You are on page 1of 52

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I

Materi:
SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK

Oleh:
Kelompok

: IV / Selasa Pagi

Emiwati Simanjuntak

NIM:21030115120084

Nurdin Hariyadi

NIM: 21030115120057

Shara Maurina

NIM:21030115140197

Laboratorium Dasar Teknik Kimia I


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang
2015

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I

Materi:
SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK

Oleh:
Kelompok

: IV / Selasa Pagi

Emiwati Simanjuntak

NIM:21030115120084

Nurdin Hariyadi

NIM: 21030115120057

Shara Maurina

NIM:21030115140197

Laboratorium Dasar Teknik Kimia I


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang
2015

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
HALAMAN PENGESAHAN

1. Materi Praktikum

: Spektrofotometri Organik

2. Kelompok

: IV/Selasa Pagi

3. Anggota

1. Nama

: Shara Maurina

NIM

: 21030115140197

Jurusan

: S1-Teknik Kimia

Universitas / Institut / Politeknik

: Universitas Diponegoro

2. Nama

: Emiwati Simanjuntak

NIM

: 21030115120084

Jurusan

: S1-Teknik Kimia

Universitas / Institut / Politeknik

: Universitas Diponegoro

3. Nama

: Nurdin Hariyadi

NIM

: 21030115120057

Jurusan

: S1-Teknik Kimia

Universitas / Institut / Politeknik

: Universitas Diponegoro

Telah disahkan pada :


Hari

Tanggal

Semarang, 10 Desember 2015


Mengesahkan,
Asisten Pembimbing

Emma Pubaningdyah
NIM 210301130120063

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

ii

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan resmi
LDTK 1 materi spektrofotometri organik dengan lancar dan sesuai dengan harapan.
Penyusunan Laporan Resmi Praktikum Dasar Teknik Kimia 1 ditujukan untuk
memenuhi tugas Praktikum Dasar Teknik Kimia 1 di semester 1.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Muhammad Rustam dan
Ibu Dini Iswandari selaku Laboran Laboratarium Dasar Teknik Kimia 1, Saudara
Latif Alfian Zuhri selaku koordinator Asisten Laboratarium Dasar Teknik Kimia 1,
Saudari Emma Pubaningdyah selaku Asisten Pembimbing dan semua Asisten
Laboratarium Dasar Teknik Kimia 1.
Laporan ini berisi materi spektrofotometri organik yang mana spektrofotometri
ini merupakan metode analisa untuk menentukan identitas suatu komponen atau
konsentrasi didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis di suatu larutan
berwarna. Tujuan laporan ini untuk menentukan konsentrasi antosianin pada
semangka dan menentukan kurva hubungan konsentrasi antosianin vs absorbansi.
Tak ada gading yang tak retak, untuk itu apabila ada

kesalahan dalam

laporan resmi Laboratorium Dasar Teknik Kimia 1 ini, penulis minta maaf dan
mengharapkan saran dan kritiknya yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
laporan resmi ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang
melakukan praktikum.

Semarang, 10 Desember 2015

Penulis

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

iii

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... ............................................................................ ii


PRAKATA... .......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
INTISARI .............................................................................................................. vii
SUMMARY............................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN. .................................................................................. ... 1
I.1.

LATAR BELAKANG. 1

I.2.

TUJUAN PERCOBAAN. 1

I.3.

MANFAAT PERCOBAAN. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.... 2


BAB III METODE PERCOBAAN........ 5
III.1.

BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN... .............................. 5

III.2.

GAMBAR ALAT ............................................................................. 5

III.3.

KETERANGAN GAMBAR ............................................................. 6

III.4.

CARA KERJA .................................................................................. 6

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. 9


IV.1.

HASIL PERCOBAAN.......................... 9

IV.2.

PEMBAHASAN ....... 11

BAB V PENUTUP..... 15
V.1.

KESIMPULAN .. 15

V.2.

SARAN............................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 16


LAMPIRAN
A.

LEMBAR PERHITUNGAN. ............................................................ A-1

B.

LAPORAN SEMENTARA ............................................................... B-1

C.

REFERENSI ...................................................................................... C-1

LEMBAR ASISTENSI

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

iv

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Hubungan Antara Energi Teradsorbsi dengan Gerakan Molekul.......2

Tabel 2.2

Spektrum Sinar Tampak dan Warna Komplementer..2

Tabel 4.1

Menentukan Panjang Gelombang Optimum.. 9

Tabel 4.2

Larutan Rosella VS Absorbansi. 9

Tabel 4.3

Faktor Pengenceran.....9

Tabel 4.4

Antosianin Larutan Rosella Pada Panjang Gelombang 520 nm dan 700


nm..10

Tabel 4.5

Absorbansi

Pada

Larutan

Rosella

Pada

Panjang

Gelombang

Optimum10

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Absorbsi cahaya oleh larutan contoh ....................................... 2

Gambar 3.1

Spektrofotometer OPTIMA SP-300 ......................................... 4

Gambar 3.2

Beaker Glass 250 ml ................................................................. 5

Gambar 3.3

Tabung Reaksi dan Raknya ...................................................... 5

Gambar 3.4

Pipet Ukur ................................................................................. 5

Gambar 3.5

pH Meter ................................................................................... 5

Gambar 3.6

Beaker Glass 50 cc ................................................................... 5

Gambar 3.7

Cuvet ......................................................................................... 5

Gambar 4.1

Kurva Absorbansi vs Konsentrasi ............................................. 13

Gambar 4.2

Kurva Panjang Gelombang vs Absorbansi ............................... 13

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

vi

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
INTISARI
Spektrofotometri merupakan percobaan yang dapat digunakan untuk
menganalisa konsentrasi suatu zat didalam larutan berdasarkan absorbansi
terhadap warna dari larutan pada panjang gelombang tertentu. Metode ini
merupakan metode yang sangat sederhana untuk menganalisis jumlah(konsentrasi)
sampel yang sangat kecil.
Persen transmitan adalah pembanding antara intensitas cahaya keluar dari
sampel terhadap intensitas yang masuk. Menurut hukum Lambert serapan
berbanding lurus dengan ketebalan sel yang disinari, dengan bertambahnya sel
maka serapan akan bertambah. Metode analisis spektrofotometri ada tiga yaitu
metode standar tunggal, metode kurva kalibrasi, dan metode adisi standar.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rosella 100ml, aquadest,
KCl 20ml, natrium asetat 20ml. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer
optima sp-300, empat buah beaker glass 50cc, enam tabung reaksi beserta satu rak
tabung reaksi, satu pipet ukur 10cc, pH meter, satu beaker glass 250ml . Langkah
kerja yang dilakukan antara lain kalibrasi alat, menentukan panjang gelombang
optimum, lalu menentukan kadar antosianin dalam rosella.
Setelah melakukan percobaan data yang kami peroleh adalah panjang
gelombang optimumnya adalah sebesar 520nm. Dan kadar antosianin dalam rosella
yang kami temukan adalah 0,1669 ppm sedangkan kadar antosianin dalam jurnal
adalah 3,07 ppm.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah panjang gelombang optimum dan
kadar antosianin yang ditemukan berturut-turut sebesar 520nm dan 0,1669 ppm.
Faktor yang dapat mempengaruhi percobaan meliputi larutan yang tidak homogen,
pH, cahaya. Agar data yang dihasilkan akurat maka harus ada saran seperti
memastikan nilai %T yang tertera di LCD digital harus benar-benar berhenti,
memastikan bahwa sampel yang digunakan memiliki %T dan selalu menggunakan
pH meter untuk menentukan pH.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

vii

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
SUMMARY
Spectrophotometry is an experiment that can be used to analyze the
concentration of a substance in the solution based on the colour of the solution
absorbance at a particular wavelength. This method is a very simple method for
analyzing the amount (concentration) of a very small sample.
Percent transmittance is a comparison between the intensity of light coming
out of a sample based on the incoming intensity. According to Lambert law
absorption is directly proportional to the thickness of the irradiated cells, the cells
increasing then the uptake will increase. Three spectrophotometric analysis method
are the method of a single standard, method calibration curve and standard addition
method.
Materials used in this experiment are rosella ecstract 100ml, distilled water,
KCl 20 ml, 20 ml of sodium acetate. The tools used are spectrophotometers optima
sp-300, four beaker glass 50 cc, six reaction tube along with a reaction tube rack, a
measuring pipette 10 cc, pH meter, a 250 ml beaker glass. The steps include
calibration; determine the optimum wavelength, and then determining the levels of
anthocyanins in Rosella.
After the experiment, data that we collect are the optimum wavelength is 520
nm. Anthocyanin levels in Roselle that we found is 0.1669 ppm while the anthocyanin
content in the journal is 3.07 ppm.
The conclusion that can be drawn is the optimum wavelength and
anthocyanin levels are found respectively at 520 nm and 0.1669 ppm. Factors that
may affect the experiment include the solution is not homogeneous, pH and light. So
that the resulting data is accurate like it should be we suggest to ensuring value% T
printed on digital LCD should be completely stopped, ensure that the sample used
has a% T and always use a pH meter to determine the pH.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

viii

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Spektrofotometri dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi suatu zat di
dalam larutan berdasarkan absorbansi terhadap warna dari larutan pada panjang
gelombang tertentu. Metode spektrofotometri memerlukan larutan standar yang
telah diketahui konsentrasinya. Larutan standar terdiri adari beberapa tingkat
rendah sampai konsentrasi tinggi.
Keuntungan utama dalam pemilihan metode ini adalah metode ini merupakan
metode yang sangat sederhana untuk menetapkan kulaitas yang sangat kecil.
Spektrofotometri diaplikasikan dalam menentukan beberapa parameter ekologi
laut. Tingkat kesuburan suatu perairan ditunjukkan oleh besarnya produksi zat
organik yang dihasilkan atau disebut juga produktifitas primer. Salah satu cara
yang sudah umum dan luas dipakai adalah mengetahui banyaknya boimassa
plankton di laut dengan menetukan kadar klorofil fitoplankton dengan metode
spektrofotometri.
I.2. Tujuan Percobaan
a. Menentukan panjang gelombang optimum antosianin dengan
spektrofotometer metode spektrofotometri.
b. Menentukan kurva hubungan konsentrasi antosianin vs absorbansi pada
panjang

gelombang

optimumnya

dengan

spektrofotometer

metode

spektrofotometri.
c. Menentukan konsentrasi antosianin pada sampel dengan sepektrofotmeter
metode spektrofotometri.
I.3. Manfaat percobaan
Mahasiswa mampu melakukan analisa kuantitatif secara akurat suatu zat kimia
dengan menggunakan spektrofotometer.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri adalah kata yang digunakan untuk ilmu yang mengacu


pada absorbs, emisi, scattering, dan cahaya, dari suatu molekul, ion, dan atom.
Spektrofotometri (teknik spectroscopy) merupakan metode analisa untuk menentukan
identitas suatu komponen / konsentrasi dalam larutan yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis di suatu larutan berwarna.
Tabel 2.1. Hubungan Antara Energi Terabsorbsi Dengan Gerakan Molekul
Gerakan

Cahaya

Molekul

yang

Energi

Diabsorbsi

Rotasi

Microwave, Infrared

Rendah

Vibrasi

Infrared

Sedang

Tampak, Ultraviolet

Tinggi

Transit Elektron

Kisaran spektrum elektromagnetic seperti infrared, sinar tampak,


ultraviolet atau X-ray dapat digunakan untuk berinteraksi dengan suat zat. Alat yang
dipakai pada praktikum ini dapat disebut juga dengan colorimeter, karena dapat
mengukur absorpsi cahaya pada spektrum sinar tampak.
Skema dari proses absorpsi cahaya oleh suatu larutan contoh dapat dilihat pada
gambar 1.

Gambar 2.1 Absorpsi cahaya oleh larutan contoh.

