Professional Documents
Culture Documents
II.
Klarifikasi Istilah
1. Pingsan
2. Visum et repertum
3. Memar
4. Hematom
5. Pupil isokor
pembuluh darah.
: Keadaan dimana kedua pupil sama besar dan
6. Pupil anisokor
bentuknya.
: Keadaan dimana kedua pupil tidak sama besar dan
7. Fraktur
8. Refleks cahaya pupil
9. Ngorok
cahaya .
: Respirasi bernada tinggi berisik seperti hembusan
angina sebuah tanda obstruksi gangguan pernafasan
terutama pada trakea dan laring.
III.
Identifikasi masalah
1. Satu jam sebelum masuk RS Bujang dianiaya menggunakan sepotong kayu, lalu
pingsan kurang lebih 5 menit dan kemudian sadar kembali, dengan keluhan luka
dan memar dikepala disebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
2. Polisi mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum.
3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/menit, Tekanan Darah 130/90 mmHg, Nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5,
pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif
Regio Orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul
dengan dasar fraktur tulang
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung
4. Tak lama setelah selesai pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
5. Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/menit, Nadi 50x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg.
Pasien membuka mata dengan rangsangan nyeri, melokalisir nyeri, dan
mengerangdalam bentuk kata-kata.
Pupil anisokor dekstra, reflex cahay pupil kanan negative, reflex cahaya kiri
reaktif/normal
6. Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3
orang perawat.
IV.
Analisis Masalah
1. Satu jam sebelum masuk RS Bujang dianiaya menggunakan sepotong kayu,
lalu pingsan kurang lebih 5 menit dan kemudian sadar kembali, dengan
keluhan luka dan memar dikepala disebelah kanan disertai nyeri kepala
hebat dan muntah.
a. Anatomi dan vaskularisasi kranial
(Sintesis)
b. Klasifikasi trauma
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara
deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya
cedera kepala. (IKABI, 2004).
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua
yaitu
1. Cedera kepala tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,
jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan
decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan
melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.
2. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. (IKABI, 2004)
Berdasarkan morfologi cedera kepala.
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak
yang meliputi
1. Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin,
connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum
terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap
tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini.
Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar,
maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup
banyak.
2. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
a. Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata
pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala.
Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang
kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan
tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.
b. Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg
tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala.
Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura
belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering
terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya
hematum epidural.
c. Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih
dari satu fragmen dalam satu area fraktur.
d. Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar
yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur
impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi
pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna
terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula
interna segmen tulang yang sehat.
e. Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada
durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii
berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur
fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan
struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah
basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah
basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria.
Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan
durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal
yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).
4
sehingga
haematomaepiduralis.
tidak
Penentuan
kurang
diagnosis
dari
akan
jam
terbentuk
didapati
lucidum
2. Tertulis
3. Pemeriksaan Luar atau Pemeriksaan Dalam (khusus jenazah)
4. Label atau segel (khusus jenazah)
Bentuk Visum et Repertum berdasarkan objek :
1. Visum et Repertum Korban Hidup
Visum et Repertum
Visum et Repertum diberikan kepada korban setelah diperiksa
didapatkan lukanya tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan atau aktivitasnya.
temuan pemeriksaan
Tidak menggunakan istilah asing
Ditandatangani dan diberi nama jelas
Berstempel instansi pemeriksa tersebut
Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada
lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik
POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut
CONTOH :
Yang bertandatangan di bawah ini, Dedi Afandi, dokter spesialis forensik
pada RSUD Arifin
Achmad, atas permintaan dari kepolisian sektor.........dengan suratnya
nomor.......................... tertanggal....................maka dengan ini menerangkan
bahwa pada tanggal..........pukul...........bertempat di RSUD Arifin Achmad,
telah
melakukan
pemeriksaan
korban
dengan
nomor
dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan
perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya
(status lokalis).
b. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan
sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya
dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya
tindakan dan perawatan tersebut. Hal ini perlu diuraikan untuk
menghindari kesalahpahaman tentang-tepat tidaknya penanganan dokter
dan tepat-tidaknya kesimpulan yang diambil.
c. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu
anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran
luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan.
