You are on page 1of 10

LAPORAN HASIL WAWANCARA

&
OBSERVASI KASUS PENYIMPANGAN SOSIAL

DISUSUN OLEH:

RAYMOND M PURBA

(5132122012)

PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

BAGIAN I
LATAR BELAKANG MASALAH
A. IDENTITAS SISWA

Nama
: Miduk Padang
Tempat & Tanggal Lahir : Bandar Selamat, 23 Mei 2002
Alamat

: Jl. Sosro No.28A Bandar Selamat Kec. Medan Tembung

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur
Sekolah
Kelas
Orang Tua
Pekerjaan

: 13 Tahun
: SMP Swasta nn (subjek tidak bersedia sekolah dicantumkan)
: VIII
: L. Padang
: Pedagang

B. PENYIMPANGAN/ PELANGGARAN YANG DILAKUKAN


Sering Membolos.
C. SUMBER INFORMASI
Informasi diperoleh dari pengakuan Miduk Padang langsung.
D. TUJUAN DILAKUKANNYA WAWANCARA DAN OBSERVASI

Untuk mengetahui latar belakang perilaku membolos saudara Fakhrul Rozi dan juga
untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen pengampu mata kuliah Perkembangan
Peserta Didik.

BAGIAN II
TEORI RUJUKAN
A. REMAJA
Masa remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan
merupakan periode yang paling berat (Hurlock, 1993). Calon (1953) dalam Monks
(2002) mengatakan masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau
peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status
anak-anak, karena secara fisik mereka sudah seperti orang dewasa. Perkembangan fisik
dan psikis menimbulkan kebingungan dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh
orang barat sebagai periode sturm und drung dan akan membawah akibat yang tidak
sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja (Monsk, 2002).
Lebih jelas pada tahun 1974, WHO memberiikan definisi tentang remaja secara lebih
konseptual, sebagai berikut (Sarwono, 2001):
Remaja adalah suatu masa dimana:
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan
yang relatif lebih mandiri.
B. DELINKUEN
Ada beberapa pengertian tentang perilaku delinkuen, M. Gold dan J. Petronio
dalam (Sarwono, 2001) mengartikan kenakalan remaja sebagai tindakan oleh seseorang
yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu
sendiri bahwa jika perbuatan itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai
hukuman. Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos RI No. 23/HUK/1996) menyebutkan
anak nakal adalah anak yang berperilaku menyimpang dari norma-norma sosial, moral
dan agama, merugikan keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan ketenteraman
dan ketertiban masyarakat serta kehidupan keluarga dan atau masyarakat (Pusda Depsos
RI, 1999). B. Simanjutak dalam (Sudarsono, 1995) memberii tinjauan secara
sosiokultural tentang arti Juvenile Delinquency atau kenakalan remaja, suatu perbuatan
itu disebut delinkuen apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan normanorma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup, atau suatu perbuatan yang antisosial dimana didalamnya terkandung unsur-unsur normatif. Psikolog Bimo Walgito
dalam (Sudarsono, 1995) merumuskan arti selengkapnya dari Juvenile Delinquency
sebagai tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka
perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan berbuatan yang melawan hukum
yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja. Sementara John W. Santrock (1995)
mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang
perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti
bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga
tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri).
C. BENTUK- BENTUK KENAKALAN
William C. Kvaraceus dalam (Mulyono, 1995) membagi bentuk kenakalan menjadi
dua, yaitu:
1. Kenakalan bisaa seperti: Berbohong, membolos sekolah, meninggalkan rumah tanpa
izin (kabur), keluyuran, memiliki dan membawa benda tajam, bergaul dengan teman