Persen transmitan adalah pembanding antara intensitas cahaya yang keluar dari
sampel terhadap intensitas yang masuk : %T = I/I0 x 100 % sedangkan absorbansi
dinyatakan sebagai A = log 1/T = - log I/I0 = 2 log %T.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Tabel 2.2 Spektrum Sinar Tampak Dan Warna Komplementer ( Vogel 1989)
Panjang

Gelombang Warna (Terabsorbsi) WarnaKomplementer

(nm)

(Terlihat)

400 435

Violet

Kuning Hijau

435 480

Biru

Kuning

480 490

Hijau Biru

Orange

490 500

Biru Hijau

Merah

500 560

Hijau

Ungu

560 580

Kuning Hijau

Violet

580 595

Kuning

Biru

595 610

Orange

Hijau Biru

610 750

Merah

Biru Hijau

Banyaknya cahaya/sinar yang diabsorbsi tergantung pada jenis larutannya,


panjang sel/kuvet, konsentrasi larutan. Parameter tersebut dapat dinyataan secara
matematis dengan hukum Beer :
A=log (Io/It) = abc. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3)
dengan: Io

=Intensitas sinar datang

It

=Intensitas sinar yang diteruskan

=Absorbansi

=Absorbtivitas

=Panjang cuvet (cm)

=Konsentrasi (mg/L)

Pada praktikum ini nilai a dan b tidak berubah , sehingga nilai ab dianggap
sebagai konstanta baru (k) ,sehingga persamaan (3) A= k.c dapat dinyatakan
dengan persamaan garis lurus. Dari hukum Beer dapat dinyatakan juga bahwa
hubungan antara absorbansi vs konsentrasi akan memberikan garis lurus.
(Underwood, 1999).
Hukum Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri yang mana
konsentrasi dapat dihitung berdasarkan persamaan (3) di atas. Absorptivitas (a)
merunkan konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan
intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada
suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK

2.2 Metode Analisis Spektrofotometri


Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrofotometri.
Ketiga teknik tersebut adalah Metode Standar Tunggal, Metode Kurva Kalibrasi,
Metode Adisi Standar. Pada praktikum ini, metode yang digunakan adalah Metode
Kurva Kalibrasi.

Metode Kurva Kalibrasi


Dalam Metode ini dibuat suatu larutan standar dengan berbagai konsentrasi
dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah
selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan
absorbansi (A) yang akan merupakan garis lurus mekewati titik nol dengan
slope = .b atau slope = a.b. Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah
absorbansi lantan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi
atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan
menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Bahan dan Alat


3.1.1.Bahan
1. Air demin secukupnya
2. KCl 20 ml
3. Natrium Asetat 20 ml
4. Ekstrak bunga rosella 100 ml
3.1.2. Alat
1. Spektrofotometri Optima Sp-300
2. buah beakerglass 250ml
3. 6 tabung reaksi beserta 1 rak tabung reaksi
4. 1 pipet ukur 10 cc
5. pH meter
6. 4 buah beaker glass 50 cc
3.2. Gambar Alat Utama
Keterangan:
1. Tempat sampel
2. Pengontrol panjang gelombang
3. Indikator power ON/OFF
4. Pembacaan LCD Digital
5. Tombol pengganti Mode
6. Tombol control 100% T
7. Tombol control 0% T

Gambar 3.1 Spektrofotometri Optima Sp-300

8. Tombol print
9. Jendela pembacaan panjang gelombang

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK

Gambar 3.2 Beaker Glass 250 ml

Gambar 3.4 Pipet Ukur

Gambar 3.5 Beaker Glass 50cc

Gambar 3.3 Tabung Reaksi dan Rak

Gambar 3.4 pH meter

Gambar 3.4 Cuvet

3.3.Prosedur Praktikum
3.3.1. Menentukan panjang gelombang optimum untuk antosianin.
1. Optima sp-300 dihidupkan dengan menekan tombol power (3)
sampai bunyi klik, dan indikator lampu menyala. Menunggu 20
menit untuk pemanasan alat sebelum digunakan.
2. Dengan tombol 5, mode pembacaan transmitansi (T) diatur

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
3. Panjang gelombang yang diinginkan diatur dengan menggunakan
tombol (2)
3.3.2. Cara kalibrasi alat spektrofotometri
1. Tempat sampel (1) pada spektrofotometer dikosongkan.
2. Skala pembacaan transmitan diatur 0% menggunakan tombol (7).
3. Cuvet (seperti barang yang sederhana tetapi dari bahan gelas dengan
super kualitas, berharga 3 juta) diambil dan dibersihkan kemudian
diisi dengan air demin sampai nya (disebut dengan blangko).
Bagian luar cuvet dibersihkan dengan kapas secara hati-hati (jangan
sampai tergores).
4. Tutup sampel pada spektrofotometer (1) dibuka , dan tempat kuvet
diambil.
5. Cuvet dimasukkan pada tempat kuvet dengan sisi yang terang
menghadap ke luar dan kembali ditutup (tinggi larutan disesuaikan
dengan tanda yang ada).
6. Pembacaan transmitan diatur 100% (A=0) untuk larutan blangko
menggunakan tombol (6).
7. Cuvet diambil dari tempat sampel kemudian ditutup. Pembacaan
skala transmitan dapat dilihat pada layar (4). Dalam tahap ini
pembacaan transmitan harus 0%. Jika tidak, diulangi dari langkah 3
hingga pembacaan diperoleh pembacaan transmitan yang konsisten.
8. Jika sudah diperoleh pembacaan untuk 0 % dan 100% konsisten,
cuvet disimpan dengan larutan blangko tersebut sampai praktikum
selesai.
9. Cuvet lainnya diisi dengan larutan sampel, bagian luar cuvet
dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam tempat sampel, dan ditutup
kembali, skala transmitan dapat dibaca pada layar (4) dan hitung
absorbansinya, A =2-log %T.
10. Panjang gelombang dinaikkan setiap 10nm dengan menggunakan
tombol (2), ulangi langkah 1 sampai 7.
11. Kurva hubungan antara absorbansi versus panjang gelombang
dibuat, kemudian tentukan nilai panjang gelombang optimum untuk
jenis larutan target.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
3.3.3. Membuat kurva kalibrasi antara absorbansi versus
konsentrasi antosianin.
1. Larutan berwarna dibuat pada berbagai variasi sampel.
2. Panjang gelombang diatur sesuai dengan hasil yang diperoleh pada
tujuan (a) menggunakan tombol (2).
3. Alat spektrofotometri dikalibrasi (langkah 1 sampai 6).
4. Cuvet lainnya diisi dengan larutan sampel no. 2, Cuvet dibersihkan
bagian luarnya,

dimasukkan ke dalam tempat sampel, ditutup

kembali, dibaca skala transmitan dan dihitung absorbansinya , A=2log (%T). Lalu diulangi untuk sampel no. 3, 4, 5, dan 6.

3.3.4. Menentukan kadar antosianin total dalam larutan.


1. Larutan KCl 0,025 M dibuat sebagai larutan buffer pH 1. Kemudian
diukur pHnya dan diatur pHnya supaya mempunyai pH 1 dengan
menggunakan larutan HCl.
2. Larutan Natrium Asetat (CH3CO2.Na3H2O) 0,4 M dibuat. Kemudian
diukur pH nya dan diatur pHnya supaya larutan mempunyai pH 4,5
dengan menggunakan larutan HCl.
3. 1 buah beaker glass 50cc diisi dengan larutan no.2 sebanyak 5ml
dengan pipet ukur. pH larutan dibuat sama dengan 1 dengan
menambahkan larutan buffer KCl dengan pipet ukur , hitung berapa
jumlah volume yang telah ditambahkan sehingga pH=1. Hal serupa
dilakukan untuk sampel no. 3,4,5, dan 6.
4. Panjang

gelombang diatur pada 520 nm, kemudian

dlakukan

kalibrasi alat langkah 1-6 (dilakukan untuk setiap pergantian


panjang gelombang). Setelah itu, dimasukkan larutan no.2 dengan
pH=1 kedalam cuvet hingga bagian. % transmitan dicatat dan
hitung absorbansinya, begitu juga untuk sampel no.3,4,5,dan 6.
5. Panjang gelombang diatur pada 700 nm. Kemudian lakukan
kalibrasi alat langkah1-6 (dilakukan untuk setiap pergantian
panjang gelombang). Setelah itu, masukkan larutan no.2 pH 1 ke
dalam cuvet hingga bagian. % transmitan dicatat dan hitung
absorbansinya, begitu juga untuk sampel no. 3,4,5, dan 6.
6. Ulangi langkah 1-5 dengan membuat pH larutan sama dengan 4,5

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
dengan menambah larutan buffer Na Asetat.
7. Konsentrasi antosianin dihitung sesuai dengan rumus :

. . . . . . . . . . . .(4)

8. Persamaan Beer untuk konsentrasi antosianin ,

dibuat dengan

persamaan :
A = kc

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(5)

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
Tabel 4.1 Menentukan panjang gelombang optimum
%T

480nm

4,2

1,3767

490nm

3,5

1,4559

500nm

3,6

1,4436

510nm

3,2

1,4948

520nm

3,1

1,5086

530nm

3,5

1,4559

540nm

4,0

1,3187

550nm

7,8

1,1079

560nm

13,4

0,8728

Tabel 4.2 Larutan rosella vs absorbansi


%Rosella

%T

0%

100

0,1477 M

20%

70,5

0,1518

0,8536 M

40%

28,9

0,5391

2,177 M

60%

13,6

0,8664

2,6720 M

80%

4,4

1,3565

2,8464 M

Tabel 4.3 Faktor pengenceran


%Rosella

Vo

VpH1

VpH4,5

dFpH1

dFpH4,5 dFrata-rata

0%

5ml

6ml

9ml

1,2

1,8

1,5

20%

5ml

7,5ml

8ml

1,5

1,6

1,55

40%

5ml

6,5ml

8,5ml

1,3

1,7

1,5

60%

5ml

7,5ml

8ml

1,5

1,6

1,55

80%

5ml

8ml

7,5ml

1,6

1,5

1,55

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

10

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Tabel 4.4 Antosianin larutan rosella pada panjang gelombang 520nm dan 720nm
%Rosella

%T (520nm)
pH 1

pH

A(520nm)
pH 1

%T(700nm)

pH 4,5

pH 1

4,5

pH

A(700nm)
pH 1

pH 4,5

4,5

0%

93,5

89,4

0,029

0,0486

95,4

85,2

0,0204

0,0695

20%

52,1

71,5

0,2831

0,1456

93,1

86,3

0,0310

0,0639

40%

26,3

62,1

0,5880

0,2069

89,3

77,5

0,0491

0,1106

60%

16,2

41,2

0,7904

0,3169

86

74,9

0,0655

0,1255

80%

8,5

30,2

1,0705

0,5199

82,9

79,6

0,0814

0,0990

Tabel 4.5 Absorbansi pada larutan rosella pada panjang gelombang optimum
%Rosella

%T

35%

31,8

0,4975

45%

30,8

0,5114

55%

22,11

0,6497

4.2 Pembahasan
4.2.1 Perbandingan konsentrasi antosianin pada praktikum dengan jurnal
C35% =

C45% =

C55% =

0,4975+0,1655
4,302
0,5114+0,1655
4,302
0,6497+0,1655
4,302

Crata-rata =

= 0,1541 ppm

= 0,1573 ppm

= 0,1894 ppm

C35%+ C45%+ C55%


3
0,1541+0,1573+0,1894
3

0,5008
3

= 0,1669 ppm

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

11

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan kami memperoleh hasil
kosentrasi antosianin pada ekstrak rosella adalah sebesar 0,1669mg/L,
sedangkan pada jurnal diperoleh hasil 3,07 mg/L. Hal ini disebabkan karena:
1. Larutan yang tidak homogen
Larutan yang tidak homogeny menyebabkan antosianin tidak tersebar
secara merata dalam sampel sehingga pengukuran antosianin tidak maksimal dan
nilai absorbansi yang didapat lebih kecil dan menyebabkan nilai konsentrasi
yang didapat kecil. Sesuai dengan hokum Lambert-Beer nilai absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi. (Abdurohman, 2013)
2. Pengaruh pH
Pada saat pengaturan pH, larutan sampel yang terlalu sedikit
mengakibatkan kadar pengenceran yang berbeda untuk masing-masing sampel
0%, 20%, 40%, 60%, 80% sehingga pada saat pengukuran pH hasilnya kurang
tepat menjadi besar. Semakin besar pH maka nilai absorbansi kecil dan
konsentrasi juga kecil. (Firdaus, 2011)
3. Pengaruh cahaya
Kondisi laboratorium yang memiliki banyak jendela besar membuat
sampel yang digunakan banyak terpapar cahaya matahari. Cahaya matahari
berpengaruh terhadap konsentrasi antosianin, yaitu mampu mendegradasi
pigmen antosianin dan membentuk kalkon yang tidak berwarna. Energi yang
dikeluarkan cahaya memicu terjadinya reaksi fitokimia atau fitooksidasi yang
dapat membuka cincin antosianin. Paparan yang lebih lama menyebabkan
degradasi lanjutan. Hal tersebut menyebabkan kadar antosianin yang
ditemukan lebih kecil dari kadar asli. (Anonim, 2013)
4.2.2 Perbandingan panjang gelombang optimum pada praktikum dengan
jurnal
Panjang gelombang optimum adalah panjang gelombang yang
menghasilkan nilai absorbansi terbesar. Dalam percobaan kami,nilai
absorbansi terbesar yaitu:
A = 2-log%T
A = 2-log3,1
A = 1,5086

