You are on page 1of 6

Tugas

TEKNOLOGI FERMENTASI
Fermentasi Di Indonesia

Oleh

NAMA

: DARWIN HAMENTE

STAMBUK

: D1C1 13 092

KELAS

: TPG-B/2013

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

FERMENTASI DI INDONESIA
Pangan Fermentasi Tradisional Indonesia
Pangan tradisional adalah pangan (makanan dan minuman) yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat tertentu, dengan citarasa khas yang diterima oleh masyarakat tersebut. Produkproduk pangan tradisional merupakan bagian penting dari budaya, identitas dan warisan nenek
moyang yang berkontribusi pada perkembangan dan keberlangsungan dari suatu daerah dan
menyediakan variasi pilihan pangan pada konsumen.
Produk ini biasanya memiliki karakteristik sensorik tertentu yang khas dan biasanya
dihubungkan konsumen dengan identitas daerah asalnya. Indonesia merupakan negara multi
pulau dan multi etnis. Keberagaman kondisi lingkungan dan budaya secara tidak langsung
mempengaruhi karakteristik produk pangan masyarakatnya dan kondisi tersebut melahirkan
banyak produk pangan tradisional khas daerah. Ada banyak jenis pangan tradisional dan salah
satunya adalah dari jenis pangan fermentasi. Artikel berikut akan membahas mengenai produk
pangan fermentasi khas Indonesia.
Fermentasi Pangan
Sejarah produk pangan fermentasi telah berlangsung panjang, sama panjangnya dengan
sejarah peradaban manusia itu sendiri. Seperti halnya pangan tradisional lainnya, metode dan
pengetahuan yang terkait dengan pengolahan pangan fermentasi lokal diwariskan ke generasi
berikutnya secara turun-temurun. Tentu saja, proses fermentasi yang dilakukan di masa lalu tidak
berdasarkan pada kajian ilmiah peran mikroba dalam merubah karakteristik pangan, tetapi
didasarkan pada tradisi bahwa teknik penyimpanan dan penanganan bahan pangan dengan cara
tertentu ternyata menghasilkan produk pangan baru yang berbeda dari pangan asalnya.
Produk pangan fermentasi dihasilkan dengan melibatkan aktivitas mikroba dalam
produksinya. Selama fermentasi terjadi aktivitas pemecahan komponen pangan karena aktivitas
enzimatis mikroba terutama enzim amilase, protease dan lipase yang menghidrolisis
polisakarida, protein dan lemak menjadi komponen-komponen sederhana seperti asam, alkohol,
karbon dioksida, peptida, asam amino, asam lemak dan komponen-komponen lainnya. Asam,

alkohol dan karbon dioksida berperan penting dalam menekan pertumbuhan mikroba pembusuk
dan patogen. Secara bersama-sama, komponen-komponen tersebut juga menyebabkan modifikasi
tekstur, aroma dan rasa sehingga dihasilkan karakteristik produk yang unik dan berbeda dengan
produk asalnya.
Tujuan fermentasi pangan awalnya adalah untuk mengawetkan pangan yang bersifat
musiman dan mudah rusak. Sejalan dengan perkembangan alternatif pengawetan pangan maka
pengembangan produk pangan fermentasi saat ini lebih karena tekstur, aroma dan rasanya yang
unik. Dampak positif dari produk fermentasi terhadap kesehatan konsumen juga menjadi alasan
pengembngan produk fermentasi sekarang ini. Pemecahan komponen yang kompleks menjadi
komponen-komponen yang lebih sederhana menyebabkan produk fermentasi lebih mudah
dicerna daripada produk pangan asalnya. Pada beberapa produk fermentasi, dilaporkan pula
adanya peningkatan kandungan beberapa vitamin, antioksidan, dan senyawa lain yang
bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu, ketika produk diproduksi sebagai produk probiotik, maka
keberadaan mikroba baik yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dapat membantu
menjaga kesehatan saluran cerna dan, tergantung dari jenis bakterinya, juga dapat mencegah
munculnya penyakit-penyakit degeneratif.
Mengenal Produk Fermentasi Yang Khas Indonesia
Tempe merupakan produk fermentasi khas Indonesia yang paling populer; popularitasnya
bahkan sudah mencapai manca negara. Setiap orang pasti akan dengan cepat bisa menjelaskan
ciri ataupun cara membuat (fermentasi) tempe. Tapi bagaimana dengan produk fermentasi khas
Indonesia yang lain? Barangkali masyarakat hanya terbiasa dengan makanan tradisional
didaerahnya dan asing dengan yang diproduksi oleh daerah lain.
Jenis produk fermentasi sangat beragam. Jika dilihat dari mekanisme kerja mikrobanya,
maka produk fermentasi khas Indonesia secara umum dapat dimasukkan dalam beberapa
kelompok sebagai berikut:
1. Fermentasi yang secara enzimatis menghidrolisis protein dari ikan, udang dan produkproduk laut lainnya pada lingkungan dengan konsentrasi garam yang relatif tinggi
menghasilkan produk dengan tekstur seperti saos atau pasta dengan flavor seperti daging.
Contoh produknya adalah terasi, yang digunakan sebagai bahan penyedap makanan.

