You are on page 1of 68

EFEKTIVITAS PEMBERIAN CAIRAN RINGER ASETAT MALAT

DIBANDINGKAN DENGAN CAIRAN RINGER LAKTAT DALAM


MEMPERCEPAT WAKTU PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA
PASIEN DEHIDRASI DI RUANG IGD RSUD GAMBIRAN KEDIRI

PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh GelarSarjana Keperawatan

Oleh :
LIZETE AUXILIADORA COSTA MALIC
NIM. 10211010

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2015

HALAMAN PERSETUJUAN

EFEKTIVITAS PEMBERIAN CAIRAN RINGER ASETAT MALAT


DIBANDINGKAN DENGAN CAIRAN RINGER LAKTAT DALAM
MEMPERCEPAT WAKTU PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA
PASIEN DEHIDRASIDI RUANG IGD RSUD GAMBIRAN KEDIRI

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
LIZETE AUXILIADORA COSTA MALIC
NIM. 10211010
Proposal Skripsi ini Telah Disetujui
Tanggal ..... bulan ..... tahun 2014

Pembimbing I

Pembimbing II

Putri Kristyaningsih, S.Kep.Ns, M.Kep.

Wahyu Nur Pratiwi, S.Kep.Ns.

Mengetahui :
Prodi S1 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Ely Isnaeni, S.Kep, M.Kes.


Ketua Prodi
HALAMAN PENGESAHAN

EFEKTIVITAS PEMBERIAN CAIRAN RINGER ASETAT MALAT


DIBANDINGKAN DENGAN CAIRAN RINGER LAKTAT DALAM
MEMPERCEPAT WAKTU PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA
PASIEN DEHIDRASI DI RUANG IGD RSUD GAMBIRAN KEDIRI

Telah Diuji
Pada Tanggal ... bulan ... tahun 2015
Oleh Tim Penguji :

Penguji I

Ika Rahmawati, S.Kep.Ns, M.Kep.

(..............................)

Penguji II

Stevanus Budi Wijaya, S.Kep.Ns.

(..............................)

Penguji III

Putri Kristyaningsih, S.Kep.Ns, M.Kep.

(..............................)

Penguji IV

Wahyu Nur Pratiwi, S.Kep.Ns.

(..............................)

Mengetahui :
Fakultas Ilmu Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

dr. Hartati Tuna, M.Kes.


Dekan
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama

: Lizete Auxiliadora Costa Malic

NIM.

: 10211010

Program Studi

: S1 Keperawatan

Judul Proposal

:Efektivitas

Pemberian

Cairan

Ringer Asetat

Malat

Dibandingkan Dengan Cairan Ringer Laktat Dalam


Mempercepat Waktu Peningkatan Tekanan Darah Pada
Pasien Dehidrasi Di Ruang IGD RSUD Gambiran Kediri
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa proposal yang saya tulis ini benar- benar
hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain
yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Proposal ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kediri,
2014
Yang membuat pernyataan

Lizete Auxiliadora Costa Malic


NIM. 10211010

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan proposal dengan judul
Efektivitas pemberian Cairan Ringer Asetat Malat Dibandingkan Dengan
Cairan Ringer Laktat Dalam Mempercepat Waktu Peningkatan Tekanan Darah
Pada Pasien Dehidrasi Di Ruang IGD RSUD Gambiran Kediri dapat
terselesaikan.
Bersamaan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Dr. Bambang Harsono, MBA, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Bhakti Wiyata
Kediri.
2. drg. R.P. Bambang Noerjanto, MS., Sp.RKG(K), selaku Rektor Institut Ilmu
Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk menyelesaikan pendidikan.
3. dr. Hartati Tuna, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Institut Ilmu
Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk menyelesaikan pendidikan.
4. Ely Isnaeni, S.Kep, M.Kes., selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan Institut
Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk menyelesaikan pendidikan.
5. Putri Kristyaningsih, S.Kep.Ns, M.Kep., selaku Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan sehingga proposal
ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Wahyu Nur Pratiwi, S.Kep.Ns, selaku Pembimbing II yang telah meluangkan
waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan sehingga proposal ini dapat
terselesaikan dengan baik.
7. Para Dosen S1 Keperawatan dan teman-teman seperjuangan S1 Keperawatan
angkatan 2011 atas bimbingan, dukungan, bantuan serta semangatnya selama ini.
8. Kedua Orangtua Ayah dan Ibu tercinta serta Adikku satu-satunya (Maria
Auxiliadora C.M) dan Romo Agustinho Soares, SDB, yang selalu memberi Doa,
dukungan dan semangat juang yang tak henti-hentinya hingga saat ini.

9. Sahabat-sahabat terbaikku (Francisco, Bernardete, Luisa, Elizabeth, Ana R,


Joanita, Dircia, kak Sally, kak Suzane, Carla, Delia, Juviano, Joviano) dan
keluarga besar Bamalovilie Kediri atas Doa, dukungan, kebersamaan, perhatian,
semangat dan bantuan selama kuliah serta dalam menyelesaikan proposal ini
dengan baik.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam menyelesaikan proposal ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa Membalas budi baik semua pihak telah
memberikan Doa, dukungan, semangat dan bantuan dalam menyelesaikan proposal
ini.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, tetapi kami
berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kediri,

2014

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pada
pemasukan air (input) (Suraatmaja, 2010). Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu
keadaan keseimbangan cairan yang terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai
jenis penyakit (Huang et al, 2009). Cairan yang keluar biasanya disertai dengan
elektrolit (Latief, dkk., 2005).

Di dunia, dehidrasi yang disebabkan diare merupakan penyebab kematian


utama pada bayi dan balita (Huang et al, 2009). Data World Health Organization
(WHO) pada tahun 2004 dalam WHO (2009), menunjukkan diare merupakan
penyebab kedua kematian anak di dunia dengan 1,5 juta anak meninggal setiap
tahunnya karena penyakit ini.
Di Amerika Serikat, dehidrasi terjadi pada sekitar 7% penderita berusia
lebih dari 65 tahun yang dirawat di rumah sakit dengan rerata lama rawat 14 hari
dan terjadi pada 82% pasien febris yang dirawat di rumah. Dehidrasi merupakan
salah satu alasan utama pasien usia lanjut dibawah ke ruang gawat darurat (Nina
Kemala Sari, 2007). Data di indonesia diperoleh dari instalasi gawat darurat
Departmen Ilmu Penyakit Dalam RSUPN-CM tahun 2000-2001 dimana sebanyak
45% pasien usia lanjut yang dibawah ke gawat darurat, menderita dehidrasi.
Menurut Gustam (2012), dehidrasi lebih banyak terjadi pada remaja
(48,1%) dibandingkan dewasa (44,5%). Prevalensi dehidrasi juga tinggi pada
mahasiswa, yaitu 70,1% (Tawaniate dkk., 2011). Mahasiswa termasuk kategori
remaja akhir. Rentang usia remaja akhir adalah 18-20 tahun (Djiwandono, 2006).
Dan berdasarkan hasil penelitian Ella (2007), yang berjudul Hubungan Diare
dengan Angka Kejadian Dehidrasi menunjukkan pasien anak yang mengalami
diare di RSUP H. Adam Malik dari 39 sampel yang dianalisis, dijumpai 76,9%
mengalami dehidrasi ringan atau sedang dan 23,1% dehidrasi berat. Berdasarkan

data tersebut dapat dilihat angka kejadian diare yang disertai dehidrasi pada anak
masih cukup tinggi.
Di

negara

maju,

dehidrasi

memiliki

kemungkinan

lebih

kecil

menyebabkan kematian, tetapi dehidrasi menyebabkan morbiditas/kesakitan yang


signifikan (Freedman et al, 2008). Menurut survei kesehatan Indonesia, tingkat
mortalitas diare pada bayi dan anak-anak dengan umur <5 tahun adalah sebagai
berikut: 539.000 bayi dan 61.000 anak usia <5tahun (1980); 368.000 bayi dan
103.082 anak usia <5tahun (1986); 268.700 bayi dan 76.400 anak usia <5 tahun
(1992); 301.000 bayi dan 39.000 anak usia<5tahun (1995); 229.600 bayi dan
28.700 anak usia <5 tahun (2001); (Depkes RI, 2002 dalam Marudut, dkk., 2006).
Dehidrasi atau kekurangan cairan dalam tubuh memicu gangguan
kesehatan. Mulai dari gangguan ringan seperti mudah mengantuk, hingga
penyakit berat seperti penurunan fungsi ginjal (Noorastuti PT, 2010). Bila pada
diare pengeluaran cairan melebihi pemasukan maka akan terjadi defisit cairan
tubuh, yang disebut juga dengan dehidrasi. Pada dehidrasi berat terjadi defisit
cairan sama dengan atau lebih dari 10% berat badan (WHO, 2009). Anak dan
terutama bayi memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita dehidrasi
dibandingkan orang dewasa (Rudolph JA, 2004).
Berdasarkan data dari ruang IGD RSUD Gambiran Kediri, bulan Januari
sampai dengan bulan Oktober 2014, angka kesakitan diare dengan dehidrasi
mencapai 184 kasus dengan jumlah kasus di bulan Januari 20 kasus, bulan

Februari 25 kasus, Maret 14 kasus, April 11 kasus, Mei 19 kasus, Juni 20 kasus,
Juli 11 kasus, Agustus 23 kasus, September 21 kasus, dan Oktober 20 kasus.
Pada diare akut dengan dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga
dapat terjadi dampak negatif pada bayi dan anak gejalanya antara lain renjatan
hipovolemik (denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, tekanan darah
menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun, diuresis berkurang),
gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan gagal ginjal akut
(Latief A., 2007).Selama episode diare, air dan elektrolit (natrium, klorida,
kalium, dan bikarbonat) hilang melalui tinja cair, keringat, urin, dan pernapasan.
Dehidrasi terjadi jika kehilangan air dan elektrolit ini tidak diganti. Kematian
dapat mengikuti dehidrasi berat jika cairan dan elektrolit tidak diganti baik
melalui larutan Oral Rehydration Salts (ORS) atau melalui pemberian cairan infus
(WHO, 2009). Anak-anak yang lebih kecil (balita) lebih rentan terhadap dehidrasi
karena komposisi cairan tubuh yang besar, fungsi ginjal yang belum matang, dan
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri secara bebas
(independen) (Huang et al, 2009).Pada sekitar 70 % penderita kehilangan air dan
natrium sebanding sehingga terjadi dehidrasi isonatremik. Dehidrasi hiponatremik
dijumpai pada sekitar 10-15% penderita diare. Hilangnya sejumlah lebih besar air
dibanding kehilangan elektrolit mengakibatkan dehidrasi hipernatremik. Hal ini
dapat dijumpai pada sekitar 15-20% penderita diare (Behrman et al, 2000). Variasi
serum natrium akan mencerminkan komposisi jumlah cairan yang hilang yang

