You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit yang
diderita oleh hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah
penderita hipertensi sendiri terus bertambah setiap tahunnya. Sampai saat ini
hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Riset

Kesehatan Daasar

(RISKESDAS) tahun 2007 mendapatkan prevalensi hipertensi pada penduduk


umur 18 tahun ke atas di Indonesia cukup tinggi yakni mencapai 31,7% dengan
penduduk yang mengetahui dirinya menderita hipertensi hanya 7,2% dan yang
minum obat antihipertensi hanya 0,4%.

Sedangkan Menurut Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood


Pressure VII (JNC-VII), hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia.
Data tahun 2010 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa
berusia 18 tahun ke atas menderita hipertensi.1,2,3,4,5
Di Indonesia sendiri berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia 2011,
hipertensi termasuk ke dalam 10 besar penyakit rawat inap dan rawat jalan di
rumah sakit pada tahun 2010 dengan jumlah kasus sebanyak 19.874 pasien rawat
inap dan 80.615 pasien rawat jalan. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menurut
provinsi, provinsi Kalimantan Selatan (39,6%), Jawa Timur (37,4%), Bangka
Belitung (37,2%), Jawa Tengah (37,0%), Sulawesi Tengah (36,6%), DI
Yogyakarta (35,8%), Riau (34,0%), Sulawesi Barat (33,9%), Kalimantan Tengah
(33,6%), dan Nusa Tenggara Barat (32,4%), merupakan provinsi yang mempunyai
prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional (31,7%).6

BAB II
LAPORAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
:Tn. M
Umur
: 52 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: ds.Krueng Baroe, Samudera
Waktu Pemeriksaan : 15 juli 2015
ANAMNESIS
a. Keluhan utama

: Nyeri kepala

b. Keluhan Tambahan

: Sulit tidur

c. Riwayat Penyakit Sekarang


:
Pasien datang ke Puskesmas samudera dengan keluhan nyeri
kepala yang dirasakan 2 minggu yang lalu, ketika nyeri kepala muncul
keringat dan Os merasa sulit tidur. Keluhan ini diakui berlangsung terus
menerus dan semakin memberat. Selain itu os juga mengeluhkan nyeri
pada bagian belakang leher dan rasa pegal-pegal pada punggung serta
kaki. Os juga kadang-kadang merasa pusing berputar dan merasa
kelelahan, kesemutan ditangan dan kaki, namun os mengaku tidak merasa
mual atau sampai muntah. Jantung berdebar-debar (-), gangguan
penglihatan (-), BAB dan BAK normal.
d. Riwayat Pengobatan
:
Os mengaku bahwa ia terkadang mengkonsumsi obat sakit kepala
yang dijual di warung untuk mengatasi nyeri kapala yang dialaminya.
Seminggu yang lalu, Os sudah berobat ke puskesmas diberi captopril tapi
tidak ada perubahan. Os tetap merasakan pusing dan nyeri kepala.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
:
Sering merasakan keluhan yang sama karena mempunyai riwayat
hipertensi. Kemudian Os berobat dan kambuh lagi. Riwayat penyakit
jantung (-), DM (-), riwayat operasi (-), asma (-), bronkitis (-).
2

f. Riwayat Penyakit Keluarga


:
Os mengaku ayahnya dulu pernah menderita tekanan darah tinggi.
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
seperti os.
g. Riawayat Alergi
:
Os tidak mempunyai riwayat alergi.
h. Riwayat Psikososial
:
Os mengaku seringkali mengkonsumsi makanan yang asin seperti
ikan asin hampir setiap hari. Os juga sering mengkonsumsi makanan yang
digoreng, jarang mengkonsumsi buah dan sayur serta jarang berolahraga.
Makan teratur sehari 3 kali, os mengaku mengkonsumsi rokok sehari 1
bungkus, mengkonsumsi kopi 2 gelas perhari.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan darah
: 170/110 mmHg
Frekuensi nadi
: 92 x/menit
Frekuensi nafas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,7oC
Berat badan
: 72 Kg
Tinggi badan
: 165 cm
IMT
: 26,42 kg/m
Status generalis
Kepala-Leher
Kulit

: Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)

Kepala

: Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut


berwarna hitam

terdistribusi merata, tidak mudah

dicabut
Mata

OD : Bentuk normal, Konjungtiva anemis (+),


sklera tidak ikterik, palpebral superior et inferior
tidak edema, pupil bulat dengan diameter kurang
lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)

OS : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, skelra


tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak
edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3
mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
Telinga
Hidung

: Bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada serumen


: Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi,

Mulut

tidak ada sekret


: Bentuk normal, bibir lembab, lidah tidak kotor,
letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil
T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan
: Pembesaran KGB -/-

Leher

Thorax
Paru-paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi

: Simetris, tidak ada retraksi


: Tidak teraba massa
: Sonor
: Vesikuler +/+, ronchi -/-, whezzing -/: Pulsasi iktus cordis tidak terlihat
: iktus cordis teraba pada ICS IV linea midclvicula
sinistra, tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea sternalis dextra,


batas jantung kiri pada ICS V linea midklavikula sinistra.
Abdomen
Inspeksi
Palpasi

: tampak cembung
: soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar & lien

tidak teraba
Perkusi
Auskultasi

membesar, turgor kulit baik


: timpani
: bising usus (+), normal

Ekstremitas

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa


IV.

V.
VI.

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah rutin
Urinalisa
Foto Rontgen thorax
EKG
DIAGNOSIS KERJA
Hipertensi grade 2
PENATALAKSANAAN
a. Promotif : Menjelaskan tentang penyakit hipertensi
b. Preventif : Diet rendah garam, olahraga teratur, menghindari faktor
risiko seperti merokok, alkohol dan stress
c. Kuratif
:
Terapi Medikamentosa :
- Captopril 25 mg 3x1
- Amlodipin 5 mg 1x1
- Parasetamol 500 mg 3x1 tab/2 tab
Terapi nonmedikamentosa :
- Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan
-

kebiasaan makan penderita hipertensi


Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi

pasien penderita hipertensi


Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada
pasien penderita hipertensi untuk melakukan olahraga senam
aerobic atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali

seminggu. Selain itu menghentikan kebiasaan merokok dan


mengurangi minum minuman beralkohol.
d. Rehabilitatif
:VII.

PROGNOSIS
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari


140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah
diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat
(80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat
nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit
selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.1
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan
sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang
sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report
of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah
pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2.2
II.

EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah
yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti
stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung
dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam
kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara
yang ada didunia 3. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka
jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah
2

. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara

berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di
perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
III.

penduduk saat ini.3


ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui
dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan
khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu

seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan


vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita
hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif
hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang
IV.

dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.4


FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain
faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang
dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.2
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan
menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya
rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat
hipertensi.1 Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga.5

b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan
umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 60 % mempunyai
tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini
merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah
usianya.6 Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya
oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka
tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri
akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen
pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena
kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur

sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat


sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan
aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor
pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal
juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus menurun.7
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause.8 Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas
wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur
45-55 tahun.7
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam
dari pada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang
lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar. 3
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan
darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National
Institutes for Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi
pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38%
9

untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18%
untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi
normal menurut standar internasional). 8
Menurut Hall (1994)

perubahan

fisiologis

dapat

menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan


darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi
saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada
ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma,
dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium
dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.8
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization
(WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah
tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari.9 Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi
natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya
cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat.

Meningkatnya

volume

cairan

ekstraseluler

tersebut

menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada


timbulnya hipertensi. 10
Karena itu

disarankan

untuk

mengurangi

konsumsi

natrium/sodium.Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium


klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG),
dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang
dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh.
Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak memasak
masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG. 11

10

Tabel 3.1 Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan.12

Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok
berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna
dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. 3
Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari
Brigmans and Womens Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek
yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok,
36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok
perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek
terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam
penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek
dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.13
g.

Tipe kepribadian

11

Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan


dengan prevalensi hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku
yang sesuai dengan kriteria pola perilaku tipe A dari Rosenman yang
ditentukan dengan cara observasi dan pengisian kuisioner self rating dari
Rosenman yang sudah dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme
pola perilaku tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian
menghubungkan dengan sifatnya yang ambisius, suka bersaing, bekerja
tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas. Sifat
tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan
prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah
terjadinya aterosklerosis.14 Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh
darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf
simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas
sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 3

V.

GEJALA KLINIK
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal hipertensi yaitu sakit kepala, pusing, gelisah, jantung berdebar,
perdarahan hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari.
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi
gangguan; penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral
(otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak

VI.

yang mengakibatkan kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma .15


KLASIFIKASI
Tekanan

darah

diklasifikasikan

berdasarkan

pada

pengukuran rata-rata dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan

12

Tabel 3.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII3

VII. PATOFISIOLOGI
Mekanisme

terjadinya

hipertensi

adalah

melalui

terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I


converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal)
akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi
utama.5 Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH) dan rasa haus.ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari)
dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar

tubuh

(antidiuresis),

sehingga

menjadi

pekat

dan

tinggi

osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler


akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.