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

12

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Dan terletak pada panjang gelombang 520 nm, sedangkan pada jurnal
diperoleh panjang gelombang 540nm. Panjang gelombang optimum yang
kami peroleh lebih kecil disebabkan karena:
1. Pelarut yang digunakan pada jurnal untuk ekstraksi bunga rosella
adalah etanol dengan variasi konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan
96% pada temperatur ruang yang sama maka kepolarannya lebih
rendah dari pelarut air sehingga panjang gelombang yang kami
temukan lebih kecil. (Nurlela, 2011)
2. Perbedaan temperatur ekstraksi antara percobaan yang dilakukan
dengan jurnal. Pada jurnal yang ditemukan nilai absorbansi yang
ditemukan cenderung meningkat seiring meningkatnya temperatur
maserasi. Pada jurnal nilai absorbansi maksimum terletak pada suhu
90C. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di jurnal bahwa
dengan temperatur kamar 60C diperoleh hasil ekstraksi terbaik pada
suhu kamar. Karena semakin tinggi temperatur ekstraksi maka
kecepatan pindahan massa dari solut ke solven akan semakin tinggi.
(Mardiah, 2010)
4.2.3

Metode Pengambilan Antosianin


1. Meserasi
Meserasi ditentukan dengan cara merendam 100 gram serbuk kelopak
bunga rosella dengan 300ml pelarut etanol pada 5C selama 24 jam.
Lalu disaring dan diambil filtratnya.
2. Sokshietasi
100 gram serbuk kelopak bunga rosella diekstraksi dengan sroket
dalam pelarut etanol 78C selama 8 jam, kemudian diambil filtratnya.
(Nurlela, 2011)

4.2.4

Fenomena antosianin pada pH=1 dan pH=4,5


Pada pH 1, antosianin berbentuk senyawa oxonium, keadaan yang
semakin asam aplagi mendekati pH 1 akan menyebabkan banyaknya
pigmen antosianin berada dalam bentuk kation flavilium atau oxonium
yang berwarna dan pengukuran absorbansi akan menunjukkan jumlah
antosianin yang lebih besar. Pada pH 4,5 yakni pada asam lemah. Kation
flavium berubah ke bentuk yang lebih stabil hemiketel yang tidak
berwarna dan berbentuk kalkon. Pada percobaan pH 4,5 membuat larutan

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

13

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
berwarna tidak sepekat pH 1 karena telah terjadi degradasi warna, sebab
antosianin lebih stabil dalam asam daripada alkali atau netral. (Firdaus,
2010)

4.2.5

Grafik hubungan panjang gelombang vs absorbansi dan absorbansi


vs konsentrasi
1.6
1.4
1.2

y = 0.4302x - 0.1655
R = 0.8599

Absorbansi

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2

0.5

1.5

2.5

Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.1 Grafik hubungan konsentrasi vs absorbansi


1.8
1.6

Absorbansi

1.4
1.2

y = -0.0056x + 4.2391
R = 0.5135

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
460

480

500

520

540

560

580

Panjang gelombang (nm)

Gambar 4.2 Grafik hubungan panjang gelombang vs absorbansi

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

14

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1.

Panjang gelombang optimum antosianin yang kami temukan adalah


520 nm sedangkan panjang gelombang optimum antosianin yang
sebenarnya adalah 540 nm.

2.

Kurva hubungan antara konsentrasi dan absorbansi pada panjang


gelombang optimum disebut kurva standar. Dimana semakin besar
konsentrasi maka semakin besar pula nilai absorbansi.

3.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil dan percobaan


antosianin yaitu : pH, larutan yang tidak homogen dan pengaruh
cahaya.

4.

Kadar antosianin pada sampel yang kami temukan 0,1669 ppm.

5.

Antosianin mempunyai berbagai manfaat, antara lain sebagai pewarna


alami pada berbagai produk pangan dan sebagai antioksidan dalam
tubuh.

5.2 Saran
1.

Sebaiknya memastikan bahwa sampel yang digunakan mempunyai


nilai %T (tidak nol) sebelum memulai percobaan. Apabila bernilai nol,
lakukan pengenceran secukupnya.

2.

Saat mendata nilai %T pastikan bahwa angka yang tertera pada LCD
digital telah berhenti.

3.

Saat menentukan pH hendaknya menggunakan pH meter bukan


indikator pH.

4.

Apabila pada LCD digital ketika %T lebih dari 100 saat pengujian
sampel maka matikan spektrofotometer dan ulangi langkah dari awal.

5.

Sebaiknya alat-alat yang digunakan dijaga agar tetap bersih.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

15

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
DAFTAR PUSTAKA
Barners, kw, dkk.(2005). Determination of Totalmorometricantosianin
pigmencontent of

Fruit Juice, Beverage, Natural Colorants, and


pH.1950, unit proses in

Louise Bythe ph Differential Groggins,

organic syntesis (5th ed), PP 700 783. New York : Mc.Graw Hill
Book Company Inc.
J.pharm.

(2006)

Solubilization

and

Quantificationolycopeneinaqueousmediaithe System. diakses dari


Cyclodextrin Binari pada tanggal 4 mei 2013.
Kerr, R.W. (1950). Chemystri and Industri of Starch (2nd ed), PP 375-403.
New York : Academic Press Inc.
Method Collaboration Study. Journal of AOA Cinternational, Vol 85, rb.5, PP
1269-1278.
Munkramin, Baso. (2012). Spektrofotometri-absorbansi dan Konsentrasi (
hukum labert beer ) diakses pada tanggal 27 April 2013
Nurlela. (2011). Ekstraksi dan Uji Stabilitas zat warna alami dari bunga
kembang sepatu dan Bunga Rosella, Vol. 2 No. 3 PP(459-467).
Penelope, Perkins Veanic. (2002). Composition of Orange, Yellow, and Red
Fleshes Watermelon. Diakses pada tanggal 2 Juni 2013.
Underwood, A.I. And Day R.A.(1983).Analisa kimia kuantitatif 5th edition.
Diterjemahkan oleh R.Soendoro. Jakarta : Erlangga
Vogel. (1989). Textbook of Quantitatif Chemical Analysis, PP 645-676. New
York : Longman Scientific and Technical.
Winarti, Sri.(2010). Stabilitas warna merah Ekstrak Bunga Rosella untuk
pewarna Makanan dan Minuman, Vol.11 No. 2 PP(87-93).
Woodman, A.(1941).

Food

analysis (4 ed), PP 264-261. NewYork : Mc

Hill Book Company Inc.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

16

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK

LAMPIRAN
A

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK

LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I
Materi:
SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK

Oleh:
Kelompok

: IV / Selasa Pagi

Emiwati Simanjuntak

NIM:21030115120084

Nurdin Hariyadi

NIM: 21030115120057

Shara Maurina

NIM:21030115140197

Laboratorium Dasar Teknik Kimia I


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang
2015

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

A-1

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
I. Tujuan Percobaan
a. Menentukan panjang gelombang optimum antosianin dengan
spektrofotometer metode spektrofotometri.
b. Menentukan kurva hubungan konsentrasi antosianin vs absorbansi
pada panjang gelombang optimumnya dengan spektrofotometer
metode spektrofotometri.
c. Menentukan

konsentrasi

antosianin

pada

sampel

dengan

sepektrofotmeter metode spektrofotometri.


II. Percobaan
1.1
Bahan Yang Digunakan
1.
Air demin secukupnya
2.
KCl 20ml
3.
Natrium Asetat 20ml
4.
Sampel 100ml
1.2
Alat Yang Dipakai
1.
Spektrofotometri Optima Sp-300
2.
buah beakerglass 250ml
3.
6 tabung reaksi beserta 1 rak tabung reaksi
4.
1 pipet ukur 10 cc
5.
pH meter
6.
4 buah beaker glass 50 cc
3.2. Gambar Alat Utama
Keterangan:
1. Tempat sampel
2. Pengontrol panjang gelombang
3. Indikator power ON/OFF
4. Pembacaan LCD Digital
5. Tombol pengganti Mode
6. Tombol control 100% T
7. Tombol control 0% T
8. Tombol print
9. Jendela pembacaan panjang gelombang

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

A-2

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Panjang gelombang optimum
%T

480nm

4,2

1,3767

490nm

3,5

1,4559

500nm

3,6

1,4436

510nm

3,2

1,4948

520nm

3,1

1,5086

530nm

3,5

1,4559

540nm

4,0

1,3187

550nm

7,8

1,1079

560nm

13,4

0,8728

Kurva Kalibrasi Basis 10ml


%Rosella

%T

0%

100

0,1477 M

20%

70,5

0,1518

0,8536 M

40%

28,9

0,5391

2,177 M

60%

13,6

0,8664

2,6720 M

80%

4,4

1,3565

2,8464 M

Kurva Kalibrasi 2
%Rosella

Vo

VpH1

VpH4,5

dFpH1

dFpH4,5 dFrata-rata

0%

5ml

6ml

9ml

1,2

1,8

1,5

20%

5ml

7,5ml

8ml

1,5

1,6

1,55

40%

5ml

6,5ml

8,5ml

1,3

1,7

1,5

60%

5ml

7,5ml

8ml

1,5

1,6

1,55

80%

5ml

8ml

7,5ml

1,6

1,5

1,55

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

A-3

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Antosianin larutan rosella pada panjang gelombang 520nm dan 720nm
%Rosella

%T (520nm)
pH 1

pH

A(520nm)
pH 1

pH 4,5

%T(700nm)
pH 1

4,5

pH

A(700nm)
pH 1

pH 4,5

4,5

0%

93,5

89,4

0,029

0,0486

95,4

85,2

0,0204

0,0695

20%

52,1

71,5

0,2831

0,1456

93,1

86,3

0,0310

0,0639

40%

26,3

62,1

0,5880

0,2069

89,3

77,5

0,0491

0,1106

60%

16,2

41,2

0,7904

0,3169

86

74,9

0,0655

0,1255

80%

8,5

30,2

1,0705

0,5199

82,9

79,6

0,0814

0,0990

Absorbansi pada larutan rosella pada panjang gelombang 520nm


%Rosella

%T

35%

31,8

0,4975

45%

30,8

0,5114

55%

22,11

0,6497

AxMWxDF rataratax1000
C=
A=(A520-A700)pH1-(A520-A700)pH4,5
Exb
(0,02910,0204)(0,04860,0695)x449,2x1000x1,5
C0%=
26900x5
0,0087+0,0209x449,2x1000x1,5
=
=1,477ppm
134500
(0,28310,0310)(0,14560,0639)x449,2x1,5x1000
C20%=
26900x5
0,1704x449,2x1000x1,5
=
=0,8536M
134500
(0,58000,0491)(0,20690,11067)x449,2x1,5x1000
C40%=
26900x5
0,53090,0963x449,2x1,5x1000
=
=2,177ppm
134500
(0,79040,0655)(0,31690,1255)x449,2x1,5x1000
C60%=
26900x5
0,5335x449,2x1,5x1000
=
=2,6726ppm
134500
(1,07050,0814)(0,51990,0990)x449,2x1,5x1000
C80%=
26900x5
0,98910,42x449,2x1,5x1000
=
=2,8464ppm
134500

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

A-4

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK

LAMPIRAN
B

Laboratarium Dasar Teknik Kimia

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
LEMBAR PERHITUNGAN
Menentukan panjang gelombang optimum
%T

480nm

4,2

1,3767

490nm

3,5

1,4559

500nm

3,6

1,4436

510nm

3,2

1,4948

520nm

3,1

1,5086

530nm

3,5

1,4559

540nm

4,0

1,3187

550nm

7,8

1,1079

560nm

13,4

0,8728

Larutan rosella vs absorbansi


%Rosella

%T

0%

100

0,1477 M

20%

70,5

0,1518

0,8536 M

40%

28,9

0,5391

2,177 M

60%

13,6

0,8664

2,6720 M

80%

4,4

1,3565

2,8464 M

Faktor pengenceran
%Rosella

Vo

VpH1

VpH4,5

dFpH1

dFpH4,5 dFrata-rata

0%

5ml

6ml

9ml

1,2

1,8

1,5

20%

5ml

7,5ml

8ml

1,5

1,6

1,55

40%

5ml

6,5ml

8,5ml

1,3

1,7

1,5

60%

5ml

7,5ml

8ml

1,5

1,6

1,55

80%

5ml

8ml

7,5ml

1,6

1,5

1,55

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I

B-1

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Antosianin larutan rosella pada panjang gelombang 520nm dan 720nm
%Rosella

%T (520nm)
pH 1

pH

A(520nm)
pH 1

pH 4,5

%T(700nm)
pH 1

4,5

pH

A(700nm)
pH 1

pH 4,5

4,5

0%

93,5

89,4

0,029

0,0486

95,4

85,2

0,0204

0,0695

20%

52,1

71,5

0,2831

0,1456

93,1

86,3

0,0310

0,0639

40%

26,3

62,1

0,5880

0,2069

89,3

77,5

0,0491

0,1106

60%

16,2

41,2

0,7904

0,3169

86

74,9

0,0655

0,1255

80%

8,5

30,2

1,0705

0,5199

82,9

79,6

0,0814

0,0990

Absorbansi pada larutan rosella pada panjang gelombang optimum


%Rosella

%T

35%

31,8

0,4975

45%

30,8

0,5114

55%

22,11

0,6497

- Perhitungan
1. Menentukan panjang gelombang optimum antosianin (nilai A)
- A=2-log%T
=2-log4,2=1,3767
- A=2-log3,5=1,4559
- A=2-log3,6=1,4436
- A=2-log3,2=1,4948
- A=2-log3,1=1,5086
- A=2-log3,5=1,4559
- A=2-log4,0=1,3187
- A=2-log7,8=1,1079
- A=2-log13,4=0,8728
2. Menentukan absorbansi antosianin pada panjang gelombang
optimum=520nm (Nilai A)
- A=2-log%T
=2-log100=0
- A=2-log70,5=1,1518
- A=2-log28,9=0,5391
- A=2-log13,6=0,8664
- A=2-log4,4=1,3565

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I

B-2

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
3.

