You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Drug Delivery system (DDS) didefinisikan sebagai formulasi atau


alat yang dapat menghantarkan agent terapeutik ke dalam tubuh dan
meningkatkan efikasi dan keamanannya dengan mengkontrol pelepasan,
waktu, dan tempat lepas obat dalam badan. Proses penghantaran meliputi
cara penggunaan produk terapi, pelepasan zat aktif dari produk, dan
transport yang terlibat dalam menghantarkan zat aktif untuk menembus
membran biologi menuju tempat aksi.
Keberhasilan suatu terapi pengobatan tergantung kepada
kepatuhan pasien dalam mematuhi rejimen. Kepatuhan pasien juga
didasari oleh pengetahuan pasien tentang penyakit, kesadaran dan
kemauan yang kuat dari pasien untuk menjalani terapi. Tetapi dalam
proses terapi tidak sedikit kendala yang menjadi penghambat
kesembuhan pasien, umumnya dikarenakan pasien lelah karena
pengobatan dalam jangka panjang, biaya pengobatan yang besar,
pemahaman dan pengetahuan tentang jadwal terapi yang ketat, juga
kompleksitas rejimen terapetik merupakan kendala kenapa kepatuhan
pasien menjadi sangat rendah. Tetapi dengan adanya obat sustained
release dengan batasan tertentu perlahan dapat diatasi.
Bentuk sediaan lepas lambat (Sustained release) banyak
mendapatkan perhatian dalam pengembangan sistem penghantaran obat
karena dibandingkan bentuk sediaan konvensional, bentuk lepas lambat
memiliki beberapa kelebihan. Antara lain sediaan lepas lambat dapat
mengurangi efek samping, mengurangi/menjarangkan jumlah
penggunaan, mengurangi fluktuasi obat dan secara umum dapat
meningkatkan kenyamanan bagi pasien (Welling, 1997).
Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang
supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan
sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan
efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus
menerus melepaskan sejumlah obat lainnya selama periode waktu yang
diperpanjang biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel et al., 2005).
Menurut Rao et al, (2001), tujuan utama dari sediaan lepas lambat
adalah untuk mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah atau
jaringan selama waktu yang diperpanjang. Keunggulan bentuk sediaan ini

menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu


mengulangi pemberian unit dosis.Penghantaran obat ke reseptor atau
tempat bekerjanya obat sering terhambat dengan adanya efek samping
obat ataupun karena pelepasan obat tidak sesuai pada tempat kerjanya.
Untuk itu, obat dibuat dalam bentuk controlled release atau sediaan lepas
terkendali.
Sediaan lepas terkendali ini mengatur pelepasan obat di dalam
tubuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas obat pada
reseptornya.Sediaan sustained release atau sediaan lepas lambat
merupakan bagian dari bentuk controlled relese. Sediaan lepas lambat
merupakan sediaan yang menyebabkan obat terlepas ke dalam tubuh
dalam waktu yang lama.

B.

Tujuan
Tujuan dari pembuatan tugas makalah Drugs Delivery Systems

dan Oral Sustained Release ini adalah untuk dapat lebih memahami
tentang Sistem penghantaran produk sedian obat dengan penggunaan
secara oral sustained release dalam tubuh (nasib obat di dalam tubuh).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Teori Dasar Drug Delivery System dan Oral Sustained Release


A Anatomi Saluran Pencernaan (GI)
Dibandingkan dengan cara-cara lainnya, cara oral dianggap paling alami, tidak sulit,
menyenangkan dan aman dalam pemberian obat. Hal-hal yang tidak menyenangkan dalam
pemberian secara oral termasuk respons obat yang lambat (bila dibandingkan dengan obatobat yang diberikan secara parenteral); kemungkinan absorpsi obat yang tidak teratur, yang
tergantung pada faktor-faktor seperti perbaikan yang mendasar, jumlah atau jenis makanan
dalam saluran cerna; dan perusakan beberapa obat oleh reaksi dari lambung atau oleh enzimenzim dari saluran cerna.
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang
terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

Gambar 1: Sistem Pencernaan


A Mulut
Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem
pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai
macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang
(molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan
dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
B Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui

kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari


bahasa Yunani: i, oeso - "membawa", dan , phagus "memakan").
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
C Lambung
Lambung merupakan suatu organ pencampur dan pensekresi di mana makanan
dicampur dengan cairan cerna dan secara periodik dikosongkan ke dalam usus halus. Akan
tetapi gerakan makanan dan produk obat dalam lambung dan usus halus sangat berbeda
tergantung pada keadaan fisiologik. Dengan adanya makanan lambung melakukan fase
digestive dan tanpa adanya makanan lambung melakukan fase interdigestive. Selama
fase digestive partikel pertikel makanan atau partikel partikel padat yang lebih besar dari
2 mm ditahan dalam lambung, sedangkan partikel partikel yang lebih kecil dikosongkan
melalui sphincter pilorik pada suatu laju order kesatu yang tergantung pada isi dan ukuran
dari makanan. Selama fase interdigestive lambung istirahat selama 30 40 menit sesuai
dengan waktu istirahat yang sama dalam usus halus. Kemudian terjadi kontraksi peristaltik,
yang diakhiri dengan housekeeper contraction. Suatu obat dapat tinggal dalam lambung
selama beberapa jam jika diberikan selama fase digestive, bahan bahan berlemak, makanan
dan osmolitas dapat memperpanjang waktu tinggal dalam lambung. Di samping itu, bila obat
diberikan selama fase interdigestive, obat berpindah secara cepat ke dalam usus halus.
Pelarutan obat dalam lambung juga dapat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya makanan. Harga
normal pH lambung pada istirahat adalah 1, bila ada makanan pH sering naik menjadi 3 5
disebabkan adanya pendaparan bahan makanan. Suatu obat diuji secara In Vitro dengan Hcl
0,1 N melepaskan obat pada laju order nol, dapat tidak melepaskan obat pada laju yang sama
pada pH 3 5.
D Usus Halus
Bagian proksimal dari usus halus mempunyai pH sekitar 6 sehubungan dengan
netralisais asam dengan bikarbonat yang disekresi oleh duodenum ddan pankreas. Dengan
adanya mikrovili usus halus memberi suatu luas permukaan yang sangat besar untuk absorbsi
obat. Waktu transit dalam usus halus suatu sediaan padat dari 95% populasi disimpulkan

