You are on page 1of 19

Laboratorium Ilmu Kulit dan Kelamin

Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

VITILIGO

Oleh :
Ayu Herwan Mardatillah
Desire Bibiana Palada
Adhaniar Purwanti Megasari

Pembimbing :
dr. Agnes Kartini, Sp.KK

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie
2015
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Vitiligo adalah kelainan pigmentasi pada kulit dan membran mukosa

ditandai dengan makula hipopigmentasi berbatas tegas dengan pathogenesis yang


kompleks.1
Insidensi vitiligo rata-rata 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang
terjadi pada perempuan lebih berat dibanding laki-laki, hal ini terjadi karena
banyak laporan dari pasien perempuan dengan masalah kosmetik. Penyakit ini
juga dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi (50%
dari kasus) pada usia 1030 tahun.1
Tidak adanya melanosit pada lapisan kulit merupakan tanda khas penyakit
ini. Gambaran vitiligo dapat berupa makula hipopigmentasi yang lokal sampai
universal. Diagnosis vitiligo ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis
yang dapat ditunjang dengan pemeriksaan lampu Wood dan pemeriksaan
histopatologi.1
Terapi vitiligo sendiri sampai saat ini masih kurang memuaskan. Tabir
surya dan kosmetik covermask bisa menjadi pilihan terapi yang murah dan mudah
serta dapat digunakan oleh pasien sendiri dibanding dengan terapi lainnya.
Kortikosteroid topikal juga dapat menjadi terapi inisial untuk vitiligo.1

BAB II
2

KASUS
ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama

: Ny. KH

Usia

: 53 tahun

Alamat

: Samarinda

Agama

: Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga


Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan secara autoanamnesis tanggal 26
Oktober 2015 di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Keluhan Utama
Bercak putih pada badan
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sudah dialami sejak 1 tahun sebelumnya, awalnya muncul bercak
putih ini pada punggung tangan, pasien juga mengeluhkan terkadang merasa
gatal. Lama kelamaan bercak putih menyebar ke bagian tubuh yang lain yaitu
pada lengan, muka, badan, paha dan kaki. Pasien tidak mengeluhkan rasa gatal
maupun rasa kebas pada bercak-bercak putih tersebut. Pasien sudah berobat
dengan keluhan serupa namun keluhan tidak berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat gatal-gatal pada kulit jika memakan makanan laut dan telur.
Riwayat alergi obat (-), bersin-bersin jika terpajan debu atau cuaca
panas/dingin (-), riwayat asma (-).

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluarga dengan keluhan bercak-bercak putih dialami oleh nenek


pasien

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital

: sakit ringan
: composmentis

Nadi

: 84 x /menit

Pernapasan

: 16 x/menit

Kepala/Leher/Dada/Punggung/Perut : dalam batas normal


Pembesaran Kelenjar

: tidak dilakukan pemeriksaan

Status Dermatologis
Lokalisasi
Efloresensi

: generalisata
: Makula-makula hipopigmentasi dengan ukuran dari miliar
hingga plakat, berbatas tegas, hipoestesi (-).

Gambar klinis pasien


DIAGNOSIS BANDING
-

Vitiligo
Pitiriasis versikolor
Morbus Hansen tipe PB

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan lampu Wood
2. Pemeriksaan histopatologi
3. Pemeriksaan biokimia
DIAGNOSIS KERJA
Vitiligo
4

PENATALAKSANAAN
1. Psoralen topikal (dosis 0,6 mg/kbBB diberikan 2 jam sebelum
penyinaran).
2. Metoksalen kapsul, 3 kali semiggu, dengan tiap pemakaian 2 kapsul (1
kapsul berisi 20 mg)
3. MBEH 20% (jika pengobatan Psoralen gagal)
PROGNOSIS
o Quo ad vitam

: bonam

o Quo ad sanationam

: dubia ad malam

o Quo ad kosmetikam : bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi
Vitiligo adalah kelainan kulit akibat gangguan pigmentasi dengan

gambaran berupa bercak-bercak putih yang berbatas tegas.2

2.2.