Faktor Pengenceran (Nilai DF dan DF rata-rata)


- pH=1
- pH=4,5
DF1=V/Vo=6/5=1,2
DF1=V/Vo=9/5=1,8
DF2=V/Vo=7,5/5=1,5
DF2=V/Vo=8/5=1,6
DF3=V/Vo=6,5/5=1,3
DF3=V/Vo=8,5/5=1,7
DF4=V/Vo=7,5/5=1,5
DF4=V/Vo=8/5=1,6
DF5=V/Vo=8/5=1,6
DF5=V/Vo=7,5/5=1,5
-

DF rata-rata=(DF pH=1+DF pH=4,5):2


DF rata-rata1=(1,2+1,8):2=1,5
DF rata-rata2=(1,5+1,6):2=1,55
DF rata-rata3=(1,3+1,7):2=1,5
DF rata-rata4=(1,5+1,6):2=1,55
DF rata-rata5=(1,5+1,6):2=1,55

4. Menentukan kadar antosianin dengan metode differensial (Nilai A dan


Nilai C)
- Nilai A pada panjang
- Nilai A pada panjang
gelombang 520 pH=1
gelombang 700 pH=1
A=2-log%T
A=2-log%T
- A=2-log93,5=0,0291
- A=2-log95,4=0,0204
- A=2-log52,1=0,2831
- A=2-log83,1=0,0803
- A=2-log26,3=0,5800
- A=2-log89,3=0,0491
- A=2-log16,2=0,7904
- A=2-log86=0,6550
- A=2-log8,5=1,0705
- A=2-log82,9=0,0814
-

Nilai A pada panjang


gelombang 520 pH=4,5
A=2-log%T
A=2-log89,4=0,0486
A=2-log71,5=0,1456
A=2-log62,1=0,2069
A=2-log48,2=0,3169
A=2-log30,2=0,5199

Nilai A pada panjang


gelombang 700 pH=4,5
A=2-log%T
A=2-log85,2=0,0695
A=2-log86,3=0,0639
A=2-log77,5=0,1106
A=2-log74,9=0,1255
A=2-log79,6=0,0990

Nilai C
AxMWxDF rataratax1000
C=
A=(A520-A700)pH1-(A520Exb
A700)pH4,5
(0,02910,0204)(0,04860,0695)x449,2x1000x1,5
C0%=
26900x5
0,0087+0,0209x449,2x1000x1,5
=
=1,477 ppm
134500

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I

B-3

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
(0,28310,0310)(0,14560,0639)x449,2x1,5x1000
C20%=
26900x5
0,1704x449,2x1000x1,5
=
=0,8536 ppm
134500
(0,58000,0491)(0,20690,11067)x449,2x1,5x1000
C40%=
26900x5
0,53090,0963x449,2x1,5x1000
=
=2,177 ppm
134500
(0,79040,0655)(0,31690,1255)x449,2x1,5x1000
C60%=
26900x5
0,5335x449,2x1,5x1000
=
=2,6726 ppm
134500
(1,07050,0814)(0,51990,0990)x449,2x1,5x1000
C80%=
26900x5
0,98910,42x449,2x1,5x1000
=
=2,8464 ppm
134500

5. Menentukan konsentrasi antosianin dalam sampel(Nilai C dan A)


- y=0,4302x-0,1655
y+0,1655
x=
0,4302
y=absorbansi
x=konsentrasi
0,4975+0,1655
C35%=
=0,1541ppm
0,4302

0,5114+0,1655
C45%=
=0,1573ppm
0,4302
0,6497+0,1655
C55%=
=0,1894ppm
0,4302
A=2-log%T
A=2-log31,8=0,4975
A=2-log30,8=0,5114
A=2-log22,4=0,6497

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I

B-4

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK

LAMPIRAN
C

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 2 (Agustus 2010) 87 93 87
STABILITAS WARNA MERAH EKSTRAK BUNGA ROSELA
UNTUK PEWARNA MAKANAN DAN MINUMAN
Stability of Red Color Rosella Extract for Food and Beverage Colorant
Sri Winarti* dan Adurrozaq Firdaus
Jurusan Teknologi Pangan, Fak. Tek. Industri, Univ. Pembngunan Nasional Veteran
Jl. Raya Rungkut Madya, Surabaya, 60294
*Penulis Korespondensi: email swin_tpupn@yahoo.com; HP 0818585396
ABSTRACT
Natural dye (pigment) is naturally present in plants and animals. Natural
dyes can be classified as green, yellow, and red. Red dye obtained from extract of
rosella flowers is very potential as food and beverage colorant. However, the suitable
solvents for extraction and the stability the extract to pH, sugar, salt, heating and in
some foods and beverages was still unknown. The purpose of this study was to
determine the most suitable solvent for the extraction of red pigment in flower calyx
and to know the stability of the extract on various conditions. The study consisted of
two steps: rosella pigment extraction with water : acetic acid : ethanol in ratios of
1:0:0, 2:1:2, 1:0:1, and 2:0:1; and the test of color stability of red rosella on various
pH, sugar, salt, heating temperature, heating time, that resemble to food products or
beverages. The results showed that the best treatment was extraction of dyes with
solvent water: acetic acid: ethanol = 1:0:0 that produced extract with anthocyanin
content of 3.07%. Red colorant from rosella extract is less stable to pH changes. The
changes in sugar levels was stable at up to 50%, stable in salt levels up to 10%, less
stable at temperatures up to 100 C and heating time up to 90 minutes.
Keywords: red color, stability, rosella extract
PENDAHULUAN
Zat warna alam (pigmen)
adalah zat warna yang secara alami
terdapat dalam tanaman maupun
hewan. Zat war-na alam dapat
dikelompokkan sebagai warna hijau,
kuning, dan merah. Peng-gunaan zat
warna alam untuk makanan dan
minuman tidak memberikan kerugi-an
bagi kesehatan, seperti halnya zat
warna sintetik yang semakin banyak
penggunaannya. Diantara zat warna
sin-tetik yang sangat berbahaya untuk
ke-sehatan sehingga penggunaannya
dila-rang adalah zat warna merah
rhodamin B.
Di
Indonesia,
terdapat
kecende-rungan
penyalahgunaan
pemakaian zat pewarna untuk berbagai
bahan pangan, misalnya zat warna
untuk tekstil dan kulit dipakai untuk
mewarnai bahan ma-kanan. Hal ini
sangat berbahaya bagi kesehatan
karena adanya residu logam berat
pada zat pewarna tersebut (Winarno,
2002).

Manusia dan hewan telah


meng-konsumsi antosianin sejak lama
bersama buah-buahan dan sayuran dan
tanpa
ada
efek
samping
yang
merugikan.
Pigmen
ini
sangat
berpotensi sebagai pengganti pewarna
makanan sintetik (Sudarmanto, 1989)

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I

C-1

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Zat warna merah yang banyak terdapat di alam dikelompokkan kedalam
dua golongan yaitu karotenoid dan
anto-sianin.
Antosianin
tergolong
pigmen yang disebut flavonoid yang
pada umumnya larut dalam air. Warna
pigmen antosianin berwarna merah,
biru, violet dan biasanya dijumpai pada
bunga, buah-buahan dan sayursayuran. Dalam tanaman terdapat
dalam
bentuk
glikosi
da
yaitu
membentuk
ester
dengan
monosakarida
(glukosa,
galaktosa,
ramno-sa,
dan
kadang-kadang
pentosa) (Wi-narno, 2002).
Di Indonesia belum banyak masyarakat yang memanfatkan tanaman
rosela. Sementara di negara lain,
rosela sudah banyak dimanfaatkan
sejak lama. Di India barat dan tempattempat tropis lainnya, kelopak segar
rosela digunakan untuk pewarna dan
perasa dalam mem-buat anggur rosela,
jeli, sirup, gelatin, minuman segar,
puding dan cake. Ke-lopak rosela
yang
berwarna
cantik
dapat
ditambahkan
pada
salat
untuk
memper-cantik warnanya. Kelopak
rosela dapat juga dimasak sebagai
pengganti kubis (Maryani dan Kristiana,
2005)
Sari (2005), mengekstrak kulit
bu-ah duwet dengan menggunakan
pelarut air, etanol dan isoproanol.
Hasil
intensi-tas
warna
ekstrak
dengan
menggunakan
air
dan
kombinasi air dengan etanol lebih
tinggi
jika
dibandingkan
dengan
konbinasi dengan isopropanol. Diduga
polaritas senyawa lebih rendah dibanding air sehingga pelarut yang baik
un-tuk ekstraksi adalah polar.
Saati dkk (2001) mejelaskan
ten-tang ekstraksi pigmen antosianin
pada bunga pacar air. Komposisi
pelarut yang digunakan pada ekstraksi
ini adalah eta-nol (95%) : air : HCl 1N
(5:4:1) menun-jukkan kadar antosianin
tertinggi jika dibandingkan dengan
kombinasi iso-propanol dengan air dan
air dengan HCl.
Zat
warna
merah
yang
diperoleh dari ekstrak bunga rosela

sangat berpo-tensi sebagai pewarna


makanan
dan
mi-numan,
namun
demikian belum diketahui jenis pelarut
yang cocok dan sejauh ma-na
stabilitas zat warna dari ekstrak bunga rosela. Oleh karena itu perlu dikaji
jenis pelarut dan stabilitas warna
merah terhadap perubahan pH, kadar
gula,
ka-dar
garam,
pemanasan
maupun pada be-berapa jenis makanan
dan minuman.
Tujuan
penelitian
adalah
menemu-kan jenis pelarut yang tepat
untuk eks-traksi warna merah bunga
rosela; dan mengetahui stabilitas
warna merah eks-trak bunga rosela
terhadap perubahan pH, kadar gula,
kadar garam, suhu pe-manasan, waktu
pemanasan, dan aplika-sinya pada
produk makanan dan minum-an.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan
ada-lah kelopak bunga rosella segar
dengan umur pemetikan 3-4 bulan
(masa
panen)
dari
Warujayeng,
Nganjuk. Bahan kimia yang diperlukan
asam asetat, etanol, akuades, gula,
garam dan tepung kara-genan.
Peralatan
yang
digunakan
adalah spektrofotometer Spectronic
21D, pH meter, timbangan analitik,
beaker glass, gelas ukur, tabung
reaksi dan corong.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua
tahap. Tahap I adalah ekstraksi zat
warna merah dari bunga rosela dengan
berbagai
perbandingan
pelarut
air:asam asetat: etanol dengan taraf
faktor 1:0:0; 2:1:2; 1:0:1; 2:0:1. Tahap
ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan
ulangan 4 kali. Uji lanjut dilakukan
menggunakan Uji Duncan (DMRT 5%).
Penelitian Tahap II adalah
stabili-tas warna merah bunga rosela.
Hasil terbaik dari Tahap I digunakan
untuk penelitian Tahap II untuk diuji
sta-bilitasnya terhadap pH (1, 2, 3, 4,