sekitar 3 jam atau kurang. Untuk memperkirakan waktu transit, berbagai penelitian telah
dilakukan dengan menggunakan uji lactulose hidrogen yang mengukur penampakan hidrogen
dalam nafas penderita (laktulosa dimetabolisme secara cepat oleh bakteri bakteri didalam
usus besar yang menghasilkan hidrogen yang secara normal tidak terdapat dalam pernapasan
orang). Hal ini sesuai bahwa waktu transit G1 yang relatif pendek dari mulut ke cecum yaitu
4 2,6 jam. Jarak ini disimpulkan terlalu pendek untuk sedian sustained release yang bekerja
sampai 12 jam, kecuali kalau obat untuk diabsorbsi dalam kolon. Kolon mempunyai sedikit
cairan dan bakteri yang berlimpah yang dapat membuat absorbsi obat tidak menentu dan
tidak sempurna.waktu transit untuk pellet telah diteliti dalam bentuk disentegrasi yang
keduanya menggunakan bahan radiopaq tidak larut dan terlarut. Sebagian besar pellet yang
tidak larut dilepaskan dari kapsul setelah 15 menit , setelah 3 jam pellet telah tersebar dalam
lambung dan sepanjang usus halus. Pada waktu 12 jam seluruh pellet berada pada kolon
ascending dan setelah 24 jam berada pada kolon descending yang siap memasuki rektum.
Usus Halus merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai terdiri dari 3 bagian yaitu

Kardia.

Fundus.

Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin

(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3
zat penting :

Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan
pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.

Asam klorida (HCl)


Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna
memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

E Usus halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Bagian proksimal dari usus halus mempunyai pH sekitar 6 sehubungan dengan
netralisais asam dengan bikarbonat yang disekresi oleh duodenum ddan pankreas. Dengan
adanya mikrovili usus halus memberi suatu luas permukaan yang sangat besar untuk absorbsi
obat. Waktu transit dalam usus halus suatu sediaan padat dari 95% populasi disimpulkan
sekitar 3 jam atau kurang. Untuk memperkirakan waktu transit, berbagai penelitian telah
dilakukan dengan menggunakan uji lactulose hidrogen yang mengukur penampakan hidrogen
dalam nafas penderita (laktulosa dimetabolisme secara cepat oleh bakteri bakteri didalam
usus besar yang menghasilkan hidrogen yang secara normal tidak terdapat dalam pernapasan
orang). Hal ini sesuai bahwa waktu transit G1 yang relatif pendek dari mulut ke cecum yaitu
4 2,6 jam. Jarak ini disimpulkan terlalu pendek untuk sedian sustained release yang bekerja
sampai 12 jam, kecuali kalau obat untuk diabsorbsi dalam kolon. Kolon mempunyai sedikit
cairan dan bakteri yang berlimpah yang dapat membuat absorbsi obat tidak menentu dan
tidak sempurna.waktu transit untuk pellet telah diteliti dalam bentuk disentegrasi yang
keduanya menggunakan bahan radiopaq tidak larut dan terlarut. Sebagian besar pellet yang
tidak larut dilepaskan dari kapsul setelah 15 menit , setelah 3 jam pellet telah tersebar dalam
lambung dan sepanjang usus halus. Pada waktu 12 jam seluruh pellet berada pada kolon
ascending dan setelah 24 jam berada pada kolon descending yang siap memasuki rektum.
F Usus Besar
Dalam kolon ada sedikit cairan dan transit obat diperlambat, absorbsi obat dalam
daerah ini tidak banyak diketahui, meskipun obat tak terabsorbsi yang mencapai daerah
daerah ini dapat dimetabolisme oleh bakteri.obat obat diabsorbsi cepat bila diberikan dalam
sediaan rektal. Tetapi laju transit dipengaruhi oleh kecepatan defekasi. Mungkin obat obat
yang diformulasi untuk 24 jam akan tinggal dalam daerah ini untuk diabsorbsi. Ada sejumlah

produk sustainedrelease yang diformulasi untuk memperoleh keuntungan dari kondisi


fisiologis saluran GI. Butir butir salut enterik telah terbukti melepaskan obat lebih 8 jam
bila digunakan bersama sama makanan, sehubungan dengan pengosongan butir butir salut
enterik berangsur angsur ke dalam usus halus. Formulasi khusus floating tablet yang tetap
tinggal di bagian atas lambung telah digunakan untuk memperpankang waktu tinggal obat
dalam lambung. Untuk pengobatan yang manjur, tidak satupun metode ini memberikan
keterandalan yang cukup konsisten. Penelitian eksperimental yang lebih banyak dalam
bidang ini masih diperlukan
G Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak
yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
H Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas
jari).

Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :


Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon
ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat
dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh
tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai
saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang
berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
I

Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki

berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.


Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam
tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga
memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan
hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah
yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung
dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta.
Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zatzat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
J

Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang

dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan.
Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.

Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb)
yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
B Drug Delivery System (DDS) dan Sustained Release
Drug Delivery System (DDS) adalah istilah yang terkait erat dengan penghantaran

(delivery) senyawa farmasetik (obat) pada manusia atau binatang. Hampir semua metode
umum dalam penghantaran adalah metode yang tidak infasif secara oral (via mulut),
nasal/hidung, hirupan (paru-paru) dan rute rectal/dubur. Jadi secara sejarah, bidang
farmasetika klasik mendasari DDS. seiring dengan berkembang dan banyak diketahuinya
patologi molekular berdasarkan ilmu dasar biologi molekular, komunikasi sel dan signal
transduksi target penyakit semakin spesifik dan jelas. Sehingga DDS tidak sekedar
penggunaan bahan-bahan lazim celophan, siklodekstrin dan derivat karbohidrat lain, aerosol,
sediaan uap/gas saja namun sekarang pendayaagunaan semua bahan yang ada di sekitar kita
yang mampu menghantarkan obat ke target obat secara spesifik termasuk hal yang dipelajari
oleh DDS.
Sistem Penghantaran Obat terkendali terjadi ketika suatu polymer, apakah alami atau
buatan, dikombinasikan dengan suatu zat bantu yang diharapkan dapat mengendalikan
penyerahan obat/racun adalah untuk mencapai pengobatan yang lebih efektif ,menghapuskan
potensi untuk tidak tercapainya efek terapi atau bahkan Overdosis. Lain keuntungan dari
menggunakan controlled-delivery sistem dapat meliputi pemeliharaan dari tingkatan obat di
dalam suatu cakupan yang diinginkan, penggunaan yang optimal dari obat, dan pemenuhan
pasien yang ditingkatkan.
Dewasa ini, teknologi pembuatan sediaan obat yang bersistem lepas lambat
mendapatkan perhatian besar pada bidang pengembangan formula obat, terutama untuk
formulasi obat-obatan yang memiliki stabilitas rendah, bioavailabilitas kecil atau toksisitas
tinggi. Pendekatan yang saat ini dipandang paling prospektif untuk pembuatan sediaan lepas
terkendali ini adalah dengan menggunakan teknik enkapsulasi. Penyalutan bahan aktif dalam
suatu partikel spheris berukuran sangat kecil (mikro hingga nanometer) akan memungkinkan
untuk menghantarkan obat pada area target dan melepaskannya secara terkendali sehingga

efikasi obat dan efektifitas terapi meningkat. Pada kelompok penelitian mengembangkan
teknologi pembuatan mikro/nanopartikel dari bahan polimer untuk mengenkapsulasi berbagai
jenis bahan aktif obat dan suplemen
Suatu Obat sustained release dirancang untuk melepaskan suatu dosis terapeutik awal
obat (dosis muatan), yang diikuti oleh suatu pelepasan obat yang lebih lambat dan konstan.
Laju pelepasan penjagaan dirancang sedemikian agar jumlah obat yang hilang dari tubuh
melalui eliminasi diganti secar konstan.
Dengan produk Sustained release konsentrasi obat dalam plasma yang konstan dapat
dipertahankan dengan fluktuasi yang minimal. Pemilihan obat dan dosis penting dalam
memformulasi suatu produk sustained release, pada umumnya suatu obat dengan kelarutan
rendah hendaknya tidak diformulasi dalam tablet nondisintegrasi, oleh karena resiko
pelarutan yang tidak sempurna adalah besar.
Suatu obat dengan kelarutan rendah pada pH netral hendaknya diformulasi sedemikian
agar sebagian besar obat dilepaskan sebelum mencapai kolon. Kekurangan cairan dalam
kolon dapat membuat pelarutan yang sempurna sulit dicapai.
Pemakaian obat secara oral merupakan hal yang efektif memberikan kenyamanan dan
kemantapan dalam penanganan, pengenalan dan pemakaian oleh pasien.

Mungkin

contoh

yang paling penting dari yang terakhir ini adalah berbagai sediaan insulin, yang semuanya
harus diberikan secara parenteral karena perusakan zat hormone yang berupa protein oleh
enzim proteolitik dari saluran cerna. Apabila pengobatan dilakukan oleh pasien sendiri
mungkin sekali terjadi keraguan dalam pengambilan takaran yang sesuai dengan yang
ditentukan dokter, dan tdak dapat disangkal bahwa banyak contoh terjadinya kelebihan atau
kekurangan dosis karena penggunaan obat-obat oleh pasien sendiri. Walaupun kesalahan
dosis yang berhubungan dengan semua cara dalam penggunaan obat oleh pasien sendiri
merupakan suatu kerugian, tidak saja pada cara oral yang lebih dikenal, tidak ada jalan lain
yang betul-betul efektif.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Oral Sustained Release dan DDS
Berikut ini merupakan faktor fisika-kimia yang mempengarui desain bentuk sediaan
lepas lambat peroral adalah:
a

Ukuran dosis
Sediaan lepas lambat tidak cocok untuk obat obat yang memiliki dosis relative
besar.

