You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

VZV adalah virus DNA yang termasuk dalam famili virus herpes. Seperti virus
herpes lainnya, VZV memiliki kapasitas untuk bertahan dalam tubuh setelah
infeksi (pertama) primer sebagai infeksi laten. VZV tetap dalam ganglia saraf
sensorik. Infeksi primer menyebabkan terjadinya varicella (cacar air), sementara
herpes zoster (shingles) adalah akibat dari infeksi berulang. Virus ini diyakini
memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di lingkungan.(1)
1.1 Definisi
Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh.(2)
1.2 Epidemiologi
Pada orang yang belum mendapat vaksinasi, 90% kasus terjadi pada anakanak dibawah 10 tahun, 5% terjadi pada orang yang berusia lebih dari 15 tahun.
Sementara pada pasien yang mendapat imunisasi, insiden terjadinya varicella
secara nyata menurun. Sejak diperkenalkan adanya vaksin varicella pada tahun
1995, insiden terjadinya varicella terbukti menurun. Dimana sebelum tahun 1995,
terbukti di Amerika terdapat 3-4 juta kasus varicella setiap tahunnya. Transmisi
penyakit ini secara aerogen maupun kontak langsung. Kontak tidak langsung
jarang sekali menyebabkan varicella. Penderita yang dapat menularkan varicella
yaitu beberapa hari sebelum erupsi muncul dan sampai vesikula yang terakhir.
Tetapi bentuk erupsi kulit yang berupa krusta tidak menularkan virus. Di daerah
metropolitan yang beriklim sedang, angka kejadian penyakit ini lebih banyak
ditemukan, dimana epidemi varicella sering terjadi pada musim musim dingin dan
musim semi.(3)

1.3 Patomekanisme
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes.
Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas dan
orofaring. Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus
dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus VZV
dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial, yang merupakan tempat utama
replikasi virus selama masa inkubasi. Selama masa inkubasi infeksi virus
dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon yang timbul.(3,4)
Pada sebagian besar individu replikasi virus dapat mengatasi pertahanan
tubuh yang belum berkembang sehingga dua minggu setelah infeksi terjadi
viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Lesi kulit muncul berturutberturut, yang menunjukkan telah memasuki siklus viremia, yang pada penderita
yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas humoral dan imunitas
seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear, terutama pada limfosit.
Bahkan pada varicella yang tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder
menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ selain kulit.(4)
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat
berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV
berfungsi protektif terhadap varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki
antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah terkena paparan
eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama varicella,
berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko
infeksi yang berat.(4)

BAB II
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
2.1 Diagnosa varicella
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan penampilan dan
perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat
terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.(4)

Anamnesis
Pada pasien dapat ditanyakan adanya demam yang tidak terlalu tinggi,

malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Adanya
Riwayat kontak dengan pasien varicella 2-3 minggu sebelumnya karena masa
inkubasi penyakit ini berlangsung 14-21 hari. Penyebarannya terutama di daerah
badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta
dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian atas.(2,4)

Pemeriksaan Fisis
Bentuk vesikel yang khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan

berubah menjadi pustul kemudian menjadi krusta. Masa inkubasi antara 14


sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10 sampai 21 hari. Masa inkubasi
dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah
menerima pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi
terhadap varicella.(2,4)
-

Gejala prodromal
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak

yang lebih besar dan dewasa, ruam yang seringkali didahului oleh demam selama
2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, nyeri punggung, dan pada beberapa
pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering.(3,4)

Ruam pada varicella


Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan

skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas.
Lesi baru muncul berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral.
Ruam cenderung padat kecil-kecil di punggung dan antara tulang belikat daripada
skapula dan bokong dan lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai
sebelah lateral. Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan
vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah
peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.(4)

Gambar 1 Infeksi VZV : Varicella. Seorang wanita dengan erupsi pruritus


selama 2 hari. Multipel, pruritus, papul eritem, vesikel pada wajah, leher dan
dada.(3)

Gambar 2 Infeksi VZV : Varicella dengan imunisasi. Asimptomatis varicella pada


laki-laki umur 1 tahun dengan riwayat imunisasi 10 hari sebelum onset ruam.(3)
Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang
12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi
papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan
berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel
biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa
sehingga tampak terlihat seperti embun di atas daun mawar. Cairan vesikel
cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel
menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga
menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam
1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang akan berangsur
menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk
jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak
hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.(4)
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea,
saluran cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah
sehingga seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.(4)

