkan minyak dingin atau masa salep dan digerus. Bila kurang dari 10 %,
maka dapat dibuat seperti pada pembuatan salep dengan peleburan.
Sapo kalinus dan sapo viridis, tidak ikut dipanasi. Sebelum dicampur dengan
masa salep, maka digerus dulu dengan mortir.

75

2. Styrax,

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Supaya dimurnikan dulu dengan dipanasi di atas tangas air pada


temperatur tidak lebih dari 75 setelah itu dikolir.
Dala perdagangan sudah ada styrax yang telah dimurnikan. Bila styrax perlu di
colir harus ditimbang lebih besar dari 100 % karena diperkirakan 50 % hilang
pada waktu styrax dikolir.
Colophonium
Digerus halus dulu dimortir, setelah itu serbuk Colophonium ditaburkan
pada bagian-bagian salep yang telah dilebur dulu, di mana serbuk Colophnium
dapat larut, setelah itu seluruhnya dipanasi di atas tangas air, Colophonium dapat
larut dalam lemak, minyak, Cera dan Adeps Lanae.
Balsamun Peruvianum
Jangan ikut dipanasi, ditambahkan pada masa salep yang telah dingin dan
dicampur terakhir.
Bila ada Ol. Ricii dalam resep, digerus dulu dengan Ol. Ricini.
Zat-zat yang ditambahkan terakhir pada salep yang telah dingin ialah
Ichthamolum,

Tumenol

Ammonium,

Pix

Lithantracis,

oleum

Fagi,

empyreumaticum depuratum dan Oleum Iuniperi Empyreumaticum depuratum,


Oleum Iecoris Aselli, Minyak-minyak eteris dan zat yang mudah menguap seperti
Camphora, menthol dan lain-lain. (IMO, 64-66)
Salep berlemak
Senyawa hidrokarbon dan malam juga dianggap termasuk lemak. Daya
menyerap air dari basis adalah sebagai berikut :
a. 100 bagian Adeps Lanae dapat menyerap air 200 bagian.
b. 100 bagian lanolinum dapat menyerap air 120 bagian.
c. 100 bagian Vaselinum dapat menyerap air 10 bagian.
d. 100 bagian vaselinum dengan 5 % Cera dapat menyerap air 40 bagian.
e. 100 bagian Vaselinum dengan 5 % Adeps Lanae dapat menyerap air 100
bagian.
f. 100 bagian Cetylicum dengan 5 % Adeps Lanae dapat menyerap air 30
bagian.
g. 100 bagian vaselinum dengan 5 % Cholesterol dapat menyerap air 250
bagian (IMO, 66)
Zat-zat yang mengurangi daya serap air adalah Acidum
salicylicum,

Resorcinum,

Fenol,

Tannium,

thymolum,

Ratanhiae

75

Extractum dan Pix Liquida.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Glycerinum bila banyak, ditambahkan sedikit demi sedikit pada


masa salep yang telah didinginkan. Bila sedikit Glycerinum dilarutkan
dalam air dan tambahkan pada campuran lemak
Cairan alkoholis, sukar diserap oleh dasar salep, maka
mencampur dalam salep dilakukan sebagai berikut :
1.
Zat Berkhasiat, yang dikandung adalah tahan pemanasan,
maka cairan diuapkan diatas waterbad sampai kira-kira beratnya.
Cairan yang hilang diganti dengan masa salep yang sama berat.
Contohnya Opii Tinct., Ratanhiae Tinct., Belladonnae Tinct.
2. Zat berkhasiat yang dikandung tidak tahan pemanasan.
a. Zat berkhasiat diketahui banyaknya :
Misalnya : Camphorae Solutio Spirituosa, Iodii Tinctura spirituosa,
Opii Tinctura, Acidi Salicylici Spirituosa.
Di sini diambil zat-zat berkhasiatnya saja dan berat cairan diganti
dengan dasar salep sama berat.
b. Zat berkhasiat tidak diketahui banyaknya.
Maka dilakukan dengan pemanasan serendah mungkin dan
digunakan kipas angin untuk mempercepat cairan alkohol menguap.
Berat cairan yang hilang atau menguap diganti dasar salep.
(IMO, 67-68)
OCULENTA (Salep Mata)
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar
salep yang cocok. (FI III, 20)
Pembuatan Salep yaitu bahan obat ditambahkan sebagai larutan steril atau
sebagai serbuk steril termikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir dimasukkan
secara aseptic dalam tube steril. Bahan obat dan dasar salep disterilkan dengan
cara yang cocok.
Tube disterilkan dalam otoklaf pada suhu antara 115 0C dan 1160C, selama

75

tidak kurang dari 30 menit. Penandaan pada etiket harus tertera salep mata.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

BAB III
URAIAN BAHAN
I. Resep
R/ Ibuprofen Supositoria 10 mg
m.f. suppo no.II
II. Landasan Teori
1. Ibuprofen (FI IV 449)
1.1 Sinonim
1.2 Pemerian

: Ibuprofenum
: Serbuk hablur, putih hingga hampir putih; berbau

1.3 Daftar Obat


1.4 Dosis

khas lemah
: Bebas Terbatas (ISO, 2).
: Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun pada 300400 mg 3-4 kali tiap hari, ditambahkan jika perlu
untuk max. 2,4 gr tiap hari; pemeliharaan
dosisuntuk 0,6-1,2 gr tiap hari mungkin cukup

inflamasi

yang

tidak

terlalu

kuat.