10

memiliki efek patologik berbeda. Hiponatremik yang berat dapat mengakibatkan


kejang (Huang et al, 2009). Sedangkan hipernatremik menyebabkan hipertonsitas,
sehingga mengakibatkan pengkerutan sel otak dan kematian (Segeren, dkk.,
2005).Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan turun, kulit
bibir dan lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit dan tonus berkurang,
anak menjadi apatis, gelisah kadang-kadang disertai kejang. Akhirnya timbul
gejala asidosis dan renjatan dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan
lemah, tekanan darah menurun, kesadaran menurun, dan pernapasan kussmaul
(Latief,

dkk.,

2005).Pemeriksaan

laboratorium

juga

bermanfaat

untuk

mengevaluasi sifat dan beratnya dehidrasi dan untuk mengarahkan terapi


(Behrman et al. 2000).
Tujuan utama terapicairan Ringer Asetat Malat(RAM) adalah sebagai
pengganti cairan ekstraseluler, mencegah dehidrasi, mencegah hipotensi,
mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) dan
mencegah gangguan nutrisi (Hartanto R V, 2012). Berdasarkan banyaknya cairan
yang hilang dehidrasi dapat diketegorikan menjadi 3 antara lain tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan sedang, dan dehidrasi berat. Pada diare tanpa dehidrasi anak
tampak sadar, kelopak mata tidak cekung, bibir dan lidah basah, turgor kulit
kembali dengan cepat, dalam hal ini dapat diberikan larutan oralit sebanyak 5
sampai 10 ml/kgBB. Pada dehidrasi ringan sedang ditemukan tanda mata cekung,
anak gelisah atau rewel, haus minum dengan lahap, cubitan perut kembali dengan

11

lambat. Pada keadaan ini anak harus mendapatkan larutan oralit sebanyak
75ml/kgBB yang diberikan selama 3 jam dengan memantau kemajuan hidrasi.
Pada dehidrasi berat, anak terlihat tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum
atau malas minum, cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat. Pada keadaan
ini anak harus dirawat dirumah sakit dan mendapatkan cairan infus 100ml/kgBB
selama 6 jam pada bayi umur dibawah 12 bulan dan 3 jam pada anak berumur
diatas 12 bulan (Suraatmaja, 2007).
Larutan Ringer Asetat Malat merupakan salah satu cairan kristaloid yang
cukup banyak diteliti. Larutan RAM berbeda dari larutan Ringer Laktat (RL),
dimana laktat terutama dimetabolisme di hati dan sebagian kecil pada ginjal,
sementara asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh terutama di
otot. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat.
Larutan RAM merupakan larutan isotonis yang mirip dengan cairan tubuh.
Larutan RAM ini mengandung elektrolit yang seimbang dengan konsentrasi yang
mirip dengan yang ditemukan dalam plasma manusia. Larutan ini dapat
digunakan untuk menangani haemostasis cairan pada perioperatif serta dapat
digunakan untuk menggantikan volume intravasal sementara (Latief, dkk., 2002).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shienny Tjokrowinoto(2012),
tentang Perbedaan Tekanan Darah Pasca Anestesi Spinal Dengan Pemberian
Preload Dan Tanpa Pemberian Preload 20cc/kgBB Ringer Asetat Malat di
Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang yaitu terdapat perbedaan

12

penurunan tekanan darah pasca anestesi spinal yang bermakna pada pasien dengan
preload 20 cc/kgBB ringer asetat malat dan tanpa preload.Sedangkan menurut Ifar
Irianto Yudhowibowo (2012), tentang Perbedaan Elektrolit Plasma Dan Tekanan
Darah Antara Preload Ringer Asetat Malat Dibandingkan Dengan Ringer Laktatdi
Instalasi Bedah Sentral RSUP Kariadi semarang yaitu RAM meningkatkan
konsentrasi Na dan Cl lebih tinggi dibanding RL pada pasien dengan spinal
anestesi segera setelah dilakukan loading, tetapi perbedaan konsentrasi elektrolit
lebih jauh tidak ditemukan. Tidak ada perubahan tekanan darah yang bermakna
diantara kedua kelompok.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian

tentang

Efektivitas

Pemberian

Cairan

Ringer

Asetat

MalatDibandingkan Dengan Cairan Ringer Laktat DalamMempercepat Waktu


Peningkatan Tekanan Darah Pada Pasien Dehidrasi.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah efektivitas pemberian cairan Ringer Asetat Malat
dibandingkan dengan cairan Ringer Laktat dalam mempercepat waktu
peningkatan tekanan darah pada pasien dehidrasi ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui efektivitas pemberian cairan Ringer Asetat Malat
dibandingkan dengan cairan Ringer Laktat dalam mempercepat waktu
peningkatan tekanan darah pada pasien dehidrasi.
2. Tujuan khusus

13

a. Untuk mengetahui efektivitas pemberian cairan Ringer Asetat Malat


terhadap waktu peningkatan tekanan darah pada pasien dehidrasi.
b. Untuk mengetahui efektivitas pemberian cairan Ringer Laktat terhadap
waktu peningkatan tekanan darah pada pasien dehidrasi.
c. Untuk menganalisis efektivitas pemberian cairan Ringer Asetat Malat
dibandingkan dengan cairan Ringer Laktat dalam mempercepat waktu
peningkatan tekanan darah pada pasien dehidrasi.
D. Manfaat
1. Bagi Ilmu Keperawatan
Sebagai bahan informasi dan masukan dalam ilmu keperawatan khususnya
tentang bagaimana pengaruh pemberian cairan ringer asetat malat terhadap
peningkatan tekanan darah pada pasien dehidrasi.
2. Bagi tempat penelitian
Melalui penelitian ini sebagai masukan bagi petugas rumah sakit dalam
pemberian pelayanan kesehatan khusunya dalam memberikan terapi cairan
ringer asetat malat terhadap peningkatan tekanan darah pada pasien dehidrasi
di ruang IGD.
3. Bagi peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan pelayanan
kesehatan terutama dalam tindakan pemberian terapi cairan ringer asetat malat
terhadap peningkatan tekanan darah pada pasien dehidrasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

14

A. Konsep Dehidrasi
1. Definisi Dehidrasi
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pada pemasukan air (input) (Suraatmaja, 2010). Dehidrasi dideskripsikan
sebagai suatu keadaan keseimbangan cairan yang terganggu yang bisa
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Huang et al, 2009). Cairan yang
keluar biasanya disertai dengan elektrolit (Latief, dkk., 2005).
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa
hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau
hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik),
atau hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dehidrasi
hipotonik). Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium
serum (lebih dari 145 mEq/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum
(lebih dari 285 mosmol/l). Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya
kadar natrium (135-145 mEq/L) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari
270 mosmol/l) (Kuswardhany & Kemala Sari, 2007).

2. Etiologi
Penyebabnya adalah pengeluaran air/cairan lebih banyak daripada
pemasukan (melalui minum). Dehidrasi lebih mudah terjadi pada anak-anak
dan wanita karena di dalam tubuhnya banyak mengandung lemak yang
hanya mengandung 20% air. Pada manula juga sering terjadi dehidrasi

15

karena kadar air dalam tubuhnya menurun akibat penuaan organ-organ


tubuh. Selain faktor kondisi tubuh, dehidrasi umumnya lebih mudah terjadi
pada orang yang memilki banyak aktivitas seperti remaja atau atlet olahraga
dengan porsi latihan besar. Dehidrasi dapat memberikan pengaruh yang
signifikan bagi tubuh, hal ini terjadi pada: kehilangan cairan 2% dari total
berat badan dapat memberikan efek penurunan performa, tubuh menjadi
lemas, lemah, dan berkurangnya konsentrasi. Saat dehidrasi mencapai 4%,
kapasitas kerja otot menurun; 5%, tubuh mengalami heat exhaustion
(Keletihan yang dialami tubuh yang disebabkab karenan hilangnya cairan);
7%, dapat menyebabkan terjadinya halusinasi akibat otak mulai terlalu
panas dan kerjanya menjadi tidak terkontrol; 10%, terjadi heat stroke
(keadan dimana suhu tubuh terlalu tinggi dan kerja organ tubuh menjadi
kacau). Rasa haus dan bibir kering merupakan indikasi dehidrasi yang
terlambat (Kraemer, dkk, 2012).
Di dunia, dehidrasi yang disebabkan diare merupakan penyebab
kematian utama pada bayi dan balita (Huang et al, 2009). Data World
Health Organization (WHO) pada tahun 2004 dalam WHO (2009),
menunjukkan diare merupakan penyebab kedua kematian anak di dunia
dengan 1,5 juta anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit ini. Di
Amerika Serikat, dehidrasi terjadi pada sekitar 7% penderita berusia lebih
dari 65 tahun yang dirawat di rumah sakit dengan rerata lama rawat 14 hari

16

dan terjadi pada 82% pasien febris yang dirawat di rumah. Dehidrasi
merupakan salah satu alasan utama pasien usia lanjut dibawah ke ruang
gawat darurat (Kemala Sari, 2007).

3. Patogenesis dan Patofisiologi


Dalam menatalaksanakan rehidrasi haruslah diketahui terlebihi
dahulu

patogenesis

dehidrasi

termasuk

patofisiologinya.

Untuk

membicarakan patogenesis terjadinya rehidrasi, harus diketahui terlebih


dahulu fisiologi cairan di dalam tubuh. Cairan di dalam tubuh terdiri atas
unsur-unsur cairan ekstraselular, cairan intraselular dan cairan interstisial.
Jumlah air dalam tubuh orang dewasa dengan rata-rata berat badan 70 kg
mendekati 40 liter, rata-rata 52% berat badannya. Pada bayi yang baru
lahir, mungkin mencapai 75% dari berat badan, tetapi kemudian menurun
secara progresif dari lahir sampai umur tua. Kebanyakan penurunan terjadi
dalam 10 tahun awal kehidupan. Juga kegemukan menurunkan persentase
air

dalam

tubuh,

kadang-kadang

mencapai

45%

(Loehoeri

&

Wirjoatmodjo, 2007).
a. Ambilan dan Keluaran Air
Kebanyakan ambilan air tiap hari masuk melewati oral. Hampir dua
pertiga dalam bentuk air murni atau dalam bentuk minuman lain dan
sisanya dari makanan yang dimakan. Sejumlah kecil juga disintesis
dalam tubuh sebagai hasil oksidasi dari hidrogen dalam makanan; jumlah

17

berkisar 150 dan 250 mL/hari, tergantung derajat metabolismenya


(Loehoeri & Wirjoatmodjo, 2007). Tabel 2.1 menunjukan rute air yang
hilang dari tubuh dalam keadaan yang berbeda. Normal pada suatu
lingkungan suhu 68oF (20oC), hampir 1400 mL dari 2300 mL ambilan air
hilang lewat urin, 100 mL hilang lewat feses dan 100 ml hilang lewat
keringat. Sisanya 700 mL hilang lewat evaporasi dari respirasi atau difusi
lewat kulit. Hilangnya air oleh difusi lewat kulit mendekati 300 sampai
400 mL/hari; jumlah ini juga sama pada seseorang yang dilahirkan tanpa
kelenjar keringat. Dengan kata lain, molekul air ternyata secara difusi
melalui sel-sel kulit. Untungnya kolesterol yang mengisi lapisan jaringan
tanduk kulit, dapat bertindak sebagai pelindung terhadap hilangnya air
yang lebih banyak oleh difusi.
Tabel 2.1 Kehilangan Air Per Hari (mL)
Suhu
Cuaca
normal
panas
Insensible loss:
Kulit
350
350
Saluran napas
350
250
Urin
1400
1200
Keringat
100
1400
Feses
100
100
Total
2300
3300
Sumber: Guyton, 1991