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-2

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
5, dan 6), kadar gula (10, 20,
30, 40, dan 50%), kadar garam (2, 4, 6,
8, dan 10%), lama pemanasan (0, 30,
60, dan 90 menit pada suhu 100
C/mendidih), suhu pema-nasan (60, 70,
80, 90, dan 100 C), serta aplikasi pada
pembuatan
jeli
karagenan
dan
minuman jeli.
Ekstraksi Zat Warna dari Bunga Rosela
Bunga
rosella
disortasi
kemudian dipisahkan kelopak dan
bijinya dan di-timbang 100 g. Kelopak
bunga rosella ditambah pelarut sesuai
perlakuan
dan
Jurnal
Teknologi
Pertanian Vol. 11 No. 2 (Agustus
2010) 87 93 89 dihancurkan dengan
blender selama +3 menit. Ekstrak
kemudian disaring dengan kertas
saring sehingga didapatkan filtrate
pigmen. Filtrate pigmen dipanaskan
dengan pemanas air untuk menguapkan
pelarut
sehingga
didapat
filtrate
pigmen
kental
(sampai
volume
setengah bagian). Ekstrak terbaik
didasarkan dengan kadar antosianin
tertinggi.
Kadar
antosianin
ekstrak
rosella
diukur
dengan
spektrofotometer pada
= 517 nm
yang merupakan panjang gelombang
maksimum dari sianidin 3-glikosida.
Kadar
anthosianin
diukur
menggunakan rumus sebagai berikut
(Shi et al., 1992 dalam Hanum, 2000):
OD X 445,2
Konsentrasi antosianin (mg/ml) = ----------xb
Rendemen =
kons. antosianin x fp x vol. ekstrak
---------------------------- x 100%
berat bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Rendemen Ektrak Warna
Rendemen tertinggi sebesar
74,8% diperoleh pada ekstraksi
menggunakan pelarut air:asam
asetat:etanol = 2:1:2. Rendemen
produk terendah sebesar 65,6% pada
ekstraksi dengan menggu-nakan
perbandingan pelarut air : asam
asetat : etanol = 1:0:1. Hasil analisis
rendemen disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.
Rendemen
Rendemen
(%)
produk pada
perla-kuan
perbandingan
pelarut
Perbandingan
Pelarut
(Air:Asam
Asetat: Etanol)
1:0:0
70,4c
2:1:2
74,8d
1:0:1
65,6a
2:0:1
68,6b
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf
yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata
Perbandingan pelarut air :
asam asetat : alkohol = 2:1:2
menghasilkan rendemen warna
tertinggi. Hal ini ke-mungkinan
disebabkan adanya zat-zat lain yang
ikut terekstrak selain anto-sianin,
seperti senyawa fenol, tannin, vitamin
yang memiliki polaritas yang sesuai.
Menurut Pomeranz and Meloan (1994),
dalam melarutkan suatu kompo-nen
bahan, hal utama yang harus diperhatikan adalah pemilihan jenis pelarut
yang mempunyai polaritas hampir
sama dengan bahan yang dilarutkan.
Efekti-fitas ekstraksi tidak dapat
dilepaskan dari kemampuan bahan
pengekstrak un-tuk melarutkan
senyawa yang diekstrak.
Kadar Antosianin
Berdasarkan analisis ragam
dike-tahui bahwa perbandingan jenis
pelarut berpengaruh nyata terhadap
kadar an-tosianin. Nilai ratarata
kadar antosia-nin pada perlakuan
perbandingan jenis pelarut disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai
Kadar
rata-rata kadar
Antosianin
antosianin pada
(%)
perlakuan
perbandingan
pelarut
Perbandingan
Pelarut
(Air:Asam

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-3

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Asetat:Etanol)
1:0:0
3,07c
2:1:2
2,80b
1:0:1
2,40a
2:0:1
2,58ab
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf
yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata
Tabel 2 menunjukkan bahwa
ratarata kadar antosianin bunga
rosela ber-kisar antara 2,403,07%.
Perbandingan air : asam asetat : etanol
(1:0:0) meng-hasilkan kadar
antosianin yang paling tinggi yaitu
3,07%. Perbandingan air : asam
asetat : etanol (1:0:1) menghasil-kan
kadar antosianin yang paling rendah
yaitu 2,40%.
Pada Tabel 2 diketahui bahwa
ka-dar antosianin paling tinggi
diperoleh dari ekstraksi dengan
menggunakan pelarut air : asam
asetat : etanol (1:0:0) jika
dibandingkan dengan perbandingan
pelarut yang lain. Hal ini menunjukan
bahwa antosianin pada bunga rosella
memiliki polaritas yang sama dengan
air. Sifat kepolaran pelarut
berpengaruh pada kadar antosianin
yang terekstrak.
Semakin polar pelarut maka
kadar antosianin semakin tinggi.
Menurut Sari (2005), ekstraksi
antosianin mengguna-kan pelarut air
dan pelarut yang dikom-binasi,
menunjukkan kadar yang lebih tinggi
dibandingkan ekstraksi dengan pelarut
etanol, isopropanol, dan kom-binasi
etanol-isopropanol. Hal ini diper-kuat
oleh pernyataan Sudarmanto (1989),
yang menyatakan bahwa pigmen
antosianin bersifat larut dalam air.
Perlakuan terbaik pada
ekstraksi bunga rosela didasarkan
kadar antosia-nin pada ekstrak yang
tinggi, yaitu ka-dar antosianin yang
tertinggi terdapat pada perlakuan
perbandingan pelarut air : asam
asetat : etanol (1:0:0), oleh ka-rena itu

perlakuan tersebut yang dipilih.


Selanjutnya dilakukan analisis
stabilitas warna merah ekstrak bunga
rosela ter-hadap perubahan pH, kadar
gula, kadar garam, suhu, dan lama
pemanasan.
Hasil analisis stabilitas warna
me-rah ekstrak bunga Rosela terhadap
per-ubahan pH menunjukkan adanya
penga-ruh yang nyata. Nilai rata-rata
absor-bansi warna merah ekstrak
rosela disa-jikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai
Rata-rata
rata-rata
Absorbansi
absorbansi
war-na merah
rosela pada
berbagai pH
Nilai pH
1
0,902c
2
0,293b
3
0,097a
4
0,104ab
5
0,106ab
6
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf
yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata
Pada Tabel 3 terlihat bahwa
pada pH 1 memiliki rata-rata nilai
absorbansi yang paling tinggi.
Stabilitas warna yang ditunjukkan oleh
nilai absorbansi sangat dipengaruhi
oleh nilai pH. Semakin merah warna
rosela, maka nilai absorbansi semakin
tinggi. Pada pH 1 nilai absorbansinya
lebih tinggi kemu-dian terjadi
penurunan hingga pH 4, dan pada pH 5
tidak terjadi penurunan lagi. Hal ini
disebabkan karena antosianin
merupakan zat warna merah yang
stabil pada pH rendah, dan
stabilitasnya akan turun apabila pH
dinaikkan.
Perubahan warna akibat
pengaruh pH terjadi karena adanya
degradasi warna dari antosianin yang
disebabkan oleh kation flavilium yang
berwarna merah menjadi basa karbinol
dan akhir-nya menjadi kalkon yang

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-4

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
tidak berwar-na. Menurut Sari (2005),
bahwa pada pH rendah sebagian besar
antosianin terda-pat dalam bentuk
kation flavilium yang berwarna merah,
sedangkan senyawa basa karbinol
yang tidak berwarna rela-tif kecil
jumlahnya. Peningkatan pH
memperbanyak senyawa basa karbinol
dan kalkon yang tidak berwarna. Hal
ini diperkuat oleh pernyataan
Sudarmanto (1989), bahwa inti
flavilium pigmen an-tosianin bersifat
defisien elektron se-hingga sangat
reaktif dan mudah dan mengalami
reaksi yang umumnya me-nyebabkan
dekolorasi warna yang tidak disukai
dalam pengolahan buah dan sa-yuran.
Stabilitas Warna Merah Rosela
terhadap Kadar Gula
Hasil analisis stabilitas warna
me-rah dari ekstrak bunga rosela
terhadap perubahan kadar gula
terdapat pengaruh yang nyata. Nilai
rata-rata absorbansi warna merah
ekstrak rosela disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai
Rata-rata
rata-rata
Absorbansi
absorbansi ekstrak rosella pada
berbagai kadar
gula Kadar Gula
(%)
10
1,182d
20
1,090b
30
1,023ab
40
1,021ab
50
1,019a
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf
yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata
Pada Tabel 4 terlihat bahwa
pada kadar gula 20% memiliki ratarata nilai absorbansi yang paling tinggi,
sedang-kan pada kadar gula 50%
memiliki rata-rata nilai absorbansi
yang paling rendah. Kadar gula dapat
mempengaruhi stabili-tas warna
pigmen antosianin dari eks-trak bunga
rosela, namun warna terse-but cukup
stabil yang ditunjukkan oleh nilai
absorbansi tidak berbeda nyata sampai

konsentrasi 40% dan turun pada


konsentrasi gula 50%.
Hal ini diduga adanya
penambahan gula yang tinggi
mengakibatkan degra-dasi warna dari
antosianin. Hal ini di-perkuat oleh
Sudarmanto (1989), bebe-rapa faktor
yang mempengaruhi laju ke-rusakan
antosianin selain lama penyim-panan
dan suhu yang tinggi, peningkatan
kadar gula akan mengurangi
kandungan pigmen.
Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela
terhadap Kadar Garam
Hasil analisis stabilitas warna
me-rah dari ekstrak bunga rosela
terhadap kadar garam menunjukkan
pengaruh yang nyata. Nilai rata-rata
absorbansi warna merah rosela
terhadap perubahan kadar garam
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Rata-rata
rata-rata
Absorbansi
absorbansi
war-na
merah rosela
pada berbagai
kadar garam
Kadar Garam
(%)
2
1,040a
4
1,127b
6
1,141b
8
1,137b
10
1,139b
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf
yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata
Pada Tabel 5 terlihat bahwa
nilai absorbansi yang paling tinggi
terdapat pada kadar garam 6%,
sedangkan pada kadar garam 2%
memiliki rata-rata nilai absorbansi
yang paling rendah. Sema-kin
meningkat kadar garam sampai 4%,
maka warna merah ekstrak bunga
rosela semakin meningkat dan relatif
stabil pa-da kadar garam yang lebih
tinggi (4-10%). Hal ini diduga karena
adanya reaksi antara garam dan gugus

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-5

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
reaktif pada pigmen pemberi warna
merah se-hingga menghasilkan warna
yang lebih baik. Menurut Anonymous
(2006), untuk sirup, nektar dan
essence buah-buahan, penambahan
garam sampai 200 ppm dapat
membantu menstabilkan warnanya.
Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela
terhadap Suhu
Hasil analisis stabilitas warna
merah ekstrak bunga rosela terhadap
perubahan suhu pengaruh yang nyata.
Nilai rata-rata absorbansi warna
merah rosela disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6.
Rata-rata
Nilai rataAbsorbansi
rata
absorbansi
war-na
merah
rosela pada
berbagai
suhu Suhu
(oC)
60
0,344c
70
0,326c
80
0,336c
90
0,285b
100
0,264a
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf
yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata
bahan struktur sehingga terjadi pemucatan.
Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela
terhadap Lama Pemanasan
Hasil analisis stabilitas warna
me-rah ekstrak bunga rosela terhadap
pe-ngaruh lama pemanasan
menunjukkan tidak berpengaruh nyata.
Nilai rata-rata absorbansi warna
merah ekstrak rosela disajikan pada
Table 7.
Tabel 7.
Rata-rata
Rata-rata
Absorbansi
nilai
absorbansi
war-na pada
berbagai lama
pemanasan

Lama
Pemanasan
(menit)
0
30
60
90
Nilai rata-rata
yang berbeda
nyata

0,261a
0,250a
0,249a
0,244a
yang diikuti oleh huruf
menunjukkan berbeda

Pada Tabel 7 terlihat bahwa pada


waktu pemanasan 0 menit memiliki rata-rata nilai absorbansi yang paling,
se-dangkan pada waktu pemanasan 90
me-nit memiliki rata-rata nilai
absorbansi yang paling rendah. Namun
secara sta-tistik tidak berbeda nyata.
Pada Tabel 7 terlihat bahwa
se-makin lama waktu pemanasan maka
nilai absorbansi cenderung menurun
meski-pun secara statistik tidak
berbeda nyata. Hal ini diduga dengan
semakin lamanya waktu pemanasan
maka akan mengaki-batkan pigmen
antosianin mengalami perubahan
struktur sehingga tidak mampu
memberikan efek warna seperti
semula. Hal ini sesuai pendapat Sari
(2005) bahwa perlakuan pemanasan
su-hu 100OC mengalami penurunan
retensi warna paling tinggi pada waktu
240 me-nit. Hanum (2000) juga
menunjukkan bahwa pemanasan pada
suhu 100oC se-lama 8 jam terus
menerus dapat menu-runkan stabilitas
antosianin dari bekatul beras ketan
hitam
Menurut Sutrisno (1987) suhu
dan lama pemanasan menyebabkan
dekom-posisi dan perubahan struktur
sehingga terjadi pemucatan. Hal ini
diperkuat oleh Wijaya dkk (2001) yang
menyatakan bahwa penurunan
stabilitas warna kare-na suhu yang
tinggi diduga akibat terja-dinya
dekomposisi antosianin dari ben-tuk
aglikon menjadi kalkon.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-6

