You are on page 1of 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Keperawatan Gerontik
Menurut Nugroho (2008), gerontik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
lanjut usia dengan segala permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut
para ahli, istilah yang paling menggambarkan keperawatan pada lansai adalah gerontological
nursing karena lebih menekankan kepeada kesehatan ketimbang penyakit. Keperawatan
Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua
(KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang
mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status
fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
2.2 Fungsi Perawat Gerontik
Menurut Eliopoulous tahun 2005, fungsi perawat gerontologi adalah:
1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (Membimbing orang pada segala
2.
3.

usia untuk mencapai masa tua yang sehat).


Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
Respect the tight of older adults and ensure other do the same ( Menghormati hak orang

4.

dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang sama).
Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan mendorong kualitas

5.

pelayanan).
Notice and reduce risks to health and well being ( Memerhatikan serta mengurangi risiko

6.
7.

terhadap kesehatan dan kesejahteraan).


Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi pelayanan kesehatan).
Open channels for continued growth ( Membuka kesempatan untuk pertumbuhan

selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat, dukungan dan harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan, mendukung,
menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan perawatan restoratif dan
rehabilitatif).
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic maner ( Mengkaji,
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi perawatan individu dan perawatan secara
menyeluruh).

14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality (Membangun masa
depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each other (Saling
memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern (Mengenal dan
mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan dan kenyamanan
dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan untuk meningkatkan
perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
2.3 Tujuan dan Lingkup Keperawatan Gerontik
Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan
fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui
ilmu dan teknik keperawatan gerontik (Maryam, 2008). Lingkup asuhan keperawatan gerontik
adalah pencegahan ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk
pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk mengatas keterbatasan lansia. Sifat nya
adalah independen (mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.
2.4 Pengertian Lansia
Lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur hidup manusia (Maryam, 2008).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lansia, dikatakan bahwa lansia adalah seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Secara umum proses menjadi lansia didefinisikan sebagai perubahan yang terkait dengan waktu,
bersifat universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menimbulkan
menurunnya kemampuan lansia dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Nugroho, 2008).
2.5 Batasan Umur Lansia
Lansia dapat dibedakan berdasarkan batasan umurnya masing-masing. Menurut WHO,
ada empat tahap batasan umur lansia yaitu usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun,
usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut usia (old) antara 75-90 tahun, serta usia
sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008). Menurut Depkes RI, batasan lansia
terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa

persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54
tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 5564 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko
tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup
sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Maryam, 2008).
2.6 Perubahan pada Lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan mental, psikososial dan perubahan fisik
(Hutapea, 2005).
1) Perubahan mental
Perubahan mental pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perubahan fisik,
kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan. Perubahan mental yang
terjadi pada lansia berupa munculnya sifat egosentrik dan tamak apabila memiliki sesuatu.
Lansia cenderung tetap ingin mendapat peran di masyarakat dan apabila nanti meninggal,
lansia ingin mencapai sorga (Nugroho, 2008).
2) Perubahan sosial
Menurut Nugroho (2008), perubahan sosial yang terjadi pada lansia terjadi karena
perubahan pekerjaan seperti masa pensiun. Bila mengalami pensiun, seseorang akan
mengalami kehilangan yaitu kehilangan finansial, kehilangan status, dan kehilangan teman
untuk bersosialisasi. Sedangkan menurut Azizah (2011), perubahan sosial yang terjadi pada
lansia juga disebabkan oleh perubahan aspek kepribadian, perubahan dalam
peran sosial di masyarakat dan perubahan minat dan penurunan fungsi.
3) Perubahan fisik
a. Terjadinya perubahan pada sistem indera, dimana lensa mata lansia mulai kehilangan
elastisitas dan menjadi kaku, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh
atau dekat berkurang. Pada sistem pendengaran, mulai terjadi gangguan pada pendengaran
(Nugroho, 2008).
b. Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru-paru yang
mempersulit pernafasan sehingga dapat mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan
darah meningkat (Hutapea, 2005).
c. Perubahan pada sistem kardiovaskuler masa jantung mulai bertambah, ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan

pada jaringan ikat, konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas
paru menurun (Azizah, 2011).
d. Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh lansia menjadi rentan
terhadap alergi dan penyakit (Hutapea, 2005).
e. Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus serta
terjadinya atrofi payudara pada wanita. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
f.

spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur (Azizah, 2011).


Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat, kepekaan bau dan rasa
mulai berkurang, kepekaan sentuhan berkurang dan pendengaran berkurang, reaksi menjadi

g.

lambat, fungsi mental menurun serta ingatan visual berkurang (Hutapea, 2005).
Perubahan pada sistem perkemihan, pola berkemih menjadi tidak normal seperti banyak
berkemih di malam hari sehingga mengharuskan lansia pergi ke toilet sepanjang malam.

h.

Hal ini menunjukkan kejadian inkontinensia urine meningkat pada lansia (Azizah, 2011).
Terjadi perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan gangguan metabolisme
glukosa karena sekresi insulin yang menurun (Hutapea, 2005).
Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, hampir 80% lansia mengalami

perubahan fisik yang bersifat kronis dan mengganggu mobilitas serta kemandirian lansia (Potter
& Perry, 2005). Perubahan fisik yang paling sering terjadi pada lansia adalah pada sistem
muskuloskeletal, dimana terjadi perubahan pada kolagen yang merupakan penyebab turunnya
fleksibilitas pada lansia dan menimbulkan dampak berupa nyeri dan penurunan kemampuan otot
sehingga lansia mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Azizah, 2011).
Penyakit yang paling sering menyebabkan disabilitas pada lansia adalah golongan penyakit
atritis (Depkes RI, 2008).