CONTOH :
HASIL PEMERIKSAAN :
1. Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit
sedang. Korban mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah
kejadian pemukulan pada kepala
2. Pada korban ditemukan -------------------------------------------------------a. Pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis pertengahan
belakang, empat senti meter diatas batas dasar tulang, dinding luka
kotor, sudut luka tumpul, berukuran tiga senti meter kali satu senti
meter, disekitarnya dikelilingi benjolan berukuran empat sentimeter
kali empat senti meter ----------------------b. Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka
terbuka tepi tidak rata, dasar jaringan bawah kulit,dinding kotor,
sudut tumpul, berukuran dua senti meter kali setengah sentimeter
dasar otot.---------c. Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada
pertengahan serta nyeri pada penekanan. -------------------------------d. Korban dirujuk ke dokter syaraf dan pada pemeriksaan didapatkan
adanya cedera kepala ringan. ---------------------------------------------13
---------------------------------------------------------------Pada pemeriksaan
korban laki-laki berusia tiga puluh empat tahun ini ditemukan cedera
kepala ringan, luka terbuka pada belakang kepala kiri dan dagu serta
patah tulang tertutup pada lengan atas kiri akibat kekerasan tumpul.
Cedera tersebut telah mengakibatkan penyakit /halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan/pencaharian untuk sementara waktu.
4. Penutup
a. Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat
dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat
dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan
pemeriksaan
b. Dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum et repertum
CONTOH :
Demikianlah visum et repetum ini dibuat dengan sebenarnya dengan
menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
14
Dokter Pemeriksa
1
Yang berhak mengajukan visum adalah pihak Kepolisian (Resort, sektor dan
Militer) dengan pangkat minimal Kapten dan AKP (ajudan komisaris polisi).
Regio Temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut
tumpul dengan dasar fraktur tulang
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan vital sign?
N
Pemeriksaan fisik
Normal
Interpretasi
o
1
RR : 28 x/mnt
16-24
x/menit
120/80
adekuat.
Hipertensi, kompensasi iskemik otak.
TD 130/90 mmHg
mmHg
Dengan rumus :
CPP = MAP - ICP
Jika tekanan intracranial meningkat
maka MAP juga harus meningkat agar
perfusi otak tetap adekuat. Peningkatan
MAP menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
TIK
(ICP)
kompensasi
mempertahankan
3
Nadi 50 x/mnt
untuk
CPPpeningkatan
60-100
MAPhipertensi
Bradikardi, akibat
mmHg
penekanan
pada
disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi
luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.
Fossa anterior dibentuk oleh os frontal di bagian depan dan samping,
lantainya dibentuk oleh os frontale pars orbitale, pars cribriformis os
ethmoidal, dan bagian depan dari alae minor os sphenoid. Fossa ini
menampung traktus olfaktorius dan permukaan basal dari lobus frontalis, dan
hipofise. Fossa anterior dan media dipisahkan di lateral oleh tepi posterior alae
minor ossphenoidale, dan di medial oleh jugum sphenoidale. Pada fossa cranii
anterior terdapat sinus frontalis di bagian depan, alae minor os sphenoidale
yang dengan bersama-sama pars orbitalis osfrontal membentuk atap orbita
dengan struktur-struktur di midline, diantaranya terdapat crista galli, pars
cribriformis dan pars sphenoidal.
Pada kasus ini, kemungkinan fraktur terjadi pada alae minor os sphenoid,
karena merupakan tulang di regio temporal yang merupakan bagian dari fossa
anterior basis kranii.
Mekanisme: Pukulan benda tumpulfraktur basis kranii dan vulnus laseratum
d. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan nasal?
Darah segar mengalir dari kedua hidung = rhinorhea/rhinoragia.
rhinorhea/rhinoragia menandakan adanya fraktur basic cranii anterior.