Efek

analgesiknya sama seperti aspirin. Absorpsi


ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar
maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2
jam. Waktu paruh dalam plasma selama 2 jam.
90% ibuprofen terikat dalam protein plasma.
Ekskresi berlangsung cepat dan lengkap. Kirakira 90 % dari dosis yang diabsorpsi akan
diekskresi melaui urin sebagai metabolit atau

75

1.5 Farmakologi

memadai (BNF 557)


Rectal: 3-4 dd 500 mg (OOP 333)
: Obat ini bersifat analgesic dengan daya anti

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil


hidroksilasi dan karboksilasi (Farmakologi dan
Terapi, 240).
: Analgetika dan Anti-inflamasi
:
C - C - COOH

1.6 Khasiat
1.7 Rumus Bangun

C
CC
C
2. Oleum Cacao (FI III 453)
1.1 Sinonim
1.2 Pemerian

: Lemak Coklat
: Lemak padat, putih kekuningan; bau khas

1.3 Kelarutan

aromatic; rasa khas lemak; agak rapuh.


: Sukar larut dalam etanol (95%) P; mudah larut
dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter

1.4 Titik Lebur

minyak tanah P.
: 310 sampai 340

3. Cera Flava (FI III 140)


1.1 Sinonim
1.2 Pemerian

: Malam kuning
: Zat padat; coklat kekuningan; bau enak seperti
madu; agak rapuh jika dingin; menjadi elastic jika
hangat dan bekas patahan buram dan berbutir-

1.3 Kelarutan

butir
: Praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam
etanol (95%) P; larut dalam kloroform , dalam
eter P hangat, dalam minyak lemak dan dalam

minyak atsiri
1.4 Titik Lebur
: 620 sampai 650
1.5 Inkompatibilitas : Tidak bercampur dengan bahan pengoksidasi
(excipient 819)

75

III.Perhitungan
a. Bobot suppo = 3 gram
b. Jumlah suppo = 2 + 2 = 4

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

c. Bobot total = 3 gram x 4 = 12 gram


d. Total zat aktif = 4 x 10 mg = 40 mg
Pengenceran (1:2)
Ibuprofen = 50 mg
Oleum cacao = 50 mg
40
50 x 100 = 80 mg
e. Total bobot aktif = 12 gram 40 mg
= 12000 mg 40 mg = 11960 mg
f. - cera flava = 6% x 11960 mg = 717 mg
- oleum cacao = 11960 mg 717 mg = 11240 mg
g. Oleum cacao yang dilelehkan
- 90% x 11240 mg = 10110 mg
- Sisa 10% = 11240 mg 10110 mg = 1130 mg 40 mg = 1090 mg
IV. Penimbangan
1. Ibuprofen = 50 mg
2. Oleum cacao = 11240 mg
3. Cera flava = 717 mg
V. Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang bahan-bahan sesuai perhitungan
3. Dilakukan pengenceran Ibuprofen 50 mg dan oleum cacao 50 mg dan
ambil dari pengencerannya 80 mg
4. Dilelehkan hasil pengenceran ibuprofen 80 mg, oleum cacao 90%
sebanyak 10110 mg dan cera flava sebanyak 717 mg dengan
menggunakan cawan porselen dilelehkan diatas tangas air hingga lebur
SUPPOSITORIA
5. Disiapkan cetakan supositoria
dan diolesi dengan paraffin liq
IBUPROFEN
6. Dimasukan campuran kedalam cetakan sedikit demi sedikit dan sambil
dihentah-hentakan
memadat, lalu
10 menit
agar
Ibuprofenagar
..10
mg dibiarkan selama
Netto:
3 gram
Suppositoria
benar-benar
padat
7. Dimasukan cetakan kedalam lemari pendingin hingga suppo mengeras
Komposisi:
8. Dikeluarkan
cetakan dari lemari pendingin lalu suppo ditimbang seberat 3
Tiap gram suppositoria mengandung

gram Ibuprofen ... 10 mg


9. Dibungkus supositoria yang sudah ditimbang dengan alumunium foil
10. DikemasIndikasi
sediaan dan diberi brosur.
Analgetikum dan Anti-inflamasi