Pengertian Osteoartritis
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis (sekalipun
terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali
menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas) (Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087).
Osteoarthritis adalah penyakit tulang degeneratif yang ditandai oleh pengeroposan kartilago
artikular (sendi). Tanpa adanya kartilago sebagai penyangga, maka tulang dibawahnya akan
mengalami iritasi, yang menyebabkan degenerasi sendi (Elizabeth J.Corwin, 2009).
Osteoarthritis (OA) atau penyakit degenerasi sendi ialah suatu penyakit kerusakan tulang rawan
sendi yang berkembang lambat yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat beberapa
factor resiko yang berperan. Keadaan ini berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi
tangan dan sendi besar yang mananggung beban dan secara klinis ditandai oleh nyeri,
deformitas, pembesaran sendi dan hambatan gerak. Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
osteoartritis
b. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Long, C Barbara, 1996 hal
336)
Etiologi

Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa faktor resiko
untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
a. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. Perubahan fisis dan
biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan
jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna
kuning.
b. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan
dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita
tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada
pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesisosteoartritis.
c. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari
seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat
dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya
perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak
perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis. Heberden node merupakan salah satu
bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya
terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang
terkena.
d. Kegemukan (obesitas)

Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata
tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi
juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
e. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
f. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan
yang harus dikandungnya.
g. Akibat penyakit radang sendi lain
h. Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran
sinovial dan sel-sel radang.
i. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan
membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi.
j. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
Manifestasi Klinik

a. Nyeri dan kekakuan pada satu atau lebih sendi, biasanya pada tangan, pergelangan
tangan, kaki, lutut, spina bagian atas dan bawah, panggul, dan bahu. Nyeri dapat
berkaitan dengan rasa kesemutan atau kebas, terutama pada malam hari
b. Pembengkakan sendi yang terkena, dan penurunan rentang gerak. Sendi tampak
mengalami deformitas
c. Nodus Heberden, pertumbuhan tulang di sendi interfalangeal distal pada jari tangan,
dapat terbentuk
d. Pemeriksaan menunjukkan adanya daerah nyeri tekan krepitus, dan tanda-tanda inflamasi
pada saat-saat tertentu
e. Kehilangan fungsi secara progresif
Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena
patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa
sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti
inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi
sinovitis,

meskipun

tak

dapat

memperbaiki

atau

menghentikan

proses

patologis osteoartritis.
1) Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau
profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek samping
pada saluran cerna dan ginjal
2) Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS, seperti
fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis
biasanya -1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian biasanya
untuk jangka panjang, efek samping utama adalahganggauan mukosa lambung dan
gangguan faal ginjal.
3) Injeksi cortisone. Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang
mempu mengurangi nyeri/ngilu
4) Suplementasi-visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan
mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika
osteoarhtritis pada lutut.
b. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik.
Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-

alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut
berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
c. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi
program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat
mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
d. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang menahun
dan

ketidakmampuannya

yang

ditimbulkannya.

Disatu

pihak

pasien

ingin

menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut


memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alatalat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
e. Persoalan Seksual.
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang
belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena
biasanya pasien enggan mengutarakannya.
f. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi pemakaian
panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang
diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang
masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum
pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik,
ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas. Program latihan
bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya atropik
pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik dari pada isotonik karena
mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada
tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi
otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran penting terhadap perlindungan
rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
g. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang
nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah
osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi
untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.

1) Penggantian engsel (artroplasti). Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti
dengan alat yang terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis.
2) Pembersihan sambungan (debridemen). Dokter bedah tulang akan mengangkat
serpihan tulang rawan yang rusak dan mengganggu pergerakan yang menyebabkan
nyeri saat tulang bergerak.
3) Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan remaja. Penataan
dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima beban saat bergerak.
h. Terapi konservatif
Terapi konvertif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan, upaya
untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan sendi yang berlebihan
pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi ( bidai
penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl dan fisioterapi dapat
membantu pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.
Pencegahan
Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal berikut:
a. Konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-kacangan
b. Minum obat yang direkomendasikan dokter.
c. Pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu saat beraktivitas untuk mengurangi
bahaya.
d. Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang.
e. Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada seluruh sambungan
tulang.
f. Pilih sepatu yang tepat.
g. Ketahui batas kemampuan gerakan dan kemampuan mengangkat beban.
h. Teknik relaksasi juga dapat membantu, seperti mengambil napas dalam dan
hipnosis.

Maryam, R.S., Ekasari, M.F., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I. (2008). Mengenal Usia Lanjut
dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta : EGC
Smeltzer C. Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Alih Bahasa Andry Hartono, dkk. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku edisi 3. Jakarta : EGC
Zairin, Noor Helmi. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC

Idrus, Alwi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi V, jilid III. Jakarta : Internal
Publishing
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal : Aplikasi Pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta : EGC

You might also like