4. Tak lama setelah selesai pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
a. Makna klinis pasien tak sadarkan diri
Ruang intracranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. ). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama
ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan
menaikan tekanan intracranial. Hipotesis Monro-Kellie memberikan suatu
contoh konsep pemahaman peningkatan TIK. Teori ini menyatakan bahwa
tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga
ruangannya meluas, dua ruang lainnya harus mengkompensasi dengan
mengurangi volumenya (apabila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi
intracranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural ini dapat menjadi parah
bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran CSF
17
kedalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa
meningkatkan TIK. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan
dan akhirnya meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan aliran
darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan
PCo2), Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian
adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah atau
horizontal (herniasi) bila TIK makin meningkat Perdarahan, pembengkakan
dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan
oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat
bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan
jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung
mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang
yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui
lubang pada dasar otak.
Pada skenario ini terjadi herniasi unkus, yakni herniasi lobus temporalis
bagian mesial terutama unkus. Herniasi ini disebabkan oleh kompresi
rostrokaudal progresif ; secara bertahap tekanan makin kekaudal dan makin
berat, dan dikenal empat tahap dengan sindrom yang khas, diantaranya :
1. Bagian yang tertekan adalah diensefalon dan nukleus hipotalamus
2. Penekanan terhadap mesensefalon. Dalam keadaan ini N.III ipsilateral akan
terjepit diantara arteri serebri posterial dan arteri serebri superior sehingga
terjadilah oftalmoplegi ipsilateral.
3. Apabila penekanan terus berlangsung maka pons akan tertekan dan akhirnya
akan berlanjut menekan medula oblongata
Cedera kepala edema serebri Peningkatan TIK herniasi unkus
kompresi pada siklus ateria formatio retikularis di medulla oblongata
iskemia dan edema Asenden Raticular Activating System (ARAS)
Gangguan kesadaran (pasien tidak sadar)
5. Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/menit, Nadi 50x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg
18
19
Nilai
20
Berorientasi baik
Ikut perintah
Melokalisir
6
nyeri (menjangkau
&
menjauhkan
6. Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu
oleh 3 orang perawat.
a. Standar pelayanan yang diberikan oleh dokter dan tenaga medis di UGD
RSUD
STANDAR PELAYANAN GAWAT DARURAT
STANDAR 1 : FALSAFAH DAN TUJUAN
Instalasi / Unit Gawat Darurat dapat memberikan pelayanan gawat darurat
kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan,
sesuai dengan standar.
Kriteria :
1. Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus
menerus selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu.
2. Ada instalasi / unit Gawat Darurat yang tidak terpisah secara fungsional dari
unit-unit pelayanan lainnya di rumah sakit.
3. Ada kebijakan / peraturan / prosedur tertulis tentang pasien yang tidak
tergolong akut gawat akan tetapi datang untuk berobat di Instalasi / Unit
Gawat Darurat.
4. Adanya evaluasi tentang fungsi instalasi / Unit Gawat Darurat disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat.
5. Penelitian dan pendidikan akan berhubungan dengan fungsi instalasi / Unit
Gawat Darurat dan kesehatan masyrakat harus diselenggarakan.
STANDAR 2 : ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN
22
program
penanggulangan
korban
massal,
bencana (disaster
plan) terhadap kejadian di dalam rumah sakit ataupun di luar rumah sakit.
5. Semua staf / pegawai harus menyadari dan mengetahui kebijakan dan
tujuan dari unit.
Pengertian : Meliputi kesadaran sopan santun, keleluasaan pribadi
(privacy), waktu tunggu, bahasa, perbedaan rasial / suku, kepentingan
konsultasi dan bantuan sosial serta bantuan keagamaan.
6. Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur)
rekam medik.
7. Semua pasien yang masuk harus melalui Triase. Pengertian : Bila perlu
triase dilakukan sebelum indentifikasi.
8. Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior yang berijazah /
berpengalaman.