Sesudah latihan yang


berat dan lama
350
650
500
5000
100
6500

18

Semua

udara

yang

memasuki

alat

pernapasan

mencapai

kelembaban yang jenuh, sampai tekanan uap hampir 47 mmHg, sebelum


dikeluarkan. Tekanan uap udara luar yang terhisap melalui paru-paru
biasanya jauh dibawah 47 mmHg, hingga mengakibatkan rata-rata air
hilang melalui paru kira-kira 300-400 mL/hari. Karena tekanan udara luar
menurun dengan menurunnya temperatur, hilangnya air melewati paru
terbanyak dalam cuaca yang sangat dingin dan hanya sedikit dalam cuaca
yang sangat panas. Hal ini menerangkan perasaan kering dalam saluran
pernapasan dalam cuaca yang dingin. Dalam cuaca yang sangat panas, air
yang hilang dalam keringat ditingkatkan mencapai sebanyak 1,5 sampai
2,0 liter/jam. Hal ini jelas dapat mengurangi cairan tubuh dengan cepat
(Loehoeri & Wirjoatmodjo, 2007).
Menurut Irawan (2007), konsumsi cairan yang ideal untuk
memenuhi kebutuhan harian bagi tubuhmanusia adalah 1 ml air untuk
setiap 1 kkal konsumsi energi tubuh atau dapat jugadiketahui berdasarkan
estimasi total jumlah air yang keluar dari dalam tubuh. Secararata-rata
tubuh orang dewasa akan kehilangan 2.5 L cairan per harinya. Sekitar 1.5
Lcairan tubuh keluar melalui urin, 500 ml melalui keluarnya keringat, 400
ml keluardalam bentuk uap air melalui proses respirasi (pernafasan) dan
100 ml keluar bersama dengan feses (tinja). Sehingga berdasarkan estimasi

19

ini, konsumsi antara 8-10 gelas (1gelas = 240 ml) biasanya dijadikan
sebagai pedoman dalam pemenuhan kebutuhancairan 1 gelas per harinya.
b. Unsur-unsur Cairan Tubuh
Sekitar 25 dari 40 liter cairan dalam tubuh ada di dalam 75 triliun
sel tubuh dan seluruhnya disebut cairan intraselular. Masing-masing
sel berisi cairan dengan komposisi campuran beberapa unsur yang
berbeda, tetapi konsentrasi unsur-unsur ini rasional serupa dari sel satu
ke sel yang lain. Semua cairan di luar sel disebut cairan ekstraselular,
dan larutan ini merupakan campuran yang konstan. Jumlah cairan
ekstraselular rata-rata 15 liter pada orang dewasa dengan berat 70 kg.
Cairan ekstraselular dapat dibagi menjadi cairan interstisial, plasma,
cairan serebrospinal, cairan intraokular, cairan traktus gastrointestinal,
dan cairan ruang potensial. Plasma adalah bagian dari darah yang
nonselular. Ini

adalah

bagian

dari

cairan

ekstraselular

dan

berhubungan dengan cairan interstisial melalui lubang-lubang dalam


kapiler secara terus-menerus. Volume plasma rata-rata 3 liter pada
dewasa normal. Darah berisi baik cairan ekstraselular (cairan plasma)
maupun cairan intraselular (cairan di dalam sel darah). Walaupun
demikian, karena darah ditempatkan dalam suatu ruang tertutup
(sistem sirkulasi), maka baik volumenya maupun sifat dinamisnya
menjadi sangat penting. Rata-rata volume darah dewasa normal
mendekati 5000 ml. Sekitar 3000 ml adalah plasma dan sisanya 2000

20

ml adalah sel darah. Nilai ini sangat berbeda pada individu yang
berlainan; juga tergantung jenis kelamin, berat, dan beberapa faktor
yang mempengaruhi volume darah. Secara fisiologis, jumlah cairan
tubuh pada orang dewasa berkisar antara 45-70% BB, rata-rata 57%
dan bergantung pula pada gemuk-kurusnya seseorang. Pada kanakkanak cairan tubuh berkisar antara 70-80% BB, rata-rata 75%
(Loehoeri & Wirjoatmodjo, 2007).Cairan tubuh teridiri dari:
1) Cairan ekstraselular (CES) :
a) Plasma (5% BB)
b) Cairan interstisial (15% BB)
2) Cairan intraselular (CIS) : 40% BB
3) Cairan transelular (CTS) : 1-3%
4. Klasifikasi
Menurut Loehoeri & Wirjoatmodjo (2007), derajat dehidrasi
seseorang berdasarkan defisit berat badan, dapat digolongkan sebagai
berikut :
a. Dehidrasi ringan (defisit kurang dari 5% BB)
b. Dehidrasi sedang (defisit 8% BB)
c. Dehidrasi berat (lebih dari 10% BB)

5. Manifestasi Klinis Dehidrasi


a. Dehidrasi ringan

21

Keadaan umum sadar baik, rasa haus (+), sirkulasi darah/nadi normal,
pernapasan biasa, mata agak cekung, turgor/tonus biasa, kencing biasa.
b. Dehidrasi sedang
Keadaan umum gelisah, rasa haus (++), sirkulasi darah/nadi cepat (120140), pernapasan agak cepat, mata cekung, turgor/tonus agak
berkurang, kencing sedikit.
c. Dehidrasi berat
Keadaan umum apatis sampai koma, rasa haus (+), sirkulasi darah/nadi
cepat sekali (lebih dari 140), pernapasan kusmaul (cepat dan dalam),
mata sangat cekung sekali, turgor/tonus kurang sekali kencing tidak ada
(Loehoeri & Wirjoatmodjo, 2007).
Tabel 2.2 Penilaian derajat dehidrasi (Mansjoer, 2000)
Penilaian
A
B
Lihat:
keadaan umum
Baik, sadar
Gelisah, rewel
Mata
Normal
Cekung
Air mata
Mulut dan lidah
Rasa haus
Periksa:
turgor kulit

Tidak sadar
Sangat
cekung
dan kering
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Basah
Kering
Sangat kering
Minum biasa tidak Haus, ingin minum Malas
haus
banyak
minum/tidak bisa
minum
Kembali cepat

Kembali lambat

Kembali sangat
lambat
Hasil
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi
Dehidrasi berat
pemeriksaan
ringan/sedang
Bila ada 1 tanda
Bila ada 1 tanda
ditambah 1 atau
ditambah 1 atau
lebih tanda lain
lebih tanda lain
Terapi
Rencana terapi A
Rencana terapi B
Rencana terapi C
Penilaian dimulai dengan melihat pada kolom C.
6. Komplikasi

22

Dehidrasi oleh karena bakteri patogen noninvasif biasanya ringan.


Tetapi bila kondisi pasien jelek tanpa memperoleh rehidrasi atau terapi
adekuat, dapat menjadi nekrosis tubular akut atau kalau berat, meninggal
akibat renjatan hipovolemik. Untuk rehidrasinya sendiri bila tak tercapai
hidrasi normal dapat terjadi gagal ginjal akut (nekrosis tubular akut) dan
sebaliknya bila terjadi overhidrasi bisa meninggal akibat edema paru akut.
Dehidrasi akibat bakteri patogen invansif biasanya lebih berat dibanding
noninvasif, dan komplikasinya semakin berat bila penanganannya tidak
adekuat. Jika rehidrasi kurang dapat terjadi gagal ginjal akuut, bila
berlebihan dapat meninggal edema paru akut. Dehidrasi akibat virus
komplikasinya hampir sama dengan yang disebabkan bakteri, kebanyakan
lebih ringan. Sedangkan dehidrasi oleh karena protozoa sifatnya dapat akut
ataupun kronik tergantung banyak maupun virulensi protozoa tersebut. Bila
jumlahnya banyak dan virulensinya tinggi selain komplikasi seperti yang
disebabkan oleh bakteri juga dapat mengakibatkan perforasi usus, peritonitis
maupun terjadinya abses secara emboli pada organ yang secara kebetulan
terserang (Loehoeri & Wirjoatmodjo, 2007).
7. Penentuan Derajat Dehidrasi
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan (Ilmu Penyakit Dalam,
2000) :
a. Keadaan klinis : ringan, sedang dan berat
b. Berat jenis plasma : pada dehidrasi BJ plasma meningkat
1) Dehidrasi berat : BJ plasma 1,032 1,040
2) Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 1,032

23

3) Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 1,028


c. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP) :
Bila CVP +4 s/d +11 cm H20 : normal
Syok atau dehidrasi maka CVP kurang dari +4 cm H20
Mansjoer (2000) menggolongkan derajat dehidrasi berdasarkan berat
badan masing-masing anak atau golongan umur.
a. Jumlah cairan (mL) yang hilang pada anak umur <2 tahun (BB 3-10 kg)

Dehidrasi
- Ringan
- Sedang
- Berat

PWL
50
75
125

NWL
100
100
100

CWL
25
25
25

Jumlah
175
200
250

b. Jumlah cairan (mL) yang hilang pada anak umur 2-5 tahun (BB 10-15
kg) sesuai dengan derajat dehidrasi :
Dehidrasi
- Ringan
- Sedang
- Berat

PWL
30
50
80

NWL
80
80
80

CWL
25
25
25

Jumlah
135
155
185

c. Jumlah cairan (mL) yang hilang pada anak umur >15 tahun (15-25 kg)
sesuai dengan derajat dehidrasi :
Dehidrasi
- Ringan
- Sedang
- Berat

PWL
25
50
80

NWL
65
65
65

CWL
25
25
25

8. Penatalaksanaan Terapi Cairan


Rehidrasi adalah usaha mengembalikan ke keadaan hidrasi yang normal
dai keadaan dehidrasi. Tujuan utama rehidrasi ini adalah pengembalian cairan
tubuh ke volume normal osmolaritas yang efektif dan komposisi yang tepat

Jumla
115
140
170

24

untuk keseimbangan asam basa. Jumlah dan jenis cairan yang diberikan
tergantung pada analisis keadaan dehidrasinya. Analisis harus dilakukan setiap
saat untuk mengevaluasi keadaan pasien. Seperti halnya penatalaksanaan
keadaan klinis lain, pada dehidrasi pun dibutuhkan kombinasi data, logika dan
empirisme, dengan tujuan juga harus menghilangkan komplikasi-komplikasi
yang disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam basa. Bila keadaan hidrasi
ini sudah tercapai, barulah diteruskan dengan menjaga keadaan hidrasi normal
dengan tetesan pemeliharaan (maintenance) (Loehoeri & Wirjoatmodjo, 2007).
Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang
adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan. Bila pasien kehilangan cairan
yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti cairan
intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan
gula atau starch harus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif dan lebih
praktis dari pada cairan intravena. Cairan oral antara lain pedialit, oralit dll.
Cairan infus antara lain cairan ringer (laktat atau asetat) dll. Cairan diberikan
50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi. Untuk
memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi.
Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat. Ringan bila pasien
mengalami kekurangan cairan 2-5% dari berat badan. Sedang bila pasien
kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien kehilangan cairan 810% dari berat badan. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral
melalui selang nasogastrik atau intravena. Bila dehidrasi sedang/berat