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela
pada Pembuatan Jeli dan Minuman Jeli
Hasil pengamatan warna rosela
pada pembuatan jeli dan minuman jeli
disajikan pada Tabel 8.
Absorbans Absorbans
Tabel 8.
i Minuman
Rata-rata i Jeli
Jeli
nilai
absorban
si warna pada
jeli dan
minuman
jeli

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2006. Pewarna Pangan.
www.ebookpangan.com. Tanggal
akses 1 Desember 2006
Hanum, T. 2000. Ekstraksi dan
stabilitas zat pewarna alami dari katul
beras ketan hitam (Oryza Jurnal
Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 2
(Agustus 2010) 87 93 93

Absorbans
i Ekstrak
Warna

0,104
0,038
0,065
Dari Tabel 8 diketahui bahwa ekstrak
warna merah rosela kurang sta-bil jika
diaplikasikan untuk pembuatan jeli dan
minuman jeli, yang ditunjukkan oleh
penurunan nilai absorbansi.
KESIMPULAN
Perlakuan terbaik untuk
ekstraksi zat warna merah bunga
rosela adalah perbandingan jenis
pelarut air : asam asetat : etanol =
1:0:0 yang menghasilkan ekstrak
warna dengan konsentrasi antosianin
3,07%. Warna merah antosianin dari
bunga rosela kurang stabil terhadap
perubahan pH, stabil pada perubahan
kadar gula sampai dengan 50%, stabil
pada kadar garam antara 2-10%, stabil
pada perubahan suhu sampai dengan
100OC, dan lama pemanasan sampai 90
menit, serta kurang stabil pada
pembuatan jeli dan minuman jeli.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-7

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Valensi Vol. 2 No. 3, Nop 2011 (459-467) ISSN : 1978 - 8193 459

Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L)
Yusraini Dian Inayati Siregar, Nurlela
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jl. Ir. H. Juanda No.95 Ciputat, Jakarta, 15412
yuskimia@uinjkt.ac.id

Abstrak
Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga Rosela
(Hibiscus sabdariffa L) telah dilakukan. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut air pada temperatur
optimum sebesar 90C dan pelarut etanol pada konsentrasi 96 % (v/v). Hasil ekstrasi diuji stabilitas warnanya dengan
spektometri. Uji stabilitas warna memberikan hasil sebagai berikut: a) Lama penyimpanan, lama penyinaran dengan matahari
dan dengan sinar lampu dapat mempengaruhi stabilitas zat warna ekstrak Hibiscus rosa-sinensis L dan Hibiscus sabdariffa L
dengan meningkatnya nilai absorbansi pada kedua ekstrak sehingga warna berubah dari merah menjadi biru keunguan sehingga
panjang gelombang menjadi lebih pendek sebagai akibat dari penyerapan sinar. b) Penambahan oksidator, H 2O2 dapat
mempengaruhi stabilitas zat warna ekstrak Hibiscus rosa-sinensis L dan Hibiscus sabdariffa L dengan perubahan dari ekstrak
berwarna menjadi ekstrak tidak berwarna. c) Nilai pH yang semakin meningkat, dari pH 4 ke pH 5, mempengaruhi stabilitas zat
warna ekstrak Hibiscus rosa-sinensis L dan Hibiscus sabdariffa L dengan perubahan ekstrak berwarna menjadi tidak berwarna.
Kata Kunci: Ekstraksi, Hibiscus rosa-sinensis L, Hibiscus sabdariffa L, Spektrometri.

Abstract
Extraction and Stability Tests of Natural Dye Hibiscus Flower (Hibiscus rosa-sinensis L) and Rosela Flower (Hibiscus
sabdariffa L) has been done. Extraction was perfomed by mean of maceration using water at 90C as optimum temperature and
using etanol 90 % (v/v). Color stability test was conducted on extracted substance by using spectrometry method. The dye
stability test gave the following results: a) The storage condition, sunlight and lamp light can affect the stability of the dye
extracts of Hibiscus rosa-sinensis L and Hibiscus sabdariffa L by increasing absorbance level in both extracts so that the color
changes from red to purple to blue and the wavelengths become shorter as a result of ray absorption, b) The addition of an
oxidant, hydrogen peroxide can affect the stability of the dye extracts of Hibiscus rosa-sinensis L and Hibiscus sabdariffa L
through changing in color into colorless extract, c) The increasing level of pH, from pH 4 to pH 5, can affect the stability of the
dye extracts of Hibiscus rosa-sinensis L and Hibiscus sabdariffa L through changing in color into colorless extract.
Keywords: Extraction, Hibiscus rosa-sinensis L, Hibiscus sabdariffa L, Spectrophotometry UV-Vis

1. PENDAHULUAN
Saat ini sering ditemukan penggunaan
pewarna sintetik dalam berbagi macam
industri seperti tekstil, makanan, dan obat.
Pewarna sintetik sendiri dapat berdampak
buruk terhadap kesehatan dan juga
lingkungan. Dalam peraturan menteri
kesehatan sudah dijelaskan penggunaan
pewarna sintetik dalam industri- industri
tersebut. Pada setiap industri memiliki kadar
yang telah ditentukan. Khususnya dalam
bidang makanan dan obat, pemerintah dalam
hal ini melalui menteri kesehatan mengatur
dengan ketat pewarnaan sintetik pada bahan
makanan dan obat, karena bahayanya yang
bisa ditimbulkan. Bahan pewarna dapat

digolongkan ke dalam empat golongan


yaitu bahan pewarna sintesis, bahan
pewarna yang dibuat mirip dengan bahan
pewarna alami, bahan pewarna anorganik
dan bahan pewarna alami. Bahan
pewarna alami untuk makanan paling
banyak dibuat dari ekstrak tumbuhan,
tetapi ada juga dari sumber lain seperti
serangga, ganggang, cyanobacteria, dan
jamur (Mortensen, 2006). Beberapa

tanaman telah diteliti sebagai bahan


pewarna alami diantaranya adalah
ekstrak bunga Tagetes erecta L sebagai
pewarna tekstil (Jothi, 2008), ekstrak
antosianin dari Red cabbage (Xavier et al.
2008), ekstrak daun tanaman Indigofera
tinctoria Linn. dan ekstrak daun tanaman
Baphicacanthus cusia Brem (Chanayath,
et. al, 2002). Bahan pewarna alami
dipilih berdasarkan ketersedian di alam,
dan kemudahan untuk memperolehnya.
Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosasinensis L) dan Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L) banyak tersedia di sekitar
kita, namun pemanfaatan sebagai
pewarna alami belum banyak diteliti,
oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian
ekstrak Bunga Kembang Sepatu dan
Rosella sebagai zat pewarna alami.
Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis
L) adalah tanaman semak suku
Malvaceae yang berasal dari Asia Timur
dan banyak ditanam sebgai tanaman hias
di daerah tropis dan subtropis. Bunga
besar dan berwarna merah. Pemanfaatan
bunga kembang sepatu selain sebagai

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-8

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
tanaman hias, bunga kembang sepatu
dipercaya oleh masyarakat sebagai obat
demam, batuk dan sariawan, sedangkan
sebagai bahan pewarna belum banyak
digunakan. Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L) adalah tanaman dari famili
kembang sepatu. Konon tananaman ini
berasal dari Afrika dan Timur Tengah.
Tanaman perdu ini bisa mencapai 3-5
meter tingginya. Jika sudah dewasa,
tanaman ini akan mengeluarkan bunga
berwarna merah. Pemanfaatan bunga
Rosella sebagai tanaman hias, juga
dipercaya oleh masyarakat sebagai obat
memperlancar peredaran darah dan
mencegah tekanan darah tinggi,
sedangkan sebagai bahan pewarna belum
banyak digunakan. Oleh sebab itu perlu
dilakukan kajian pemanfaatan bunga
Kembang Sepatu dan Rosella sebagai zat
pewarna alami, selain dapat
mempercantik penampilan makanan,
diharapkan juga dapat memberikan
2. METODE PENELITIAN
Tempat
dan
Waktu
PelaksanaanPenelitian ini dilaksanakan

pada Maret-Agustus 2011, mulai


persiapan sampai dengan penulisan
laporan. Penelitian akan dilakukan di
Laboratorium Kimia PLT UIN Jakarta.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan
adalah serangkaian alat gelas, alat analisa
spektrofotometer UV-Vis. Bahan baku
yang digunakan adalah bunga Kembang
Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L.), bunga
pelarut. Proses ekstraksi menggunakan
pelarut air pada temperatur (30C, 40C,
50C, 60C, 70C, 80C dan 90C)
menggunakan penangas air. Hasil ekstraksi
diuji absorbansinya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang maksimum yaitu
pada 530 nm untuk ekstrak bunga Kembang
Sepatu dan 520 nm untuk ekstrak bunga
Rosella. Proses ekstraksi menggunakan
pelarut etanol dilakukan dengan variasi
konsentrasi etanol 20 %, 40 %, 60 %, 80 %
dan 96 % pada temperatur ruang. Hasil
ekstraksi diuji absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
maksimum yaitu pada 530 nm untuk ekstrak
bunga Kembang Sepatu dan 540 nm untuk
ekstrak bunga Rosella. Tahap akhir adalah

pengaruh yang baik bagi kesehatan. Zat


warna dari tanaman dapat diambil
dengan menggunakan teknik ekstraksi,
diantaranya adalah ekstraksi dengan
menggunakan pelarut air atau etanol.
Silva, et al (2008) telah melakukan
ekstraksi pada biji Bixa orellana L.
dengan menggunakan pelarut super kritis
karbon dioksida. Ekstraksi juga dapat
dilakukan dengan bantuan enzim
hidrolisis (Kim, et. al, 2005). Teknik
ekstraksi dipilih berdasarkan
kemudahnnya dan banyaknya zat warna
yang berhasil terekstrak.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
mengekstraksi bunga kembang sepatu dan
bunga rosella dengan mencari temperatur
yang optimum untuk mendapatkan pigmen
dari bunga Kembang Sepatu dan bunga
Rosella dengan pelarut air dan etanol, selain
itu dilakukan juga uji stabilitas zat warna.
Analisa kadar zat warna dilakukan dengan

Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dan


pewarna makanan sintetik Red 3. Pelarut
yang digunakan adalah air dan etanol.
Serta H2O2, buffer sitrat pH 3, pH 4, dan
pH 5.
Prosedur Penelitian
Prosedur percobaan meliputi penyiapan
bahan baku, ekstraksi dan uji stabilitas warna.
Pada tahap ekstraksi, bunga Kembang
Sepatu dan bunga Rosella dipotong dengan
ukuran 1 cm dan dihaluskan dengan mortar.
Kemudian diekstraksi dengan perbandingan
1
gram
bunga
segar
:1
ml
uji stabilitas warna terhadap pengaruh
lingkungan.
Uji Stabilias Warna
Pengaruh Kondisi Penyimpanan
Sampel disimpan pada temperatur kamar
yaitu 27 C dan pada temperatur 9 C.
Setelah 2 hari dilakukan pengenceran yaitu
dengan cara pigmen cair dilarutkan sebanyak
2 mL dalam 100 mL air kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum dan dilakukan pengulangan
sebanyak tiga kali. Dilakukan hal yang sama
terhadap pewarna sintetik Red 3 sebagai
pembanding.
Pengaruh Sinar Matahari
Sepuluh mL dari larutan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi kemudian dijemur