13

Akibatnya,

volume

darah

meningkat

yang

pada

akhirnya

akan

meningkatkan tekanan darah.5


Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki
peranan penting pada ginjal. Untuk mengatu rvolume cairan ekstraseluler,
aldosteron

akan

mengurangi

ekskresi

NaCl

(garam)

dengancara

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan


diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.5

Gambar 3.1 Patofisiologi hipertensi 16

Patogenesis

dari

hipertensi

esensial

merupakan

multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi


tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator
hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler,
viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi
neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor
meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat

14

berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.4 Perjalanan penyakit


hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang
muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik
yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan
komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil,
jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi
dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan
meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada
pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian
menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi
dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.4

Gambar 3.2 Perjalanan alamiah hipertensi Primer


yang tidak terobati 5

VIII. DIAGNOSIS HIPERTENSI

15

Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran


berulang paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama empat
sampai enam minggu. Pengukuran dirumah dapat menggunakan
sfigmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah pengukuran
untuk analisis.17
Sedangkan menurut Depkes (2006), upaya deteksi faktor
risiko penyakit hipertensi dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai
1.

berikut :18
Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri,
riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga, perubahan aktifitas atau
kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor

2.
3.

4.

psikososial lingkungan keluarga, dan lain-lain)


Pengukuran tekanan darah.
Pengukuran indeks antropometri, seperti pengukuran berat badan dan
tinggi badan.
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang
dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya
kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL).
Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens
kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan
ekokardiografi.16

IX. PENATALAKSANAAN
a. Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi
target tekanan darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target
tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah
130/80 mmHg. American Heart Association (AHA) merekomendasikan
target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80
mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik
atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan 120/80 mmHg untuk pasien
dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney Foundation

16

(NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg
untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75
mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria.2
b. Algoritme Penanganan Hipertensi
Gambar 3.3 Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7. 3
c. Modifikasi Gaya Hidup

17

Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan


darah memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan
hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan
untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap
terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit
jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada
tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam
percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl
diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi.
Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak
menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari
terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol
tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan
tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl,
meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet
yang sehat secara keseluruhan.2
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk
menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata
penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan
berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti
berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah.
Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap
NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan
hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan
setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan
tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih
rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang
mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi
~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan
konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula
dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet

18

kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam
menurunkan tekanan darah. 2
Tabel 3.3 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi
hipertensi.3

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk


mengurangi tekanan darah, mencegah atau memperlambat insiden dari

19

hipertensi, meningkatkan efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi


risiko penyakit kardiovaskular. 3
d. Terapi Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis
hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 adalah: 3
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker
(ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai
secara bertahap, dan target tekanan darah tercapai secara progresif dalam
beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi
dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan
pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis
obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah
awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis
obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum
mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis
obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah.
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah,
baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan
kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi
terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan
kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah. 3
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah:
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

20

Tabel 3.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat

Antihipertensi. 3
Tabel 3.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7. 3

21

X.

KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya

penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan


penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko
terjadinya

komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan

mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan


hidup sebesar 10-20 tahun. 19
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila
penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa

22

organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung
dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem
organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,
yaitu: 20
Tabel 3.6 Komplikasi Hipertensi20

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang


mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan
kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner
dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh
pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain
yangdapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak
sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai
sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada
hipertensi maligna. 21
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi
ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum
adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok,
dislipidemia dan diabetes melitus.

21

23

Tekanan darah sistolik melebihi 140

mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor risiko
kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanandarah 115/75
mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler sebanyak dua kali. 22
XI.

PROGNOSIS
Hipertensi

dapat

dikendalikan

dengan

baik

dengan

pengobatan yang tepat. Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan
obat-obatan antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat
yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci
untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi.16

BAB IV
PEMBAHASAN
I.