Epidemiologi
Vitiligo terjadi di seluruh dunia dengan prevalensi mencapai 1%. Vitiligo

dapat dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa muda, dengan awitannya
(50% kasus) pada usia 10-30 tahun, namun penyakit ini dapat terjadi pada semua
usia. Penyakit ini tidak dipengaruhi oleh ras dan jenis kelamin. Pernah dilaporkan
vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, namun hal ini
dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan karena masalah
kosmetik.1
2.3.

Etiologi dan Patogenesis

Aspek Genetik Vitiligo


Vitiligo memiliki pola genetik yang beragam. Pewarisan Vitiligo

diduga melibatkan gen yang berhubungan dengan biosintesis melanin,


respon terhadap stres oksidatif, dan regulasi autoimun. Ditemukannya
hubungan

antara

vitiligo

dengan

penyakit

autoimun

mendorong

dilakukannya penelitian adanya HLA yang mungkin berhubungan dengan


terjadinya vitiligo. Tipe-tipe HLA yang berhubungan dengan Vitiligo pada
beberapa penelitian yang telah dilakukan meliputi A2, DR4, DR7, dan
Cw6.3

Hipotesis Autoimun dan Respon Imun Humoral


Hubungan antara vitiligo dengan kondisi autoimun telah banyak

diketahui. Kelainan tiroid, terutama tiroiditis Hashimoto dan penyakit


Graves, sering berhubungan dengan vitiligo, yang disertai dengan kondisi
endokrinopati seperti Addison disease dan Diabetes Melitus. Pada
penelitian yang ada, ditunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
vitiligo dengan kenaikan kadar autoantibodi tiroid, meskipun mekanisme
hubungan ini belum diketahui secara pasti.3

Mekanisme Imunitas Seluler

Sebagai tambahan atas keterlibatan mekanisme imunitas humoral


pada patogenesis vitiligo, terdapat bukti yang kuat yang mengindikasikan
adanya proses imunitas seluler. Kerusakan melanosit bisa jadi dimediasi
secara langsung oleh autoreaktif sitologik sel T. Meningkatnya jumlah
sirkulasi limfosit sitotoksik CD8+ sebagai reaksi terhadap MelanA/Mart-1
(antigen melanoma yang dikenalkan oleh sel T), glikoprotein 100, dan
tirosinase telah dilaporkan pada pasien dengan vitiligo. Sel T CD8+ yang
teraktivasi telah didemonstrasikan pada perilesi kulit vitiligo. Hal yang
menarik yaitu sel T reseptor spesifik terhadap melanosit yang ditemukan
pada pasien melanoma dan vitiligo memiliki struktur yang hampir sama.
Penelitian yang mengemukakan hal ini mendorong dilakukannya strategi
imunisasi, seperti misalnya induksi sel T tumor-specific sebagai
pencegahan dan eradikasi kanker.3

Gangguan pada Sistem Oksidan-Antioksidan pada Vitiligo


Stres oksidatif mungkin juga memiliki peran patogenesis yang

penting terhadap terjadinya vitiligo. Beberapa penelitian memastikan


beberapa teori stres oksidatif yang mungkin, hal ini menunjukkan bahwa
akumulasi toksin radikal bebas terhadap melanosit akan berdampak pada
kerusakan sel melanosit itu sendiri. Meningkatnya level nitrit oksida
ditunjukkan pada melanosit yang dikultur dan di dalam serum pasien
vitiligo, sehingga diduga nitrit oksida dapat mendorong pada autodestruksi
melanosit.3

Teori Neural
Vitiligo segmental sering terjadi pada pola dermatom yang

mengarahkan pada hipotesis neural tentang adanya pelepasan mediator


kimiawi tertentu dari ujung saraf sehingga menyebabkan menurunnya
produksi melanin.3

Virus
Bersama-sama dengan teori lain, data yang ada menunjukkan bahwa

vitiligo merupakan kelainan multifaktor, dan merupakan hasil akhir dari

beberapa jalur patologis yang berbeda. Para ahli sepakat bahwa vitiligo
lebih cenderung merupakan sindrom, daripada sebagai penyakit tunggal.3
2.4.

