You are on page 1of 6

E.

Sains
a. Pemikiran Ilmiah
Pemikiran ilmiah sering kali dimaksudkan untuk mengindentifikasi hubungan kausal atau
sebab-akibat. Seperti ilmuwan, anak-anak sering menekankan mekanisme sebab-akibat. (Frye
dkk., 1996). Namun, anak-anak menghadapi kesulittan lebih besar dalam memisahkan teori
mereka dengan bukti yang mereka dapatkan. Sering kali, ketika mereka mencoba mempelajari
tentang fenomena baru, mereka mempertahankan teori lama tanpa peduli pada bukti (Khun,
Schauble & Garcia-Mila, 1992).
Perbedaan lain antara ilmuan dan anak-anak adalah anak-anak lebih banyak dipengaruhi
oleh kejadian pada saat tertentu ketimbang pola kejadian secara keseluruhan (Kuhn, Amsel, &
OLaughlin, 1988). Anak-anak juga kesulitan dalam mendesain percobaan baru yang dapat
membedakan antara alternatif-alternatif dari sebab. Mereka cenderung membelokkan eksperimen
untuk mendukung hipotesis mereka dan terkadang mereka bahkan memandang hasil itu
eksperimen tersebut mendukung hipotesis mereka walaupun jelas-jelas bertentangan dengan
hipotesisnya (Schauble, 1990). Jadi, walaupun terdapat kesamaan antara anak dan ilmuwan
dalam hal rasa ingin tahu dan jenis pertanyaan yang mereka ajukan, namun terdapat juga
perbedaan penting dari keduanya, yaitu dalam hal pembedaan terhadap teori dan bukti dalam
kemampuan mereka mendesain eksperimen yang konklusif (Lehrerm, Schauble, & Petrosino,
2001; Schauble, 1996).
b. Pendidikan Sains
Ilmuwan biasanya melakukan pemikiran dan perilaku tertentu. Misalnya, mereka
melakukan pengamatan yang cermat; mengorganisir data; mengukur, membuat grafik, dan
memahami hubungan spasial; memperhatikan dan menata pemikiran mereka sendiri; dan tahu
kapan dan bagaimana cara mengaplikasikan pengetahuan mereka untuk memecahkan problem
(Chapman, 2000). Keahlian ini merupakan hal penting namun sering kali tidak diajarkan secara
rutin di sekolah, terutama di SD. Akibatnya, banyak murid tidak pandai dalam bidang ini.
Oleh karena itulah sering kali anak mengalami miskonsepsi yang tidak kompatibel
dengan sains dan realitas. Mereka mungkin berusaha merekonsiliasikan apa-apa yang tampaknya
bertentangan dengan keyakinan mereka (Miller, 2000). Misalnya, setelah mempelajari sistem tata
surya, murid kadang menyimpulkan bahwa ada dua bumi, dunia datar yang mereka huni dan
dunia bulat yang mengambng diangkasa seperti yang baru saja dideskripsikan guru. Untuk
menghindari hal itu guru harus memiliki strategi untuk mengatasi miskonsepsi. Strategi yang
efektif untuk mengatasi miskonsepsi adalah strategi demonstari interaktif (Sokoloff & Thornton,
1997).
Strategi demontrasi interaktif, yaitu strategi untuk membantu murid mengatasi
miskonsepsi dalam sains dimana guru memperkenalkan suatu demonstrasi kejadian dan meminta