25

sebaiknya pasien diberikan melalui infus pembuluh darah. Sedangkan


dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat diberikan cairan oral atau
selang nasogastrik, kecuali ada kontra indikasi atau oral/saluran cerna tidak
dapat dipakai (Maercellus Simadibrata & Daldiyono, 2007).
Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan
elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang
hilang sampai terpenuhi (terapi rumatan). Jumlah cairan yang diberi harus
sama dengan jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/atau muntah
(previous water losses = PWL); ditambah dengan banyaknya cairan yang
hilang melalui keringat, urin dan pernapasan (normal water losses = NWL);
dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah
yang masih terus berlangsung (concomitant water losses = CWL).
a. Terapi Rehidrasi Pada Usia Lanjut (R.A. Tuty kuswardhani, 2007)
1) Terapi rehidrasi oral
Pada dehidrasi ringan terapi cairan dapat diberikan secara oral
sebanyak 1500-2000 ml/24jam (30 ml/kgBB/24 jam) untuk kebutuhan
dasar, ditambah dengan penggantian defisit cairan dan kehilangan
cairan yang masih berlangsung. Menghitung kebutuhan cairan sehari,
termasuk junlah insensible water loss sangat perlu dilakukan setiap
hari. Perhatikan tanda-tanda kelebihan cairan seperti ortopnea, sesak
napas, perubahan pola tidur, atau confusion. Cairan yang diberikan
secara oral tergantung derajat dehidrasi (R.A. Tuty Kuwardhani, 2007).

26

a) Dehidrasi hipertonik: cairan yang dianjurkan adalah air atau


minuman dengan kandungan sodium yang rendah, jus buah seperti
apel, jeruk dan anggur.
b) Dehidrasi isotonik: cairan yang dianjurkan adalah air dan suplemen
yang mengandung sodium (jus tomat), juga dapat diberikan larutan
isotonik yang ada di pasaran.
c) Dehidrasi hipotonik: cairan yang dianjurkan seperti diatas tetapi
dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi.
2) Terapi rehidrasi parenteral
Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat
minum per oral, selain pemberian cairan enteral, dapat diberikan
rehidrasi parenteral. Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk
rehidrasi tergantung dari jenis dehidrasinya.
b. Terapi Rehidrasi Menurut Goldberger E (1980)
1) Cara 1 :
a) Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi
lainnya, maka kehilangan air diperkirakan 2% dari berat badan pada
waktu itu. Misalnya berat badan 50 kg maka defisit air sekitar 1 liter
atau 1000 ml.
b) Jika seseorang berpergian 3-4 hari tanpa air dan ada rasa haus,
mulut kering, oliguria, maka defisit air diperkirakan sekitar 6% atau
3000 ml pada orang dengan berat badan 50 kg.
c) Bila ada tanda-tanda diatas ditambah dengan kelemahan fisis, yang
nyata, perubahan mental seperti bingung atau delirium maka defisit
air sekitar 7-14% atau sekitar 3,5-7 liter pada orang dengan berat
badan 50 kg.

27

2) Cara 2 :
Jika pasien dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat
badan 4 kg pada fase akut sama dengan defisit air 4 liter.
3) Cara 3 :
Dengan kenyataan bahwa konsentrasi natrium dalam plasma
berbanding terbalik dengan volume air ekstraselular dengan pengertian
bahwa kehilangan air tidak disertai dengan perubahan konsentrasi
natrium dalam plasma, maka dapat dihitung dengan rumus :
Na2 x BW2 = Na1 x BW1
Di mana :
Na1 : kadar natrium plasma normal, 142 mEq/L
BW1 : volume air badan yang normal, biasanya 60% dari berat
badan pria dan 50% dari berat badan wanita
Na2 : kadar natrium plasma sekarang 8W2 : volume air badan
sekarang
Contoh : seorang pria dengan berat badan 80 kg dan kadar
natrium plasma sekarang 162 mEq/L.
Na2 x 8W2 = Na1 x 8W1
162 x (x) = 142 x 42
(x) = 37 L
Jadi defisit air 42-37 = 5 L
c. Terapi Rehidrasi Menurut Morgan-Watten (1973)
Dengan mengukur berat jenis plasma :
1,025
Beratjenisplasma
xberatbadan ( kg ) x 4 ml
0,001

28

Contoh : seorang pria dengan berat badan 40 kg dan berat jenis plasma
pada waktu itu 1,030 maka kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial :
1,025
1,030
x 40 x 4 ml=800 ml
0,001
B. Konsep Cairan
1. Ringer Asetat Malat
Larutan Ringer Asetat Malat merupakan salah satu cairan kristaloid
yang cukup banyak diteliti. Larutan RAM berbeda dari larutan Ringer
Laktat (RL), dimana laktat terutama dimetabolisme di hati dan sebagian
kecil pada ginjal, sementara asetat dimetabolisme pada hampir seluruh
jaringan tubuh terutama di otot. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih
cepat 3-4 kali dibanding laktat. Larutan RAM merupakan larutan isotonis
yang mirip dengan cairan tubuh. Larutan RAM ini mengandung elektrolit
yang seimbang dengan konsentrasi yang mirip dengan yang ditemukan
dalam plasma manusia. Larutan ini dapat digunakan untuk menangani
haemostasis cairan pada perioperatif serta dapat digunakan untuk
menggantikan volume intravasal sementara (Latief SA, dkk., 2002).
Konsep di balik perkembangan larutan Ringer Asetat Malat (RAM)
adalah untuk pengelolaan cairan yang mudah dan menyediakan cairan infus
yang siap pakai untuk memenuhi kebutuhan pasien di segala keperluan
klinik serta memelihara dan memulihkan homeostasis cairan ekstraselular
dan kondisi tekanan osmotik. RAM merupakan larutan elektrolit isotonis
seimbang dimana dapat menyesuaikan diri dengan plasma manusia dengan

29

tidak mengabaikan fisiologi elektrolit-elektrolit penting di dalamnya.


Perbedaannya dengan larutan Ringer Laktat (RL) yang saat ini sering
digunakan dalam keperluan resusitasi adalah bahwa RAM mengandung
metabolisme anion acetate dan malate dimana memiliki peran sebagai
prekusor bikarbonat, akan menetralkan asidosis hyperchloraemic. Berikut
adalah komposisi elektrolit yang ada di dalam Ringer asetat malat (Braun
B., 2011).
Tabel 2.3 Komposisi elektrolit Ringer Asetat Malat (BraunB., 2011)
Parameter

Ringer Asetat malat (Braun B.)

Na+ (mmol/l)
K+ (mmol/l)
Ca2+ (mmol/l)
Mg2+ (mmol/l)
Cl- (mmol/l)
Laktat (mmol/l)
Asetat (mmol/l)
Malat (mmol/l)
Osmolaritas (mosmol/l)
BEpot (mmol/l)
Konsumsi O2 (mmol/l)

140
4
2.5
1
127
24
5
304
0
1.4

a. Ringer Asetat Malat digunakan pada situasi klinis seperti di bawah ini :
1) Menggantikan cairan ekstraseluler yang hilang
2) Menggantikan kehilangan cairan akibat muntah-muntah, diare, luka
bakar, dan fistula
3) Mengkompensasi kebutuhan cairan yang meningkat (misalnya karena
demam, berkeringat, hiperventilasi)

30

4) Dehidrasi isotonis
5) Menggantikan cairan intravasal sementara
6) Menangani homeostasis cairan perioperative
7) Mengkoreksi defisit cairan preoperatif
8) Menggantikan kehilangan darah akibat suatu operasi (catatan:
kombinasi dengan koloid)
9) Menggantikan cairan yang hilang akibat evaporasi di area operasi
atau ventilasi mekanik menggunakan gas kering
10) Penambah cairan intertitial
11) Memberi suplai cairan menggunakan anion yang bisa dimetabolisme
meskipun ada insufisiensi hepar
12) Cairan isotonis untuk pasien pediatrik
13) Dapat digunakan sebagai tambahan pengganti cairan intravasal pada
orang - orang yang sudah tua.

b. Ringer Asetat Malat memiliki tampilan sebagai berikut :


1) Larutan penuh elektrolit
Ringer Asetat Malat mengandung 140 mmol/l of sodium. Konsentrasi
pottasium, magnesium dan kalsium kadarnya mendekati kandungan
yang ditemukan dalam plasma manusia, dimana konsentrasi klorida

31

sedikit lebih tinggi dalam upaya untuk mencapai osmolaritas yang


fisiologis. Potassium, magnesium dan kalsium diperlukan juga selain
natrium dan klorida, ketidakberadaan mereka dapat menyebabkan
pengenceran level serum elektrolit. Karena memiliki komposisi
elektrolit yang mirip dengan plasma manusia, ketidakseimbangan
elektrolit akan segera tertangani dengan cairan ini. Meskipun, jika
larutan elektrolit lain memiliki komposisi yang mirip dengan Ringer
Asetat Malat, mereka dapat memperlihatkan osmolaritas yang
berkompromi dan menginisiasi peningkatan konsumsi O2. Larutan
elektrolit penuh dapat digunakan sebagai pengganti cairan tubuh
jangka pendek untuk terapi hypovolemia dan sebagai pengganti cairan
jangka panjang untuk mengkompensasi kehilangan cairan yang
berlebih dan akut. Dengan kata lain, suatu larutan dikatakan baik jika
dapat menunjukan komposisi fisiologis yang besar (Braun B., 2011).
2) Isotonis
Formulasi yang tepat dari cairan isotonic memberikan beberapa
keuntungan, diantaranya mudah didaptatkan, penyerapan cairan yang
cepat, meningkatakan kebugaran dan mempercepat rehidrasi (Ir.
Sutrisno Koswara, MSI, 2009).Dikatakan isotonis jika memiliki
osmolalitas yang sama dengan plasma manusia (288 mosm/ kg H2O)
atau memiliki osmolaritas sebagai larutan sodium klorida yang

32

fisiologis (308 mosm/l). Ringer Asetat Malat, dengan osmolalitas 286


mosm/kg H2O dan osmolaritas 304 mosm/l, adalah larutan yang
isotonis. Tekanan osmotik terdiri dari osmolalitas dan osmolaritas
cairan. Osmolalitas dan osmolaritas menampilkan konsentrasi molar
dari zat terlarut. Karena cairan tubuh memiliki tekanan osmotik yang
sama dengan plasma, infus larutan hipotonik dapat menyebabkan
perpindahan cairan dari ruang extracelluler ke ruang intracelluler.
Larutan infus hipotonikbanyak digunakan dalam praktek klinis seharihari, termasuk Ringer Laktat, Ringer Asetat dan larutan elektrolit
lengkap seperti Normosol-r atau Plasmalyte. Namun, penggunaan
larutan hipotonik masih kontroversial. Telah diperkirakan 15.000
kematian anak/ tahun di Amerika Serikat karena hiponatremia
paskaoperasi disebabkan oleh larutan infuse hipotonik. Hanya larutan
elektrolit

penuh

yang

direkomendasikan

untuk

terapi

cairan

perioperatif pada pediatri. Pada bayi premature dan bayi baru lahir,
oedem otak mudah terjadi karena 25% dari berat tubuh terdiri dari
massa otak. Pada neurotraumatologi, cairan hipotonik seperti Ringer
Laktat harus dihindari karena risiko edema serebral. Karena Ringer
Asetat Malat adalah larutan isotonik, masalah ini tidak akan muncul
dan isotonisitas menyebabkan tidak adanya efek merugikan (Braun B.,
2011).