Manifestasi Klinis
Pasien dengan vitiligo memiliki satu atau beberapa makula amelanosit

yang berwarna seperti kapur atau seperti susu putih. Lesi biasanya berbatas tegas,
namun dapat juga tepinya mengelupas. Lesi membesar secara sentrifugal dengan
kecepatan yang tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi pada lokasi tubuh
manapun, termasuk membran mukosa. Akan tetapi, lesi inisial paling sering
terjadi pada tangan, lengan bawah, kaki, dan wajah. Jika vitiligo terjadi pada
wajah, seringkali distribusinya pada perioral dan periokular.3
2.5.

Klasifikasi Vitiligo
Vitiligo diklasifikasikan atas vitiligo segmental, akrofasial, generalisata,

dan universal, dapat pula diklasifikasikan sesuai pola keterlibatan bagian kulit
yaitu tipe fokal, campuran, dan mukosal3

Vitiligo Fokal
Biasanya berupa makula soliter atau beberapa makula tersebar pada

satu area, paling banyak pada area distribusi nervus Trigeminus, meskipun
leher dan batang tubuh juga sering terkena.

Gambar 1. Focal Vitiligo: (A) di Pantat (B) di wajah.3

Vitiligo Segmental
Makula unilateral pada satu dermatom atau distribusi quasi-

dermatom. Jenis ini cenderung memiliki pada usia muda, dan tak seperti
jenis lain, jenis ini tidak berhubungan dengan penyakit tiroid atau penyakit
autoimun lainnya. Jenis ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Perubahan

pada neural peptida turut dipengaruhi pada patogenesis jenis ini. Lebih
dari separuh pasien dengan vitiligo segmental memiliki patch pada rambut
yang memutih yang dikenal sebagai poliosis.

Gambar 3. Vitiligo Segmental: (A) distribusi quasi dermatom pada wajah dan leher (B)
Poliosis pada alis dan bulu mata.3

Vitiligo Akrofasial
Depigmentasi pada jari-jari bagian distal dan area periorificium.

Gambar 4. Akrofacial Vitiligo.3

Vitiligo Generalisata
Juga disebut vitiligo vulgaris, merupakan tipe yang paling sering

dijumpai. Patch depigmentasi meluas dan biasanya memiliki distribusi


yang simetris.

Gambar 5. Vitiligo Generalisata (A) pada dewasa (B) pada anak3

Vitiligo Universal
Makula dan patch depigmentasi meliputi hampir seluruh tubuh,

sering berhubungan dengan sindroma endokrinopati multipel.

Gambar 6. Vitiligo Universalis3

Vitiligo Mukosal
Vitiligo yang hanya melibatkan lokasi pada membran mukosa.

2.6.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

klinis, serta ditunjang oleh pemeriksaan histopatologik serta pemeriksaan dengan


lampu Wood.1
Diagnosis vitiligo dapat dibuat dengan mudah pada pemeriksaan klinis
pasien, dengan ditemukannya gambaran bercak kapur putih, bilateral (biasanya
simetris), makula berbatas tajam pada lokasi yang khas.1
10

Berdasarkan temuan yang didapat, lesi berwarna putih yang berbatas tegas
pada kulit dengan tidak ada tanda-tanda inflamasi dan sering membesar secara
sentrifugal.4
Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi vitiligo tampak putih berkilau
dan hal ini berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya.1
Dalam kasus-kasus tertentu, pemeriksaan histopatologik diperlukan untuk
melihat ada tidaknya melanosit dan granul melanin di epidermis.1
2.7.

Diagnosis banding
Pitiriasis alba (berukuran kecil, tepi yang tidak berbatas tegas, dan

1.

2.

3.

warna yang tidak terlalu putih).


Pitiriasis versikolor (sisik halus dengan warna fluoresensi kuning
kehijauan dibawah lampu Wood, KOH positif)
Leukoderma oleh bahan kimia (riwayat paparan fenolikgermisida,
makula confetti). Penyakit ini merupakan diagnosis banding yang sulit

4.
5.

6.

7.

8.

karena melanosit yang tidak ada, sama seperti pada vitiligo.