VI. Etiket

No. Reg
: GTL 1012345622A1
No. Batch : 0091111
Exp. Date : 9 NOV 2011
75

Diproduksi Oleh :
Kelompok 1 _ 723901S.09.041
- 054
PT. Manis Farma
Samarinda-Indonesia

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

P. No. 5 !
AWAS OBAT KERAS
TIDAK BOLEH DITELAN

Label

SUPPOSITORIA
IBUPROFEN

KOMPOSISI:
Tiap suppositoria mengandung:
Ibuprofen 10 mg

INDIKASI:
Analgetik ringan sampai berat, antiradang,
inflamasi seperti arthritis rheumatoid.

dismenorea,

gangguan

KONTRA INDIKASI:
Hipersensitivitas terhadap ibuprofen dan obat NSAID lain, penderita tukak
peptikum berat dan aktif, asma, rintis dan urtikaria bila menggunakan
aspirin atau obat inflamasi lain, kehamilan trimester ketiga.

CARA KERJA:
Menghambat kerja prostaglandin, supresi nyeri dan inflamasi.

DOSIS:
1 suppositoria pada pagi hari dan malam hari.

EFEK SAMPING:
Konstipasi dan nyeri lambung, mual, muntah, diare,
penyempitan bronkus, penurunan sel pembeku darah.

ruam

kulit,

PERHATIAN:
Hati hati pada penderita ginjal, hati dan kardiovaskular.

BAB IV
NO. BATCH
NO. REG
EXP. DATE

: 0091111
: GTL 1012345622A1
: 9 Nov 2011

75

VII.

Diproduksi Oleh :

Kelompok 1 _ 723901S.09.041
PT. Manis Farma- 054
Samarinda-Indonesia

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini, praktikan membuat sediaan dalam bentuk
suppositoria. Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,
umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut , melunak atau meleleh pada suhu
tubuh. Sediaan ini diindikasikan sebagai obat analgesik dalam pengobatan nyeri
ringan sampai berat atau diasmenor dan sebagai obat penurun demam.
Dalam proses pengerjaannya terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan, kemudian dilakukan penimbangan bahan yaitu ibuprofen 40
mg,cera flava 0,717 gr, dam oleum cacao 10 gr. Digerus ibuprofen hingga halus
didalam mortir. Dilelehkan oleum cacao sebanyak 90% dari jumlahnya dan cera
flava,diatas penangas air dengan menggunakan cawan porselin hingga melebur.
Setelah diangkat,masukkan sisa oleum cacao didalam cawan aduk ad
homogen,kemudian dimasukkan kedalam cetakkan yang sebelumnya diolesi
dengan menggunakan parafin cair agar tidak lengket dan terjadi pengkerutan
selama proses pemadatan suppositoria. Dan pada saat memasukan campuaran
kedalam cetakan, cetakan harus dihentak-hentak agar suppo yang dihasilkan padat
tidak adanya udara yang masuk yang akan mengakibatkan suppo berlubang.
Kemudian cetakkan dibiarkan sejenak pada suhu kamar. Lalu dimasukkan
kedalam lemari pendingin, dibiarakan beberapa menit hingga memadat. Setelah
padat dikeluarkan dari lemari pendingin, lalu ditimbang suppositoria seberat 3 gr,
lalu dibungkus menggunakan aluminium foil, sediaan dikemas dan diberi etiket.
Pada pembuatan suppositoria yang digunakan adalah oleum cacao karena
oleum cacao memenuhi beberapa persayaratan basis ideal yaitu;tidak bebahaya,
lembut/halus tidak reaktif, meleleh pada peda temperatur badan. Oleum cacao
merupakan trigliserida berbau khas dan berwarna kekuningan, oleum bila
dipanaskan pada suhu tubuh yaitu 34C-35C. Pada pemanasan tinggi, lemak
coklat akan mencair dan memyerupai minyak. Oleum cacao merupakan basis
suppositorian yang ideal karena dapat melumer pada suhu tubuh tapi dapat
bertahan sebagai bentuk padat pada suhu kamar biasa. Oleum cacao mempunyai
sifat polimorfisme,oleh karena itu oleum cacao dicairkan, maka hasilnya

75

berbentuk kristal dengan titik lebur yang lebih rendah dari titk lebur oleum cacao