ASPEK KLINIS
Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki berumur 52 tahun
dengan keluhan utama nyeri kepala. Nyeri kepala dirasakan 2 minggu
yang lalu, ketika nyeri kepala muncul keringat dan Os merasa sulit tidur.
Keluhan ini diakui berlangsung terus menerus dan semakin memberat.
Selain itu os juga mengeluhkan nyeri pada bagian belakang leher dan rasa
pegal-pegal pada punggung serta kaki. Os juga kadang-kadang merasa
pusing berputar dan merasa kelelahan, kesemutan ditangan dan kaki,
namun os mengaku tidak merasa mual atau sampai muntah. Jantung
berdebar-debar (-), gangguan penglihatan (-), BAB dan BAK normal.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/110
mmHg. Frekuensi nadi: 92 x/menit, laju pernapasan : 20 x/menit, suhu
aksila : 36,7oC, berat badan : 72 Kg, tinggi badan : 165 cm. IMT : 26,42
kg/m
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari
24

ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi


duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5 menit
sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi. Seseorang dinyatakan
mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg.
Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC- VII) dikatakan hipertensi derajat
2 bila didapatkan tekanan darah sistolik> 160 mmHg, dan tekanan
diastolik > 100, oleh karena itu pasien pada laporan kasus ini dapat
didiagnosis menderita Hiperetnsi derajat 2.
Untuk pelaksanaan pada pasien ini diberikan captopril 25 mg, 3x1
tablet serta diberikan pula amloidipin, dan parasetamol untuk membantu
II.

mengurangi keluhan nyeri yang dirasakan.


RESUME
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa
pasien menderita Hipertensi derajat 2. Pasien kurang memiliki
pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang
salah, sering makan ikan asin, kurang berolahraga, merokok.Pasien
mengakui bahwa rumahnya memiliki ventilasi yang kurang dan udara
dalam ruangan yang panas. Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi oleh
karena itu pasien disarankan untuk melakukan pencegahan sekunder untuk
mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan meminum obat secara
teratur, kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan
olahraga teratur, mengurangi stress dengan berekreasi, memperbaiki pola
makan dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat.
Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok risiko tinggi, dianjurkan
untuk berperilaku hidup dengan pola makan yang sehat dan menlakukan
olahraga secara teratur.

25

DAFTAR PUSTAKA

1.

Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection


Study (PDS) to Identify and Compare Health Care Privider and
Consumer Views of Antihypertensive therapy. Journal of Human

2.

Hypertension, Jun Vol 17 Issue 6.


Yogiantoro M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

3.

Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006


Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. Hipertensi dan Faktor Risikonya
dalam Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS.

4.

2007.http;//www.Cermin Dunia Kedokteran.com


Sharma S, et all. Hypertension. Last Update

5.

http//:www.emedicine.com.
Anonim.Hipertensi.Primer.http://www.scribd.com/doc/3498615/HIPERTE

6.

NSI PRIMER?autodown=doc.
Oktora R. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian

Aug

8,

2008.

Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari


7.

Sampai Desember 2005, Skripsi, FK UNRI, 2007, hal 41-42.


Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam:
Robn and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition.

8.

Philadelpia: Elsevier Saunders, 2005.


Cortas K, et all. Hypertension. Last
http//:www.emedicine.com

26

update

May

11

2008.

9.

Shapo L, Pomerleau J, McKee M. Epidemiology of Hypertension and


Associated Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition.

Albania: Journal Epidemiology Community Health 2003


10. Widayanto D. Apa Manfaat Garam Sebagai Bahan Pengawet.
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=Aj3eh2PdCnd0po
.ZrHRTkNLVRg x.;_ylv=3?qid=20080814042051AAWyOOk.
11. Sianturi G. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Last update 27 Februari
2003.

www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?

newsid1046314663,16713, - 24k.
12. Waspadji S dkk. Daftar Bahan Makanan Penukar. Divisi Metabolik
Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Instalasi Ilmu Gizi
RS Cipto Mangunkusuno, Jakarta, 2004.
13. Bowman ST et al. Clinical Research Hypertension. A Prospective Study of
Cigarette Smokey And Risk of Inciden Hypertension In Bringham
And Women Hospital Massachucetts, 2007.
14. Sarwoyo HD dan Hendarwo M. Pola Perilaku Type A (PPTA) Pada
Penyakit Jantung Koroner (PJK). Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya,

Malang.

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/092002/art-2.htm.
15. Cahyono, Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Jakarta :
Kanisius.
16. Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
17. Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
18. Depkes 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
Menular Depkes RI.
19. Cardiology Channel. Hypertension (High Blood Pressure); http://www.
Cardiologychannel.com
20. Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk
Factors in Netherlands. Eur Heart , 1999.p 520.
21. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
22. Ridjab DA. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Tekanan Darah. Majalah
Kedokteran Atmajaya, Volume 4, Nomor 2 2005. hal.73.

27

You might also like