Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK II
Asuhan Keperawatan Anak Hemofilia
Anggota Kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
19. Mentari
20. Media Hardika P.
21. Ibnu Agus Setiawan
22. Ahmad Firdaus
23. Muhammad Dzulfikar
24. Anas Ikhwani
25. Mikel Fernando
26. Faisal Kurniawan
27. Sundari
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Laporan Makalah
yang berjudul
(Kelompok II)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Tujuan .....................................................................................................................4
1.3 Manfaat....................................................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Hemofilia...............................................................................................5
2.2 Etiologi Hemofilia...................................................................................................5
2.3 Klasifikasi Hemofilia...............................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis Hemofilia...................................................................................7
2.5 Komplikasi Hemofilia.............................................................................................7
2.6 Patofisiologi Hemofilia............................................................................................7
2.7 Pemeriksaan Hemofilia............................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan Hemofilia......................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti
darah dan philia yang berarti suka/cinta atau kasih sayang; hemofilia berarti penyakit suka
berdarah. Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara Xlinked resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, di mana
terjadi defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B).
Biasanya bermanifestasi pada anak laki-laki namun, walaupun jarang, hemofilia pada wanita
juga telah dilaporkan. Wanita umumnya bertindak sebagai karier hemofilia.
Pada keadaan normal bila seseorang mengalami suatu trauma atau luka pada pembuluh darah
besar atau pembuluh darah halus/kapiler yang ada pada jaringan lunak maka sistem pembekuan
darah/koagulation cascade akan berkerja dengan mengaktifkan seluruh faktor koagulasi secara
beruntun sehingga akhirnya terbentuk gumpalan darah berupa benang-benang fibrin yang kuat
dan akan menutup luka atau perdarahan, proses ini berlangsung tanpa pernah disadari oleh
manusia itu sendiri dan ini berlangsung selama hidup manusia. Sebaliknya pada penderita
hemofilia akibat terjadinya kekurangan F VIII dan F IX akan menyebabkan pembentukan bekuan
darah memerlukan waktu yang cukup lama dan sering bekuan darah yang terbentuk tersebut
mempunyai sifat yang kurang baik, lembek, dan lunak sehingga tidak efektif menyumbat
pembuluh darah yang mengalami trauma, hal ini dikenal sebagai prinsip dasar hemostasis.
Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara
normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak
orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan
darahnya.
Manifestasi klinik hemofilia A dan B sama yaitu berupa perdarahan yang dapat terjadi setelah
trauma maupun spontan. Perdarahan setelah trauma bersifat delayed bleeding, karena
timbulnya perdarahan terlambat. Jadi mula-mula luka dapat ditutup oleh sumbat trombosit, tetapi
karena defisiensi F VIII atau IX maka pembentukan fibrin terganggu sehingga timbul
perdarahan. Gambaran yang khas adalah hematoma dan hemartrosis atau perdarahan dalam
rongga sendi. Perdarahan yang berulang-ulang pada rongga sendi dapat mengakibatkan cacat
yang menetap dan perdarahan pada organ tubuh yang penting seperti otak dapat membahayakan
jiwa. Beratnya penyakit tergantung aktivitas F VIII dan IX. Hemofilia berat jika aktivitas F VIII
atau F IX kurang dari 1%, hemofilia sedang jika aktivitasnya 1-5% dan hemofilia ringan jika
aktivitasnya 5-25%.
plasma yang merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya
dalam pembekntukan bekuan fibrin padah daerah trauma.
Istilah hemofilia
defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi darah. Walaupun terdapat gejala
serupa tanpa dipengaruhi faktor pembekuan mana yang mengalami defisiensi, identifikasi
defisiensi faktor pembekuan darah yang spesifik memungkinkan terapi definitif dengan agens
pengganti.
Pada sekitar 80% kasus hemofilia, pola pewarisannya terlihat sebagai resesif terkait-X (Xlinked recessive). Dua bentuk gangguan yang paling sering dijumpai adalah defisiensi faktor VIII
(hemofilia A, atau hemofilia klasik) dan defisiensi faktor IX (hemofilia B, atau penyakit
christmas). Penyakit von willebrand (von willebrand disease, vWD) merupakan gangguan
perdarahan herediter yang ditandai oleh defisiensi, abnormalitas atau tidak adanya protein yang
dinamkan faktor von willwbrabd (vWD) dan defisiensi faktor VIII. Berbeda dengan hemofilia,
vWD dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pembahasan berikut ini terutama berkaitan dengan
defisiensi faktor VIII, yang menyebabkan sekitar 75% kasus.