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

asalnya. Pada pemanasan oleum cacao,sebaiknya dilakukan sampai cukup meleleh


dapat dituang. Suppositoria yang dibuat dengan cara ini merupakan suppositoria
yang stabil. Untuk membentuk inti kristal yang stabil maka pembuatan
suppositoria, oleum cacao yang terlebih dahulu dimasukkan adalah 90% dari
jumlahnya.
Selain oleum cacao bahan yang digunakan adalah cera flava, cera flava
berfungsi untuk meninggikan titik lebur dari oleum cacao. Penambahan cera flava
tidak boleh lebih dari 6% karena akan menghasilkan campuaran yang mempunyai
titik lebur diatas diatas 37 dan tidak boeh kurang dari dari 4%, karena akan
memperoleh titik lebur yang lebih renda dari titik lebur oleum cacao. Jika obatnya
dalam bentuk larutan dalam air, maka perlu diperhatikan bahwa lemak coklat
hanya menyerap sedikit air. Penambahan Cera Flava dapat menaikan daya serap
lemak coklat terhadap air. Adapun pada saat pembuatan dalam pengisian massa
suppositoria kedalam cetakkan, oleum cacao cepat membeku dan pada
pendinginan terjadi susut volume hingga terjadi lubang pada massa sehingga pada
pengisian cetakkan harus diisi lebih dan untuk kelibahanya dipotong sesuai
dengan bobot.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulakan hasil
sebagai berikut:
Sediaan yang diperoleh berupa sediaan padat,berbentuk torpedo dengan

75

warna coklat kekuningan.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Berat yang didapat dari sediaan suppositoria adalah sebanyak 3 gr


Sediaan ini diindikasikan sebagai obat analgesik dalam pengobatan nyeri
ringan sampai berat atau diasmenor dan sebagai obat penurun demam.
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan praktikan agar lebih dilengkapi alat-alat
yang akan digunakan dalam praktikum sehingga dalam pengerjaannya sediaan
praktikan dapat mengerjakan sendiri sediaan yang akan dibuat.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Adapun maksud dalam kegiatan praktikum Farmasetika II ini adalah untuk
mengetahui dan mampu serta trampil dalam mengerjakan resep sediaan steril.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu :
1.2.1

Untuk mengetahui cara membuat sediaan steril berupa occulenta dengan

1.2.2

baik dan benar sesuai dengan cara kerja.


Untuk mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.

1.3 Manfaat
Manfaat praktikum ini yaitu :
Dapat membuat sediaan steril berupa occulenta dengan baik dan benar
sesuai dengan cara kerja.

75

1.3.1

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

1.3.2

Dapat mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.

BAB II
DASAR TEORI
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar
salep yang cocok (FI III, 33)
Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat
dalam salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik adalah 10%.
(IMO, 52)
Berdasarkan komposisi dasar salep dapat digolongkon sebagai berikut :
1. Dasar salep hidrokarbon yang terdiri antara lain :
a. Vaselin putih
b. Vaselin kuning
c. Campuran vaselin putih dengan malam putih, malam kuning
d. Parafin encer
e. Parafin padat
f. Jelene
g. Minyak tumbuh-tumbuhan
2. Dasar salep serap yaitu dapat menyerap air terdiri antara lain :
a. Adeps Lanae, Lanoline
b. Unguentum Simplex
Campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian wijen.
c. Hydrophilic Petrolatum
3. Dasar salep dapat dicuci dengan air, yaitu terdiri :
a. Dasar salep emulsi tipe M/A, seperti Vanishing cream.
b. Emulsifying ointment B.P, dan Emulsifying wax.
c.Hydrophilic
ointment,
dibut
dari
minyak
mineral,

75

Stearylalcochol, Myrj
52 (emulgator tpipe M/A), Aquadest.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

4. Dasar salep yang dapat larut dalam air, yaitu terdiri antara lain PEG.
Atau
campuran PEG
d. Polyethleneglcol ointment USP
e. Tragancanth
f. P.G.A.
(IMO, 52-53)
Uraian Bahan Yang Sering Dipakai Sebagai Dasar Salep
d. Vaseline, terdiri dari Vaseline kuning dan Vaseline putih.
Vaselin putih adalah bentuk yang dimurnikan atau dipucatkan warnanya
(dalam pemucatan digumakan asam sulfat). Vaselin hanya dapat menyerap
air

sebanyak

5%.

Dengan

penambahan

surfaktan

seperti

natriumlaurysulfat, tween, maka akan mampu menyerap air lebih banyak


juga penambahan kolesterol span kemampuan mendukung air dapat
dinaikkan.
e. Jelene, terdiri dari minyak hidrokarbon dan malam yang tersusun
Sedemikian hingga fase mudah bergerak dengan demikin terbentuk
gerakan dalam hinggan difusi obat kesekelilingnya dapat terjadi lebih baik
keuntungan penggunaan jalene dalam penyimpanan tetap dan cukup lunak.
f. Lanolin adalah adeps lanae yang mengandung air 25% .digunakan sebagai
pelumas dan penutup kulit dan lebih mudah dipakai. (IMO, 54-55)
Cara Pembuatan Salep
Aturan umum :
1. Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perlu dengan
pemanasan rendah.
5. Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep lebih dulu diserbuk dan
diayak
Dengan derajat ayakan nomor 100.
6. Zat yang mudah larut dalam air yang stabil, serta dasar salep mampu
mendukung atau menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang
tersedia setelah itu ditambahkan bagian dasar salep yang lain.
7. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan maka campuran tersebut
harus diaduk sampai dingin. (IMO, 55)
Salep harus homogen dan ditentukan dengan cara salep dioleskan
pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus

