You are on page 1of 5

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK DENGAN

KUALITAS HIDUP PADA PASIEN DI RSUD ABDOEL MOELOEK LAMPUNG


Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang yang
berhubungan dengan simptom atopik lain seperti rhinitis alergi, konjungtivitis alergi dan
asma bronkial. Dermatitis atopik biasa mulai sebelum usia dua tahun dan merupakan
simptom atopik pertama yang menunjukan tanda klinis. Kelainan kulit pada DA ditandai
dengan papul, kadang vesikel yang gatal, kemudian dapat menjadi eksoriasi dan
likenifikasi, serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).
Dermatitis atopik masih menjadi masalah kesehatan, terutama pada bayi dan anak,
karena sifatnya yang kronik residif, sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Dermatitis atopik paling sering pada bayi, namun dapat juga pada anak dan dewasa. Pada
sebagian besar pasien, dermatitis atopik merupakan manifestasi klinis atopi yang
pertama, dan banyak diantara mereka kemudian akan mengalami asma dan rinitis alergik.
Predisposisi genetik adalah salah satu faktor risiko paling penting, peningkatan
prevalensi DA di negara-negara industri menunjukkan bahwa faktor lingkungan (pajanan
mikroba dan nutrisi) juga mempunyai peran cukup penting (Schultz, dkk., 1996 dalam
Gondokaryono, 2009; Leung, 2007; Wisesa, 2009; Dharmadji, 2006).
World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan bahwa kualitas
hidup merupakan persepsi individu terhadap posisi mereka dalam hidup ditinjau dari
konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal dan berhubungan dengan standar
hidup, harapan, kesenangan serta perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan
yang terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status psikologis,
tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan mereka kepada karakteristik
lingkungan mereka (WHOQOL, 1997).

Penelitian Monti, dkk tahun 2011 di Italia menyebutkan ada hubungan kuat antara
keparahan DA dan kualitas hidup. Penelitian Aziah, dkk tahun 2002 juga menerangkan
bahwa pasien dan keluarga yang menderita DA sedang dan berat memiliki dampak yang
lebih besar dalam kualitas hidup dibandingkan dengan DA ringan (Aziah, et all., 2002;
Monti, et all., 2011). Penelitian Chamlin, dkk tahun 2004 juga menunjukkan bahwa
Dermatitis atopik sangat mempengaruhi kualitas hidup. Hal ini merupakan kerangka
konseptual

yang

komprehensif

merangkum

cara

di

mana

dermatitis

atopik

mempengaruhi kualitas hidup. Hasil penelitian Chamlin ini mendorong untuk


mengembangkan kerengka konsep instrumen kualitas hidup (Chamlin, et all., 2004).
Prevalensi penyakit dermatitis atopik di Bandar Lampung pada tahun 2011 adalah 3252
penderita baru dan 557 penderita lama dari 16542 penderita penyakit kulit dan jaringan.
Sedangkan prevalensi penyakit dermatitis atopik di Bandar Lampung pada tahun 2012
adalah 8785 penderita baru dan 1334 penderita lama dari 45254 penderita penyakit kulit
dan jaringan. Dilihat dari data tersebut, dermatitis atopik adalah dermatitis kedua
terbanyak yang sering diderita masyarakat Bandar Lampung (Data dinas Kesehatan Kota
Bandar Lampung, 2012-1013).
Berdasarkan data perevalensi yang cukup tinggi dan penelitian sebelumnya tentang
dermatitis atopik dari berbagai negara serta anjuran dari WHO untuk meneliti tingkat
kualitas hidup dari setiap penyakit , maka penulis tertarik untuk meneliti Hubungan
antara tingkat keparahan Dermatitis Atopik dengan Kualitas Hidup pada pasien di RSUD
Abdul Moeloek Lampung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan antara tingkat keparahan Dermatitis
Atopik dengan Kualitas Hidup pada pasien di RSUD Abdul Moeloek Lampung. Design

penelitian berupa analitik observasional dengan pendekatan crossectional. Adapun


metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan wawancara yang
dipandu dengan kuesioner. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua
variabel akandigunakan ujistatistik chi-square dengan nilai =0,05.