Gambar 3 Lesi dengan spektrum luas berupa papul eritem, vesikel (tetesan
embun diatas daun mawar), krusta, dan erosi pada lokasi ekskoriasi pada seorang
anak dengan gejala tipikal varicella.(4)
Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara
simultan (terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus
berkembang. Suatu prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada
anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan di
rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena paparan di
sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan
lebih lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.(4)
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan
tingginya demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi
pada keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5 oC.
Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh
infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang paling
mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.(4)

Pemeriksaan Penunjang
Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara

histopatologi. Pada pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel
epitel yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik. Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan pewarnaan Tzanck, dimana bahan pemeriksaan dikerok
dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas object
glass, dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan
pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon.(4)

Biopsi punch memberikan bahan yang dapat diandalkan untuk


pemeriksaan

histopatologis

daripada

pemeriksaaan

Tzanck

smear

dan

memfasilitasi diagnosis pada stadium pre vesikular dan pada lesi atipikal misalnya
pada lesi verukous kronik yang diproduksi oleh pasien VZV yang resistenacyclovir pada pasien dengan AIDS. Diagnosis definitif dari infeksi VZV untuk
membedakan antara infeksi VZV dan HSV, dilakukan dengan isolasi virus pada
inokulasi kultur sel dengan cairan vesikel, darah, cairan serebrospinal atau
jaringan yang terinfeksi, atau dengan investigasi langsung antigen VZV atau asam
nukleat pada spesimen ini.(4)

Gambar 4 Sel raksasa berinti banyak (4)


Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction
(PCR) adalah metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi
dari kultur jaringan, meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya. Bahan yang paling sering digunakan adalah isolasi
dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode pilihan untuk diagnosis klinis yang
cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas dan merupakan metode yang
paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam beberapa
jam. Jika real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA) neon

dapat digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan


pengambilan spesimen yang lebih teliti.(1)
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara
komersial termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked
immunosorbent tes (ELISA). Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak
cukup sensitif untuk mampu mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi
cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki kerentanan terhadap VZV.
ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak tersedia
secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan
cepat untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial,
meskipun dapat menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan
kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak terbukti memiliki
imunitas terhadap varicella. Dimana salah satu dari tes ini akan berguna untuk
skrining kekebalan terhadap varicella.(1)
2.4 Komplikasi
Pada anak-anak, varicella jarang disertai komplikasi. Komplikasi tersering
umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang
biasanya disebabkan oleh stafilokokus atau streptokokus, sehingga terjadi
impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi
fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang terjadi sepsis yang
disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat menjadi bula bila
terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif.(4)
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan
responsif terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri
umum dijumpai dan berpotensi mengancam kehidupan pada pasien dengan
leukopenia.(4)
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan
berlangsung lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering
terjadi. Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang
8

dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat
berkembang mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah
seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritis, sianosis,
dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya ruam.(4)
2.5 Penatalaksanaan Varicella

Antivirus
Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir,

dan brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk


mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah suatu analog guanosin yang secara
selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel
yang terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat
menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA
polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap
acyclovir dibandingkan HSV.(4)
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang
mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam
darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang. (4)

Topikal
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.

Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin,
antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung kortikosteroid dan salep
yang bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang diperlukan antipiretik,
tetapi pemberian olongan salisilat sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan
dengan terjadinya sindroma Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat
mencegah infeksi sekunder bakterial.(4)

Anti virus pada anak

Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir ( dalam 24 jam


setelah timbul ruam ) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan dosis
4x20 mg/kgBB/hari selama 5 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian
terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala
konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai
lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini
disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak
dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan
pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak
menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang
menguntungkan pasien ( dalam 24 jam setelah timbul ruam ), dan ada kebutuhan
untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat kembali
bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.(4)

Pada remaja dan dewasa


Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir dengan dosis 5x800

mg selama 5 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang


baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo.(4)
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada
orang dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan
dini (dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral ( 5x800
mg selama 7 hari ) secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru,
mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam.
Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang dewasa tampaknya
masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang
diberikan dengan dosis 500 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan
dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir
pada remaja normal dan dewasa. Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk
varicella selama kehamilan karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum