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-9

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
dibawah sinar matahari interval 3 jam sekali
dilakukan pengukuran absorbansi pada
panjang
gelombang
maksimum
dan
dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.
Dilakukan hal yang sama terhadap pewarna
sintetik Red 3 sebagai pembanding.
Pengaruh Sinar Lampu
Sepuluh mL larutan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi kemudian disinari oleh lampu
dengan kekuatan 20 watt selama 48 jam dan
setiap 12 jam sekali dilakukan pengamatan
terhadap absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum dan dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali. Dilakukan
hal yang sama terhadap pewarna sintetik Red
3 sebagai pembanding.
Pengaruh Oksidator
Sepuluh mL dari larutan masing-masing
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan oksidator H2O2. Sebanyak 1
mL kemudian setiap 3 jam sekali dilakukan
pengukuran absorbansi pada panjang
gelombang maksimum dan dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali. Dilakukan
hal yang sama terhadap pewarna sintetik Red
3 sebagai pembanding.
Pengaruh pH
Ekstrak pigmen dibuat dalam 3 tingkatan
keasaman (pH: 3, 4 dan 5). Sampel pigmen
sebanyak 2 ml dilarutkan dalam 100 ml
buffer asam sitrat sesuai dengan variasi pH.
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi
pada panjang gelombang maksimum dan
dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.
Dilakukan hal yang sama terhadap pewarna
sintetik Red 3 sebagai pembanding.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Optimasi Ekstraksi
Pada tahap ini dilakukan optimasi metode
ekstraksi, dengan metode maserasi dan
pelarut yang digunakan adalah air dan
etanol. Ekstraksi dengan metode maserasi
didasarkan pada sifat kelarutan dari
komponen di dalam pelarut yang digunakan.
Metode maserasi juga mudah dilakukan
sehingga bisa langsung diaplikasikan dalam
industri rumah tangga.
Pemilihan pelarut yang digunakan adalah air
dan etanol. Hal ini karena air merupakan
pelarut polar. Air dapat larut atau bercampur
dengan senyawa polar atau mempunyai nilai
kepolaran yang hampir sama. Air juga
merupakan pelarut yang aman untuk
dikonsumsi. Ekstrak yang akan diambil
berupa antosianin yang merupakan senyawa

polar, sehingga antosianin dapat bercampur


atau larut dalam pelarut air.
Waktu yang dibutuhkan dengan metode
maserasi ini adalah 120 menit, karena
menurut penelitian yang telah dilakukan oleh
Inayati (2009) tentang ekstraksi bunga
Kembang Sepatu dengan variasi lamanya
waktu maserasi didapatkan nilai absorbansi
maksimum pada 120 menit. Begitu pula
dengan perbandingan yang digunakan antara
sampel dengan pelarut adalah 1:1 karena
dihasilkan nilai absorbansi yang maksimum
(Inayati, 2099).
Maserasi dengan pelarut air menggunakan
variasi temperatur 30 C, 40 C, 50 C, 60
C, 70 C, 80 C dan 90 C. Adapun hasil
pengukuran spektrofotometer visibel dari
ekstrak bunga Kembang Sepatu dan Rosella
menggunakan pelarut air ditampilkan dalam
Gambar 1.

Gambar 1. Grafik hubungan absorbansi dengan variasi


temperatur maserasi bunga Kembang Sepatu dan
Rosella.

Dari Gambar 1 dapat dilihat terjadinya


peningkatan dan penurunan nilai absorbansi
yang dihasilkan. Untuk bunga Kembang
Sepatu, nilai absorbansi naik dari 30 C - 40
C dan turun pada temperatur 70 C.
Kemudian naik kembali pada temperatur 90
C. Untuk bunga Rosella, nilai absorbansi
yang dihasilkan cenderung meningkat seiring
dengan meningkatnya temperatur maserasi,
yaitu pada temperatur 90 C. Nilai
absorbansi maksimum pada temperatur 90
C untuk bunga Kembang Sepatu sebesar
0,920 dan bunga Rosella sebesar 0,987.
Sehingga, untuk langkah selanjutnya yang
digunakan adalah kondisi optimum ini.
Jika melihat hasil tersebut, hal ini sesuai
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Mardiah (2010), dengan membandingkan
temperatur ekstraksi antara temperatur kamar
dengan temperatur 60 C didapatkan hasil
ekstrak terbaik pada temperatur 60 C,
karena semakin tinggi temperatur ekstraksi
maka kecepatan perpindahan massa dari
solut ke solven akan semakin tinggi karena

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-10

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
temperatur mempengaruhi nilai koefisien
transfer massa dari suatu komponen.
Pada penggunaan pelarut etanol dengan
variasi konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%
dan 96%.

Kemudian dilanjutkan dengan uji stabilitas


zat warna dari bunga Kembang Sepatu,
bunga Rosella dengan berbagai pengaruh
lingkungan seperti cahaya, pH dan oksidator.
Selain itu dilakukan pengukuran terhadap
pewarna
makanan sintetik yang dijadikan sebagai
pembanding, yaitu Karmoisin atau red 3.
Pengaruh Lama Penyimpanan
Pada uji stabilitas warna dengan pengaruh
lama penyimpanan ekstrak dilakukan selama
48
jam.
Intensitas
warna
setelah
penyimpanan dengan pelarut air dan pelarut
etanol menunjukkan perubahan baik pada
temperatur 27 C maupun temperatur 9 C.
Perubahan yang terjadi ditandai dengan
perubahan nilai absorbansi.
Lama penyimpanan dengan kondisi yang
berbeda dapat meningkatkan nilai absorbansi
zat warna ekstrak bunga Kembang Sepatu
dan bunga Rosella. Ekstrak air bunga
Kembang Sepatu mempunyai persentase
nilai absorbansi lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air bunga Rosella. Persentase
ekstrak air bunga Kembang Sepatu pada 9
C dan 27 C masing-masing sebesar 12,1 %
dan 38,6 %. Dan jika dibandingkan dengan
temperatur penyimpanan, persentase nilai
absorbansi pada temperatur 27 C lebih besar
dibandingkan pada temperatur 9 C (Tabel
1).

Gambar 2 menunjukkan bahwa terjadi


peningkatan
nilai
absorbansi seiring
kenaikan konsentrasi etanol.

Gambar 2. Grafik hubungan absorbansi dengan variasi


konsentrasi etanol terhadap bunga Kembang Sepatu
dan Rosella.

Pada konsentrasi 20% nilai absorbansi bunga


Kembang Sepatu adalah 0,359 dan Rosella
adalah 0,535. Kemudian nilai absorbansi
meningkat dan didapatkan nilai absorbansi
optimum pada konsentrasi 96 %, dengan
nilai absorbansi bunga Kembang Sepatu
sebesar 0,684 dan Rosella sebesar 0,664.
Nilai absorbansi yang meningkat ini
menandakan banyaknya konsentrasi pigmen
yang terekstrak.
Etanol dengan konsentrasi 75 % dan 96 %
sering digunakan sebagai pelarut dalam
sebuah penelitian. Namun dalam penelitian
ini, ekstraksi antosianin dengan etanol 96 %
menunjukkan hasil yang lebih baik daripada
dengan etanol 75 %. Oleh sebab itu, pada
pengujian stabilitas zat warna ekstrak bunga
Kembang Sepatu dan bunga Rosella
menggunakan konsentrasi etanol 96 %.
Hasil ini dapat diperkuat dengan penelitian
yang dilakukan oleh Saati (2002) untuk
ekstraksi antosianin dari Bunga Pacar Air,
pelarut yang paling baik digunakan adalah
etanol 95 %. Begitu juga dengan penelitian
Wijaya (2001) tentang ekstraksi pigmen dari
kulit buah rambutan. Hal ini disebabkan
tingkat kepolaran antosianin hampir sama
dengan etanol 95 % sehingga dapat larut
dengan baik pada etanol 95 % (Samsudin &
Khoiruddin, 2011).
Uji Stabilitas Zat Warna
Setelah didapatkan hasil dari ekstraksi, yaitu
maserasi dengan pelarut air pada temperatur
90 C, sedangkan untuk pelarut etanol
dimaserasi pada konsentrasi 96 %.

Tabel

a
9 C
27

1.
Pe
rse
nt
as
e

b
12.1
38.6

Bunga

Bunga
Ke
mb
an
g
Se
pat
u
(%
)

a
1.49
5.97

b
10.37
3.8

Pewarna
red
3
(%
)

Ro
sell
a
(%
)

a
13.51
20.27

b
*
*

*
*

Begitu
pula
dengan
ekstrak
yang
menggunakan
pelarut
etanol
yang
mengalami perubahan persentase setelah
penyimpanan. Persentase nilai absorbansi
ekstrak etanol pada temperatur penyimpanan
27 C lebih besar dibandingkan pada
temperatur 9 C. Persentase nilai absorbansi
pada temperatur 27 C dari ekstrak bunga
Kembang Sepatu dan bunga Rosella masingmasing sebesar 5,97 % dan 20,27 % (Tabel
1).
Dari kedua data tersebut diketahui bahwa
nilai absorbansi lebih tinggi terjadi pada

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-11

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
penyimpanan dengan temperatur 27 C
dibandingkan pada temperatur 9 C. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh McLellan dan Cash (dalam
Samsuddin
&
Khoiruddin,
2011),
penyimpanan pada temperatur 1,6 C
merupakan kondisi yang paling baik
dibandingkan dengan temperatur 18,3 C dan
37,2 C. Perubahan saat penyimpanan
dimungkinkan
karena:
1)
Reaksi
kopigmentasi, 2) Diduga ekstrak masih
mengandung enzim polifenolase yang
mengkatalis reaksi pencoklatan. Hal tersebut
yang menyebabkan kenaikan intensitas
warna. Dan penyimpanan pada kondisi
dingin dapat menghambat reaksi tersebut.
Namun, jika dibandingkan dengan kedua
ekstrak bunga tersebut, persentase perubahan
nilai absorbansi pada pewarna makanan
sintetik red 3 sangatlah kecil. Persentase
nilai sangat kecil ini menandakan tidak
terjadi perubahan yang signifikan atau bisa
dibilang mempunyai nilai absorbansi yang
relatif stabil. Hal ini bisa disebabkan karena
pewarna makanan sintetik yang beredar di
pasaran sudah diformulasi agar dapat tahan
lama dan stabil pada berbagai macam
kondisi (Cevallos, et al, 2004).
Pengaruh Lama Penyinaran Matahari
Sinar merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi stabilitas antosianin.
Sinar matahari merupakan salah satu kondisi
yang menyebabkan terjadinya perubahan
warna. Benda-benda di sekitar manusia jika
diamati akan terlihat bahwa benda-benda
tersebut akan mengalami perubahan warna
lebih cepat dengan benda-benda yang tidak
terkena sinar matahari langsung. Begitu pula
dengan zat warna dari ekstrak bunga
Kembang Sepatu dan Rosella.
Pengaruh sinar terhadap perubahan zat
warna antosianin ekstrak air dan ekstrak
etanol bunga Kembang Sepatu dan bunga
Rosella ditampilkan dalam Tabel 2 sebagai
persentase perubahan nilai absorbansi akibat
lama penyinaran matahari.. Tabel 2
memberikan gambaran bahwa, baik ekstrak
air dan ekstrak etanol bunga Kembang
Sepatu dan bunga Rosella mengalami
kenaikan nilai absorbansi, sedangkan untuk
pembanding pewarna sintetik red 3
cenderung lebih stabil. Hal ini dapat
dijelaskan karena adanya sinar matahari
menyebabkan absorbansi semakin besar
dengan lamanya penyinaran matahari.
Matahari adalah sumber sinar utama untuk
bumi dan atmosfir yang memiliki besaran

energi. Energi ini diserap oleh ekstrak


sehingga menyebabkan warna berubah ke
Ekstrak
(0-48 jam)
Bunga
Kemba
ng
Sepatu
(%)
Bunga Rosella
(%)
Pewarna red 3
(%)

Pelarut air
Pelarut etanol
(0-48 jam)
52.45
30.33

-14.46

1.36

2.48

4.04

panjang
gelombang
yang
lebih
pendek. Alasan ini sesuai dengan
penelitian Samsudin & Khoruddin
(2011), yaitu energi yang datang dari
matahari disebut insolasi. Insolasi ini
tediri atas sinar-sinar radiasi yang
tersusun
dari
bermacam-macam
panjang gelombang. Sinar dengan
panjang gelombang lebih pendek akan
menghasilkan efek fitokimia tertentu
dan mampu mempercepat proses
oksidasi biomolekul juga proses
kematangan buah. Tabel 2. Persentase
kenaikan nilai absorbansi
penyinaran matahari.
Ekstrak
(0-3 jam)
Bunga
K
e
m
b
a
n
g
S
e
p
a
t
u
(
%
)
Bunga
R
o
s
el
la
(
%
)
Pewarna
r
e
d
3
(
%
)