2.2 Etiologi Hemofilia
Hemofilia disebabkan oleh adanya defek pada salah satu gen yang bertanggung jawab terhadap
produksi faktor pembekuan darah VIII atau XI. Gen tersebut berlokasi di kromosom X.
Laki-laki yang memiliki kelainan genetika di kromosom X-nya akan menderita hemofilia.
Perempuan harus memiliki kelainan genetika di kedua kromosom X-nya untuk dapat menjadi
hemofilia (sangat jarang). Wanita menjadi karier hemofilia jika mempunyai kelainan genetika
pada salah satu kromosom X, yang kemudian dapat diturunkan kepada anak-anaknya..
Gambar 3. Pola penurunan pada Hemofilia Gambar 4. Pola penurunan pada Hemofilia 2
2. Hemofilia B
Hemofilia B (penyakit Christmas, hemofilia faktor IX) merupakan penyakit gangguan
pembekuan darah yang diturunkan akibat berkurangnya faktor koagulasi IX. Faktor IX
dikode oleh gen yang terletak dekat gen untuk faktor VIII dekat ujung lengan panjang
kromosom X.
Kebanyakan kasus jumlah faktor IX berkurang secara kuantitatif, namun pada sepertiga
kasus terdapat fungsi yang abnormal dari faktor IX melalui pemeriksaan imunoassay.
Jumlah kasus hemofilia defisiensi faktor IX adalah sebanyak sepertujuh dari jumlah
kasus hemofilia defisiensi faktor VIII; namun dilihat secara klinis dan pola penurunannya
identik.
PTT memanjang dan kadar faktor IX menurun jika dilakukan pengukuran dengan tes yang
spesifik. Temuan laboratorium lainnya sama dengan hemofilia defisiensi faktor VIII.
2.4 Manifestasi Klinis Hemofilia
Manifestasi klinis hemofilia
1.
2.
3.
4.
5.
dan siku
6. Hematoma nyeri, pembengkakan , dan gerakan terbatas Hematuria spontan
(Wong, 2008)
2.5 Komplikasi Hemofilia
Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B adalah :
1. Timbulnya inhibitor. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat
konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang
disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan
yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis).
Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada
sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak
perdarahan makin besar kerusakan.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang
ditularkan melalui konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia, yaitu penimbunan darah intra
artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi secara progresif. Hal
ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola
dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses peradangan jaringan sinovial
yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut,
pergelangan kaki dan siku.
Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak
dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang
dan berat sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi, apendektomi,
operasi intraabdomen/intratorakal). Sedangkan perdarahan akibat trauma sehari-hari yang
tersering berupa hemartrosis, perdarahan intramuskular dan hematom. Perdarahan intrakranial
jarang terjadi, namun jika terjadi berakibat fatal.
2.6 Patofisiologi Hemofilia
Defek dasar pada hemofilia A adalah defisiensi faktor VIII (faktor antihemofilik [AHF]). AHF
diproduksi oleh hati dan sangat diperlikan untuk pembentukan tromboplastin dan fase 1
koagulasi darah. Semakin sedikit AHF yang ditemukan alam darah, semakin berat berat
penyakit. Pasien hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang diperlukan untuk koagulasi, yaitu:
pengaruh vaskular dan trombosit. Oleh karena itu, pasien dapat mengalami perdarahan dalam
jangka waktu lebih lama tetapi tidak dengan laju yang lebih cepat.