Kelarutan

Senyawa dengan kelarutan yang sangat rendah (< 0,01 mg/ml) sudah bersifat lepas
lambat, pelepasan obat dari bentuk sediaan dalam cairan gastrointestinal dibatasi oleh
kecepatan disolusinya.
c

Koefisien partisi
Senyawa dengan koefisien partisi yang rendah akan mengalami kesulitan menembus
membran sehingga bioavailabilitasnya rendah.

Stabilitas
Untuk obat yang tidak stabil dalam usus halus akan menunjukkan penurunan
bioavailabilitas jika diberikan dalam bentuk sediaan lepas lambat.

Faktor Biofarmasetika
Tujuan utama dari suatu produk obat pelepasan terkendali adalah untuk mencapai
suatu efek terapeutik yang diperpanjang disamping memperkecil efek samping yang
tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma. Secara
ideal, produk obat penglepasan terkendali hendaknya melepaskan obat pada suatu laju
yang konstan, atau laju order nol. Setelah lepas dari produk obat, obat secara cepat
diabsorbsi dan laju absorpsi akan mengikuti kinetika order nol yang sama dengan
suatu infusi obat secara intravena. Dalam banyak hal produk obat dirancang agar laju
absorbsi sistemik obat dibatasi oleh laju penglepasan obat melalui sistem delivery
obat. Disayangkan bahwa sebagian besar produk obat pelepasan terkendali yang
melepaskan obat dengan kinetika order nol in vitro tidak menunjukkan absorbsi obat
order nol jika diberikan in vivo. Kurangnya absorbsi obat order nol dari produk obat
pelepasan terkendali setelah pemberian oral dapat disebabkan oleh sejumlah kejadian
yang tidak dapat diperkirakan yang terjadi dalam saluran cerna selama absorbsi

C Kelebihan dan kelemahan bentuk sediaan sustained release


Kelebihan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan konvensional
adalah sebagai berikut (Ansel et al, 1999):
a

Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah

Mengurangi frekuensi pemberian

Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien

Mengurangi efek samping yang merugikan

Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan


Sedangkan kelemahan sediaan lepas lambat diantaranya adalah (Ansel et al, 1999):

Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional

Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas secara
cepat

Sering mempunyai korelasi in vitro in vivo yang jelek

Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis

Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di saluran cerna

Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tibatiba mengalamikeracunan
maka untuk menghentikan obat dari sistem tubuh akan lebih sulit dibanding sediaan
konvensional

Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar (500 mg)

Mekanisme Pelepasan dan Perjalanan Obat Oral sustained Release

Absorbsi
Absorbsi obat setelah penggunaan melalui mulut dapat terjadi pada berbagai tubuh
antara rongga mulut dan anus. Umumnya hal penting yang diharapkan dari sebagian besar
contoh adalah makin tinggi absorpsi suatu obat sepanjang saluran makanan, kerjanya akan
lebih cepat. Bagaimanapun karena perbedaan secara fisika dan kimia diantara zat obat serta
bentuk sediaan dimana obat diberikan kedalam tubuh, maka suatu obat mungkin akan
diabsorbsi lebih baik pada suatu keadaan lingkungan daripada lainnya, tanpa memandang
tempatnya yang berhubungan satu sama lain didalam saluran cerna.
Dalam hal-hal tertentu rongga mulut merupakan tempat absorbsi untuk obat-obat
tertentu. Secara fisika, absorpsi obat dalam mulut dikendalikan dengan membiarkan
melarutnya zat obat dan ditahan dalam rongga mulut dengan tidak sering atau tidak ditelan
sampai rasa dari obat habis. Secara farmasi, proses ini dibantu dengan menyediakan obat
dalam bentuk terlarut atau sebagai tablet tidak bersalut yang dapat pecah dengan sempurna
dan melarut dengan cepat.

Kesanggupan obat untuk diabsorbsi dalam mulut menyebabkannya dapat berada pada
permukaan tempat absorbsi dalam kadar yang lebih tinggi dari pada ditelan, karena obat-obat
makin lama makin diencerkan dengan cairan dan isi dari pencernaan selama melewati saluran
makanan. Apabila cairan ini mempunyai pengaruh yang merusak terhadap kestabilan zat
obat, selanjutnya absorpsinya sebagai suatu molekul yang aktif menjadi berkurang, mungkin
diperlukan absorpsi oral. Pilihan yang sama mungkin diperlukan untuk obat-obat yang sangat
rentan terhadap degradasi metabolic oleh hati, karena pada absorpsi dilambung dan usus zat
obat memasuki sirkulasi portal (gerbang perputaran) dan terbuka terhadap proses
detoksifikasi dari hati.
Pemberian obat secara oral dengan ditelan merupakan pilihan pertama kecuali bila obat
tidak efektif dengan cara ini dibutuhkan onset kerja obat yang sangat cepat yang dalam hal ini
penggunaan injeksi biasanya lebih disukai. Kurangnya kemanjuran obat sesudah pemberian
oral mungkin disebabkan oleh perusakan zat obat oleh enzim-enzim atau keadaan lingkungan
dari system saluran cerna.
Obat dapat diubah dalam system saluran cerna menjadi berbagai bentuk yang
menjadikannya kurang atau lebih lambat tersedia untuk diabsorbsi. Perubahan ini mungkin
disebabkan oleh penggabungan atau berkaitannya obat-obat dengan beberapa bahan lain yang
mungkin berupa suatu unsure yang normal dari system saluran cerna atau suatu bahan
makanan atau bahan obat lain.
Betul atau tidaknya suatu obat berinterkasi dengan makanan yang ada dalam lambung,
bercampurnya makanandan obat umumnya mengakibatkan penundaan dari obat. Isi lambung
cenderung mengencerkan kadar dari obat, dengan makin besarnya pengenceran dan
penurunan absorbsi yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah dari makanan yang ada.
Karena kebanyakan dari obat-obat diabsorbsi lebih baik dalam usus halus daripada lambung,
maka bila dikehendaki absorbsi yang cepat, umumnya diiginkan obat yang dapat melewati
lambung masuk kedalam usus halus secepat mungkin. Karena itu, waktu pengosongan
lambung merupakan factor penting dalam menentukan keberhasilan kerja obat yang
tergantung pada absorbsi dalam usus halus.
Pengosongan lambung yang lambat juga merugikan terutama terhadap obat-obat yang
dapat dirusak oleh keadaan lingkungan lambung dapat bertambah karena sejumlah factor
termasuk adanya makanan yang berlemak, berbaring diatas punggung apabila terpaksa
tinggal ditempat tidur karena sakit dan adanya obat-oabt (misalnya morfin) yang mempunyai
pengaruh meredakan pergerakan dari system saluran cerna. Biasanya minum obat dengan
menggunakan air yang banyak membantu pengosongan lambung dan dilakukan ke dalam