PERBANDINGAN NILAI TROMBOSIT DAN HEMATOKRIT PADA PENDERITA


PREEKLAMSI BERAT DAN PREEKLAMSI RINGAN DI RSUD DR H. ABDOLE
MOELOEK.
Hipertensi pada kehamilan adalah kondisitekanan darah mencapai nilai 140/90 mmHg atau
lebih setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau
kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan atau tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal
(Ben-zion,1994). Preeklamp sia pada kehamilan adalah kelainan malafungsi endotel
pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelahusia
kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan
endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dandijumpai
proteinuria 300 mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif
saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka

kematian Ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini
sedikit menurun jikadibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar 390 per 100.000
kelahiranhidup.

Target

adalahmenurunkan

global

Angka

MDGs

Kematian

(Millenium
Ibu

(AKI)

Development
menjadi

102

Goals)
per

ke-5

100.000

kelahiranhiduppadatahun 2015 (Infodatin, 2014)


Hipertensi pada kehamilan masih menempati urutan kedua dalam penyebab kematian ibu di
Indonesia, yaitu 26,9% di tahun 2012 dan meningkatmenjadi 27,1% di tahun 2013 ( Dinkes,
2013). Hipertensi terjadisekitar 6%-10% pada seluruh kehamilan. kelainan hipertensi dalam
kehamilan dan khususnya preeklampsia merupakan penyebab utama mortalitas danmorbiditas
pada maternal dan perinatal di negara-negara berkembang dan negara maju. Sampai saatini,
ha lini selalu dianggap bahwa kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan adalah respon

patologis (Pangemanan, 2002). Menurut Simanjuntak(1999) pada penelitian retrospektif 5


tahun (1993 1997) dijumpai 33 kasus (5,10%) kematian ibu dari 647 kasus preeklampsia
berat ( Dina, 2003).
Untuk mencegah terjadinya komplikasi perlu dilakukan deteksi dini dan monitoring penyebab
kematian ibu dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat dan terarah pada setiap ibu hamil,
bersalin dan nifas agar dapat dilakukan intervensi lebih awal. Komponen penting dalam
pelayanan kesehatan, hasil pemeriksaan laboratorium digunakan untuk penetapan diagnosis,
pemberian pengobatan pemantauan hasil pengobatan dan penentuan prognosis. Dengan
demikian diharapkan hasil pemeriksaan laboratorium yang benar dan akurat turut berperan
membantu menurunkan angka kematianibuselamamasa kehamilan, persalinan dan nifas
(Kemenkumham, 2013).
Telah diketahui pada kepustakaan memberatnya preeklamsi/eklamsi dapat dilihat dari
keadaan klinik maupun hasil pemerikasaan laboratorium.Pemeriksaan laboratorium tersebut
adalah kadar hemoglobin, kadar hematokrit, angka trombosit,kadar SGOT darah, kadar
SGPT darah, kadar kreatinin darah, kadar ureum darah, kadar protein darah dan kadar protein
urin (Gomella, 1999).
Peningkatan kadar hematokrit berhubungan dengan berat badan lahir rendah dan berat
plasenta rendah, peningkatan insiden prematuritas dan mortalitas perinatal, dan peningkatan
resistensi vaskuler perifer, dan bentuk hipertensi maternal. Pengukuran serial hematokrit
sangat bergunadalam memantau kehamilan dengan risiko tinggi terjadi insufisiensi utero
plasentadan dalam memantau bentuk penyakit yang menyebabkan kelainan hipertensi yang di
induksi kehamilan atau komplikasi kehamilan oleh retardasi pertumbuhan janin,
ataukeduanya (Pangeman, 2002).
Pada wanita preeklampsia, turunnya hitung trombosit terjadi kurang lebih bersamaan dengan
peningkatan kadar asam urat, dan keduanya mendahului perkembangan proteinuria sekitar 3
minggu (Pangeman, 2002). Kadar trombosit dan hematokrit yang dapat berpengaruh pada
kehamilan khususnya pada kasus hipertensi gestasional dan preeklamsi berat dapat menjadi
acuan pemantauan dalam mengurangi resiko angka kematia ibu. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk mengetahui perbandingan nilai trombositdan hematokrit pada penderita

preeklamsi berat dan hipertensi gestasional di Rumah SakitUmum Daerah Abdul Moeleok
Bandar Lampung..
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan nilai trombositdan hematokrit pada
penderita preeklamsi berat dan preeklamsi ringan di Rumah SakitUmum Daerah Abdul
Moeleok Bandar Lampung. Design penelitian berupa analitik observasional dengan
pendekatan crossectional. Adapun metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah
dengan rekam medik. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel
akandigunakan ujistatistik uji t-tidak berpasangan dengan nilai =0,05.

You might also like