75

menunjukkan susunan yang homogen.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

5. Zat yang dapat larut dalam dasar salep


Umumnya kelarutan obat dalam minyak lemak lebih besar
daripada dalam vaselin. Campora, Mentholum, Phenolum< Thymolum dan
Guayacolum lebih mudah dilarutkan dengan cara digerus dalma mortir
dengan minyak lemak. Bila dasar salep mengandung vaselin, maka zat-zat
tersebut digerus halus dan ditambahkan sebagian ( sama banyak) vaselin
sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan bagian dasar salep
yang lain.
Camphora dapat dihaluskan dengan tambahan spiritus fortior atau
eter secukupnya sampai larut setelah itu tambahkan dengan dasar salep
sedikit demi sedikit sampai spiritus fortiornya menguap.
Bila zat-zat tersebut bersama-sama masa salep, lebih mudah
dicampur dan digerus dulu biar meleleh baru ditambahkan dasar salep
sedikit demi sedikit.
6. Zat yang mudah larut dalam air
Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air
yang tersedia maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur
dengan bagian dasar salep yang dapat menyerap air, setelah seluruh obat
dalam air terserap, baru ditambahkan bagian-bagian lain dasar salep,
digerus dan diaduk hingga homogen.
Dasar salep yang dapat menyerap air antara lain Adeps Lanae,
Unguentum Simplex, Hydrophilic ointment. Dan dasar salep yang sudah
mengandung air antara lain Lanoline (25% air), Unguentum Leniens (25%
air), Unguentum cetylicum hydrosum (40%).
Dalam keadaan terpaksa penambahan air adalah perlu, maka perlu
dijelaskan dan dimintakan persetujuan dokter yang menulis resep, jumlah
air yang ditambahkan dikurangkan pada bagian dasar salep.
7. Zat yang kurang larut atau tidak larut dalam dasar salep
Zat-zat ini diserbukkan dulu dengan derajat halus serbuk pengayak
no.100. setelah itu diserbuk dicampur baik-baik dengan sama berat masa
salep, atau dengan salah satu bahan dasar salep. Bila perlu bahan dasar

75

salep tersebut dilelehkan dulu, setelah itu sisa bahan-bahan yang lain

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

ditambahkan sedikit demi sedikit sambil digerus dan diaduk hingga


homogen. Untuk mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan, seperti
Cera flava, Cera alba, Cetylalcoholum dan Paraffinum solidum tidak
tersisa dari dasar salep yang cair atau lunak. Pembuatan salep dengan
Asam borat tidak diizinkan dibuat dengan pemanasan.
Untuk mendapatkan salep yang homogen dan terbaginya zat padat
yang merata dalam salep dapat digunakan alat penggilas salep (Zalf
molen)
8. Salep yang dibuat dengan peleburan
Pembuatan dasar salep ini dibuat dalam cawan porselin sebagai
pengaduk digunakan atang gelas atau spatel kayu.
Masa yang melekat pada dinding cawan dan spatel atau batang
pengaduk selalu dilepas dengan kertas film.
Bahan salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi
diambil bagian lemaknya, sedang air ditambahkan setelah masa salep
diaduk sampai dingin
Bila bahan-bahan dari salep mengandung kotooran, maka masa
salep yang meleleh perlu dikolir (disaring dengan kasa). Masa kolatur
ditampung dalam mortir panas, diaduk sampai dingin. Pada pengkoliran
akan terjadi masa yang hilang, maka itu bahan harus dilebihi 10%-20%.
(IMO, 55-63)
Cara Pembuatan Salep dengan Bahan Tertentu
Oleum Cacao
Karena adanya sifat polimorfi, maka bila Oleum cacao dilelehkan sampai
mencair semua pada waktu mendinginkan akan memakan waktu yang lama. Maka
itu bila salep mengandung 10 % Oleum Cacao perlu hati-hati pada waktu
melelehkan. Oleum Cacao dilelehkan sampai meleleh, tetapi belum mencair
seperti minyak ( di atas tangas air ), setelah itu diturunkna dari penangas air lalu
ditambahkan minyak dingin atau masa salep dan digerus. Bila kurang dari 10 %,
maka dapat dibuat seperti pada pembuatan salep dengan peleburan.
Sapo kalinus dan sapo viridis, tidak ikut dipanasi. Sebelum dicampur dengan