usus.
pH dari system saluran cerna meningkat maju sepanjang saluran mulai pH sekitar 1
dalam lambung sampai lebih kurang pH 8 pada tempat yang paling ujung dari usus. pH punya
kelakuan tertentu terhadap derajat ionisasi dari kebanyakan obat, dan ini selanjutnya
mempengaruhi kelarutan lipid, permeabilitas membrane dan absorbsi. Kareana sebagian
besar obat diabsorbsi secara difusi pasif melalui dinding lipoid maka koefisien partisi lipid/air
dan pKa obat merupakan hal penting yang utama terhadap derajat dan temapt absorpsi oabta
dalam system saluran cerna. Sebagai ketentuan umum, asam lemah kebanyakan tidak
terionisasi dalam lambung dan diabsorpsi dengan baik dari tempat ini, sedangkan basa lemah
terionisasi dengan baik dalam lambung dan absorbsinya pada permukaan lambung tidak
bermakna.
Alkalinisasi buatan dari lingkungan dalam lambung diharapkan akan dapat mengurangi
absorpsi asam lemah dan meningkatkan absorpsi dari basa lemah dalam lambung. Asam dan
basa kuat umumnya tidak diabsorbsi dengan baik karena derajat ionisasinya yang besar.
Tingkat absorbsi suatu obat pada cara pemberian tertentu, banyak berhubungan dengan
dosis yang harus diberikan untuk mencapai konsentrasi obat yang laik pada tempat kerjanya.
Dosis obat yang sama bias berbeda tergantung pada cara pemberian yang dikehendaki.
Kecepatan absorbsi obat juga berbeda-beda antara cara-cara pemberian obat dan harus
dipertimbangkan dalam memilih cara maupun frekuensi pemberian obat. Obat yang
diabsorpsi dengan segera mau tidak mau akan dieliminasi lebih cepat dari tubuh
dibandingkan obat yang diabsorbsi lebih perlahan. Kecepatan eliminasi obat dari tubuh juga
menentukan pemberian dosis dan pemberian frekuensi dosis itu.
Difusi Pasif
Istilah difusi pasif

digunakan untuk melukiskan lewatnya molekul-molekul obat

melalui suatu membran yang bersifat inert dan tidak berpartisipasi aktif

dalam proses

tersebut. Proses absorbsi dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi yang ada diseberang
membran, dengan perjalanan obat terjadi terutama dari tempat yang berkonsentrasi obat
tinggi ke tempat yang berkonsentrasi obat rendah.
Difusi pasif diketengahkan oleh hukum Ficks pertama yang menyatakan bahwa laju
difusi atau transpor melewati membran (dc/dt) sebanding dengan perbedaan konsentrasi pada
kedua sisi membran tersebut :

dc /dt=ka (c1-

Dimana C1 dan C2 menunjukkan konsentrasi obat pada masing-masing sisi membran dan Ka
adalah konstanta pembanding.
Salah satu sediaan dengan pelepasan obat yang dimodifikasi adalah sediaan dengan
pelepasan diperlambat. Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas
lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di dalam lambung.
Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastro Retentive Drug
Delivery System (GRDDS). Keuntungan GRDDS diantaranya adalah mampu meningkatkan
bioavailabilitas, mengurangi obat yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan kelarutan
obat-obatan yang kurang larut pada lingkungan pH yang tinggi. GRDDS juga memiliki
kemampuan untuk menghantarkan obat-obatan secara lokal di dalam lambung (contoh:
antasid dan anti Helicobacter pylori) dan usus kecil bagian atas .
Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan waktu tinggal
obat di dalam lambung/Gastrict Residence Time (GRT), diantaranya adalah suatu sistem
bioadesif yang dapat melekat pada permukaan mukosa lambung, sistem penghantaran yang
dapat meningkatkan ukuran obat dengan segera sesudah obat tersebut ditelan sehingga
tertahan di dalam lambung, sistem dengan densitas yang besar sehingga ketika masuk
lambung akan segera tenggelam di bagian lekukan lambung, sistem yang dikontrol secara
magnetik bekerja dengan menggabungkan magnetit oksida atau dilapisi oleh magnet dan
suatu sistem dengan densitas yang rendah ( 1,004 gram/ cm3 ) bila dibandingkan dengan
cairan lambung sehingga dapat mengapung di dalamnya
Beberapa metode yang termasuk ke dalam GRDDS adalah sebagai berikut :
1

Sistem Mengapung (Floating System)


Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu
sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan mengambang kemudian
mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan
yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT dan pengurangan
fluktuasi konsentrasi obat di dalam plasma. Sistem mengapung pada lambung berisi
obat yang pelepasannya perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang
rendah/Floating Drug Delivery System (FDDS) juga biasa disebut Hydrodinamically
Balanced System (HBS). FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang lebih rendah
daripada cairan lambung. FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa
mempengaruhi motilitas dan keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan
pada kecepatan yang diinginkan dari suatu sistem.