10

diketahui. Sementara dokter lain merekomendasikan pemberian acyclovir secara


oral untuk infeksi pada tri semester ketiga ketika organogenesis telah sempurna,
ketika mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia varicella, dan ketika
infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir intravena
sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang disertai dengan
penyakit sistemik.(4)

Komplikasi varicella pada orang normal


Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten

dengan pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam


waktu 36 jam dari rumah sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB
setiap 8 jam) dapat mengurangi demam dan takipnea dan meningkatkan
oksigenasi. Komplikasi serius lainnya dari varicella di orang dengant
imunokompeten, seperti ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan
komplikasi okular, sebaiknya diobati dengan acyclovir intravena.(4)

Pasien dengan defisiensi imun


Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela

menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden


komplikasi yang mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam
waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar
perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan imunodefisiensi
substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau valacyclovir
mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh,
tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. (4)
2.5 Pencegahan

Vaksin varicella

Karakteristik

11

Vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup yang


dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi oleh
Takahashi pada awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak sehat
dengan penyakit varicella. Vaksin varicella ini dilisensikan untuk penggunaan
umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini diijinkan di Amerika
Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12 bulan dan yang lebih tua.(1)

Keefektifan vaksin
Setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella antigen, 97% dari

anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan titer antibodi yang
dapat

terdeteksi.

Sedangkan

lebih

dari

90%

dari

responden

vaksin

mempertahankan antibodi untuk setidaknya 6 tahun. Dalam studi di Jepang, 97%


dari anak-anak memiliki antibodi 7 sampai 10 tahun setelah vaksinasi. Efikasi
vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai 90% terhadap infeksi, dan
90% sampai 100% terhadap penyakit sedang atau berat.(1,5)
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan
yang lebih tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu
dosis, dan 99% mengembangkan antibodi setelah pemberian dosis kedua yang
diberikan 4 sampai 8 minggu kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1
tahun pada 97% dari pemberian vaksin varicella setelah dosis kedua yang
diberikan pada 4 sampai 8 minggu setelah dosis pertama.(1)
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian
besar vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan
lebih ringan, dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang
makulopapular daripada vesikuler. Dimana kebanyakan orang yang pernah
mendapat vaksinasi sebelumnya tidak terjadi demam.(1,5)
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan
sebaliknya, penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi
sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Beberapa, tetapi tidak semua,

12

penyelidikan baru-baru telah mengidentifikasi adanya asma, penggunaan steroid,


dan vaksinasi di lebih muda dari 15 bulan usia sebagai faktor risiko untuk
terobosan varicella. Terobosan infeksi varicella bisa menjadi hasil dari beberapa
faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh sirkulasi antibodi, vaksin
impoten akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan tidak
akurat.(1)
Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin varicella
meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-anak. (1)

Jadwal vaksinasi dan penggunaan


Vaksin varicella dianjurkan untuk semua anak tanpa kontraindikasi yang

berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan kepada semua anak pada
usia ini terlepas dari riwayat varicella.(1)
Dosis kedua vaksin varicella harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun
kemudian. Dosis kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika
setidaknya 3 bulan telah berlalu setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum
antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak berusia di bawah 13 tahun adalah 3
bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28 hari setelah dosis
pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini juga
dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana vaksin varicella diberikan kepada
orang-orang 13 tahun atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian.(1)
Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin
varicella telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila diberikan
pada saat yang sama sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum
suntik yang terpisah. Jika vaksin varicella dan MMR tidak diberikan pada
kunjungan yang sama, maka pemberian

harus dipisahkansetidaknya 28 hari.

Vaksin varicella juga dapat diberikan simultan (tapi di lokasi terpisah dengan
jarum suntik yang terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya.(1)

Profilaksis pasca terpapar

13

Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian


menunjukkan bahwa vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70% sampai 100%
dalam mencegah penyakit atau terjadinya keparahan penyakit jika digunakan
dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5 hari, setelah paparan. ACIP
merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang tidak terbukti
memiliki kekebalan terhadap varicella atau pada orang yang terpapar varicella.
Jika paparan terhadap varicella tidak menyebabkan infeksi, vaksinasi pasca
paparan harus diberikan untuk memberi perlindungan terhadap paparan
berikutnya.(1)
Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada
tempat penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi
vaksin varicella diketahui telah berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah.
ACIP merekomendasikan pemberian dosis kedua vaksin varicella untuk
pengendalian wabah. Jadi selama wabah varicella, orang-orang yang telah
menerima satu dosis vaksin varicella harus menerima dosis kedua, yang diberikan
sesuai dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis pertama (3 bulan
untuk orang yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu
untuk orang yang berusia 13 tahun dan lebih tua).(1)