yang memberii pengaruh buruk, berpesta pora, membaca buku-buku cabul, turut
dalam pelacuran atau melacurkan diri, berpakaian tidak pantas dan minum minuman
keras.
2. Kenakalan Pelanggaran Hukum, seperti: berjudi, mencuri, mencopet, menjambret,
merampas, penggelapan barang, penipuan dan pemalsuan, menjual gambar-gambar
porno dan film-film porno, pemerkosaan, pemalsuan uang, perbuatan yang
merugikan orang lain, pembunuhan dan pengguguran kandungan.
D. FAKTOR PENYEBAB PERILAKU DELINKUEN
Menurut Kartini Kartono (1998), Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat
(dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit
(patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk
pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah laku yang
menyimpang.Kartini Kartono (1998) membagi faktor penyebab perilaku delinkuen
menjadi dua bagian sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Perilaku delinkuen pada dasarnya merupakan kegagalan sistem pengontrol diri
anak terhadap dorongan-dorongan instingtifnya, mereka tidak mampu
mengendalikan dorongan-dorongan instingtifnya dan menyalurkan kedalam
perbuatan yang bermanfaat. Pandangan psikoanalisa menyatakan bahwa sumber
semua gangguan psikiatris, termasuk gangguan pada perkembangan anak menuju
dewasa serta proses adaptasinya terhadap tuntutan lingkungan sekitar ada pada
individu itu sendiri, barupa:
a) Konflik batiniah, yaitu pertentangan antara dorongan infatil kekanakkanakan melawan pertimbangan yang lebih rasional.
b) Pemasakan intra psikis yang keliru terhadap semua pengalaman, sehingga
terjadi harapan palsu, fantasi, ilusi, kecemasan (sifatnya semu tetapi dihayati
oleh anak sebagai kenyataan). Sebagai akibatnya anak mereaksi dengan pola
tingkah laku yang salah, berupa: apatisme, putus asa, pelarian diri, agresi,
tindak kekerasan, berkelahi dan lain-lain.
c) Menggunakan reaksi frustrasi negatif (mekanisme pelarian dan pembelaan
diri yang salah), lewat cara-cara penyelesaian yang tidak rasional, seperti:
agresi, regresi, fiksasi, rasionalisasi dan lain-lain.
Selain sebab-sebab diatas perilaku delinkuen juga dapat diakibatkan oleh:
1) Gangguan pengamatan dan tanggapan pada anak-anak remaja.
2) Gangguan berfikir dan inteligensi pada diri remaja, hasil penelitian
menunjukkan bahwa kurang lebih 30% dari anak-anak yang terbelakang
mentalnya menjadi kriminal.
3) Gangguan emosional pada anak-anak remaja, perasaan atau emosi
memberiikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar
kecilnya kebagahiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan
pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia, jika semua
terpuaskan orang akan merasa senang dan sebaliknya jika tidak orang akan
mengalami kekecewaan dan frustrasi yang dapat mengarah pada tindakantindakan agresif. Gangguan-gangguan fungsi emosi ini dapat berupa:

inkontinensi emosional (emosi yang tidak terkendali), labilitas emosional


(suasana hati yang terus menerus berubah, ketidak pekaan dan menumpulnya
perasaan.
4) Cacat tubuh, faktor bakat yang mempengaruhi temperamen, dan ketidak
mampuan untuk menyesuaikan diri (Philip Graham, 1983 dalam Sarwono,
2001).
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, perilaku
delinkuen merupakan kompensasi dari masalah psikologis dan konflik batin
karena ketidak matangan remaja dalam merespon stimuli yang ada diluar dirinya.
Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik
batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan
orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat (Tambunan, 2008).
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku delinkuen diatas dapat
digambarkan sebagai berikut: faktor-faktor internal penyebab perilaku delinkuen
a)
b)
c)
d)

Reaksi frustrasi negative


Gangguan pengamatan dan tanggapan.
Gangguan cara berfikir
Gangguan emosional atau perasaan.