Leukoderma terkait dengan melanoma.
Leukoderma post-inflamasi (makula tidak terlalu putih biasanya
riwayat psoriasis atau eksim pada daerah makula yang sama)
Nevus depigmentosa (stabil, kongenital, makula tidak terlalu putih,
unilateral).
Nevus anemikus (tidak ada perubahan dengan lampu Wood, tidak ada
eritema setelah digosok).
Morbus hansen tipe PB (daerah endemis, warna tidak terlalu putih,
biasanya terdapat macula anestesi yang tidak berbatas tegas dan

9.

terdapat penebalan saraf)


Hypomelanosis of Ito (bilateral, garis Blaschko, pola kue marmer; 6075% mempunyai keterlibatan-sistemik sistem saraf pusat (SSP), mata,

10.

sistem muskuloskeletal).
Tuberous sklerosis (stabil, kongenital dengan makula poligonal tidak
terlalu putih, bentuk pohon berdaun, sesekali makula segmenta, dan

11.

makula confetti).
Piebaldisme (kongenital, putih, stabil, garis berpigmen pada
punggung, pola khas dengan makula hiperpigmentasi besar ditengah

12.

daerah hypomelanotik).
Mikosis fungoides (depigmentasi dan biopsi diperlukan).

11

13.

14.

2.8

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (masalah penglihatan, fotofobia,


dysacusis bilateral).
Sindrom Waardenburg (penyebab paling umum dari ketulian

kongengital, makula putih dan rambut putih, iris heterokromia).1


Penatalaksanaan
Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan vitiligo.

Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit. Seluruh
pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan tidak semua
terapi dapat sesuai dengan masing-masing penderita.

Tabir surya
Sunscreen atau tabir surya mencegah paparan sinar matahari berlebih

pada kulit dan hal ini dapat mengurangi kerusakan akibat sinar matahari
dan dapat mencegah terjadinya fenomena Koebner. Selain itu sunscreen
juga dapat mengurangi tanning dari kulit yang sehat dan mengurangi
kekontrasan antara kulit yang sehat dengan kulit yang terkena vitiligo.1

Kosmetik
Banyak penderita vitiligo, terutama jenis vitiligo fokal menggunakan

covermask kosmetik sebagai pilihan terapi. Area dengan lesi leukoderma,


khususnya pada wajah, leher, atau tangan dapat ditutup dengan make-up
konvensional, produk-produk self tanning, atau pengecatan topikal lain.
Pilihan

untuk

menggunakan

kosmetik

cukup

menguntungkan

pasiendikarenakan biayanya yang murah, efek samping yang kecil, dan


mudah digunakan.1

Repigmentasi
1.

Glukokortikoid topikal, sebagai awal pengobatan diberikan

secara

intermiten

(4

minggu

pemakaian,

minggu

tidak)

glukokortikoid topikal kelas I cukup praktis, sederhana, dan aman


untuk pemberian pada makula tunggal atau multipel. Jika dalam 2
bulan tidak ada respon, mungkin saja terapi tidak berjalan efektif.
Perlu

dilakukan

pemantauan

tanda-tanda

awal

atrofi

akibat

penggunaan kortikostreoid.1

12

2.

Inhibitor Kalsineurin.Tacrolimus dan pimecrolimus efektif untuk

repigmentasi vitiligo tetapi hanya didaerah yang terpapar sinar


matahari. Obat ini dilaporkan paling efektif bila dikombinasikan
dengan UVB atau terapi laser excimer. Terdapat juga hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa pimecrolimus1% topical sama efektifnya
dengan klobetasol propionate dalam memulihkan kulit akibat vitiligo.1
3.
Topikal fotokemoterapi. menggunakan topikal8-methoxypsoralen
(8-MOP) dan UVA. Prosedur ini diindikasikan untuk makula
berukuran

kecil

dan

hanya

dilakukan

oleh

dokter

yang

berpengalaman. Hampir sama dengan psoralen oral, mungkin


diperlukan 15 kali terapi untuk inisiasi respon dan 100 kali terapi
untuk menyelesaikannya. 1
4.
Fotokemoterapi sistemik. PUVA oral lebih praktis digunakan
untuk vitiligo yang luas. PUVA oral dapat dilakukan bersamaan
menggunakan sinar matahari (di musim panas atau di daerah yang
sepanjang tahun disinari oleh matahari) dan 5-methoxypsoralen (5MOP) (tersediadi Eropa) atau sinar UVA buatan dengan 5-MOP atau
8-MOP. Adanya respon baik dari terapi dengan PUVA ini ditandai oleh
munculnya folikuler kecil yang berpigmen diatas lesi vitiligo. Foto
kemoterapi PUVA oral dengan 8-MOP atau5-MOP keefektifannya
mencapai 85% untuk>70% pasien dengan vitiligo dikepala, leher,
lengan atas, kaki, dan di badan.1
5.
UVB Narrow-band (311nm). Efektivitas terapi ini hampir sama
dengan PUVA, namun tidak memerlukan psoralen. UVB adalah terapi
pilihan untuk anak<6 tahun.
6.
Laser Excimer (308nm). Terapi ini cukup efektif. Namun, sama
seperti pada PUVA, proses repigmentasi tergolong lambat. Terapi jenis
ini sangat efektif untuk vitiligo yang terdapat di wajah.1

