You are on page 1of 16

Daft ar Isi

BAB I PENDAHULUAN..................................................................2
1.1. Latar Belakang...................................................................2
1.2. Rumusan Masalah..............................................................6
1.3. Tujuan..................................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI............................................................7
2.1. Pengertian Otonomi Daerah.............................................7
2.2. Dasar Hukum Otonomi Daerah........................................9
2.3. Wewenang Otonomi Daerah...........................................11
BAB III KESIMPULAN.................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan
berbagai daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 20
tahun

pemerintahan

Orde

Baru

(OB)

menjalankan

mesin

sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan


daerah yang kemudian disusul dengan UU No. 5 tahun 1979
tentang

pemerintahan

desa

menjadi

tiang

utama

tegaknya

sentralisasi kekuasaan Orde Baru.


Otonomi

daerah

muncul

sebagai

bentuk

veta

comply

terhadap sentralisasi yang sangat kuat di masa orde baru.


Berpuluh tahun sentralisasi pada era orde baru tidak membawa
perubahan

dalam

pengembangan

kreativitas

daerah,

baik

pemerintah maupun masyarakat daerah.


Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah
pusat sangat tinggi sehingga sama sekali tidak ada kemandirian
perencanaan pemerintah daerah saat itu. Di masa orde baru
semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua meminta
uang ke Jakarta. Tidak ada perencanaan murni dari daerah karena
Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mencukupi.
2

Ketika Indonesia dihantam krisis ekonomi tahun 1997 dan


tidak

bisa

cepat

bangkit,

menunjukan

sistem

pemerintahan

nasional Indonesia gagal dalam mengatasi berbagai persoalan


yang ada. Ini dikarenakan aparat pemerintah pusat semua sibuk
mengurusi daerah secara berlebih-lebihan. Semua pejabat Jakarta
sibuk melakukan perjalanan dan mengurusi proyek di daerah.
Dari proyek yang ada ketika itu, ada arus balik antara 10
sampai 20 persen uang kembali ke Jakarta dalam bentuk komisi,
sogokan, penanganan proyek yang keuntungan itu dinikmati ke
Jakarta lagi. Terjadi penggerogotan uang ke dalam dan diikuti
dengan kebijakan untuk mengambil hutang secara terus menerus.
Akibat perilaku buruk aparat pemerintah pusat ini, disinyalir
terjadi kebocoran 20 sampai 30 persen dari APBN. Akibat lebih
jauh dari terlalu sibuk mengurusi proyek di daerah, membuat
pejabat di pemerintahan nasional tidak ada waktu untuk belajar
tentang situasi global, tentang international relation, international
economy

dan

international

finance.

Mereka

terlalu

sibuk

menggunakan waktu dan energinya untuk mengurus masalahmasalah domestik yang seharusnya bisa diurus pemerintah daerah.
Akibatnya mereka tidak bisa mengatasi masalah ketika krisis
ekonomi datang dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Sentralisasi

yang

sangat

kuat

telah

berdampak

pada

ketiadaan kreativitas daerah karena ketiadaan kewenangan dan


uang yang cukup. Semua dipusatkan di Jakarta untuk diurus.
Kebijakan ini telah mematikan kemampuan prakarsa dan daya
kreativitas

daerah,

baik

pemerintah

maupun

masyarakatnya.

Akibat lebih lanjut, adalah adanya ketergantungan daerah kepada


pemerintah pusat yang sangat besar.
Bisa dikatakan sentralisasi is absolutely bad. Dan otonomi
daerah adalah jawaban terhadap persoalan sentralisasi yang
terlalu kuat di masa orde baru. Caranya adalah mengalihkan
kewenangan ke daerah. Ini berdasarkan paradigma, hakikatnya
daerah sudah ada sebelum Republik Indonesia (RI) berdiri. Jadi
ketika RI dibentuk tidak ada kevakuman pemerintah daerah.
Karena itu, ketika RI diumumkan di Jakarta, daerah-daerah
mengumumkan

persetujuan

dan

dukungannya.

Misalnya

pemerintahan di Jakarta, sulawesi, sumatera dan Kalimantan


mendukung. Itu menjadi bukti bahwa pemerintahan daerah sudah
ada

sebelumnya.

Prinsipnya,

daerah

itu

bukan

bentukan

pemerintah pusat, tapi sudah ada sebelum RI berdiri. Karena itu,


pada dasarnya kewenangan pemerintahan itu ada pada daerah,
kecuali yang dikuatkan oleh UUD menjadi kewenangan nasional.
4

Semua yang bukan 2 kewenangan pemerintah pusat, asumsinya


menjadi

kewenangan

pemerintah

daerah.