9. Triase sangat penting untuk penilaian kegawat daruratan pasien dan
pemberian pertolongan / terapi sesuai dengan derajat kegawatdaruratan
yang dihadapi.
10. Petugas triase juga bertanggungjawab dalam organisasi dan pengawasan
penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
11. Rumah Sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien
gawat darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya.
Kriteria :
23
Ada jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas
non medis yang bertugas di UGD.
1. Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi
harus diorganisir / diatur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit.
2. Ada pelayanan transfusi darah selama 2 jam.
3. Ada ketentuan tentang pengadaan peralatan obat-obatan life saving,
cairan infus sesuai dengan stndar dalam Buku Pedoman Pelayanan
Gawat Darurat Depkes yang berlaku.
4. Pasien yang dipulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan
yang jelas mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya.
5. Rekam Medik harus disediakan untuk setiap kunjungan.
Pengertian :
Sistem yang optimum adalah bila rekam medik unit gawat darurat
menyatu dengan rekam medik rumah sakit. Rekam medik harus
dapat melayani selama 24 jam.
24
1. Di Instalasi gawat darurat harus ada petunjuk dan informasi yang jelas bagi
masyarakat sehingga menjamin adanya kemudahan, kelancaran dan
ketertiban dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2. Letak unit / instalasi harus diberi petunjuk jelas sehingga dapat dilihat dari
jalan di dalam maupun di luar rumah sakit.
3. Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk mencapai lokasi
instalasi / UGD di rumah sakit, dan kemudahan transportasi pasien dari dan
ke UGD dari arah dalam rumah sakit.
4. Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan sesuai dengan kondisi
penyakitnya.
5. Daerah yang tenang agar disediakan untuk keluarga yang berduka atau
gelisah.
6. Besarnya rumah sakit menentukan perlu tidaknya :
Ruang penyimpanan alat steril, obat cairan infus, alat kedokteran serta
ruang penyimpanan lain.
Kamar mandi.
8. Pelayanan ambulan.
9. Unit pemadam kebakaran.
10. Konsulen SMF di UGD.
11. Harus ada pelayanan radiologi yang di organisasi dengan baik serta
lokasinya berdekatan dengan unit gawat darurat.
Pengertian :
Pelayanan radiologi haarus dapat dilakukan di luar jam kerja. Pelayanan
radiologi sangat penting dan dalam unit yang besar harus terletak di dalam
unit. Harus tersedia untuk membaca foto untuk akomodasi staf radiologi.
26
12. Tersedianya alat dan obat untuk Life Saving sesuai dengan standar pada Buku Pedoman
Pelayanan Gawat Darurat yang berlaku.
STANDAR 5 : KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu
ditinjau dan disempurnakan (bila perlu) dan mudah dilihat oleh seluruh
petugas.
Kriteria :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
PENGEMBANGAN
STAF
DAN
PROGRAM
PENDIDIKAN
Instalasi / Unit Gawat Darurat dapat dimanfaatkan untuk pendidikan dan
pelatihan (in service training) dan pendidikan berkelanjutan bagi petugas.
Kriteria :
1. Ada program orientasi / pelatihan bagi petugas baru yang bekerja di unit
gawat darurat.
2. Ada program tertulis tiap tahun tentang peningkatan ketrampilan bagi
tenaga di Instalasi / Unit Gawat Darurat.
3. Ada latihan secara teratur bagi petugas Instalasi / Unit Gawat Darurat dalam
keadaan menghadapi berbagai bencana (disaster).
27
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Nyeri kepala yang hebat
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.
Mual
Pusing
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai
hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran
pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih
positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial.
Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir,
kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga
mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan
reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi
menjadi kabur.