33

3) Mengandung asetat/malat bukan laktat


Secara teori, cairan infus elektrolit penuh harus mengandung buffer
basa bikarbonat fisiologis pada konsentrasi 24 mmol/mL. Namun,
seperti yang dibahas sebelumnya, masalah stabilitas membuat hal itu
tidak mungkin untuk menambahkan bikarbonat dalam bentuk ini.
Bikarbonat ditambahkan dalam Ringer Asetat Malat dalam bentuk
anion metabolisable (asetat/malat), yang akan melepas bikarbonat ke
dalam intravaskuler. Anion-anion ini dimetabolisme di hampir setiap
sel jaringan dengan mengambil H+ dan oksigen dan membentuk
bikarbonat. Asetat melepas 1 mol bikarbonat/mol, sedangkan Malat
melepas 2 mol bikarbonat/mol (Braun B., 2011).
4) Ringer Asetat Malat memiliki potentialbase excess (BEpot) yang
seimbang Ringer Asetat Malat adalah cairan infus pertama dengan
kelebihan potential base excess ( BEpot ) 0 mmol / L. Ini berarti
Ringer Asetat Malat tidak akan mengubah keseimbangan asam - basa
pasien setelah infus dan asetat dan malat dimetabolisasi (Braun B.,
2011).Base

excess

potential

dalam

darah

memperlihatkan

keseimbangan asam basa non respiratory. Hal tersebut merupakan


ukuran berapa banyak ion H+ dan OH- yang diperlukan untuk
menormalkan pH darah menjadi 7,40 pada pCO2 40 mmHg. BEpot
dalam suatu cairan akan didefinisikan sebagai jumlah ion bikarbonat

34

yang dapat dikonsumsi atau dibebaskan setelah infus dan metabolisme.


Cairan infus yang tidak mengandung buffer basa bikarbonat fisiologis
akan menginisiasi pengenceran asidosis, sebagai akibat dari dilusi
konsentrasi HCO3- di ruang extracelluler. Namun jika tingkat anion
yang dapat dimetabolisasi dalam larutan infus melebihi tingkat yang
diperlukan untuk mencapai netral, infusi alkalosis akan terjadi. Kedua
situasi di atas memerlukan terapi lebih lanjut untuk mengembalikan
netralitas. Sebagai pilihan alternatif, jika cairan infus memiliki (BEpot)
0 mmol/l, seperti pada Ringer Asetat Malat, maka asidosis atau
alkalosis tidak akan terjadi (Braun B., 2011).
5) Konsumsi O2 untuk metabolism Ringer Asetat Malat rendah
Pemakaian oksigen fisiologis 0,25 l/ml disediakan oleh fungsi jantung
dan paru-paru. Pemakaian oksigen ini meningkat selama sakit, seperti
demam mengingat pada intraoperatif, pemakaian oksigen cenderung
menurun

karena

anestesi.

Ketika

anion-anion

yang

dapat

dimetabolisme seperti asetat dan malat diberikan, metabolisme mereka


untuk menghasilkan bikarbonat membutuhkan baik H+ dan O2.
Pemakaian O2 untuk membentuk formasi bikarbonat pada malat (1,5
mol/mol) dan asetat (2 mol/mol) lebih rendah dibandingkan laktat (3
mol/mol) atau gluconate (5,5 mol/mol) (Braun B., 2011).
2. Ringer Laktat

35

Ringer laktat adalah cairan yang hipotonis dengan darah dan


dimaksudkan untuk pemberian intravena. Cairan ini juga dapat
diberikan secara subkutan. Cairan ini dikelompokkan dengan cairan
intravena yang dikenal sebagai "kristaloid" - yang meliputi larutan
saline dan dekstrosa (dibandingkan dengan "koloid" yang mengandung
molekul besar seperti pati atau gelatin). Cairan Ringer laktat disingkat
sebagai "LR", "RL" atau "LRS, di mana laktat terutama dimetabolisme
di hati. Sebagai cairan kristaloid yang memiliki komposisi elektrolit
mirip dengan plasma, RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien dengan
dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai
asidosis(Braun B., 2010).
Satu liter cairan ringer laktat berisi:

130 mEq ion sodium = 130 mmol/L

109 mEq ion chloride = 109 mmol/L

28 mEq lactate = 28 mmol/L

4 mEq ion potassium = 4 mmol/L

3 mEq ion calcium = 1.5 mmol/L


Umumnya, natrium, klorida, kalium dan laktat berasal dari

NaCl (natrium klorida), NaC3H5O3 (natrium laktat), CaCl2 (kalsium


klorida), dan KCl (kalium klorida). Ada sedikit variasi untuk komposisi
Ringer seperti yang disediakan oleh produsen yang berbeda. Dengan

36

demikian, ringer laktat yang panjang seharusnya tidak disamakan


dengan satu rumusan yang tepat. Meskipun pH-nya 6,5, ini merupakan
cairan yang bersifat alkali (basa). Solusinya adalah isotonik (274
mOsmol/ liter, kalk.) Dan memiliki konten elektrolit berikut (mEq /
liter): Natrium (Na+) 130; kalium (K+) 4; kalsium (Ca++) 3; klorida
(Cl-) 109 dan laktat (CH3CH (OH) COO-)28. Berisi natrium hidroksida
dan mungkin mengandung asam klorida untuk penyesuaian pH (Braun
B., 2011).
Larutan garam Ringer ditemukan pada awal 1880-an oleh
Sydney Ringer, seorang dokter Inggris dan fisiologi. Ringer sedang
mempelajari detak hati katak terisolasi di luar tubuh. Dia berharap
untuk mengidentifikasi zat dalam darah yang akan memungkinkan
jantung terisolasi untuk berdetak normal untuk sementara waktu .
Cairan asli dari garam-garam anorganik selanjutnya dimodifikasi oleh
Alexis Hartmann untuk tujuan mengobati asidosis pada anak-anak.
Hartmann menambahkan laktat, yang meringankan perubahan pH
dengan bertindak sebagai buffer untuk asam. Jadi cairannya dikenal
sebagai 'Ringer Laktat Solusi' atau 'solusi Hartmann' (Braun B., 2011).

37

Tabel 2.3 Komposisi Elektrolit Ringer Laktat (Braun B., 2011)


Parameter
Ringer Laktat (Braun B)
+
Na (mmol/l)
130
+
K (mmol/l)
5
2+
Ca (mmol/l)
1
2+
Mg (mmol/l)
1
Cl (mmol/l)
112
Laktat (mmol/l)
27
Asetat (mmol/l)
Malat (mmol/l)
Osmolaritas (mosmol/l)
276
BEpot (mmol/l)
3
Konsumsi O2 (mmol/l)
1.8
Solusi Ringer Laktat sering digunakan untuk resusitasi cairan
setelah kehilangan darah akibat trauma, pembedahan, atau luka bakar.
Sebelumnya, itu digunakan untuk menginduksi produksi urin pada
pasien dengan gagal ginjal. Penggunaan lain yang umum adalah
pengobatan gagal ginjal pada hewan kecil, di mana solusi yang
diberikan subkutan bukan melalui infus. Mengelola cairan dengan cara
ini memungkinkan solusi untuk diberikan kepada hewan dengan cepat
dan tidak memerlukan keberadaan pembuluh darah. Cairan ini
kemudian perlahan-lahan diserap dari bawah kulit ke dalam aliran
darah hewan. Solusi Ringer Laktat digunakan karena oleh-produk dari
metabolisme laktat dalam hati mengatasi asidosis, yang merupakan
ketidakseimbangan kimia yang terjadi dengan kehilangan cairan akut

38

atau gagal ginjal. Dosis IV Ringer Laktat yang biasanya dihitung


dengan perkiraan kehilangan cairan dan defisit cairan diduga. Untuk
resusitasi cairan tingkat biasa administrasi adalah 20 sampai 30
ml/kgBB/jam. Ringer Laktat tidak cocok untuk terapi pemeliharaan
karena kandungan natrium (130 mEq/L) dianggap terlalu tinggi,
terutama untuk anak-anak, dan kandungan potasium (4 mEq/L) terlalu
rendah, mengingat kebutuhan elektrolit harian. Cairan intravena lain
yang umum digunakan termasuk normal saline dan hidroksietil
(digunakan dalam syok hipovolemik). Ringer Laktat dan kristaloid lain
juga digunakan sebagai vehicle untuk pengiriman obat IV. Ringer
Laktat biasanya diberikan secara intravena, tetapi jika vena yang sesuai
tidak ditemukan, maka dapat diambil secara oral (meskipun memiliki
rasa yang tidak menyenangkan) (Braun B., 2011).

C. Konsep Tekanan Darah


1. Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding
arteri.Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut
tekanan sistolik.Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat
ventrikel beristirahatdan mengisi ruangannya. Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasiotekanan sistolik terhadap tekanan diastolik
(Oxford, 2003).

39

Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem


sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi
homeostatsis di dalam tubuh. Dan jika sirkulasi darah menjadi tidak
memadai lagi, maka terjadilah gangguan pada sistem transport oksigen,
karbondioksida, dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi
organ-organ tubuh akan mengalami gangguan seperti gangguan pada proses
pembentukan air seni di dalam ginjal ataupun pembentukan cairan
cerebrospinalis dan lainnya. Sehingga mekanisme pengendalian tekanan
darah penting dalam rangka memeliharanya sesuai dengan batas-batas
normalnya, yang dapat mempertahankan sistem sirkulasi dalam tubuh
(Gunawan L, 2001).
Menurut Ibnu M (1996) Terdapat beberapa pusat yang mengawasi
dan mengatur perubahan tekanan darah, yaitu :
a. Sistem syaraf yang terdiri dari pusat-pusat yang terdapat di batang otak,
misalnya pusat vasomotor dan diluar susunan syaraf pusat, misalnya
baroreseptor dan kemoreseptor.
b. Sistem humoral atau kimia yang dapat berlangsung lokal atau sistemik,
misalnya rennin-angiotensin, vasopressin, epinefrin, norepinefrin,
asetilkolin, serotonin, adenosine dan kalsium, magnesium, hydrogen,
kalium, dan sebagainya.
c. Sistem hemodinamik yang lebih banyak dipengaruhi oleh volume
darah,susuna kapiler, serta perubahan tekanan osmotik dan hidrostatik
dibagian dalam dan di luar sistem vaskuler(Ibnu M., 1996).