13

Gambar 7. Gambar repigmentasi vitiligo. Tampak pola repigmentasi folikular setelah


diberikan terapi PUVA.1

Minigrafting
Teknik pembedahan dengan metode Minigrafting (Autolog Thin

Thierschgrafting, Suction Blister grafts,autologous minipunch grafts,


transplantation of cultured autologous melanocytes) cukup efektif untuk
mengatasi vitiligo dengan makula segmental yang stabil dan sulit diatasi.1

Depigmentasi
Tujuan dari depigmentasi adalah "kesatuan" warna kulit pada pasien

dengan vitiligo yang luas atau pasien dengan terapi PUVA yang gagal,
yang tidak dapat menggunakan PUVA, atau pasien yang menolak pilihan
terapi PUVA.1
Bleaching yaitu pemutihan kulit normal dengan krim monobenzyl
ether dari hydroquinone (MEH) 20% ini bersifat permanen, artinya proses
bleaching (pemutihan) ini tidak reversible. Tingkat keberhasilan terapi ini
>90%. Tahap Akhir warna depigmentasi dengan MEH adalah chalkwhite
(kapur putih), seperti pada macula vitiligo. Monobenzon tersedia dalam
bentuk cream 20%, dioleskan 2 kali sehari selama 2 sampai 3 bulan pada
daerah kulit yang masih berpigmen. Terapi biasanya dianggap selesai
setelah 10 bulan pemberian.1

14

Gambar 8. Terapi vitiligo repigmentasi pada wanita usia 20 tahun yang diterapi dengan
photochemotherapy (PUVA). Terdapat vitiligo dengan makula hipopigmentasi pada fase-fase awal
(kiri) dan sekarang telah terdapat hiperpigmentasi (kanan). 1

Gambar 9. Algoritma penatalaksanaan vitiligo. NB-UVB = narrowband ultraviolet B;


PUVA = psoralen and ultraviolet A light; PUVASOL = psoralen, ultraviolet and solar light.

2.9

Prognosis
Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana

perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya


repigmentasi dan bergantung pada genetik dan lokasi mana lesi tersebut berada.
Biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap, dan bercak
depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan. Sering
diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigmentasi dalam beberapa
bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dalam beberapa
bulan dan menetap dalam beberapa tahun.3

15

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus pada pasien Ny.KH usia 53 tahun di atas, dengan
keluhan utama bercak putih pada badan. Diagnosis vitiligo pada pasien ini
didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan.
Dari anamnesis yang diperoleh dari pasien didapatkan bahwa pasien
wanita berusia 53 tahun memiliki keluhan bercak putih yang muncul hampir di
seluruh badan, awal munculnya di punggung tangan kemudian menyebar ke
seluruh badan. Tidak merasakan gatal maupun kebas pada bercak tersebut.
Keluhan serupa juga dialami oleh nenek pasien.
Berdasarkan teori, vitiligo dapat terjadi pada semua usia, 50% kasus
vitiligo dialami pada usia 10-30 tahun. Dan terdapat pengaruh genetik terhadap
kejadian vitiligo, 20-40% yang memiliki riwayat kelurga dapat mengalami
vitiligo.1,3