75

masa salep, maka digerus dulu dengan mortir.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Styrax,
Supaya dimurnikan dulu dengan dipanasi di atas tangas air pada
temperatur tidak lebih dari 75 setelah itu dikolir.
Dala perdagangan sudah ada styrax yang telah dimurnikan. Bila styrax perlu di
colir harus ditimbang lebih besar dari 100 % karena diperkirakan 50 % hilang
pada waktu styrax dikolir.
Colophonium
Digerus halus dulu dimortir, setelah itu serbuk Colophonium ditaburkan
pada bagian-bagian salep yang telah dilebur dulu, di mana serbuk Colophnium
dapat larut, setelah itu seluruhnya dipanasi di atas tangas air, Colophonium dapat
larut dalam lemak, minyak, Cera dan Adeps Lanae.
Balsamun Peruvianum
Jangan ikut dipanasi, ditambahkan pada masa salep yang telah dingin dan
dicampur terakhir.
Bila ada Ol. Ricii dalam resep, digerus dulu dengan Ol. Ricini.
Zat-zat yang ditambahkan terakhir pada salep yang telah dingin ialah
Ichthamolum,

Tumenol

Ammonium,

Pix

Lithantracis,

oleum

Fagi,

empyreumaticum depuratum dan Oleum Iuniperi Empyreumaticum depuratum,


Oleum Iecoris Aselli, Minyak-minyak eteris dan zat yang mudah menguap seperti
Camphora, menthol dan lain-lain. (IMO, 64-66)
Salep berlemak
Senyawa hidrokarbon dan malam juga dianggap termasuk lemak. Daya
menyerap air dari basis adalah sebagai berikut :
h. 100 bagian Adeps Lanae dapat menyerap air 200 bagian.
i. 100 bagian lanolinum dapat menyerap air 120 bagian.
j. 100 bagian Vaselinum dapat menyerap air 10 bagian.
k. 100 bagian vaselinum dengan 5 % Cera dapat menyerap air 40 bagian.
l. 100 bagian Vaselinum dengan 5 % Adeps Lanae dapat menyerap air 100
bagian.
m. 100 bagian Cetylicum dengan 5 % Adeps Lanae dapat menyerap air 30
bagian.
n. 100 bagian vaselinum dengan 5 % Cholesterol dapat menyerap air 250
bagian (IMO, 66)
Zat-zat yang mengurangi daya serap air adalah Acidum
salicylicum,

Resorcinum,

Fenol,

Tannium,

thymolum,

Ratanhiae

75

Extractum dan Pix Liquida.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

Glycerinum bila banyak, ditambahkan sedikit demi sedikit pada


masa salep yang telah didinginkan. Bila sedikit Glycerinum dilarutkan
dalam air dan tambahkan pada campuran lemak
Cairan alkoholis, sukar diserap oleh dasar salep, maka
mencampur dalam salep dilakukan sebagai berikut :
3. Zat Berkhasiat, yang dikandung adalah tahan pemanasan,
maka cairan diuapkan diatas waterbad sampai kira-kira
beratnya. Cairan yang hilang diganti dengan masa salep yang
sama berat. Contohnya

Opii Tinct., Ratanhiae Tinct.,

Belladonnae Tinct.
4. Zat berkhasiat yang dikandung tidak tahan pemanasan.
a. Zat berkhasiat diketahui banyaknya :
Misalnya : Camphorae Solutio Spirituosa, Iodii Tinctura
spirituosa, Opii Tinctura, Acidi Salicylici Spirituosa.
Di sini diambil zat-zat berkhasiatnya saja dan berat
cairan diganti dengan dasar salep sama berat.
b. Zat berkhasiat tidak diketahui banyaknya.
Maka dilakukan dengan pemanasan serendah mungkin
dan digunakan kipas angin untuk mempercepat cairan
alkohol menguap. Berat cairan yang hilang atau
menguap diganti dasar salep.
(IMO, 67-68)
OCULENTA (Salep Mata)
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar
salep yang cocok. (FI III, 20)
Pembuatan Salep yaitu bahan obat ditambahkan sebagai larutan steril atau
sebagai serbuk steril termikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir dimasukkan
secara aseptic dalam tube steril. Bahan obat dan dasar salep disterilkan dengan
cara yang cocok.
Tube disterilkan dalam otoklaf pada suhu antara 115 0C dan 1160C, selama

75

tidak kurang dari 30 menit. Penandaan pada etiket harus tertera salep mata.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

BAB III
URAIAN BAHAN
I. Resep Asli
dr.
SIP
Jl.