murid untuk mendiskusikannya dengan teman mereka dan memperediksikan akibatnya, dan
kemudian melakukan demonstrasi itu. Contohnya demonstrasi pada pelajaran fisika, yakni
tabrakan antara dua pesawat, yang satu pesawat ringan yang diam, yang satunya pesawat berat
dan bergerak ke arah pesawat ringan. Masing-masing pesawat memiliki alat elektronik
pengukur kekuatan yang dihubungkan dengan display. Guru menyuruh murid untuk
mendiskusikan situasi ini dengan teman-temannya dan mencatat predisi tentang apakah salah
satu pesawat akan menghantamkan kekuatan yang lebih besar ke pesawat lain saat tabrakan
ataukah kekuatannya sama.
Kebanyakan murid secara keliru memprediksikan bahwa pesawat yang lebih berat dan
bergerak akan menghantamkan kekuatan yang lebih besar ke pesawat ringan yang diam. Prediksi
ini tampaknya masuk akal berdasarkan pengalaman bahwa kendaraan seperti truck akan
menimbulkan kerusakan lebih besar pada mobil sedan yang ditabraknya. Oleh karena itu murid
dapat menyimpulkan bahwa truk pasti punya kekuatan yang lebih besar ketimbang mobil sedan.
Akan tetapi, walaupun mobil sedan itu mengalami kerusakan parah, hukum fisika ketiga Newton
menyatakan bahwa dua benda yang saling berinteraksi akan memberikan kekuatan yang sama
dan bertentangan satu sama lain. Setelah murid mencatat prediksi mereka, guru melakukan
demonstrasi dan murid melihat di layar bahwa pengukuran kekuatan mencatat besaran yang
sama tetapi dengan arah yang berlawanan pada saat tabrakan.
c. Strategi Pengajaran Konstruktivis
Dengan penekanan pada penemuan dan investigasi laboratorium, banyak guru sains kini
membantu murid-muridnya mengkonstruksi pengetahuan sains mereka (Chiapetta & Koballa,
2002; Martin, Sexton, & Frankiln, 2002). Pengajaran konstruktivis menekankan bahwa anak
harus membangun sendiri pengetahuan dan pemahaman mereka. Beberapa pendekatan
konstruktivis untuk pengajaran sains dewasa ini menggunakan cara eksplorasi problem seharihari, yakni aktivitas yang membantu siswa berpikir tentang bagaimana sains bekerja dan konteks
sosial dari sains (Linn, Songer, & Eylon, 1996).
Mengeksplorasi problem sehari-hari. Kebanyakan murid lebih tertarik pada sains yang
membahas persoalan sehari-hari yang relevan dengan kehidupan mereka ketimbang
mendiskusikan teori-teori abstrak. Salah satu program SD yang mencerminkan penekanan ini
adalah proyek yang didanai oleh National Science Foundation yang dinamakan Science for Life
and Living (SLL) (Biological Sciences Curriculum Study, 1989). Program ini menekankan pada
(Biological Sciences Curriculum Study, 2001) :
-

Sains sebagai cara untuk mengetahui. Pernyataan ini mengandung gagasan bahwa sains
bukan sekedar pengetahuan, tetapi juga cara unik untuk mempelajari dunia.

Teknologi sebagai cara melakukan sesuatu. Fokusnya bukan pada komputer, tetapi
pada pemahaman bagaimana orang menggunakan proses dan alat teknologi untuk
memecahkan problem-problem praktis.

Kesehatan sebagai cara berperilaku. Penekanannya pada penerapan keahlian penalaran


ilmiah dalam membuat keputusan tentang kesehatan, fokus pada tema-tema seperti sebab
dan akibat, seta pemahaman tentang cara berfikir kritis terhadap informasi yang
mengklaim bisa meningkatkan kesehatan.