3. Gambaran Radiologi
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala
lebih mudah dikenali.
a. Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai
epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral
dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya
fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.
b. Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu
bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral),
29
30
neurologis
langsung
dilakukan
segera
setelah
status
kardiopulmuner penderita stabil. Pemeriksaan ini tefdiri dari GCS dan refleks
cahaya pupil. Pada penderita koma, respon motorik dapat dibangkitkan dengan
merangsang/mencubit otot trapezius atau menekan dasar kuku penderita. Bila
penderita menunjukkan reaksi yang bervariasi, yang digunakan adalah respon
motorik terbaik karena merupakan indikator prognostik yang paling akurat
dibandingkan respon yang paling buruk. Gerakan bola mata (Doll's eye
Phenomena, refleks okulosefalik), Test Kalori dengan suhu dingin (refleks
okulo vestibuler) dan refleks kornea ditunda sampai kedatangan ahli bedah
saraf.
Pemeriksaan Doll's eye (oculocephalis) refleks aires (oculovestibular)dan
refleks kornea hanya boleh dilakukan bila sudah jelas tidak terdapat cedera
servikal.
Yang sangat penting adalah melakukan pemeriksaan GCS dan refleks pupil
sebelum penderita dilakukan sedasi atau paralisis, karena akan menjadi dasar
untuk tindakan selanjutnya. Selama primary survey, pemakaian obat-obat
paralisis jangka panjang tidak ianjurkan. Succinylcholine, vecuronium, atau
dosis kecil pancuronium dapat dipakai untuk intubasi endotrakea atau untuk
tindakan diagnostik lainnya. Bila diperlukan analgesia, sebaiknya digunakan
morfin dosis kecil dan diberikan secara intravena.
Secondary Survey
34
kebanyakan
pasien,
keadaan
normokarbia
lebih
disukai.
penelitian
tidak
menunjukkan
manfaal
steroid
untuk
fraktur tengkorak atau benda asing. Adanya LCS pada luka menunjukkan
adanya robekan dura. Ahli bedah saraf hams dikonsulkan pada semua kasus
dengan fraktur tengkorak terbuka atau depresi. Tidak jarang, perdarahan
subgaleal teraba seperti fraktur depresi. Dalam keadaan ini diperlukan
pemeriksaan foto polos tengkorak atau CT scan.
2. Fraktur Depresi Tengkorak
Umumnya fraktur depresi yang memerlukan koreksi secara bperatif
adalah bila tebal depresi lebih dari ketebalan tulang di dekatnya. Frktur
depresi yang tidak signifikan dapat ditolong dengan menutup kulit kepala
yang laserasi. CT scan berguna untuk menentukan dalamnya depresi tulang,
tetapi yang lebih penting adalah untuk menentukan ada tidaknya perdarahan
intrakranial atau kontusio.
Lesi Masa Intrakranial
Lesi ini harus dikeluarkan atau dirawat oleh seorang ahli bedah saraf. Bila
tidak terdapat ahli bedah saraf di fasilitas yang menerima pasien dengan lesi
massa intrakranial, maka penderita harus segera dirujuk ke RS yang
mempunyai ahli bedah saraf. Terdapat perkecualian pada keadaan di mana
perdarahan intrakranial membesar dengan cepat sehingga mengancam jiwa
dan tidak cukup waktu untuk merujuk penderita. Walaupun keadaan ini
umumnya jarang terjadi di kota, hal seperti ini dapat saja terjadi di daerah
perifer. Dalam keadaan itu tindakan kraniotomi darurat dapat dilakukan oleh
seorang ahli bedah terlatih untuk melakukan prosedur tersebut Prosedur ini
penting pada pasien dengan status neurologis yang memburuk dengan cepat
dan tidak membaik dengan terapi nonbedah yang diberikan. Kraniotomi
darurat yang dilakukan oleh bukan ahli bedah saraf hanya dibenarkan pada
keadaan yang benar-benar ekstrim, dan prosedurnya sebaiknya atas saran
ahli bedah saraf.
Indikasi untuk melakukan kraniotomi oleh bukan ahli bedah saraf hanya
sedikit, dan penggunaan tindakan ini secara luas sebagai upaya terakhir
tidak direkomendasi oleh Komisi Trauma. Tindakan ini dibenarkan hanya
38
bila tindakan bedah saraf definitif sama sekali tidak memungkinkan. Komisi
Trauma sangat menganjurkan bahwa barang siapa yang mungldn akan
melakukan tindakan ini harus menerima pelatihan dari seorang ahli bedah
saraf.