Terasi dibuat dari udang atau ikan berukuran kecil yang bernilai ekonomis rendah jika dijual
dalam bentuk segarnya. Bagan Siapi Api merupakan daerah penghasil terasi yang terkenal,
tetapi walau demikian produk ini juga banyak diproduksi di daerah sepanjang pesisir pulau
Jawa.
2. Fermentasi yang menghasilkan tekstur seperti daging pada substrat sereal, biji-bijian,
ataupun kacang-kacangan, karena pembentukan miselium kapang yang berfungsi sebagai
pengikat antar butir-butir serealia, biji-bijian ataupun kacang-kacangan. Contoh produknya
tempe dan oncom. Tempe dibuat dari kedelai dengan bantuan kapang Rhizopus (ragi
tempe), sementara oncom dibuat dari ampas tahu (oncom merah) dan bungkil kacang tanah
(oncom hitam) menggunakan kapang Neurospora sitophila dan Rhizopus oligosporus.
Perbedaan warna pada oncom merah dan hitam disebabkan oleh perbedaan pigmen yang
dihasilkan oleh kapang yang digunakan dalam fermentasi. Tempe umum dijumpai di daerah
Jawa bahkan juga diberbagai daerah di luar Jawa, sementara oncom populer terutama hanya
di daerah Jawa Barat. Fermentasi yang melibatkan prinsip koji, dimana mikroba starter
ditumbuhkan pada substrat (kacang-kacangan atau serealia) untuk menghasilkan koji atau
konsentrat enzim yang bisa digunakan untuk menghidrolisis komponen tertentu dalam suatu
proses fermentasi. Contoh produknya adalah kecap, tauco, tempe, oncom dan tape.
Kecap merupakan produk seasoning dan kondimen serbaguna, dibuat dari kedelai terutama
kedelai hitam. Penampakan kecap seperti pasta, dengan citarasa manis atau asin.
Penambahan gula aren dalam produksi kecap manis menyebabkan teksturnya menjadi lebih
kental dengan warna yang lebih gelap dibandingkan kecap asin. Tauco berbentuk pasta,
berwarna kuning, citarasa asin dan konsistensi seperti bubur dengan flavor seperti daging;
merupakan produk fermentasi kedelai oleh kapang, kamir dan bakteri. Kecap dan tauco
terutama digemari oleh masyarakat Jawa. Fermentasi yang menghasilkan asam organik
sebagai produk utamanya. Yang masuk dalam kelompok ini contohnya dadih, dangke, acar,
tempoyak, urutan dan tape. Tempe juga dapat dimasukkan dalam kategori ini karena proses
pengasaman terjadi pada saat perendaman kedelai di awal proses pengolahan. Dadih adalah
susu kerbau fermentasi, dijumpai di daerah Sumatera Barat. Proses fermentasinya dilakukan
secara spontan oleh bakteri asam laktat yang terdapat didalam tabung bambu yang
digunakan sebagai wadah fermentasinya. Dadih memiliki tekstur seperti gel dengan citarasa
yang asam. Dangke adalah sejenis keju lunak yang dibuat oleh masyarakat Enrekang,