Sistem mengapung dapat dibagi menjadi 2 macam tergantung ada atau tidaknya bahan
pembentuk gas (gas forming) pada formulasi tersebut. Adapun 2 sistem tersebut adalah
sebagai berikut :
a

Sistem Effervescent
Pada sistem effervescent biasanya menggunakan matriks dengan bantuan polimer
yang dapat mengembang seperti metil selulosa, kitosan, dan senyawa effervescent
seperti natrium bikarbonat, asam tartrat, dan asam sitrat. Sistem effervescent ketika
kontak dengan asam lambung maka akan membebaskan gas karbon dioksida yang
akan terperangkap di dalam senyawa hidrokoloid yang mengembang. Sehingga
menyebabkan sediaan akan mengambang
Wei et al dalam Mamoru Fukuda et al meneliti sifat tablet mengapung yang berisi
HPMC dan natrium bikarbonat. Gas karbon dioksida dilepaskan ketika tablet yang
berisi natrium bikarbonat dicelupkan ke dalam cairan lambung buatan sehingga
menyebabkan tablet mengambang

Sistem Noneffervescent
Pada sistem noneffervescent menggunakan pembentuk gel atau senyawa hidrokoloid
yang mampu mengambang, polisakarida dan polimer-polimer pembentuk matriks
seperti polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat, dan polistirena. Metode formulasinya
yaitu dengan mencampurkan obat dengan hidrokoloid pembentuk gel. Setelah
pemberian maka sediaan ini akan mengembang ketika kontak dengan cairan lambung,
masih berbentuk utuh dengan densitas bulk kurang dari satu. Udara yang terjerap di
dalam matriks yang mengembang mengakibatkan sediaan mampu mengambang,
membentuk struktur yang mirip gel. Kemudian struktur gel bertindak sebagai
reservoir untuk obat yang akan dilepaskan perlahan-lahan dan dikontrol oleh difusi
melalui lapisan gel.

Sistem Bio/Mucoadhesive
Pada awal tahun 1980-an, konsep adhesif mucosal atau mukoadhesif mulai dikenalkan
dalam system penghantaran obat terkendali. Mukoadhesif adalah polimer sintetik atau
alam yang berinteraksi dengan lapisan mucus yang menutupi permukaan epithelialpermukaan dan molekul musin yang merupakan konstituen utama dari mucus.
Sistem penghantaran obat mukoadhesif memperpanjang waktu tinggal sediaan di lokasi

aplikasi atau memperpanjang waktu absorbsi dan memfasilitasi kontak yang rapat
antara sediaan dengan permukaan absorpsi sehingga dapat memperbaiki dan/atau
meningkatkan kinerja terapi obat. Dalam beberapa tahun terakhir banyak sistem
penghantaran obat mukoadhesif telah dikembangkan untuk penggunaan oral, buccal,
nasal, rektal, dan rute vagina untuk efek sistemik dan lokal.
Adhesi dapat didefinisikan sebagai ikatan yang dihasilkan oleh kontak antara adhesif
sensitif-tekanan dan permukaan.
The American Society of testing and materials mendefinisikan sebagai keadaan di mana
dua permukaan yang diadakan bersama oleh gaya antarmuka, yang dapat terdiri dari
gaya-gaya valensi, aksi atau keduanya saling terkait.
Dalam sistem biologis, bioadhesi dapat dibedakan menjadi empat jenis:
1

Adhesi sel yang normal pada sel normal lain

Adhesi sel dengan zat asing

Adhesi sel yang normal terhadap sel patologis.

Adhesi suatu adhesif/perekat terhadap zat biologis.

Untuk tujuan penghantaran obat, istilah bioadhesi menyiratkan pelengkap sistem


pembawa obat menuju lokasi biologis yang spesifik. Permukaan biologis dapat menjadi
jaringan epitel. Jika tambahan perekat adalah sebuah lapisan mukus, fenomena ini
disebut sebagai mukoadhesi. Bioadhesi dapat dimodelkan setelah tambahan bakteri
menuju permukaan jaringan, dan mukoadhesi dapat dimodelkan setelah pelekatan
mukus pada jaringan epitel.
Mekanisme Mukoadhesi
Bioadhesi merupakan fenomena yang tergantung pada sifat bioadhesive. Tahap pertama
melibatkan kontak yang rapat antara bioadhesif dan membran, baik dari permukaan
bioadhesif yang memiliki pembasahan bagus, maupun dari pengembangan bioadhesif.
Pada tahap kedua, setelah diadakan kontak, penetrasi bioadheshif ke dalam celah-celah
permukaan jaringan atau antarrantai dari bioadhesive dengan mukus yang terjadi. Pada
tingkat molekuler, mukoadhesi dapat dijelaskan berdasarkan interaksi molekul.
Interaksi antara dua molekul terdiri dari daya tarik dan daya tolak. Interaksi daya tarik
muncul dari gaya Van der Walls, daya tarik elektrostatik, ikatan hidrogen, dan interaksi
hidrofobik. Interaksi daya tolak terjadi karena tolakan elektrostatik dan tolakan steric.
Untuk terjadi mukoadhesi, interaksi daya tarik harus lebih besar daripada tolakan nonspesifik.