40

Menurut Budiyanto (2002), bahwa tekanan darah sistolik (atas)


adalah puncak yang tercapai ketika jantung berkontraksi dan memompakan
darah keluar melalui arteri. Tekanan darah sistolik dicatat apabila terdengar
bunyi pertama (Korotkoff I) pada alat pengukur darah. Tekanan darah
diastolik (angka bawah) diambil ketika tekanan jatuh ketitik terendah saat
jantung rileks dan mengisi darah kembali. Tekanan darah diastolik dicatat
apabila bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V) (Budiyanto, K.A.M. Gizi
dan kesehatan. Edisi I. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press:
2002).
Tekanan darah rata-rata atau sering disebut mean arterial pressure
(MAP) adalah tekanan di seluruh sistem arteri pada satu siklus jantung.
Tekanan darah rata-rata (TDR) diperoleh dengan cara membagi tekanan
nadi dengan angka tiga dan ditambahkan pada tekanan diastolik. Dengan
rumus sebagi berikut:

TDR =

1
3

(Ts - Td) +

Gambar 2.2 Rumus Tekanan Darah Arteri Rata-Rata (TDR) (Ibnu M., 1996).
Tekanan darah rata-rata inilah yang merupakan hasil perkalian
curahjantung dengan tahanan perifer. Nilai tekanan darah tersebut dapat
berubahubahsesuai dengan faktor yang berpengaruh padanya seperti curah
jantung,isi sekuncup, denyut jantung, tahanan perifer dan sebagainya

41

maupun padakeadaan olah raga, usia lanjut, jenis kelamin, suku bangsa,
iklim, danpenyakit-penyakit jantung atau pembuluh darahnya (Ibnu M.
Dasar-dasar fisiologi kardiovaskuler. Jakarta: EGC, 1996).
Patogenesis kelainan tekanan darah tinggi dimulai dari tekanan
darahyang dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer serta
dipengaruhijuga oleh tekanan atrium kanan. Pada stadium awal sebagian
besar pasienhipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat dan
kemudian diikutidengan kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan
kenaikan tekanandarah yang menetap. Peningkatan tahanan perifer pada
hipertensi esensialterjadi secara bertahap dalam waktu yang lama sedangkan
prosesautoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat (Ibnu M. Dasar-dasar
fisiologi kardiovaskuler. Jakarta: EGC, 1996).
Peningkatan curah jantung dan tahanan perifer dapat terjadi
akibatdari berbagai faktor seperti genetik, aktivitas saraf simpatis, asupan
garam,dan metabolisme natrium dalam ginjal dan faktor endotel mempunyai
perandalam peningkatan tekanan darah pada hipertensi esensial (Sidabutar
danProdjosujadi,1990). Peran faktor genetik terhadap hipertensi esensial
dapatdibuktikan dengan kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada
pasienkembar

monizigot

dari

pada

heterozigot,

jika

salah

satu

diantaranyamenderita hipertensi (Sidabutar RP & Prodjosujadi W., 1990).


2. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

42

Menurut Kozier et al (2009), ada beberapa hal yang dapat


mempengaruhitekanan darah, diantaranya adalah:
a. Umur
Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg.
Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia
hingga dewasa. Pada orang lanjut usia, arterinya lebih keras dan kurang
fleksibel terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh
darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, Oparil menyatakan
bahwa perubahan hormonal yang sering terjadi pada wanita
menyebabkan wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi.
Hal ini juga menyebabkan risiko wanita untuk terkena penyakit jantung
menjadi lebih tinggi.
c. Olahraga
Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.
d. Obat-obatan
Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan
tekanandarah.
e. Ras
Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah
yang lebih tinggi daripada pria Amerika Eropa dengan usia yang sama.
f. Obesitas
Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor
predisposisi hipertensi (Miller, 2010).
3. Dasar Pengukuran Tekanan Darah

43

Kecepatan

aliran

(velocity)

suatu

cairan

dalam

pembuluh

akanbergantung kepada isi aliran (flow) dan luas penampang pembuluh


(area). Dalamhal ini, kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan linier yang
mempunyai rumusV= Q/A dengan V adalah kecepatan, Q adalah aliran, dan
A adalah luaspenampang. Berdasarkan rumus di atas, dapat diketahui bahwa
perubahan padaluas penampang, misalnya penyempitan pembuluh, akan
sangat mempengaruhikecepatan aliran (Singgih, 1989).
Apabila dikaji lebih jauh, kecepatan aliran berpengaruh pada tekanan
sisi (lateral pressure) pembuluh. Tekanan dalam pipa merupakan jumlah
tekanan sisi ditambah energi kinetik. Energi ini dapat dihitung berdasarkan
viskositas cairan dan kecepatan aliran (1/2 PV2 dengan P adalah viskositas
cairan dan V adalah kecepatan aliran). Kecepatan aliran yang berubah akan
mempengaruhi energi kinetik dan perubahan pada energi ini akan
mempengaruhi tekanan sisi pembuluh. Hal ini dikemukakan karena pada
hakikatnya yang diukur pada pengukuran tekanan darah secara tidak
langsung adalah tekanan sisi pembuluh darah (Singgih, 1989).

4. Alat Ukur Tekanan Darah


Hingga saat ini, alat ukur yang masih diandalkan untuk
mengukurtekanan darah secara tidak langsung ialah sfigmomanometer air
raksa. Kadang-kadangdijumpai sfigmomanometer dengan pipa air raksa

44

yang letaknya miringterhadap bidang horisontal (permukaan air) dengan


maksud untuk memudahkanpembacaan hasil pengukuran oleh pemeriksa.
Untuk sfigmomanometer jenis ini,perlu dilakukan koreksi skala ukurannya
karena seharusnya pipa air raksa tegaklurus terhadap permukaan air
(Singgih, 1989).
Menurut laporan WHO, yang penting ialah lebar kantong udara
dalam manset harus cukup lebar untuk menutupi 2/3 panjang lengan atas.
Demikian pula, panjang manset harus cukup panjang untuk menutupi 2/3
lingkar lengan atas. Ukuran manset tersebut bertujuan agar tekanan udara
dalam manset yang ditera dengan tinggi kolom air raksa, benar-benar
seimbang dengan tekanan sisi pembuluh darah yang akan diukur (Singgih,
1989).
5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Pada Pengukuran
Menurut Singgih (1989), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalampengukuran tekanan darah agar hasil pengukurannya lebih akurat,
yaitu:
a. Ruang pemeriksaan
Suhu ruang dan ketenangan ruang periksa yang nyaman harus
diperhatikan. Suhu ruang yang terlalu dingin dapat meningkatkan
tekanan darah.
b. Alat
Alat yang sebaiknya digunakan adalah sfigmomanometer dengan pipa
air raksa yang tegak lurus dengan bidang horisontal. Hindarkan paralaks
sewaktu membaca permukaan air raksa. Gunakan manset dengan lebar

45

yang dapat mencakup 2/3 panjang lengan atas serta panjang yang dapat
mencakup 2/3 lingkar lengan. Penggunaan manset yang lebih kecil akan
menghasilkan nilai yang lebih tinggi daripada yang sebenarnya.
c. Persiapan
Apabila diperlukan dan keadaan pasien memungkinkan, sebaiknya
dipersiapkan dalam keadaan basal karena biasanya hanya diperlukan
nilai tekanan darah sewaktu, maka pengaruh kerja jasmani, makan,
merokok dihilangkan terlebih dahulu sebelum diukur.
d. Jumlah pengukuran
Apabila memungkinkan, dilakukan pengukuran sebanyak tiga kali
untuk diambil nilai rata-ratanya. Apabila pasien menderita hipertensi,
dianjurkan untuk mengukur dalam 3 hari berturut-turut.
e. Tempat pengukuran
Pengukuran dilakukan pada lengan kanan dan kiri bila dicurigai
terdapat peningkatan tekanan darah. Kesenjangan nilai lengan kanan
dan kiri dapat ditimbulkan karena coarctatio aorta. Posisi orang yang
diperiksa sebaiknya dalam posisi duduk. Dalam keadaan ini, lengan
bawah sedikit fleksi dan lengan atas setinggi jantung. Hindarkan posisi
duduk yang menekan perut, terutama pada orang yang gemuk. Untuk
pasien hipertensi, terutama yang sedang dalam pengobatan, perlu diukur
dalam posisi berbaring dan pada waktu 1-5 menit setelah berdiri.
f. Pemompaan dan pengempesan manset
Manset seharusnya dipompa dan dikempeskan sebelum mengukur
tekanan darah pasien. Hal ini untuk menghindarkan kesalahan nilai

46

karena rangsang atau reaksi obstruksi sirkulasi darah. Pemompaan


dilakukan dengan cepat hingga 20-30 mmHg di atas tekanan pada
waktu denyut arteri radialis tidak teraba. Pengempesan dilakukan
dengan kecepatan yang tetap (konstan) 2-3 mmHg tiap detik.
Pengempesan yang terlalu cepat akan mengakibatkan nilai diastolik
yang lebih rendah dari pada yang sebenarnya.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Diare, muntah, luka bakar,
panas, berkeringat berlebih
Ringan : kehilangan
cairan 2-5% BB

Dehidrasi

Berat : kehilangan
cairan 8-10% BB

Sedang : kehilangan
cairan 5-8% BB
Rehidrasi

Ringer Asetat Malat

Ringer Laktat(konvensional)

Osmolaritas 304 mosm/L


(Osmolaritas cairan tubuh manusia
308 mosm/L)

Osmolaritas 274 mosm/L


(Osmolaritas cairan tubuh manusia
308 mosm/L)

Isotonis

Hipotonis

Perpindahan cairan kedalam sel


stabil
Penyerapan cairan oleh
tubuh lebih baik

Perpindahan cairan kedalam sel


lebih banyak
Penyerapan cairan oleh
tubuh kurang baik

47

Waktu peningkatan TD
lebih cepat
Gambar 3.1

Waktu peningkatan TD
lebih lama

Kerangka Konseptual Penelitian Efektivitas Pemberian Cairan RAM


Dibandingkan Dengan Cairan RL Dalam Mempercepat Waktu
Peningkatkan Tekanan Darah Pada Pasien Dehidrasi Di Ruang IGD
RSUD Gambiran.

Keterangan :
: Yang tidak diukur
: Yang diukur
Penjelasan Kerangka Konseptual
Faktor yang mempengaruhi atau memperberat dehidrasi disebabkan
oleh diare, muntah, luka bakar, cuaca panas,

berkeringat berlebih,

pengeluaran cairan melalui pernapasan dan urin. Dehidrasi menurut


tingkat keparahannya diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : dehidrasi ringan
(kehilangan cairan 2-5% BB), dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-8%
BB) dan dehidrasi berat (kehilangan cairan 8-10% BB atau lebih).
Rehidrasi adalah usaha mengembalikan ke keadaan hidrasi yang normal
dari keadaan dehidrasi. Tujuan utama rehidrasi ini adalah pengembalian
cairan tubuh ke volume normal osmolaritas yang efektif dan komposisi
yang tepat sehingga dapat mengganti cairan yang hilang. Osmolaritas
cairan tubuh manusia adalah 308 mosm/l. Cairan yang diberikan adalah
cairan Ringer Asetat Malat dan cairan Ringer Laktat. Ringer Asetat Malat
dengan

osmolaritas

304

mosm/l,

adalah

larutan

isotonis

yang

48

menyebabkan terjadinya perpindahan cairan kedalam sel menjadi stabil


dan penyerapan cairan oleh tubuh menjadi lebih baik sehingga waktu
peningkatan TD lebih kurang (cepat). Sedangkan Ringer Laktat
mempunyai osmolaritas 274 mosm/l, adalah larutan hipotonis yang
menyebabkan perpindahan cairan kedalam sel menjadi lebih banyak dan
penyerapan cairan oleh tubuh kurang baik sehingga waktu peningkatan TD
menjadi lebih lama (lambat) (Braun B., 2011).