Perdarahan kedalam jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdarahan ke dalam rongga
sendi dan otot merupakan tipe perdarahan internal yang paling sering ditemukan. Perubahan
tulang dan deformitas yang menimbulkan cacat fisik terjasi sesudah pasien mengalami episode
perdarahan yang berulang selama beberapa tahun. Perdarahan dalam leher, mulut atau toraks
merupakan keadaan yang serius karena jalan napas dapat terobstruksi. Perdarahan intrakranial
dapat berakibat fatal dan merupakan salah satu penyebab kematian. Perdarahan di sepanjang
saluran GI dapat menimbulkan anemia, dan perdarahan ke dalam rongga retroperitoneum
(dibelakang peritoneum) merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena darah dapat
berkumpul di dalam rongga yang luas tersebut. Hematoma pada medula spinalis dapat
menyebabkan paralisis. (wong, 2008)
Gambar 11.3
Genetik
Hemofilia
Genetik
Perdarahan
Memberan mukosa
Genito urinarius
Otot, kulit
Terapi primer pada penyakit hemofilia adalah penggantian faktor pembekuan yang hilang.
Prosuk yang kini tersedia meliputi konsentret faktor VIII dari plasma darah yang dikumpulkan
atau preparat rekombinannya yang dibuat lewat rekayasa genetik, untuk disusun kembali dengan
air steril sesaat sebelum digunakan , dan DDAVP (1-deamino-8-D-arginine vasopressin). Suatu
bentuk vasopresin sintetik yang erupakan terapi pilihan pada penyakit hemofilia ringan dan
penyakit von willibrand (kecuali tipe IIB dan III) jika anak memperlihatkan respons yang tepat
terhadap pemberian preparat ini. Terapi yang agresif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
kecacatan kronis akibat perdarahan sendi.
Obat-obat lain dapat diikutsertakan dalam rancanagan terapi dan hal ini bergantung pada
sumber perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan pada kasus hematuria, hemartrosis akut dan
sinovitis kronis. Obat anti-inplamasi non steroid (NSAID), seperti ibuprofen, merupkan preparat
yang efektif untuk meredakan nyeri akibat sinovitis; namun, NSAID harus diberikan dengan
hati0hati karena akan menghambat fungsi trombosit (Dragone dan Karp 1996; Hilgarther dan
Corrigan, 1995). Pemberian preparat asam epsilon-aminokaproat (Amicar) per oral atau
lokalakan mencengah penghancuran bekuan darah, namun, pemberian preparat ini terbatas hanya
paada pembedahan mulut atau trauma, dan sebelumnya harus diberikan preparat konsentrat
faktor pembekuan.
Program latihan yang teratur dan fisioterafi merupakan asfek penatalaksanaan penting pada
penyakit hemofilia. Aktifitas fisik dalam batas wajar akan menperkuat otot-otot di sekitar sendi
dan dapat mengurangi sejumlah episode perdarahan spontan.
Terapi yang dilakukan dengan segera akan menghasilkan kesembuhan yang lebih cepat dan
penurunan kecendrungan komplikasi; oleh karena itu, sebagian besar anak yang memderita
heofilia menjalani terapi di rumah. Keluarga dapat diajarkan teknik melakukan penyuntikan IV
dan menberikan ADF kepada anak yang berusia 2 hingga 3 tahun. Anak dapat menpelajari
prosedur pemberian obat sendiri ketika berusia 8 hingga 12 tahun. Terapi yang dilaksanakan di
rumah memilki angka keberhasilan cukup tinggi, selain dapat dilakukan segera , keuntungan
lainnya adalah kehidupan keluarga tidak begitu terganggu, absen dari sekolah atau tempat kerja
lebih sedikit, dan rasa percaya diri dan kemandirian anak meningkat.
Terapi profilaksis primer padaa pasien hemofilia telah dipraktikkan selama bertahun-tahun di
negara-negara eropa ( Nillson dkk, 1994; van den berg dkk, 1994) dan terbukti sangan efektif
untuk mencengah atrofi.profilaksis primer meliputi pemberian konsentrat faktor VIII per IV
secara teratur sebelum terjadi awitan kerusakan sendi. Pada tahun 1994, the Medical and
Scientific
Advisory
Council
(MASAC)
of
the
National
Haemophilia
Foundation
merekomendasikan bahwa rtindakan profilaksis dianggap sebagai bentuk terapi yang optimal
bagi anak-anak yang menderita hemofilia berat (MASAC, 1994). Profilaksis sekunder meliputi
pemberian konsentrat faktor VIII per IV secara teratur sesudah anak mengalami perdarahan sendi
yang pertama. Pemberian infus ini dilakukan tiga kali dalam seminggu. Terpi sulih (pengganti)
faktor pembekuan yang dilakukan secara agresif (atau peningkatan episode perawatan)
merupakan tindakan alternatif yang efektif dari segi biaya nya jika dibandingkan dengan terapi
profilaksis primer. Tindakan ini meliputi pemberian infus konsentrat faktor VIII dengan dosis
tinggi jika terjadi perdarahan sendi; diikuti dengan pemberian konsentrat faktor VIII dengan
dosis yang lebih standar selama 2 hari (Cross dan Koerper, 1997)
Progonsis . walaupuun tidak ada terapi penyembuhan untuk kasus hemofilia, namun
gejalanya bisa dikendalikan dengan deformitas yang berpotensi menimbulkan cacat banyak
pasien hemofilia yang mengalami kerusakan sendi. Anak-anak ini merupakan anak-anak normal
yang memiliki harapan hidup rata-rata dalam setiap aspek seperti anaka lain kecuali satu hal:
mereka cenderung mengalami perdarahan, yang menjadi gangguan /masalah signifikan terapi
tidak selalu mengancam nyawa.