3 kategori utama aplikasi sediaan mukoadhesif dalam system penghantaran obat adalah:
1 Memperlama waktu tinggal (kontak). Kemungkinan ini telah diteliti secara intensif
untuk system penghantaran/pelepasan obat terkendali yang diberikan secara oral dan
rute pemberian okuler.
2 Kontak intensif dengan membrane pengabsorpsi. Tablet mukoadhesif atau laminat
menunjukkan sifat pelepasan obat yang menguntungkan jika digunakan melalui rute
bukal.Sediaan dalam bentuk partikel mikro (micro particles) sudah berhasil digunakan
pada aplikasi obat melalui nasal. Selain itu, terbuka juga peluang untuk memberikan
obat secara rectal dan vaginal.
3 Lokalisasi system penghantaran obat. Dalam beberapa kasus, obat secara preferensial
diabsorpsi pada daerah tertentu (spesifik) dari saluran cerna yang juga dinamakan
jendela absorpsi (absorption window).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mukoadhesi:
1 Faktor-faktor yang terkait polymer: berat molekul; Konsentrasi polimer aktif;
Fleksibilitas rantai polimer; konfirmasi spacial; pengembangan
2 Faktor-faktor yang terkait lingkungan: pH polimer-antarmuka substrat; kekuatan
terapan; awal waktu kontak
3 Faktor fisiologis: kondisi musin; kondisi penyakit
Sistem bio/mucoadhesive merupakan suatu sistem yang menyebabkan tablet dapat
terikat pada permukaan sel epitel lambung dan memperpanjang waktu tinggal di dalam
lambung dengan peningkatan durasi kontak antara sediaan dan membran biologis.
Konsep dasarnya adalah mekanisme perlindungan pada gastrointestinal. Daya lekat
epitel dari mucin diketahui dan telah digunakan dalam pengembangan GRDDS melalui
penggunaan polimer bio/mucoadhesive. Perlekatan sistem penghantaran pada dinding
lambung meningkatkan waktu tinggalnya terutama di tempat aksi (1).
Sistem penghantaran obat mukoadhesif secara oral dikembangkan dengan beberapa
tujuan antara lain: meningkatkan bioavailabilitas, penghantaran yang ditargetkan
spesifik ke wilayah tertentu saluran GI, memaksimalkan tingkat absorpsi karena kontak
yang baik dengan menyerap membran, meningkatkan perlindungan obat dengan
polimer enkapsulasi dan memperpanjang waktu transit sehingga memperpanjang waktu
absorpsi.

Salah satu obat yang digunakan sebagai model adalah Famotidin, suatu antagonis
reseptor-H2 yang banyak digunakan dalam pengobatan tukak peptik dalam dosis 20 mg
b.i.d. Waktu paruh plasma obat (Famotidin) berdasarkan literatur adalah 2,5-3 jam,
yang mungkin dapat menimbulkan efek toksik jika penggunaannya diperpanjang.
3 Sistem Mengembang/ Swelling System
Merupakan suatu sediaan yang apabila berkontak dengan asam lambung maka sediaan
akan segera mengembang sehingga ukurannya menjadi lebih besar dan tetap bisa
bertahan di dalam lambung.
Bentuk-bentuk Sediaan Pelepasan Terkendali
Ada beberapa tipe bentuk obat yang penglepasannya terkendali dikenal dengan tablet
atau kapsul yang kerjanya controlled-release, delayed-release, sustained-action, prolongedaction, sustained-release, prolonged-release, timed-release, slow-rfeleased, extended-action,
atau extended-release.
Bentuk sediaan controlled-release menyampaikan obat ke dalam tubuh pada laju yang
terkendali dan direncanakan. Kebanyakan bentuk sustained-released dirancang supaya
pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan penglepasan sejumlah obat segera setelah
pemakaianannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara
berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk memelihara
tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang, biasanya sampai 8 sampai 12
jam. Keunggulan tipe bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata
tanpa perlu mengulangi pemberian unit dosis.
Dalam tipe bentuk sediaan ini, rancangannya terutama harus berdasakan pada mutu
yang khusus dari masing-masing obat , terutama sebagaimana yang ditimbulkan oleh kerja
biologisnya. Apa yang mungkin efektif pada jenis bentuk sediaan yang dirancang untuk suatu
obat, mungkin tidak efektif bagi jenis sustained release obat lain, karena kekhasan fisik,
kimia, dan kualitas biologis dari masing-masing bahan obat. Dalam usaha untuk menjaga
kadar obat konstan pada sistem ini, obat harus dilepaskan dari bentuk sediaanya pada tingkat
kecepatan yang akan menggantikan sejumlah obat yang sedang dimetabolisasi dan
dikeluarkan dari tubuh. Untuk tiap-tiap obat , hal ini merupakan kualitas yang sangat
individu. Pada umumnya obat-obat yang paling cocokdigunakan menjadi produk sustainedrelease ialah obat yang memiliki laju absorpsi dan eksresi sedikit tinggi, obat dosis yang
relatif kecil, obat yang tidak merata diabsobsi dari saluran cerna dan obat yang digunkan

untuk mengobati keadaan kronik daripada yang akut.