Afrizal Dinata
No. 981/SIP/DU/2007
Pramuka No. 45 Samarinda
Smd, 11-02-10

R/

Chloramphenicol
m.f.da.in occulenta

5%
No 1

II. Landasan Teori


A. Chlorampenicol
a.
b.
c.

Sinonim
Khasiat
Pemerian

:
:
:

Koramfenokol
Antibiotikum
Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memenjang,
putih sampai putih kelabu atau kekuningan, tidak berbau

d.

Kelarutan

rasa sangat pahit.


Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian
etanol(95%)p dan dalam 7 bagian propilenglikol P, sukar
larut dalam klorofrom P ( F1 III ;143)

B. Adeps lanae
a.
b.
c.

Sinonim
Khasiat
Pemerian

:
:
:

Lemak bulu domba


Dasar salep
Zat serupa lemak, liat, lengket, kuning muda atau kuning
pucat, agak tembus cahaya, bau lemah dan khas.( FI 111;

d.

Kelarutan

61)
Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol
(95%)P, mudah larut dalam klorofrom P dan dalam eter P

C. Paraffin liquidum
Sinonim
Khasiat
Pemerian

:
:
:

Paraffin cair
Laksan pelicin, dasar salep
Cairan kental, transparan, tidak berfiourensi, tidak
berwarna hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai

75

a.
b.
c.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

d.

Kelarutan

rasa ( FI III :474)


Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)P,
larut dalam klorofrom P dalam eter P

D. Vaselin flavum
a.
b.
c.

Sinomin
Khasiat
Pemerian

:
:
:

Vaselin kuning
Dasar salep
Massa lunak, lengket, bening, kuning muda, sampai kuning,
sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan dingin
tanpa diaduk berfiouresensi lemah, jika dicairkan tidak

d.

Kelarutan

berbau, hampir tidak berasa. ( FI III :633)


Larut dalam air, mudah menyerap larutan dalam alkohol
mudah menguap dalam eter, melebur dalam minyak lemak
tumbuh oleh minyak hewani, paraffin, melebur dalam
lemak.

III. Sterilisasi
Cara sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi tipe P yaitu, sterilisasi dengan
teknik aseptik yaitu teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadi cemaran
bakteri hingga seminimungkin.
IV. Formula lengkap
Chlorampenicoll oculentum (FN 65)
Tiap gram mengandung:
Chlorampenicolum
10 mg
Oculentum simplexad 1 g
R / oculentum simplex (FN 65)
R /setil alkohol
2,5 g
Adeps lanae
6g
Paraffin cair
40
Vaselin kuning
ad 100 g
R / asli
R /chlorampenicol
Occulentum simplex

500 mg
ad 10 g

V. Perhitungan

VI. Penimbangan
1. Chloramphenicol

=
=
=

0,5 g
9,5g
10,45g
300 mg .500 mg

75

1.Chlorampenicol 5%
2.Occulenta simplex
3.Occulenta simplex + 10%

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

2.
3.
4.
5.
VII.
No
1
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Setil alkohol
Adeps lanae
Paraffin liquid
Vaselin kuning

261 mg
627 mg
418 mg
5,3 mg

Sterilisasi alat
Nama alat dan bahan
Gelas arloji
Cawan porselen
Batang pengaduk
Tube dan tutup
Mortir dan stemper
Sudip
Bahan serbuk( kering )
Bahan berlemak

Cara sterilisasi

Suhu dan waktu

Oven
Oven
Oven
Outoclave
Oven
Outoclave
Oven
Oven

1700C, 30 menit
1700C, 30 menit
1700C, 30 menit
1210C, 15 menit
1700C, 30 menit
1210C, 15 menit
1700C, 30 menit
1700C, 30 menit

Prosedur tetap (protap) sterilisasi alat dan bahan:


1. Alat dan bahan kemasan primer dibersihkan
2. Bungkus dengan kertas perkamen untuk alat yang tidak berongga atau wadah
berongga dengan volume kecil, tutup dengan kertas perkamen bagian mulutnya
untuk wadah yang berongga dengan volume besar.
3. Masukkan kedalam alat sterilisasi sesuai tabel, hitung waktu sterilisasi sejak suhu
yang diinginkan.
4. Setelah suhu dan waktu sterilisasi terpenuhi, matikan alat sterilisasi, keluarkan
alat dan wadah yang sudah disterilkan.
Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Disterilkan alat-alat dan bahan
3. Timbang bahan
4. Gerus klorampenikol ad homogen, sisihkan
5. Dibuat dasar salep occulentum simplex dengan meleburkan cetyl alkohol, adeps
lanae dan vaselin kuning diatas tangas air ( jangan terlalu lama)
6. Dipanaskan mortir dengan air panas sampai dinding luar mortir terasa panas.
7. Masukkan hasil leburan occulentum simplex, aduk perlahan-lahan smpai dingin
kemudian tambahkan paraffin liquid sedikit demi sedikit.
8. Ditambahkan chlorampenicol pada occulentum simplex
9. Dipindahkan salep kedalam tube yang telah ditimbambang dengan kertas
perkamen.
10. Sediaan ditimbang nettonya diberi etiket dan kemas.