2. Faktor Eksternal
Disamping faktor-faktor internal, perilaku delinkuen juga dapat diakibatkan
oleh faktor-faktor yang berada diluar diri remaja, seperti (Kartono, 1998):
a) Faktor keluarga, keluarga merupakan wadah pembentukan peribadi anggota
keluarga terutama bagi remaja yang sedang dalam masa peralihan, tetapi apabila
pendidikan dalam keluarga itu gagal akan terbentuk seorang anak yang
cenderung berperilaku delinkuen, semisal kondisi disharmoni keluarga (broken
home), overproteksi dari orang tua, rejected child, dll.
b) Faktor lingkungan sekolah, lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan,
semisal: kurikulum yang tidak jelas, guru yang kurang memahawi kejiwaan
remaja dan sarana sekolah yang kurang memadai sering menyebabkan
munculnya perilaku kenakalan pada remaja. Walaupun demikian faktor yang
berpengaruh di sekolah bukan hanya guru dan sarana serta perasarana
pendidikan saja. Lingkungan pergaulan antar teman pun besar pengaruhnya.
c) Faktor milieu, lingkungan sekitar tidak selalu baik dan menguntungkan bagi
pendidikan dan perkembangan anak. Lingkungan adakalanya dihuni oleh orang
dewasa serta anak-anak muda kriminal dan anti-sosial, yang bisa merangsang
timbulnya reaksi emosional buruk pada anak-anak puber dan adolesen yang
masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah terjangkit oleh
pola kriminal, asusila dan anti-sosial.
d) Kemiskinan di kota-kota besar, gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan lalu
lintas, bencana alam dan lain-lain (Graham, 1983).
Faktor keluarga memang sangat berperan dalam pembentukan perilaku
menyimpang pada remaja, gangguan-gangguan atau kelainan orang tua dalam
menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen secara konsisten
diketahui berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak remaja , semidal
overproteksi, rejected child dan lain=lain(Santrock, 1995). Sebagai akibat sikap orang
tua yang otoriter menurut penelitian Santrock & Warshak (1979) di Amerika Serikat
maka anak-anak akan terganggu kemampuannya dalam tingkah laku sosial. Kempe &

Helfer menamakan pendidikan yang salah ini dengan WAR (Wold of Abnormal
Rearing), yaitu kondisi dimana lingkungan tidak memungkinkan anak untuk
mempelajari kemampuan-kemampuan yang paling dasar dalam hubungan antar
manusia (Sarwono, 2001.
Selain faktor keluarga dan sekolah, faktor milieu juga sangat berpengaruh
terhadap perilaku kenakalan, karena milieu-milieu yang ada dalam masyarakat akan
turut mempengaruhi perkembangan perilaku remaja. Menurut Sutherland perilaku
menyimpang yang dilakukan remaja sesungguhnya merupakan sesuatu yang dapat
dipelajari. Asumsi yang melandasinya adalah 'a criminal act occurs when situation
apropriate for it, as defined by the person, is present' (Rose Gialombardo; 1972).
Lebih lanjut menurutnya (Gialombardo, 1972 dalam Suyatno, 2008):
1) Perilaku remaja merupakan perilaku yang dipelajari secara negatif dan berarti
perilaku tersebut tidak diwarisi (genetik). Jika ada salah satu anggota keluarga
yang berposisi sebagai pemakai maka hal tersebut lebih mungkin disebabkan
karena proses belajar dari obyek model dan bukan hasil genetik.
2) Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dipelajari melalui proses interaksi
dengan orang lain dan proses komunikasi dapat berlangsung secara lisan dan
melalui bahasa isyarat.
a) Proses mempelajari perilaku bisaanya terjadi pada kelompok dengan
pergaulan yang sangat akrab. Remaja dalam pencarian status senantiasa
dalam situasi ketidaksesuaian baik secara biologis maupun psikologis.
Untuk mengatasi gejolak ini bisaanya mereka cenderung untuk kelompok
di mana ia diterima sepenuhnya dalam kelompok tersebut. Termasuk
dalam hal ini mempelajari norma-norma dalam kelompok. Apabila
kelompok tersebut adalah kelompok negatif niscaya ia harus mengikuti
norma yang ada. Apabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari
maka yang dipelajari meliputi: teknik melakukannya, motif atau dorangan
serta alasan pembenar termasuk sikap.
b) Arah dan motif serta dorongan dipelajari melalui definisi dari peraturan
hokum

BAGAN III
HASIL WAWANCARA & OBSERVASI
1. HASIL OBSERVASI
Tabel Check List Untuk Observasi Kondisi Subjek
N
o

Pengamatan pada subjek

Kondisi

Cara berpakaian

Cukup rapi

Sopan santun

Cukup

Pergaulan

Kurang

Keseriusan dalam mengikuti Kurang


pelajaran

Membolos sekolah

Kadang-kadang

Mematuhi peraturan sekolah

Kadang-kadang

Cara berinteraksi
teman

Menggunakan bahasa yang Kadang-kadang


positif

Ikut serta
kelas

10

Perhatian orang tua terhadap Kurang


subjek

11

Komunikasi dengan orang Cukup


tua

12

Cara subjek berinteraksi Kurang


dengan orang tua

13

Cara orang tua berinteraksi Kurang


dengan subjek

14

Patuh terhadap aturan orang Kadang-kadang


tua

15

Menghormati orang tua

16

Pendapat orang tua terhadap Kurang


pendapat anak.