16

Pada pemeriksaan fisik didapatkan makula-makula hipopigmentasi pada


bagian muka, lengan atas dan bawah serta punggung tangan, paha, dan tungkai
bawah, dengan berbagai ukuran dari miliar hingga plakat, berbatas tegas, tanpa
adanya hipoestesi.
Sesuai dengan teori yaitu lesi hipopigmentasi biasanya berbatas tegas,
namun dapat juga tepinya mengelupas. Lesi membesar secara sentrifugal dengan
kecepatan yang tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi pada lokasi tubuh
manapun, termasuk membran mukosa. Akan tetapi, lesi inisial paling sering
terjadi pada tangan, lengan bawah, kaki, dan wajah. Jika vitiligo terjadi pada
wajah, seringkali distribusinya pada perioral dan periokular.1,3
Vitiligo dapat didiagnosis banding dengan banyak kelainan kulit yang lain,
yaitu di antaranya Pitiriasis Versikolor dan Morbus Hansen tipe PB. Pada Pitiriasis
Versikolor akan didapatkan keluhan gatal pada bercak, selain itu pada
pemeriksaan didapatkan sisik halus dengan warna fluoresensi kuning kehijauan
dibawah lampu Wood, KOH positif. Sedangkan pada Morbus Hansen tipe PB,
pada pemeriksaan didapatkan warna tidak terlalu putih, biasanya terdapat makula
anestesi yang tidak berbatas tegas.1
Pada pasien ini diberikan terapi farmakologi berupa Psoralen topikal dengan
dosis 0,6 mg/kgBB diberikan 2 jam sebelum penyinaran. Metoksalen kapsul, 3
kali seminggu, dengan tiap pemakaian 2 kapsul (1 kapsul berisi 20 mg),
pemberian Metoksalen jika didapatkan lesi generalisata. MBEH 20% (jika
pengobatan Psoralen gagal). Dengan kombinasi terapi-terapi tersebut, diharapkan
depigmentasi dapat terjadi setelah 2-3 bulan dan sempurna dalam 1 tahun.
Berdasarkan teori terapi vitiligo diberikan tabir surya yang berfungsi untuk
mencegah paparan sinar matahari yang berlebihan sehingga mengurangi
kerusakan akibat sinar matahai dan membantu menurunkan kekontrasan antara
sinar sehat dan vitiligo. Repigmentasi berupa topikal fotokemoterapi (Psoralen
oral 0,6mg/kgBB) diberikan bila pasien menderita vitiligo < 50%. Sedangkan
depigmentasi

(monobenzylether

of

hidriquinon

20%)

diberikan

apabila

pengobatan psoralen gagal atau pasien dengan vitiligo >50%. Tindakan terakhir
yang dapat dilakukan yakni minigrafing, dengan mengambil sel kulit pasien yang

17

sehat, tetapi pada pasien dengan riwayat genetik, tindakan ini bersifat sementara
karena akan tetap menderita vitiligo yang dikarenakan HLA membuat penurunan
melanin pada kulit penderita. Edukasi diberikan kepada pasien sebagai terapi nonfarmakologi, berupa dosis obat, cara pemakaian obat, efek samping obat dan
edukasi mengenai vitiligo bukan merupakan penyakit menular dan memiliki
prognosis dubia ad malam pada quo ad sanationam.
Prognosis penyakit vitiligo pada pasien ini bonam pada quo ad vitam karena
tidak menimbulkan kematian, prognosis malam pada quo ad kosmetikam dan pada
quo ad sanationam karena pada pasien ini memiliki faktor genetik yang bersifat
autosom dominal, vitiligo sulit untuk diobati dan bersifat rekuren karena memiliki
gen yang berhubungan dengan biosintesis melanin, respon stress oksidatif dan
regulasi autominan yang berperan dalam turunnya produsi melanin. Selain itu
pada pasien ini memiliki vitiligo yang awalnya muncul pada tangan yang tidak
memiliki folikel rambut yang memproduksi pigmentasi.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatricks Color Atlas And


Synopsis Of Clinical Dermatology. 6th Ed. Mcgraw Hill Medical:
Newyork. 335-341.

2.

Siregar,R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.


Edisi ke 2. Jakarta: EGC, 2004.

3.

Halder RM dan Taliaferro SJ. Vitiligo. Dalam: Wolff K,


Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting:
Fitzpatricks dermatology in general medicine, 7th ed, New York: Mc Graw
Hill. 2008: 616-622.

4.

Moretti ,Silvia. 2003. Vitiligo. University of Florence: Italy.


Available

from:

https://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-vitiligo.pdf.

(diakses pada 5 desember 2013)

18

19

You might also like