Walaupun produk sustained release banyak macamnya, tetapi produk ini ndapat
dikelompokkan menurut apa yang disajkian oleh controlled release sesuai dengan mekanisme
kerjanya. Beberapa teknik proses ini dimanfaatkan untuk dapat mengendalikan penglepasan
obat pada bentuk sediaan padat, tapi masih dianggap kurang.
Macam-macam nya ialah :
a

Butir atau granul salut atau obat yang dikapsulasi mikro

Pengisisan obat ke matriks yang terkikis perlahan-lahan

Obat dimasukkan dalam plastik yang inert

Pembentukkan kompleks

Damar(resin) penukar ion

Pompa osmotik

Bentuk kerja berulang

Bentuk kerja diperlambat.

Contoh Perjalanan obat di dalam tubuh dalam bentuk sediaan sustained release
( berupa video tentang sustained release/ perjalanan obat di dalam tubuh)

BAB III
PEMBAHASAN
Dari contoh video yang dilampirkan, pembahasan mengenai sustained release fokus
terhadap kerja obat atau nasib obat dalam tubuh yaitu konsep pemberian obat sustained
release adalah pelepasan berkelanjutan , pelepasan terkontrol, dari sistem pengiriman obat
yang dirancang untuk mencapai efek terapi yang berkepanjangan dengan terus melepaskan
obat selama jangka waktu setelah pemberian dosis tunggan dengan efek samping yang
minimal dan lebih memberikan kenyamanan terhadap pasien. Dalam sustained release
tersebut menggunakan sistem matriks, matriks obat tersebut didefinisikan sebagai dispersi
seragam obat secara homogen didalam pembawa dan formulasi dikembangkan untuk
mengontrol secara efektif kecepatan ketersediaan obat tergantung dari bahan polimernya.
Mekanisme pelepasan obat dalam video tersebut yaitu

secara matriks hidrofilik ,

partikel obat terdispersi atau terlarut dalam polimer yang larut dalam air, dan pelepasan obat
terjadi dengan terbentuknya gel terjadi pengembangan matriks dan obat terlarut.
Untuk polimer-polimer yang digunakan dapat menggunakan metilselulosa, HPMC, etil
selulosa, Natrium karboksi metil selulosa dan sebagainya tergantung sifat dari zat aktiv yang
digunakan dan dilihat dari sifat fisika dan kimianya.
Adapun mekanisme pelepasan obat yang lain yaitu secara matriks inert, obat terdapat
dalam polimer yang tidak larut dalam larutan gastrointestinal. Proses pelepasan obat terjadi
dengan penetrasi cairan ke dalam polimer melalui pori-pori atau agen pembasah dalam
matriks yang berfungsi meningkatkan permeasi cairan , sehingga terjadi proses disolusi dan
difusi dari obat.

BAB IV
PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN
Drug Delivery System (DDS) adalah istilah yang terkait erat dengan penghantaran
(delivery) senyawa farmasetik (obat) pada manusia. Sustained release yaitu sediaan yang
dirancang untuk memberikan aktivutas terapeutik diperlama dengan cara pelepasan obat
secara terus menerus selama periode tertentu dalam sekali pemberian.
Mekanisme pelepasan obat secara sistem matriks terjadi secara difusi dan disolusi. Pada
proses difusi, umumnya terjadi tanpa melalui proses pengembangan dan erosi dari matriks,
jadi obat keluar dengan cara migrasi dari zat aktif yang bergantung dari sifat dari obat
tersebut. Sedangkan, pada mekanisme secara disolusi, matrik mengalami proses pelarutan
atau terlarut dalam medium atau terjadi proses erosi, yang diikuti pelarutan zat aktif sehingga
zat aktif dapat terlepas atau keluar dari pembawa.
Pada sistem matriks dibedakan menjadi dua tipe pelepasan, yaitu untuk sistem matriks
hidrofilik dan sistem matrik tidak larut atau inert. Pada sistem matriks hidrofilik, partikel obat
terdispersi atau terlarut dalam polimer yang larut air, dan pelepasan obat terjadi dengan
terbentuknya gel, terjadi pengembangan matriks dan obat terlarut. Sedangkan pada sistem
matriks inert, obat terdapat dalam polimer yang tidak larut dalam larutan gastrointestinal.
Proses pelepasan obat terjadi dengan penetrasi cairan ke dalam polimer melalui pori-pori atau
agen pembasah dalam matriks yang berfungsi meningkatkan permeasi cairan, sehingga
terjadi prose disolusi dan difusi dari obat.
Ada beberapa tipe bentuk obat yang penglepasannya terkendali dikenal dengan tablet
atau kapsul yang kerjanya controlled-release, delayed-release, sustained-action, prolongedaction, sustained-release, prolonged-release, timed-release, slow-rfeleased, extended-action,
atau extended-release. Adapun contoh dari sediaan obat lepas lambat yaitu : Adalat oros,
Rhinos-SR, Quibron TSR, dan lain-lain.
IV.2 SARAN
Dalam menyelesaikan tugas ini hendaknya mahasiswa diberi gambaran bagaimana
sustaned released bekerja dalam tubuh, sehingga dalam penyusunan makalah menjadi lebih
baik karena sudah berbekal materi yang cukup.

DAFTAR PUTAKA
Howard C.Ansel : Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi 4 .Universitas Indonesia , 2005.
Lahman, L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi 2, Jilid III,Universitas
Indonesia, Jakarta.
http://ifhaa-jasmin.blogspot.com/2012/05/matriks-sustained-release.html ( Diakses pada
tanggal 23 November 2012 pukul 20.00 )

You might also like