Maka,

tidak

ada

penyerahan kewenangan dalam konteks pemberlakuan kebijakan


otonomi daerah, tapi pengakuan kewenangan.
Lahirnya reformasi tahun 1997 akibat ambruknya ekonomi
Indonesia

dengan

tuntutan

demokratisasi

telah

membawa

perubahan pada kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya


pola hubungan pusat daerah. Tahun 1999 menjadi titik awal
terpenting dari sejarah desentralisasi di Indonesia. Pada masa
pemerintahan Presiden Habibie melalui kesepakatan para anggota
Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu 1999 ditetapkan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat Daerah untuk mengoreksi UU No.5 Tahun 1974
yang dianggap sudah tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan
pemerintahan dan perkembangan keadaan.
Kedua Undang-Undang tersebut merupakan skema otonomi
daerah yang diterapkan mulai tahun 2001. Undang-undang ini
diciptakan untuk menciptakan pola hubungan yang demokratis
antara

pusat

dan

daerah.

Undang-Undang

Otonomi

Daerah

bertujuan untuk memberdayakan daerah dan masyarakatnya serta


5

mendorong
memberikan

daerah

merealisasikan

kewenangan

yang

luas

aspirasinya
yang

dengan

sebelumnya

tidak

diberikan ketika masa orde baru.


Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam
mendorong lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU No.
22/1999. Pertama, faktor internal yang didorong oleh berbagai
protes atas kebijakan politik sentralisme di masa lalu. Kedua,
adalah

faktor

eksternal

yang

dipengaruhi

oleh

dorongan

internasional terhadap kepentingan investasi terutama untuk


efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai akibat korupsi dan
rantai birokrasi yang panjang.
Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi
daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya.
Selama lima tahun pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999,
otonomi daerah telah menjadi kebutuhan politik yang penting
untuk memajukan kehidupan demokrasi. Bukan hanya kenyataan
bahwa

masyarakat

Indonesia

sangat

heterogen

dari

segi

perkembangan politiknya, namun juga otonomi sudah menjadi alas


bagi

tumbuhnya

dinamika

politik

yang

diharapkan

akan

mendorong lahirnya prakarsa dan keadilan. Walaupun ada upaya


kritis bahwa otonomi daerah tetap dipahami sebagai jalan lurus
bagi eksploitasi dan investasi, namun sebagai upaya membangun
prakarsa ditengah-tengah surutnya kemauan baik (good will)
penguasa, maka otonomi daerah dapat menjadi jalan alternative
bagi tumbuhnya harapan bagi kemajuan daerah.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun

rumusan

masalah

pada

otonomi

daerah

ini

diantaranya:
Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah ?
Bagaimana dasar-dasar hukum dari otonomi daerah ?
Bagaimana wewenang dari otonomi daerah ?
1.3. Tujuan

Menjelaskan pengertian otonomi daerah.


Menjelaskan dasar hukum otonomi daerah.
Menjelaskan wewenang otonomi daerah.
kjjj

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.Pengertian Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti
sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan.
Dengan demikian, otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu
Suryaningrat; 1985). Beberapa pendapat ahli mengemukakan
bahwa:
F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan

wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.


Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai
makna kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan.
Kebebasan

yang

terbatas

atau

kemandirian

itu

terwujud

pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.


Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak
mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh

dari pemerintah pusat.


Benyamin Hoesein, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah
pemerintahan oleh dan untuk rakyat dibagian wilayah nasional

suatu Negara secara informal berada diluar pemerintah pusat.


Philip Mahwood, mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah
suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri

yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan


oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber-sumber material
yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintah daerah, definisi otonomi daerah sebagai berikut :
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 juga mendefinisikan
daerah otonom sebagai berikut: darah otonom, selanjutnya
disebut

daerah,

adalah

kesatuan

masyarakat

hukum

yang

mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan


mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat

menurut

prakarsa

sendiri

berdasarkan

aspirasi

masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia


(NKRI).
Dalam konteks Negara kesatuan, hubungan kewenangan
antara pusat dan daerah di Indonesia mendasarkan diri pada tiga
pola, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan medebewind (tugas
pembantuan).

Pertama,

Desentralisasi

adalah

penyerahan

wewenang pemerinahan oleh pemerintah kepada daerah otonom


dalam

kerangka

negara

kesatuan.

Menurut

Bagirmanan,
9

Desentralisasi mengandung segi positif dalam penyelenggaraan


pemerintahan baik dari sudut politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan keamanan, karena dilihat dari fungsi pemerintahan,
desentralisasi menunjukkan : (1) satuan-satuan desentralisasi lebih
fleksibel dalam memenuhi berbagai perubahan yang terjadi dengan
cepat; (2) satuan-satuan desentralisasi dapat melaksanakan tugas
lebih efektif dan lebih efisien; (3) Satuan-satuan desentralisasi
lebih

inovatif;

(4)

Satuan-satuan

desentralisasi

mendorong

tumbuhnya sikap moral yang lebih tinggi, komitmen yang lebih


tinggi dan produktif.
2.2.Dasar Hukum Otonomi Daerah
Otonomi daerah berpijak pada dasar perundang-undangan
yang kuat, yakni:
a. Undang-Undang Dasar
Sebagaimana telah

disebutkan

diatas,

UUD

1945

merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan


otonomi daerah. Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan adanya
pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat
yang diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia tahun
1945. Amandemen kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan

10

berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk


mengatur pemerintah daerah. UUD 1945 pasca amandemen
itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam
BAB VI, yaitu pasal 18, pasal 18 A, dan pasal 18 B. sistem
otonomi sendiri tertulis secara umum dalam pasal 18 untuk
diatur lebih lanjut oleh undang-undang.
Pasal 18 ayat 2 menyebutkan, Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.