Sulawesi Selatan dengan menggunakan susu kerbau sebagai bahan bakunya. Acar atau
produk fermentasi sayuran, umum dijumpai di berbagai daerah Indonesia. Tempoyak yang
bercitarasa asam dengan sedikit rasa manis dan asin merupakan produk fermentasi daging
durian yang sudah lewat matang (over ripe). Berkembang di Palembang (Sumatera Selatan)
dan beberapa daerah di Kalimantan, produk ini biasa digunakan sebagai kondimen untuk
beberapa produk olahan ikan dan sayur. Urutan merupakan produk sosis fermentasi lokal,
yang berasal dari daerah Bali dan menggunakan daging babi sebagai bahan bakunya. Proses
fermentasinya dilakukan bersama-sama dengan proses pengeringan.
3. Fermentasi yang menghasilkan alkohol (etanol) sebagai produk utama. Contoh produknya
adalah tape ketan dan brem. Tape ketan memiliki citarasa manis/asam. Kapang
Amylomyces rouxii dan kamir Endomycopsis burtonii menghidrolisis nasi ketan menjadi
maltosa dan glukosa lalu fermentasi lebih lanjutnya memecah gula menjadi etanol dan asam
organik. Jus dari tape ketan bisa digunakan untuk memproduksi brem. Ada tiga tipe brem:
brem Madiun berwarna putih kekuningan, dengan citararasa asam-manis dan berbentuk
balok berukuran 0.5 x 5 to 7 cm; brem Wonogiri berwarna putih, rasa manis, sangat mudah
larut dan dibuat dalam bentuk balok bundar tipis berdiameter sekitar 5 cm; dan brem Bali
merupakan minuman keras terkenal di daerah Bali. Selain tape ketan, juga dikenal tape
singkong. Tape singkong populer diberbagai daerah di Indonesia, teksturnya lunak dan
berair. Pengecualian dijumpai pada tape singkong di daerah Jawa Barat: tape singkongnya
walaupun lunak, tapi tidak berair dan dikenal dengan nama peuyem.
Masalah Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengembangan Produk
Produk fermentasi tradisional umumnya dibuat oleh unit usaha kecil. Teknologi
fermentasi yang digunakan berkembang melalui pengalaman bertahun-tahun dan bukan karena
inovasi ilmiah. Pengembangan industri ke skala yang lebih besar, perlu memperhatikan beberapa
aspek sebagai berikut:
Tampilan produk.
Tidak bisa dipungkiri bahwa penampilan adalah daya tarik awal konsumen membeli
suatu produk. Ini terutama berlaku untuk konsumen non lokal, yang belum mengenal produk.
Kemasan yang terkesan apa adanya, ukuran yang tidak seragam dan tidak memperhatikan berapa

ukuran yang pantas untuk satu kali penyajian adalah beberapa contoh masalah tampilan yang
membuat produk tidak populer.
Kebersihan dan sanitasi.
Merupakan aspek penting untuk dikendalikan. Produsen atau penjual pangan tradisional
termasuk pangan fermentasi masih banyak yang mengabaikan faktor kebersihan dan sanitasinya.
Dengan kondisi kebersihan dan sanitasi yang buruk, maka calon pembeli (terutama dari
golongan berada) akan menjadi tidak berminat membeli makanan ini karena khawatir dengan
faktor keamanannya.
Masalah skala produksi.
Skala usaha yang kecil menyebabkan industri tidak bisa menjangkau pasar yang lebih
luas. Kenapa demikian? Selain faktor modal, hal ini juga terkait dengan masalah kemampuan
produksi yang belum memadai. Selain itu, teknik produksi yang umumnya tidak menerapkan
prosedur operasional baku dan hanya didasarkan pada kebiasaan tanpa dasar ilmiah yang
memadai menyebabkan variasi mutu produk ketika skala produksi ditingkatkan.
Mungkin masih ada kendala lain yang menyebabkan pangan fermentasi tradisional kita
tidak populer di negeri sendiri (apalagi di negeri orang), tetapi paling tidak tiga masalah diatas
mutlak dibenahi.
Citra pangan fermentasi tradisional juga perlu diangkat dengan promosi yang dilakukan
secara terus-menerus, baik mengenai citarasanya, manfaat kesehatannya maupun hal-hal menarik
lain terkait dengan produk tersebut. Acara-acara wisata kuliner yang marak di media massa
sekarang ini, adalah salah satu contoh promosi pangan tradisional yang sangat baik.
Tetapi, promosi saja tidaklah cukup. Produk juga harus tampil bersih, cantik dan seksi
sehingga mengundang konsumen untuk membeli. Juga perlu kerjasama antara pelaku industri
dan peneliti yang dimediasi oleh pemerintah untuk mengembangkan perbaikan dan modernisasi
proses pengolahan produk fermentasi tradisional, sehingga diperoleh produk yang tetap memiliki
ciri khas asalnya dengan kualitas yang baik dan kuantitas produksi yang tinggi.

You might also like