B. Hipotesa
HI :

Terdapat perbedaan waktu peningkatan tekanan darah pada pasien


dehidrasi.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

49

A. Rancangan Penelitian
Istilah rancangan penelitian digunakan dalam dua hal; pertama,
rancangan

penelitian

merupakan

suatu

strategi

penelitian

dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data;


dan kedua, rancangan penelitian digunakan untuk mendefenisikan struktur
penelitian yang akan dilaksanakan (Nursalam, 2013).
Rancangan penelitian juga merupakan hasil akhir dari suatu tahap
keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu
penelitian bisa diterapkan (Nursalam, 2013).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kwantitatif,
eksperimental

dengan

rancangan

penelitian

pra-eksperimental

dengan

pendekatan static-group comparison design yaitu jenis penelitian yang


bertujuan untuk menentukan pengaruh dari suatu tindakan pada kelompok
subjek yang mendapatkan perlakuan, kemudian dibandingkan dengan
kelompok subjek yang tidak mendapatkan perlakuan (Nursalam, 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Efektivitas Pemberian
Cairan Ringer Asetat Malat Dibandingkan Dengan Cairan Ringer Laktat
Dalam Mempercepat Waktu Peningkatan Tekanan Darah Pada Pasien
Dehidrasi di ruang IGD RSUD Gambiran.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian akan dilakukan di ruang IGD RSUD Gambiran Kediri.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dimulai pada 26 Januari 2015 sampai selesai.
C. Populasi, Sampel dan Sampling
1. Populasi

50

Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai
populasi adalah pasien dehidrasi yang masuk ke IGD RSUD Gambiran.
Populasi pada penelitian ini adalah pasien dehidrasi umum sejumlah 18
pasien.
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010). Pada dasarnya ada dua syarat yang harus dipenuhi
saat menetapkan sampel, yaitu (a) representatif(mewakili) adalah sampel
yang dapat mewakili populasi yang ada untuk memperoleh hasil/kesimpulan
penelitian yang menggambarkan keadaan populasi penelitian. Dan (b)
sampel harus cukup banyakyaitu dimana semakin banyak sampel, maka
hasil penelitian mungkin akan lebih representatif (Nursalam, 2013).
Dalam penelitian ini, sampel yang ditentukan harus memenuhi kriteriakriteria sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013).Dalam
penelitian ini sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebagai
berikut :
1) Penderita dehidrasi dari sedang sampai berat
2) Usia anak-anak sampai dewasa
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,

51

2013).Dalam penelitian ini sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah


sebagai berikut :
1) Adanya penyakit penyerta lain yang tidak bisa mendapatkan terapi
cairan ringer asetat malat.
2) Tidak bersedia menjadi sampel.
3. Sampling
Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai
dengan keseluruhan subjek penelitian (Sastroasmoro & Ismail, 1995 &
Nursalam, 2008). Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non
probability

sampling

dengan

menggunakan

teknik

total

sampling

(Nursalam, 2013).
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (Nursalam, 2013). Konsep yang dituju dalam suatu penelitian
bersifat konkrit. Sesuatu yang konkrit tersebut bisa diartikan sebagai suatu
variabel dalam penelitian (Nursalam, 2008).
a. Variabel bebas (Independent variable)
Variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain
(Nursalam, 2013).Variabel independent dalam penelitian ini adalah pemberian
cairan ringer asetat malat.
b. Variabel dependent (terikat)
Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam,
2013).Variabel dependent dalam penelitian ini adalah waktu peningkatan
tekanan darah.

52

E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Hidayat, 2009).
Tabel 4.1 Definisi operasional PengaruhPemberian Cairan Ringer Asetat
Malat Dibandingkan Dengan Cairan Ringer Laktat Dalam
Mempercepat Waktu Peningkatan Tekanan Darah Pada Pasien
Dehidrasi di ruang IGD RSUD Gambiran.
No
Variabel
Definisi
Indikator
Alat ukur
operasional
1.

2.

Variabel
indepede
nt :
Pemberia
n Cairan
Ringer
Asetat
Malat
Variabel
dependen
t : Waktu
Peningkat
an
Tekanan
Darah

Tindakan
kolaboratif perawat
berupa pemberian
cairan RAM untuk
mengatasi
dehidrasi

Tekanan Darah

Lamanya waktu
yang dibutuhkan
untuk
meningkatkan TD

Menit

Lembar
Observasi

Penunjuk waktu
dan lembar
observasi

50

53

F. Instrumen Penelitian
F. Instrumen penelitian adalah pedoman tertulis tentang wawancara atau
pengamatan atau daftar pertanyaan yang disisipkan untuk mendapatkan
informasi dari responden (Hidayat, 2009).Dalam penelitian ini instrumen yang
digunakan peneliti untuk memperoleh data adalah penunjuk waktu dan lembar
observasi untuk mengukur variabel dependent. Jenis observasi yang digunakan
oleh peneliti adalah tidak terstruktur.
G.
G. Prosedur Pengumpulan Data
H.

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam


suatu penelitian (Nursalam, 2013).
I.
Prosedur pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap:
1. Sumber data
J. Pada penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh
secara langsung dari responden dengan menggunakan lembar observasi pada
pasien dehidrasi di ruang IGD RSUD Gambiran Kediri.
2. Prosedur penelitian
K. Beberapa hal yang perlu disiapkan peneliti sebelum penelitian yaitu
mempersiapkan prosedur pengumpulan data. Adapun langkah-langkahnya
sebagai berikut :
a. Peneliti mengajukan surat ijin penelitian dari Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri, kemudian diajukan ketempat penelitian yaitu di
RSUD Gambiran Kediri. Perizinan ini dimulai dengan menyusun blanko
ijin penelitian yang disediakan oleh bagian pendidikan dan penelitian
(Diklat) RSUD Gambiran tersebut kemudian dikembalikan dengan

54

penyerahan proposal penelitian serta membayar biaya penelitian. Bagian


Diklat kemudian memberikan surat tembusan ke bagian ruang IGD.
b. Pengambilan data
L.
Tahap pengambilan data dimulai dari observasi secara
prospectif untuk kasus-kasus dengan diagnosa Dehidrasi selama periode
Januari- Oktober 2014.
M.
Langkah selanjutnya adalah mengambil kartustatus pasien yang
berisi riwayat perawatan pasien selama dirawat di RSUD Gambiran
sejumlah 184 kasus. Dari kartu tersebut dapat diperoleh data pasien
mengenai nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal keluar, nama
pasien, umur, diagnosa utama, pemeriksaan fisik dan penggunaan obat.
c. Analisa data
N.
Data yang diperoleh dikelompokan melalui tabel-tabel.
O.
H. Uji Statistik
P.
Uji statistik yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini
adalah Uji T Independent.
I. Kerangka Kerja
Q.
R.

Populasi : pasien dehidrasi yang datang ke IGD


sebanyak 18 pasien

S.
T.
Kriteria inklusi: penderita
U.
dehidrasi dari sedang sampai
V.
berat. Usia anak-anak sampai
dewasa W.

Kriteria eksklusi : terdapat penyakit


penyerta sehingga tidak bisa
mendapatkan terapi cairan ringer asetat
malat. Tidak bersedia menjadi sampel

X.
Y. non probability sampling
Sampling
denganZ.
teknik total sampling
AA.
Sampel berjumlah 9
AB.
AC.
Pengukuran TD
AD.
Kel.perlakuan
AE. : Ringer
Kel.kontrol / konvensional

Asetat Malat (RAM)


AF.

Pengukuran waktu untuk


mempercepat peningkatan TD

55

AG.
AH.
AI.
AJ.
AK.
AL.
AM.

Uji statistik
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan

AN.
AO.

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian Efektivitas Pemberian Cairan


RAM Dibandingkan Dengan Cairan RL Dalam Mempercepat Waktu
Peningkatkan Tekanan Darah Pada Pasien Dehidrasi Di Ruang IGD
RSUD Gambiran.

AP.
AQ.
J. Etika Penelitian
AR.

Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek

manusia menjadi isu sentral saat ini. Pada penelitian ilmu keperawatan, karena
hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka peneliti harus
memahami prinsip-prinsip etika penelitian (Nursalam, 2013).
AS.
Secara umum prinsip etika dalam penelitian ini dapat dibedakan
menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
AT. Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan
kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.
b. Bebas dari eksploitasi
AU. Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari
keadaan yang tidak menguntungkan.
c. Resiko
AV. Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan

resiko

dan

keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.


2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut/ tidak menjadi responden (right to self determination)

56

AW. Subjek

harus

diperlakukan

secara

manusiawi.

Subjek

mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi


responden atau tidak.
AX.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right
to full disclosure)
AY. Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta
bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.
c. Informed consent
AZ.
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap
tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak
untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.
3. Prinsip keadilan
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)
BA. Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan
sesudah keikutsertaannya dalam penelitian.
b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)
BB. Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang
diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama
(anonymity) dan kerahasiaan (confidentiality).
BC.
BD.
BE.
BF.
BG.
BH.
BI.

DAFTAR PUSTAKA

BJ.
BK. Braun B. Manfaat isotonisitas ringerfundin vs hiponatremia pada ringer laktat
dan ringer asetat (hipotonis). Germany: KoTM FVT;2011.
BL.

57

BM. Braun B. Safe and efficient fluid management [internet]. 2010 [cited 2011 Okt

9]. Available from: http://www.bbraunoem.com/cps/rde/xchg/ms-bbraunoem-eneu/hs.xsl/products.html?prid=PRID00003097


BN.
BO. Budiyanto, KAM. Gizi dan Kesehatan. Edisi I. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang press 2002.
BP.
BQ. Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia 2008. Jakarta. 2009.
BR.
BS. Depkes RI. (2007). Pedoman Pemberantasan Diare Edisi ke 5. Jakarta.
BT.
BU. Depkes RI. (2010). Penanganan Diare sesuai Derajat Dehidrasi. Available:
http://www.depkes.go.id/downloads/TataLaksanaDiare/BukuSakuLintasDiare.pd
f.[Accessed : 15 Juni 2012]
BV.
BW. Friedman JN, Goldman RD, Srivastava R, and Parkin PC. Development of a
Clinical Dehydration Scale for Use in Children Between 1 and 36 Months of
Age. The Journalof Pediatrics. 2004; 145(2): 201-207.
BX.
BY. Gunawan L. hipertensi : tekanan darah tinggi. Yogyakarta : Kanisius, 2001.
BZ.
CA. Gustam, Hardinsyah, Dodik Briawan. 2012. Faktor Risiko Dehidrasi pada
Remaja dan Dewasa. Skripsi Institut Pertanian Bogor.
CB.
CC. Ibnu M. Dasar-dasar fisiologi kardiovaskuler. Jakarta : EGC, 1996.
CD.
CE. Latief S A, Suryadi K A, Daclan M R. Analgesia regional. Dalam: Latief S A,
Suryadi K A, Daclan M R, editor. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke-2.
Jakarta: Bagian anestesiologi dan terapi intensif FK UI; 2009. p. 105-7.
CF.
CG. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
CH.
CI. Marcellus Simadibrata. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : FKUI.
CJ. Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
Salemba Medika.
CK.