Selanjutnya,

pada

ayat

tertulis,

Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya


kecuali

urusan

pemerintahan

yang

oleh

undang-undang

ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Dan ayat 6


pasal

18

menyatakan,

Pemerintahan

daerah

berhak

menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain


untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
b. Ketetapan MPR-RI
Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
otonomi daerah: Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan
kekuatan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
c. Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
11

Pada

prinsipnya

mengatur

penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan


asas

Desentralisasi.

Desentralisasi

adalah

penyerahan

wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah


otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal-hal

yang

mendasar

dalam

UU

No.22/1999

adalah

mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan


prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Namun, karena
dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan,
daerah,

maka

dan

tuntutan

aturan

baru

penyelenggaraan
pun

dibentuk

otonomi
untuk

menggantikannya. Pada15 Oktober 2004, Presiden Megawati


Soekarnoputri

mengesahkan

Undang-Undang

Nomor

32

Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.


Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut diatas tidak
diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar
hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana
dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi
Daerah bisa dijalankan secara optimal.

12

2.3.Wewenang Otonomi Daerah


Sesuai dengan dasar hukum yang melandasi otonomi
daerah, pemerintah daerah boleh menjalankan otonomi seluasluasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai pemerintah pusat. Maksudnya, pelaksanaan
kepemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah daerah masih
berpatokan

pada

undang-undang

pemerintah

pusat.

Dalam

undang-undang tersebut juga diatur tentang hak dan kewajiban


pemerintah daerah yaitu:
Pasal 21
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;


Memilih pimpinan daerah;
Mengelola aparatur daerah;
Mengelolah kekayaan daerah;
Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya lainnya yang berada didaerah;


g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. Mendapat hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
Dalam

Pasal 22
menyelenggarakan otonomi,

daerah

mempunyai

kewajiban:

13

a. Melindungi

masyarakat,

menjaga

persatuan,

kesatuan

dan

kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik


Indonesia;
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. Mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. Melestarikan lingkungan hidup;
l. Mengelola administrasi kependudukan;
m. Melestarikan nilai sosial budaya;
n. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan
sesuai dengan kewenangannya; dan
o. Kewajiban lain yang diatur dalam

peraturan

perundang-

undangan.

14

BAB III
KESIMPULAN
Otonomi

daerah

terbentuk

setelah

masa

Orde

Baru,

tepatnya pada saat kriris ekonomi yang melanda Indonesia pada


saat

itu.

Krisis

ekonomi

tersebut

dikarenakan

oleh

sistem

manajemen negara dan pemerintahan yang sentralistik, di mana


kewenangan dan pengelolaan segala sektor pembangunan berada
dalam kewenangan pemerintah pusat, sementara daerah tidak
memiliki kewenangan untuk mengoleola dan mengatur daerahnya.
Oleh

karena

itu

Otonomi

daerah

dibentuk

untuk

mengatasinmasalah tersebut. Tujuan dibentuknya otonomi daerah


menurut undang-undang adalah untuk memberdayakan daerah dan
masyarakatnya

serta

mendorong

daerah

merealisasikan

aspirasinya dengan memberikan kewenangan yang luas kepada


setiap daerah untuk mengatur daerahnya masing-masing.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dasar hukum dari otonomi daerah
diantaranya adalah Undang-Undang Dasar, Ketetapan MPR-RI, dan

15

Undang-Undang

No.

22/1999

tentang

Pemerintahan

Daerah.

Sedangkan wewenang dari otonomi daerah adalah mengatur dan


mengembangkan potensi dari setiap daerah dibawah wewenang
Undang-Undang dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Syaifullah, Aep & Tarsono., Modul Pendidikan Kewarganegaraan di


Perguruan Tinggi Islam. Bandung:Batikpress. 2011
Rusdiana.,
Pendidikan
Kewarganegaraan
Bandung:Tresna Bhakti Press. 2012
Edelman, Alrisa., Otonomi Daerah dan
Indonesia. Jakarta:Unika Atmajaya.2014

(Civic

Education).

Permasalahannya

di

Ragawino, Bewa., Desentralisasi Dalam Kerangka Otonomi Daerah


di Indonesia. Bandung:Universitas Padjadjaran. 2003
Chalid, Pheni., Otonomi Daerah (Masalah, Pemberdayaan, dan
Konflik). Jakarta:Kemitraan. 2005

16

You might also like