Beberapa kritik terhadap pendekatan ini terlalu banyak memberi perhatian pada keahlian
penelitian, namun kurang memerhatikan penyajian informasi disiplin tertentu (American
Association for the Advancement of Science, 1993). Sebagai jawabannya, para pendukung
pendekatan konstruktivis untuk pelajaran biologi mengatakan bahwa pendekatan ini menciptakan
warga yang lebih paham sains yang tahu cara berpikir ilmiah, bukan sekedar mengingat fakta
ilmiah (Trowbridge, Bybee & Powell, 2000).
Aktivitas yang Membantu Murid Mempelajari Cara Sains Bekerja. Beberapa tugas
bisa membantu murid berpikir tentang dan memvisualisasikan cara prinsip ilmiah bekerja.
Konteks Sosial Sains. Menekankan pada interaksi kolaboratif guru-murid dan muridmurid. Contohnya murid meneliti problem sains environmental, membuat laporan kelompok atau
individual, dan saling membantu sebagai bagian dari komunitas sains.
Kurikulum Sains-Kehidupan Sekolah Menengah yang Inovatif.
Human Biology Middle Grads Curriculum. Dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan
Stanford University bekerja sama dengan guru sekolah menengah di seluruh AS, kurikulum ini
mengintegrasikan studi ekologi, evolusi, genetika, fisiologi, perkembangan manusia kultur,
kesehatan dan keamanan.
Sains di SMA. Di kebanyakan SMA, sains diajarkan dalam urutan seperti ini; biologi,
kimia, fisika. Banyak murid hanya mengikuti pelajaran biologi atau biologi-kimia dan tidak mau
mempelajari fisika. Makin banyak ilmuan yang mengatakan bahwa pelajaran sains harus
diajarkan secara terintegrasi (Siegfried, 1998). Mereka percaya bahwa untuk memahami biologi,
murid harus tahu banyak tentang kimia. Kehidupan dibentuk dari molekul-molekul dan bertahan
melalui proses-proses seperti fotosintesis dan respirasi. Mengajarkan biologi dulu kemudian
kimia atau memahami kimia tanpa mengenal fisika adalah sulit. Kimia didasarkan pada
perubahan energi dan daya antar-atom, yang merupakan bagian pelajaran fisika. Kurikulum sains
juga memasukkan problem dunia riil yang berhubungan dengan fisika, kimia, dan biologi secara
sekaligus. Sehingga kurikulu, itu harus mengeksporasi aspek-aspek pemikiran ilmiah berikut ini:
teori, prediksi, skeptisisme, dan metode untuk menilai bukti.
F. Studi Sosial
Studi sosial (ilmu sosial) berusaha mempromosikankompetensi warga sipil. Tujuannya
adalah membantu murid, sebagai warga masyarakat demokratis dengan latar belakang kultural
yang beragam, untuk membuat keputusan yang rasional dan berdasarkan informasi yang luas

demi kebaikan umum dalam dunia yang saling bergantungan. Dalam sekolah studi sosial diambil
dari ilmu antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama,
dan sosiologi.
National Council for tha Social Sciences (2000) mengusulkan sepuluh tema yang mereka
anggap harus ditekankan dalam pelajaran ilmu sosial :
a. Waktu, kontinuitas, dan perubahan. Penting bagi murid untuk memahami akar sejarah
mereka. Mengetahui bagaimana membaca secara efektif tentang masa lalu dan
memamahaminya akan membantu murid untuk mengeksplorasi jati diri mereka.
b. Orang, tempat, dan lingkungan. Studi topik-topik ini akan membantu murid
mengembangkan perspektif spasial dan geografis tentang dunia. Ini membantu murid untuk
membuat keputusan yang berdasar dan kompeten tentang hubungan manusia dengan
lingkungannya. Disekolah tema ini dipelajari dalam pelajaran geografi.
c. Perkembangan individu dan identitas. Identitas personal murid dibentuk oleh kultur,
kelompok, dan isntitusi. Tema ini terdapat dalam pelajaran psikologi dan antropologi.
d. Individu, kelompok, dan institusi. Penting bagi murid untuk belajar tentang bagaimana
sekolah, gereja, masjid, keluarga, agen pemerintah dan pengadilan memainkan peran penting
dalam kehidupan manusia. Di sekolah tema ini ditemui dalam pelajaran antropologi,
psikologi, ilmu politik dan sejarah.
e. Kekuasaan, otoritas, dan tata pemerintahan. Memahami perkembangan kekuasaan, otoritas
dan tata pemerintahan sangat penting untuk mengembangkan kompetensi warga negara.
Dalam tema ini dapat ditemui dalam pelajaran ilmu politik, sejarah, dan ilmu sosial lainnya.
f. Produksi, distribusi, dan konsumsi. Orang-orang punya kebutuhan dan keinginan yang
kadang melebihi sumber daya terbatas yang tersedia bagi mereka sehingga akan muncul
permasalahan. Dalam hal ini ilmu ekonomi berperan untuk mencari solusi dalam
permasalahan tersebut.
g. Sains, teknologi dan masyarakat. Kehidupan modern seperti yang kita kenal sekarang ini
tidak mungkin terwujud tanpa adanya tekhnologi dan sains yang mendukungnya. Akan tetapi
semakin pesat perkembangan tekhnologi juga dapat menimbulkan permasalahan sosial. Oleh
karena itu sejarah, geografi, ekonomi, kewarganegaraan, dan ilmu pemerintahan serta ilmu
humaniora ikut andil dalam mempelajari permasalahan tersebut.
h. Koneksi global. Realitas interpedensi antarnegara yang makin kentara ini membutuhkan
pemahaman tentang bangsa-bangsa dan kultur-kultur di seluruh dunia. Konflik antarnegara
dan prioritas global dapat memunculkan agenda seperti perawatan kesehatan, pembanguan
ekonomi, kualitas lingkungan, HAM, dan agenda lainnya. Analisis terhadap persaingan
ekonomi, identitas etnis, dan aliansi politik akan membantu murid memahami mengapa