dalam

dengan Cukup

diskusi Tidak pernah

Kadang-kadang

2. HASIL WAWANCARA
Wawancara dilakukan di sebuah warnet komplek MMTC pada tanggal 30
November jam 09. 30, karena keterbatasan waktu wawancara hanya dilakukan kepada
subjeknya langsung Miduk Padang. Adapun hasil wawancara dengan Miduk Padang
disajikan dibawah ini:

Menurut penjelasan dari Miduk Padang dia biasanya bolos sekolah bisa sampai 2
kali dalam seminggu dan bahkan lebih. Biasanya sehabis bolos dia bermain sama temantemannya. Bermain Game online, PS dan merokok adalah kebiasaan orang itu saat
membolos dari sekolah. Menurut pengakuannya anak ini saat diwawancarai alasan dia
bolos sekolah karena malas berpikir, malas ngerjai tugas,malas terhadap suatu mata
pelajaran tertentu, tidak suka sama gurunya, dan faktor kawannya yang mengajak dia
bolos. Dia menceritakan bagaimana kondisinya di rumah, menurut pengakuannya kedua
orang tuanya berkerja sebagai pedagang , setiap harinya kedua orang tuanya berangkat
subuh dan pulang sudah malam. Dan setibanya di rumah kedua orang tuanya biasanya
langsung istirahat karena faktor kelelahan. Komunikasi anak ini dengan orang tuanya
sangat kurang, dan bahkan anak ini mengaku dia akan berbicara kalau orang tuanya sudah
memarahinya dan menyuruhnya bicara. Dia mengakui perhatian kedua orangtuanya sudah
sangat kurang kepada dia.
Disekolah dia menceritakan keadaannya bahwa dia sangat sering dihukum oleh
gurunya, baik itu karena tidak mengerjakan tugas, membuat keonaran di kelas dan juga
karena sering bolos.
Setelah membolos dari sekolah biasanya dia bermain game online di warnet bisa
sampai 3-5 jam dalam sehari. Dan uang yang biasa dia pergunakan untuk membayar uang
warnet dan membeli rokoknya adalah uang saku yang dari dari orangtuanya. Karena
untuk uang biasanya orangtuanya tidak pernah pelit.
Ketika ditanyai, apakah dia menyesal melakukan hal tersebut? Dia menceritakan
bahwa sebenarnya dia sangat menyesal dan dia ingin berubah karena dia kasihan melihat
orangtuanya yang setiap harinya berdagang ke pasar setiap harinya. Namun, dia masih
belum bisa melepaskan kebiasaan-kebiasaan buruk yang dia lakukan dan juga faktor dari
teman-temannya.

BAGIAN IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Bolos sekolah bukan lah hal baru dalam dunia pendidikan. Bolos sekolah sudah
manjadi hal yang umum dilakukan oleh siswa pada zaman sekarang ini. Hal ini bisa saja
terjadi dikarenakan siswa tidak memahami statusnya sebagai siswa dan kurang mengerti
tujuanhidupnya. Bolos sekolah sebenarnya bukan semata-mata karena kenakalan siswa,
melainkan arena ketidak mengertiannya siswa akan tugasnya sebagai peserta didik dan akibat
yang dia peroleh karena sering bolos sekolah.
2. SARAN
Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut :
a) Orang tua dan guru hendaknya memberi sanksi tegas kepada siswa yang kedapatan bolos
sekolah maupun jam pelajaran.
b) Untuk orang tua hendaknya lebih memperhatikan tingkah laku anak tersebut.
Seperti menanyakan ada tugas, menyarankan belajar, dan membatasi waktu keluar
malam.
c) Orang tua diharapkan selalu memberi arahan dan motivasi belajar kepada anaknya.
d) Untuk guru diharapkan lebih banyak belajar memahami tingkah laku siswanya dan
menerapkan metode pembelajaran yang harapkan siswa tanpa harus mengesampingkan
tujuan kurikulum pembelajaran disekolah tersebut.

You might also like