4. Komplikasi
a. Kerusakan saraf kranial
Anosmia
Kerusakan n. olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan
yang jika total disebut dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia.
Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita anosmia.
Gangguan pengelihatan
Gangguan pada n. opticus timbul segera setela mengalami trauma.
Biasanya disertai dengan hematoma disekitar mata, proptosis akibat
adanya pendarahan, dan adanya edema di dalm orbita. Gejala klinik
berupa penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya
negative, atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu cedera
yang mengakibatkan kebutaan, terjadi atrofi papil yang diffuse,
menunjukan bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat irreversible.
Ophtalmoplegi
Ophtalmoplego adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata,
umunya disertai proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada
pengobatan khusus untuk ophtalmoplegi, tetapi bisa diusahakan dengan
latihan ortooptik dini.
Paresis Facialis
Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan
pengecapanpada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata,
mulutmoncong, semuanya pada sisi yang mengalami kerusakan.
Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai
vertigodan nistagmus karena ada hubungan yang erat antara koklea,
vestibula dansaraf. Dengan demikian adanya cedera yang berat pada
salah satu organtersebut umumnya juga menimbulkan kerusakan pada
organ lain.
b. Disfasia
39
Secara
ringkas,
disfasia
dapat
diartikan
sebagai
kesulitan
Trauma tumpul 4
Epidural Hematom 2
Kasus ini 3B
V.
Kesimpulan
Bujang mengalami cidera kepala sedang dengan tanda-tanda herniasi uncal, fraktur
basis cranii dan epidural hematom.
VI.
Kerangka Konsep
VII.
Learning Issue
A. Anatomi Kranial
Kulit Kepala (SCALP)
Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:
Perikranium
Tulang Tengkorak
Terdiri Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fosa :
1. Anterior : tempat lobus frontalis
2. Media : tempat lobus temporalis
3. Posterior : tempat batang otak bawah dan serebelum
42
Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :
a. Duramater
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan tabula
interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput
arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut
ruang
subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior digaris tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta
menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk 2 sinus
yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu :
43
2. Arachnoid
Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut kolagen.
Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan yang
berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang
menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara
trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal dan
sama sekali dipisahkan dari ruang subdural.Pada beberapa daerah, arachnoid
melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang membentuk
trabekula di dalam sinus venous dura mater.Bagian ini dikenal dengan vilus
arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan serebrospinal ke darah
sinus venous.Arachnoid merupakan selaput yang tipis dan transparan.
Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara Arachnoid dan piameter
terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila
terjadi benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-kadang disebut sebagai
leptomeninges.
3. Piamater
44
Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro spinal
bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid.
Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial.
Otak
1. Serebrum
Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri
terdapat pusat bicara.
2. Serebelum
Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa
posterior berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer
serebri.
3. Batang otak
Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran
dan kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla
spinalis
Hemisfer sendiri menurut pembagian fungsinya masih dibagi kedalam
lobus-lobus yang dibatasi oleh gyrus dan sulkus, seperti terlihat dalam gambar
dibawah ini :
45
Cairan Serebrospinalis
Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau
sekitar 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus
koroideus yang terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total
volume cairan serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL
Cairan
46
adalah
47
Cabang
dari
arteri
karotis
eksterna
yaitu
arteria
meningea
subaraknoid
dan
sebelum
bercabang-cabang,arteri
karotis
interna
serebri
media
menyuplai
darah
untuk
bagian
lobus
49
50
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (calvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi
oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fossa cranii anterior, fossa cranii media
dan fossa cranii posterior.
51
Fossa crania anterior menampung lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior oleh
permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis.
Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina
cribiformis os etmoidalis di medial. Permukaan atas lamina cribiformis
menyokong bulbus olfaktorius, dan lubung lubang halus pada lamini cribrosa
dilalui oleh nervus olfaktorius.
Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat cedera.
Keadaan
ini
dapat
menyebabkan
robeknya
meningeal
yang
menutupi
yang menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os
sphenoidalis dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan
a.oftalmica, sementara bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os
temporal. Dilateral terdapat pars squamous pars os temporal.
Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala mayor dan minor os
sphenoidalis dilalui oleh n. lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n, occulomotorius
dan n. abducens.
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini
merupakan tempat yang paling lemah dari basis cranii. Secara anatomi kelemahan
ini disebabkan oleh banyak nya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani
dan sinus sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering terkena cedera.
Bocornya CSF dan keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi
(otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars
perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral
sinus cavernosus robek.
Fossa cranii posterior menampung otak otak belakang, yaitu cerebellum, pons
dan medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggi superior pars
petrosa os temporal dab di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars
squamosa os occipital. Dasar fossa cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris,
condylaris, dan squamosa os occipital dan pars mastoiddeus os temporal.
Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh
medulla oblongata dengan meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens n.
accessories dan kedua a.vertebralis.
Pada fraktur fossa cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di bawah
otot otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan muncul di
otot otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane mukosa atap
nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang mengenai
foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat cedera.
1. Studi Imaging
a. Radiografi: Pada tahun 1987, foto x-ray tulang tengkorak merujukan
pada kriteria panel memutuskan bahwa skull film kurang optimal dalam
menvisualisasikan fraktur basis cranii. Foto x-ray skull tidak bermanfaat
bila tersedianya CT scan.
b. CT scan: CT scan merupakan modalitas kriteria standar untuk membantu
dalam diagnosis skull fraktur. Slice tipis bone window hingga ukuran 11,5 mm, dengan potongan sagital, bermanfaat dalam menilai skull
fraktur. CT scan Helical sangat membantu dalam menvisualisasikan
fraktur condylar occipital, biasanya 3-dimensi tidak diperlukan.
c. MRI: MRI atau magnetic resonance angiography merupakan suatu nilai
tambahan untuk kasus yang dicurigai mengalami cedera pada ligament
dan vaskular. Cedera pada tulang jauh lebih baik divisualisasikan dengan
menggunakan CT scan.
d. Pemeriksaan lainnya
Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya
kebocoran CSF, dapat dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu
tehnik dengan mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu, maka akan
menunjukkan gambaran seperti cincin yang jelas yang melingkari darah,
maka disebut halo atau ring sign. Kebocoran dari CSF juga dapat
dibuktikan dengan menganalisa kadar glukosa dan dengan mengukur
transferring.
Terapi medis
Pasien dewasa dengan simple fraktur linear tanpa disertai kelainan struktural
neurologis tidak memerlukan intervensi apapun bahkan pasien dapat dipulangkan
untuk berobat jalan dan kembali jika muncul gejala. Sementara itu, Pada Bayi
dengan simple fraktur linier harus dilakukan pengamatan secara terus menerus
tanpa memandang status neurologis. Status neurologis pasien dengan fraktur basis
cranii tipe linier biasanya ditatalaksana secara conservative, tanpa antibiotik.
Fraktur os temporal juga dikelola secara konservatif, jika disertai rupture
membrane timpani biasanya akan sembuh sendiri.
Simple fraktur depress dengan tidak terdapat kerusakan struktural pada
neurologis pada bayi ditatalaksana dengan penuh harapan. Menyembuhkan fraktur
57
depress dengan baik membutuhkan waktu, tanpa dilakukan elevasi dari fraktur
depress. Obat anti kejang dianjurkan jika kemungkinan terjadinya kejang lebih
tinggi dari 20%. Open fraktur, jika terkontaminasi, mungkin memerlukan
antibiotik disamping tetanus toksoid. Sulfisoxazole direkomendasikan pada kasus
ini.
Fraktur condylar tipe I dan II os occipital ditatalaksana secara konservatif
dengan stabilisasi leher dengan menggunakan collar atau traksi halo.