58

CL. Notoatmodjo, S. Metodologi penelitian kesehatan. Edisi ketiga. Rineka Cipta.


Jakarta. 2005.
CM.
CN. Noorastuti PT, Nugraheni M. Kenali bahaya dehidrasi Kekurangan cairan tubuh
sekitar
dua
persen
sudahmemicu
gangguan
kesehatan.
http://www.vivanews.com/news/read/153985-kenalibahaya dehidrasi, 2010.
Diaksespada: 28 November 2010.
CO.
CP. Rusdi, Budipramana VS. Perbandingan pemberian ringer laktat dan ringer asetat
dalam meningkatkan kadar laktat darah pada iskemia hepar akibat ligasi vena
porta (studi eksperimental pada kelinci) [Karya akhir penelitian]. Surabaya:
Bagian bedah FK-UNAIR/RSU dr.Soetomo; 2010.
CQ.
CR. Soebagyo Loehoeri. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : FKUI.
CS.
CT. Singh G, Chaudry KI, Chaudry IH. Crystalloid is as Effective as Blood in the
Resuscitation of Hemorrhagic Shock. Journal of Annual Surgery. 1992; 04 : 377382.
CU.
CV. Sidabutar RP & Prodjosujadi W. Ilmu penyakit dalam II. Jakarta : Balai penerbit.
CW.
CX. Tjokrowinoto S. Perbedaan tekanan darah pasca anestesi spinal dengan
pemberian preload dan tanpa pemberian preload 20cc/kgbb ringer asetat malat.
S.Ked [thesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2012. p. 44-8.
CY.
CZ. WHO. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit pedoman bagi rumah sakit
rujukan tingkat pertama dikabupaten/kota. WHO dan Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. 2009.
DA.
DB.
DC.
DD.
DE.
DF.
DG.
DH.

Lampiran 1

59

DI.
DJ.
DK.
DL.
DM.
DN.
DO.
DP.
DQ.
DR.
DS.
DT.
DU.
DV.
DW.
DX.
DY.
DZ.
EA.
EB.
EC.

Lampiran 2

60

ED.
EE.

Lampiran 3
EF.

INFORMED CONCENTRESPONDEN PENELITIAN

EG.
EH.

Yang bertanda tangan dibawah ini :

EI.

Nama

: Lizete Auxuliadora Costa Malic

EJ.

Nim

: 10211010

EK.

Prodi

: S1 Keperawatan

EL.

Telah memberikan penjelasan terkait penelitian yang berjudul Efektivitas

Pemberian Cairan Ringer Asetat Malat Dibandingkan Dengan Cairan Ringer Laktat
Dalam Mempercepat Waktu Peningkatan Tekanan Darah Pada Pasien Dehidrasi Di
Ruang IGD RSUD Gambiran.
EM.

Nama

EN.

Alamat

EO.

Umur

EP.

Adapun penjelasan yang diberikan adalah sebagai berikut :


1.
2.
3.
4.

EQ.

Manfaat penelitian
Tujuan penelitian
Prosedur penelitian
Hak responden
Pernyataan ini kami buat dengan penuh kesadaran dan kami tidak akan

menuntut sesuai hukum yang berlaku atas resiko yang akan terjadi.
ER.

Demikian pernyataan ini kami buat, agar dapat dipergunakan seperlunya.

ES.
ET.
EU.
EV.
Yang memberi penjelasan
responden
EW.
EX.

Kediri,
2014
Pukul:
WIB
Calon

61

EY.
EZ.
FA.
FB.
FC.
FD.

(Lizete Auxiliadora Costa Malic)


)
Lampiran 4

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN KELOMPOK


INTERVENSI

FE.
FF.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

FG.

Nama

FH.

Umur

FI.

Jenis Kelamin :

FJ.

Alamat

FK.

Menyatakan

bersedia

untuk

menjadi

responden

penelitian

tentang

EFEKTIVITAS PEMBERIAN CAIRAN RINGER ASETAT MALAT (RAM)


DIBANDINGKAN

DENGAN

CAIRAN

RINGER

LAKTAT

DALAM

MEMPERCEPAT WAKTU PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN


DEHIDRASI DI RUANG IGD RSUD GAMBIRAN KEDIRI, secara sukarela setelah
mendapat penjelasan penjelasan tentang tujuan manfaat dari penelitian tersebut.
FL.
FM.

Kediri,

Januari 2015
FN.

Responden
FO.

62

FP.

(
)

FQ.
FR.
FS.
FT.

Lampiran 5
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN KELOMPOK
KONTROL

FU.
FV.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

FW.

Nama

FX.

Umur

FY.

Jenis Kelamin :

FZ.

Alamat

GA.

Menyatakan

bersedia

untuk

menjadi

responden

penelitian

tentang

EFEKTIVITAS PEMBERIAN CAIRAN RINGER ASETAT MALAT (RAM)


DIBANDINGKAN

DENGAN

CAIRAN

RINGER

LAKTAT

DALAM

MEMPERCEPAT WAKTU PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN


DEHIDRASI DI RUANG IGD RSUD GAMBIRAN KEDIRI, secara sukarela setelah
mendapat penjelasan penjelasan tentang tujuan manfaat dari penelitian tersebut.
GB.
GC.

Kediri,

Januari 2015
GD.

Responden

63

GE.
GF.
GG.

(
)

GH.
GI.

Lampiran 6
GJ.

GN.
GO.

Pengertian

GQ.
GR.

Tujuan

GS.
GT. Kebijakan
GU. Petugas
GW.
GX.

Peralatan
GY.
GZ.
HA.
HB.
HC.

HD.

Prosedur

Pelaksanaan

SOP Pengukuran Tekanan Darah


GK.
GL.
GM. Pengukuran Tekanan Darah
GP.
Melakukan pengukuran tekanan darah (hasil
dari curah jantung dan tekanan darah perifer) dengan
menggunakan alat tensimeter dan stetoskop.
1. Mendapatkan data obyektif pasien
2. Mengetahui keadaan hemodinamik pasien
3. Mengetahui keadaan kesehatan pasien secara menyeluruh
1. Pasien baru
2. Perkembangan kondisi pasien
GV. Perawat
1. Tensimeter
2. Termometer
3. Stetoskop
4. Alat tulis
A. Tahap Prainteraksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat dan menempatkan alat di dekat
pasien dengan benar
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan
C. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy

64

2.
3.
4.
5.

Memakai sarung tangan


Mengatur posisi pasien
Menyisingkan lengan baju pasien
Memasang manset 1 inchi (2,5 cm) diatas nadi
branchialis
6. Melakukan palpasi nadi branchialis
7. Mengatur tensi meter agar siapdipakai (untuk tensi
air raksa) menghubungkan pipa tensi meter dengan
pipa manset, menutup sekrup balon manset,
membuka kunci resevoir
8. Meletakan diafragma stetoskop diatas tempat
denyut nadi tanpa menekan nadi branchialis
9. Pompalah manset hingga tekanan manset mencapai
30 mmHg setelah pulsasi arteri radialis menghilang.
10. Bukalah katup manset dan tekanan manset dibirkan
menurun perlahan dengan kecepatan 2-3
mmHg/detik
11. Bila bunyi pertama terdengar , ingatlah dan catatlah
sebagai tekanan sistolik.
12. Bunyi terakhir yang masih terdengar dicatat sebagai
tekanan diastolik
13. Turunkan tekanan manset sampai 0 mmHg,
kemudian lepaskan manset.
D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Membereskan alat-alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
HE.
HF.
HG.
HH.
HI.
HJ.
HK.

65

HL.
HM.
HN.

Lampiran 7

HO.
HP.

Lembar Observasi Pengukuran Tekanan Darah Kelompok Perlakuan


HQ.
HR.
HS.
HT.
HU. Tekanan Darah
HV.
HX.
HZ.
IB.
Sebelu
IC.
HW. HY. Ta IA.
Kod
m Pemberian
ID.
Setelah Pemberian
No.
nggal
e Sampel
Cairan
Cairan
IE.
IF.
IG.
IH.
II.
15
IJ.
15
menit I
menit II
IK. IL.
IM.
IN.
IO.
IP.
1.
IQ. IR.
IS.
IT.
IU.
IV.
2.
IW. IX.
IY.
IZ.
JA.
JB.
3.
JC. JD.
JE.
JF.
JG.
JH.
4.
JI.
JJ.
JK.
JL.
JM.
JN.
5.
JO. JP.
JQ.
JR.
JS.
JT.
6.
JU. JV.
JW.
JX.
JY.
JZ.
7.
KA. KB.
KC.
KD.
KE.
KF.
8.
KG. KH.
KI.
KJ.
KK.
KL.
9.
KM. KN.
KO.
KP.
KQ.
KR.
10.

KS.
KT.
KU.
KV.
KW.

66

KX.
KY.
KZ.
LA.
LB.
LC.
LD.
LE.
LF.
Lampiran 8
LG.
LH. Lembar Observasi Pengukuran Tekanan Darah Kelompok Kontrol
LI.
LJ.
LK.
LL.
LM. Tekanan Darah
LN.
LP.
LR.
LT.
Sebelum
LU.
LO. LQ. Ta LS.
Kode
Pemberian
LV.
Setelah Pemberian
No.
nggal
Sampel
Cairan
Cairan
LW. LX.
LY.
LZ.
MA. 15
MB. 15
menit I
menit II
MC. MD.
ME.
MF.
MG.
MH.
1.
MI. MJ.
MK.
ML.
MM.
MN.
2.
MO. MP.
MQ.
MR.
MS.
MT.
3.
MU. MV.
MW.
MX.
MY.
MZ.
4.
NA. NB.
NC.
ND.
NE.
NF.
5.
NG. NH.
NI.
NJ.
NK.
NL.
6.
NM. NN.
NO.
NP.
NQ.
NR.
7.
NS. NT.
NU.
NV.
NW.
NX.

67

8.
NY. NZ.
9.
OE. OF.
10.
OK.
OL.
OM.
ON.
OO.
OP.
OQ.
OR.
OS.
OT.
OU.
OV.
OW.
OX.
OY.
OZ.
PA.
PB.
PC.
PD.
PE.
PF.

Lampiran 9

OA.

OB.

OC.

OD.

OG.

OH.

OI.

OJ.

68

PG.
PH.

You might also like