negara mmenyusun kebijakan yang berbeda-beda. Tema semacam ini biasanya muncul dalam
pelajaran geografi, kebudayaan, ekonomi, dan ilmu sosial lainnya.
i. Cita-cita dan praktik kewarganegaraan. Pemahaman cita-cita kewarganegaraan dan
peraktiknya adalah penting untuk berpartisipasi dalam masyarakat secara penuh. Hal ini
dipelajari dalam ilmu politik, antropologi, dan sejarah.
j. Kultur. Studi tentang kebudayaan. Biasanya muncul pada pelajaran antropologi, geografi
dan sejarah.
Pendekatan Konstruktivis
Banyak pelajaran studi sosial diajarkan secara tradisional dengan menggunakan buku
pegangan dimana guru mengajar dan mengendalikan tanya jawab. Akan tetapi, beberapa
pendidik percaya bahwa pembelajaran studi sosial akan lebih baik jika menggunakan pendekatan
konstruktivis yang menekankan penggunaan sumber informasi yang lebih luas dan bervariasi,
mengajak murid membuat pertanyaan dan kolaborasi antar sesama teman (Gibson & McKey,
2001).
Pendekatan ini juga menekankan pada studi sosial yang lebih bermakna (Ellis,2002).
Murid akan mendapat manfaat besar jika mereka menyadari bahwa yang mereka pelajari dalam
studi sosial itu berguna baik di dalam maupun di luar sekolah. Prmbelajaran yang bermakna
sering kali akan muncul jika dilakukan interaksi dalam kelas yang lebih difokuskan pada
pengkajian sedikit topik penting.
Pendekatan konstruktivis untuk studi sosial juga menekankan arti penting dari pemikiran
kritis terhadap nilai-nilai. Dimensi etis dari topik dan isu yang kontroversial juga bisa menjadi
medan pemikiran dan pemehaman reflektif. Guru yang efektif harus mengetahui sudut pandang
yang saling bertentangan, menghargai pandangan yang didukung dengan argumen yang baik,
sensitif terhadap kesamaan dan perbedaan kultural, dan berkomitmen terhadap tanggung jawab
sosial.
Salah satu pendekatan konstruktivis untuk mengajarkan studi sosial yang dibuat oleh
Teachers Curriculum Institute (2001) menggunakan strategi pengjaran untuk membantu murid
merasakan sejarah. Strategi tersebut adalah :
a. Pengajaran interaktif dengan menggunakan slide. Dalam strategi ini guru tidak lagi memegang
peranan utama. Murid harus berpartisipasi aktif dan memikirkan gambar gambar yang tampak
pada slide.
b. Pencipta keahlian studi sosial. Murid duduk berpasangan untuk melengkapi tugas tugas seperti
pemetaan geografis, menganalisis kartun politik, dan menggambar grafik tren perekonomian.
c. Menulis untuk pemahaman. Murid ditantang untuk menulis demi suatu tujuan.

d. Kelompok respons. Pada strategi ini dilakukan diskusi kelas tentang topik topik kontroversial.
Murid duduk dalam kelompok kecil untuk melihat slide yang menampilkan serangkaian kejadian
historis dan merespons pertanyaan kritis yang berkaitan dengan slide.

You might also like