75

VIII.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

IX. Penandaan
Etiket
Chloramphenicol occulenta 5%
Tiap gram mengandung :
Chloramphenicol.................. 500mg
Dioleskan pada bagian mata yang sakit
Harus dengan resep dokter
Simpan ditempat sejuk dan terlindung dari sinar matahari
Diproduk oleh :
Pt. Nuansa farma
Samarinda- indonesia

No Reg: GKL4712310167A1
No Batch : 00210
Dawarsa : no 2013

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum farmasetika II, percobaan yang dilakukan adalah sediaan
steril khususnya adalah occulenta atau salep mata diketahui bahwa salep mata
adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar salep yang cocok,

75

Salep mata memberikan arti lain dimana obat dapat mempertahankan kontak

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

dengan mata dan jaringan disekelilingnya tanpa tercuci oleh cairan air mata. pada
pembuatan sediaan salep yang dibuat adalah kloramfenikol 5% oleh karena itu
berdasarkan Formularium Nasional digunakan formula standar basis salep dengan
komponen basis berlemak yaitu occulentum simplek adapun komponenkomponen dari occulentum simplex itu sendiri adalah cetyl alcohol 2,5
gram,Adeps lanae 6 gram,paraffin cair 40 gram dan masing-masing komponen
tersebut memiliki fungsi yaitu cetyl alcohol berfungsi sebagai emollient dan
penyerap air,biasa disebut juga emulsifying agent kemudian adeps lanae berfungsi
untuk memeperpanjang kontak obat dengan mata sedangkan untuk paraffin liquid
berfungsi sebagai pengental dari basis salep yaitu vaselin kuning.
Tujuannya dibuat sediaan salep mata kloramfenikol yaitu karena sediaan
salep mata memberikan keuntungan waktu kontak yang lebih lama dan
bioavailabilitas obat yang lebih besar dengan onset dan waktu puncak absorbsi
yang lebih lama. Dari tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar
sebasea, konjungtiva, kornea dan iris zat serta aktif yang digunakan yaitu
kloramfenikol agak sukar larut dalam pembawa air karena itu pembuatan sediaan
untuk mata menggunakan kloramfenikol cenderung dibuat salep steril. Sediaan
steril biasanya selalu memperhitungkan tonisitas tetapi Salep mata lebih toleran
terhadap variasi tonisitas dari suatu waktu yang diusulkan. Mata biasanya dapat
mentoleransi larutan sama untuk range 0,5 % 1,8 % NaCl intraokuler.
Indikasi atau khasiat dari salep mata kloramfenikol sendiri adalah infeksi
pada mata sepertitakoma,blefaritis,keratitis,konjungtivitis serta memiliki efek
samping yaitu iritasi lokal, rasa gatal,reaksi hipersensitifitas, anemia aplasia, nyeri
kepala, delirium. Adapun pemakaian salep mata sebaiknya pada malam hari
dan Dosis serta cara pakai : 3 4 kali sehar idioleskan pada mata yang sakit,
setidaknya pemakaian diteruskan 48 jam sesudah bagian yang sakit kembali
normal karena salep mata merupakan salep steril namun metode sterilisasi yang
digunakan adalah teknik aseptik. sedangkan untuk penyimpanannya yaitu salep
mata dissimpan ditempat yang kering dan sejuk dan dihindarkan dari sinar

75

matahari langsung.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan praktikum pembuatan sediaan steril dalam
bentuk salep mata (occulenta), maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sediaan salep mata merupakan salep steril untuk pengobatan mata
menggunakan dasar salep yang cocok dan dasar salep yang digunakan
untuk salep mata kloramfenikol adalah occulentum simplex
2. Obat biasanya dipakai untuk mata untuk maksud efek lokal pada
pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya
3. Berdasarkan perhitungan tonisitas sediaan untuk ampul dengan
chlorpheniramin maleas sebagai zat aktif nya adalah larutan hipertonis
yaitu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang tidak sama dengan
plasma darah namun masih dapat diterima dalam jumlah tertentu
4. Indikasi dari sediaan adalah mengatasi infeksi pada mata seperti

75

takoma,blefaritis,keratitis,konjungtVitis

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

Laporan Praktikum Farmasetika II 09 B

5. Pada etiket sediaan harus tertera salep mata


5.2 Saran
Diharapkan praktikan berhati-hati dalam pengerjaan sediaan serta

75

mampu memahami cara pengerjaan salep mata yang baik.

Kelompok 1 _ 723901S.09.041 - 054

You might also like