Peran antibiotik pada profilaksis fraktur basis cranii
Pemberian antibiotic sebagai terapi profilaksis pada fraktur basis cranii dengan
pertimbangan terjadinya kebocoran dari lapisan meningeal akan menyebabkan
mikroorganisme pathogen dari saluran nafas atas (hidung dan telinga) dapat
mencapai otak dan selaput mengingeal, hal ini masih menjadi controversial.
Pemberian antibiotic profilaksis berkontribusi terhadap terjadinya peningkatan
resistensi antibiotic dan akan menyebabkan infeksi yang serius
Terapi Bedah
Peran operasi terbatas dalam pengelolaan skull fraktur. Bayi dan anak-anak
dengan open fraktur depress memerlukan intervensi bedah. Kebanyakan ahli
bedah lebih suka untuk mengevaluasi fraktur depress jika segmen depress lebih
dari 5 mm di bawah inner table dari adjacent bone. Indikasi untuk elevasi segera
adalah fraktur yang terkontaminasi, dural tear dengan pneumocephalus, dan
hematom yang mendasarinya. Kadang kadang, craniectomy dekompressi
dilakukan jika otak mengalami kerusaksan dan pembengkakan akibat edema.
Dalam hal ini, cranioplasty dilakukan dikemudian hari. Indikasi lain untuk
interaksi bedah dini adalah fraktur condylar os oksipital tipe unstable (tipe III)
yang membutuhkan arthrodesis atlantoaxial. Hal ini dapat dicapai dengan fiksasi
dalam-luar.
Menunda untuk dilakukan intervensi bedah diindikasikan pada keadaan
kerusakan ossicular (tulang pendengaran) akibat fraktur basis cranii jenis
longitudinal pada os temporal. Ossiculoplasty mungkin diperlukan jika kehilangan
berlangsung selama lebih dari 3 bulan atau jika membrane timpani tidak sembuh
sendiri. Indikasi lain adalah terjadinya kebocoran CSF yang persisten setelah
fraktur basis cranii. Hal ini memerlukan secara tepat lokasi kebocoran sebelum
58
intervensi bedah dilakukan condylar os oksipital tipe unstable (tipe III) yang
membutuhkan arthrodesis atlantoaxial. Hal ini dapat dicapai dengan fiksasi
dalam-luar.
C. Brain Injury
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis
lesi sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi lesi local:
1. Perdarahan Epidural
2. Perdarahan Subdural
3. Kontusio (perdarahan intra cerebral)
4. Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang
normal,namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat
dalamkeadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma,
makacedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio
klasik, dan
5. Cedera Aksona Difus ( CAD)
Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi
pada regio temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea
media. Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan
bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan
kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala
neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese,
papiledema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural difossa
posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput
akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral
dan paresis nervi kranialis. Ciri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung.
Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural (kirakira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat
robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebridan sinus
venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi
pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi
59
seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat
dan prognosisnya jauh lebih burukdaripada perdarahan epidural.
Kontusio dan Perdarahan Intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau
terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum.
Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam
mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas
dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut.
Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi
dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera
kepala. Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak
terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam
berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali
tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan
bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd,amnesia integrad (keadaan
amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera). Komusio cedera klasik
adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran.
Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia
ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya
berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik
penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam.
D. Herniasi Tentorial Lateral (Uncal)
1. Definisi: uncus lobus temporalis herniasi turun melalui foramen trans tentorial
2. Etiologi: lasi supratentorial lateral (seringkali akibat hematoma post trauma
yang meluas secara cepat)
3. Gambaran klinis:
a. Dilatasi pupil ipsilateral, refleks negatif (tanda paling awal, dan paling
terpercaya), kelumpuhan gerak bola mata (penekanan pada N III)
b. Penurunan tingkat kesadaran (penekanan mesencephalon)
c. Hemiplegia kontralateral, respon telapak kaki kearah atas
60
61