Kontraindikasi dan tindakan pencegahan untuk vaksinasi


Seseorang dengan reaksi alergi yang parah (anafilaksis) dengan komponen

vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya tidak menerima vaksin


varicella. Orang dengan imunosupresi karena leukemia, limfoma, keganasan
umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak harus divaksinasi
dengan vaksin varicella. Namun, pengobatan dengan dosis rendah (kurang dari 2
mg / kg / hari), topikal, penggantian, atau steroid aerosol bukan merupakan
kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang diterapi dengan
steroid telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat
divaksinasi.(1,5)

14

Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi


human immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis
dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima
vaksin varicella. Anak yang terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit
15% atau lebih tinggi, dan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa dengan
jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih tinggi dapat dipertimbangkan untuk
vaksinasi.(1)
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak
menerima vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan
kehamilan atau janin yang dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak
sengaja menerima vaksin varicella sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi
ACIP merekomendasikan kehamilan harus dihindari selama 1 bulan setelah
menerima vaksin varicella.(1, 5)
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya
ditunda sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien , seperti demam. Pada
penyakit yang cenderung ringan , seperti otitis media dan infeksi saluran
pernapasan atas, mendapat terapi antibiotik, dan paparan atau pemulihan dari
penyakit lain tidak kontraindikasi terhadap vaksin varicella. Meskipun tidak ada
bukti bahwa baik varicella atau vaksin varicella memperburuk tuberkulosis,
vaksinasi tidak dianjurkan untuk orang-orang yang dikenal memiliki TB aktif.(1)

BAB III
KESIMPULAN

15

Varicella merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran
10 sampai 21 hari. Biasanya diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang
tidak terlalu tinggi, malaise, dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya
papula eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Dimana
vesikel akan berkembang menjadi, pustul, dan kemudian menjadi krusta.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ektremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran nafas bagian atas.
Pada anak-anak jarang memberi komplikasi, sementara pada orang dewasa
komplikasi yang tersering timbul adalah pneumonia. Dan pada pasien yang
disertai dengan defisiensi imun memberikan komplikasi yang lebih berat.
Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang
diambil dari kerokan dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak.
Untuk pengobatan dapat diberikan antivirus, dimana dosis oral yang
diberikan pada anak yaitu 4x20mg/kgBB selama lima hari. Sementara dosis yang
diberikan pada orang dewasa 5x800 mg selama tujuh hari. Disamping itu dapat
pula diberikan antipiretik, dan analgesik, serta bedak yang ditambah zat anti gatal
untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini, dan mengurangi rasa gatal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin varicella yang berasal dari
galur yang dilemahkan. Diberikan pada anak umur 12 bulan atau lebih, dan
diberikan vaksin ulangan 4-6 tahun kemudian. Sementara pada anak yang berusia
12 tahun dosis ulangan diberikan 4-8 minggu setelah dosis pertama. Pemberian
vaksin ini dilakukan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml.

16

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Varicella. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseasaes.


The Pink Book. 12th ed. Atlanta: Center For Disease and Prevention; 2012.
p. 301-24.
Handoko RP. Penyakit Virus. In: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Aisah S,
editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p. 115.

17

3.
4.

5.

Varicella Zoster Virus Infections. In: Klaus Wolff, Johnson RA, editors.
Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed: Mc
Graw Hill Medical; 2009.
Stephen E. Straus, Michael N. Oxman, Schmader KE. Varicella and Herpes
Zoster. In: Lowell A. Goldsmith, Stephen I. Katz, Barbara A. Gilchrest,
Amy S. Paller, David J. Leffell, Wolff K, editors. Fitzpatrick's Dermatology
in General Medicine. 8th ed: Mc Graw Hill Medical; 2012. p. 1885-95.
Varicella-Zoster (Chickenpox) Vaccines for Australian Children:
Information for Immunization Providers. Fact Sheet. Australia: National
Centre for Imunisation Research and Surveilance 2009. p. 1-4.

18

You might also like