Pelarut air
(0-6 jam)
(0-3 jam)
37.59
63.02
*

akibat

Pelarut etanol
(0-6 jam)
12.82

9.44

11.03

0.16

0.16

0.16

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

lama

C-12

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Pengaruh Lama Penyinaran Lampu
Nilai
absorbansi
cenderung
mengalami kenaikan, baik pada bunga
Kembang sepatu maupun bunga
Rosella
(Tabel
3).
Terjadinya
perubahan nilai absorbansi karena
pemaparan sinar lampu menyebabkan
pula perubahan warna pada kedua
ekstrak. Sehingga panjang gelombang
yang dihasilkan menjadi turun. Hal ini
disebabkan
karena
antosianin
memiliki kecenderungan yang kuat
mengabsorbsi sinar tampak dan
energi radiasi sinar menyebabkan
efek fotokimia pada spektrum tampak
dan mengakibatkan perubahan warna
(Lidya, et al, 2001). Tabel 3. Persentase

gum dan gula yang masih terekstrak


(Catrien, 2009). Pengaruh Waktu
Penambahan
Oksidator
Pengujian
selanjutnya
pada
perlakuan
penambahan oksidator. Oksidator
yang digunakan berupa hidrogen
peroksida, yang merupakan oksidator
lemah.
Peningkatan
waktu
penambahan oksidator menyebabkan
terjadinya degradasi warna. Hasil
analisa
dengan
menggunakan
spektrofotometer
menunjukkan,
terjadi
penurunan
warna
yang
ditandai dengan penurunan nilai
absorbansi (Gambar 3). Pengukuran
dilakukan selama 6 jam dengan
pengukuran setiap 3 jam.

perubahan nilai absorbansi akibat lama


penyinaran Lampu.
Ekstrak
(0-48 jam)
Bunga Kembang
Sepatu
(%)
Bunga Rosella (%)
Pewarna red 3 (%)

Pelarut air

Pelarut etanol
(0-48 jam)

52.45

30.33

-14.46

1.36

2.48

4.04

Ekstrak Kembang Sepatu dan bunga


Rosella
dengan
pelarut
air
menunjukkan perubahan yang lebih
nyata. Ekstrak mulai mengalami
perubahan pada waktu 24 jam dan
semakin nyata pada waktu 48 jam.
Kekentalan yang terjadi pada ekstrak
bunga Rosella dengan pelarut air
berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, ekstrak bunga Rosella
yang
diperoleh
melalui
proses
ekstraksi secara maserasi dengan
pelarut air, diduga masih banyak
mengandung gum dan gula. Hal
tersebut
menyebabkan
ekstrak
memiliki tekstur yang padat dan
lengket. Ekstraksi dengan pelarut
etanol 95% digunakan untuk mengikat
Setelah dilakukan pengukuran pada waktu 6
jam, didapatkan nilai absorbansi yang
menurun pada kedua ekstrak bunga dengan
pelarut air dan etanol. Pada pelarut air
ekstrak bunga Kembang Sepatu menurun
sebesar 40,95 %. Begitu pula dengan ekstrak
bunga Rosella yang mengalami penurunan
sebesar 48,4 % (Gambar 3). Hal yang sama
terjadi pula pada ekstrak etanol bunga

Gambar 3. Grafik hubungan absorbansi


dengan
pengaruh
oksidator
ekstrak
Kembang Sepatu, bunga Rosella dan
pewarna sintetik Red 3.

Kembang Sepatu dan bunga Rosella. Jika


dilihat dari Gambar 3, grafik terlihat
menurun. Penurunan yang terjadi baik pada
bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella
masing-masing sebesar 12,5 % dan 79,09 %.
Penurunan nilai absorbansi ini sebanding
dengan penurunan intensitas warna (warna
ekstrak menjadi semakin pudar).

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-13

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Berkurangnya intensitas warna akibat
penambahan
oksidator
diakibatkan
penyerangan pada gugus reaktif pemberi
warna oleh oksidator, sehingga gugus reaktif
yang memberikan warna berubah menjadi
tidak memberi warna. Oksidator dalam
larutan menyebabkan kation flavilium yang
berwarna merah kehilangan proton dan
berubah menjadi karbinol yang tidak
memberikan warna.
Antosianin atau antosianidin yang tidak
mengandung gugus-gugus hidroksil bebas
dan terikat bersebelahan, bereaksi dengan
hidrogen peroksida menghasilkan turunan
asam benzoat. Reaksi penguraian oleh
hidrogen peroksida ini terjadi karena
pemutusan ikatan antara atom C-2 dan atom
C- 3 dari cincin piroksinum (Gambar 4).

bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella


meningkat pada pH 3. Peningkatan pada
ekstrak air bunga Kembang Sepatu dan
bunga Rosella masing-masing sebesar
56,08 % dan 48,04 %. Penurunan warna
kemudian terjadi pada pH 4 dan pH 5. Pada
pH 4 dan pH 5 kation flavilium yang
berwarna merah akan terhidrasi menjadi
karbinol yang tidak berwarna (Cevallos &
Zevallos, 2003).

Gambar 4. Reaksi yang terjadi karena penambahan


Hidrogen peroksida. (Sumber: Achmad, 1986)

Pengaruh Penambahan pH
Faktor lain yang mempengaruhi stabilitas
antosianin adalah pH. Dari penelitian yang
telah dilakukan dapat diukur nilai
absorbansinya. Pembacaan nilai absorbansi
untuk semua sampel mengalami penurunan
dengan meningkatnya nilai pH, dari nilai pH
3 sampai nilai pH 5. Hal ini berlaku untuk
ekstrak yang menggunakan pelarut air
maupun pelarut etanol.
Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai
absorbansi ekstrak air dan ekstrak etanol
Juga telah dilakukan penelitian oleh Laleh,
et. al (2006) terhadap stabilitas antosianin
dari buah Berberies terhadap pengaruh pH,
dengan meningkatnya pH menyebabkan
kerusakan nyata terhadap antosianin dari
sampel Berberies tersebut. Garam flavilium
hanya stabil pada kondisi asam yang tinggi.
Garam ini kehilangan proton dalam pH yang
tinggi dan berubah bentuk menjadi basa
kuinodal, yang merupakan pigmen yang
tidak stabil, dan dengan cepat terikat dengan

Gambar 5. Grafik hubungan absorbansi


dengan penambahan buffer pH ekstrak
bunga Kembang Sepatu, bunga Rosella dan
pewarna sintetik Red 3 dengan pelarut air
(a) dan etanol (b).

air dan mempunyai bentuk senyawa tak


berwarna bernama kromenol.
Gambar 6 adalah reaksi yang terjadi akibat
penambahan pH. Secara umum, pH di bawah
2, antosianin berada pada bentuk kation
flavilium merah. Ketika pH >2, terjadi
pelepasan cepat proton dari pewarna merah
atau bentuk kuinonoidal biru. Kemudian,
kation flavilium berubah dari hidrat menjadi
karbinol atau pseudobase tak berwarna,
sebanding dengan pembukaan bentuk
calkon, yang tidak berwarna juga.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-14

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Perubahan ditunjukkan dari ekstrak berwarna
merah (dalam bentuk kation flavilium)
menjadi tidak berwarna karena menghasilkan
turunan asam benzoat.
d. Nilai pH mempengaruhi stabilitas zat warna
ekstrak Bunga Kembang Sepatu dan bunga
Rosella. Semakin naik nilai pH, semakin
turun nilai absorbansi yang dihasilkan.
Penurunan ini karena adanya perubahan
ekstrak berwarna merah menjadi tidak
berwarna karena terbentuknya basa karbinol.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Fakultas
Sains
dan
Teknologi
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah mendanai
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA

Gambar 6. Perubahan struktur akibat pengaruh


penambahan buffer pH (Sumber: Lee, et. al, 2005).

4. KESIMPULAN
Hibiscus rosa-sinensis L dan Hibiscus sabdariffa L
dapat terekstrasi dengan baik dengan metode
maserasi menggunakan pelarut air pada
kondisi optimum 90C dan etanol pada
kondisi optimum 96% dan uji stabilitas
warna :
a. Lama penyimpanan dapat meningkatkan
persentase nilai absorbansi pada ekstrak air
pada temperatur 9 C dan 27 C bunga
Kembang Sepatu masing-masing sebesar
12,1% dan 38,6% dan bunga Rosella
masing-masing
10,37%
dan
3,8%.
Sedangkan ekstrak etanol pada temperatur 9
C dan 27 C bunga Kembang Sepatu
masing-masing sebesar 1,49% dan 5,97%
dan bunga Rosella masing-masing 13,51%
dan 20,27%.
b. Lama penyinaran matahari dan lampu dapat
mempengaruhi stabilitas zat warna ekstrak
Bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella
dengan berubahnya intensitas warna
sehingga panjang gelombang menjadi turun
akibat adanya radiasi atau energi dari
matahari atau lampu.
c.
Lama
waktu
penambahan
oksidator
mengakibatkan terjadinya perubahan ekstrak
Bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella.

1. Achmad, S. A., 1986, Kimia Organik Bahan Alam.


Jakarta: Karunika. Universitas Terbuka.
Valensi Vol. 2 No. 3, Nop 2011 (459-467) ISSN : 1978 8193 467
2. Catrien, 2009, Pengaruh Kopigmentasi Pewarna Alami
Antosianin dari Rosela (Hibiscus Sabdariffa L.)
dengan Rosmarinic Acid Terhadap Stabilitas Warna
pada Model Minuman Ringan, Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
3. Cevallos-Casals, B. A., and Cisneros-Zevallos, 2003, L.
Stability of anthocynin-based aqueos extracts of
Andean purple corn and red-fleshed sweet potato
compared to synthetic and natural colorant. Food
Chemistry, Vol. 86, pp. 69-77. Elsevier
4. Chanayath, N., Lhieochaipant, S., and Phutrakul,
S.,2000, Pigment Extraction Techniques from the
Leaves of Indigofera tinctoria Linn. and
Baphicacanthus cusia Brem. and Chemical
Structure Analysis of Their Major Components.
CMU. Journal Vol. 1(2) Chiang Mang University,
Chiang Mai, Thailand.
5. Inayati, Y. D. 2009. Pembuatan Kertas Indikator Asam
Basa dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosasinensis L). Valensi (1): 246-251.
6. Jothi, D. 2008, Extraction of Natural Dyes from African
Marigold Flower (Tagetes erecta L) for Textile
Coloration. AUTEX Reserch Journal, Vol. 8, No. 2.
7. Laleh, G. H., Frydoonfar, H., Heidary, R., Jameei, R.,
and Zare, S. 2006, The Effect of Light, Temperatur,
pH, and Species on Stability of Anthocyanin
Pigment in Four Berberies Species. Pakistan
Journal of Nutrition, Vol. 5, No. 1: pp. 90-92.
8. Lee, J., Durst, R. W., and Wrolstad, R. E. 2005,
Determination of Total monomeric Anthocyanin
Pigment Content of Fruit Juices, Beverages, Natural
Colorants, and Wines by the pH Differential
Method: Collaborative Study. Jurnal of AOAC
International Vol. 88, No. 5, pp. 1269-1278.
9. Lydia S. Wijaya1, Simon B. Widjanarko, Tri Susanto.
2001, Ekstraksi dan Karakterisasi Pigmen dari Kulit

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-15

SPEKTROFOTOMETRI ORGANIK
Buah Rambutan (Nephelium Lappaceum), Var.
Binjai Biosain, Vol. 1 No. 2, hal. 42-53
10. Mardiah, 2010, Ekstraksi Kelopak Bunga dan Batang
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai Pewarna
Alami, Fakultas Agribisnis. Universitas Juanda.
11. Mortensen, A. 2006, Carotenoids and other pigment as
natural colorant. Pure Appl. Chem., Vol. 78, No. 8,
pp. 1477-1491.
12. Samsudin, A.S., Khoiruddin. 2011, Ekstraksi dan
Filtrasi Membran dan Uji Stablitas Warna dari Kulit
Manggis (Garcinia mangostana). Fakultas Teknik.
Universitas Diponegoro.
13. Silva, G. F., Felix, M. C,. Gamara, A. L., Oliviera and
Cabral, F. A.2008, Extraction of
Bixin from Annato Seeds Using Supercritical Carbon
Dioxide.
Brazilian
Journal
of
Chemical
Engineering. Vol. 25, No. 02, pp. 419-426.
14. Xavier, M. F., Lopes, T. J., Quadri, M. G. N., and
Quadri, M. B. 2008, Extraction of Red Cabbage
Anthocyanins: Optimization of the Operation
Conditions of the Column Process. Brazz.arch. biol.
Technol. Vol. 51, No. 1: pp. 143-152.

Laboratarium Dasar Teknik Kimia I

C-16

You might also like