Sayangnya pasien hemofilia yang mendapat terapi sebelumnya adanya teknik konsentrat
faktor VIII (diantara tahun1979 dan 1985) mungkin terkena virus HIV. Diperkirakan lebih dari
50% pasien ini mengalami serokonversi yang berstatus HIV- positif , sementar 30% lainnya
menderita penyakit AIDS (Hilgarter dan Corrigan, 1995) ketikan pasien ini sudah aktif dalam
hubungan seksual, masalah penuran HIV melalui hubungan seks menjadi hal sangat penting.
Para remaja harus memiliki pengetahuan tentang prilaku seksual yang aman. Pasien hemofilia
ynag didiagnosis dan diterapi dengan konsentrat faktor pembekuan sesudah tahun 1985 pada
hakikatnya tidak menghadapi risiko tertular HIV dari pengobatannya. Baru-baru ini, teknik
pembuatan konsentrat faktor pembekuan juga telah sangat mengurangi risiko penularan hepatitis.
Terapi gen terbukti menjadi sebuah pilihan terapi di masa depan. Terapi ini meliputi tindakan
memasukkan kopi gen faktor VIII normal ke dalam tubuh pasien yang kopi gennya cacat (Cross
dan Koerper, 1997)
WOC Hemofilia
TINDAKAN/INTERVENSI
Beri tekanan langsung pada tempat perdarahan (mis; abrasi atau
RASIONAL
Tekanan langsung pada tempat perdarahan dapat meningkatkan
pembentukan bekuan.
Pertahankan
agar
area
terjadinya
perdarahan
tidak
bergerak
(imobilisasi)
bekuan keluar.
Es mempercepat vasokonstriksi.
sesuai yang diprogramkan. Izinkan orang tua atau anak member obat
penggunaan di rumah.
penurunan
atau
dokter.
tekanan
darah,
peningkatan
frakuensi
napas,
Beri
asam
aminokaproat
(amicar)
sesuai
program
jika
anak
Penderita
hemophilia
berisiko
tinggi
mengalami
sindrom
Kortikosteroid
mengurangi
peradangan;
asetat
sesuai program.
desmopresin
RASIONAL
Pengkajian ini member data yang sangat penting bertujuan untuk
menentukan keefektifan intervensi untuk mengendalikan rasa nyeri, dan
untuk memantau status perdarahan anak karena nyeri yang konsisten
atau meningkat, dapat m,engidentifikasikan perdarahan berlanjut.
Obat analgesic dapat meredakan rasa nyeri (mode kerja obat bergantung
sesuai program.
pada obat spesifik yang digunakan). Obat aspirin dan salisilat lain dapat
memperpanjang waktu protromnin dan menghambat agregasi trombosit.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ROM akibat perdarahan dan pembengkakkan.
Criteria hasil : anak mampu mencapai ROM maksimum pada sendi yang terkena ditandai dengan oleh kemampuan melakukan
latihan yang diprogramkan.
TINDAKAN/INTERVENSI
Anjurkan anak untuk melakukan latihan isometric, sesuai program.
RASIONAL
Latihan isometric dapat mempertahankan kekuatan otot dengan cara
menegangkan otot-otot tanpa menggerakkan sendi.
fifik. Latihan ROM pasif dan aktif meningkatkan tonus dan kekuatan
otot
sekitar
sendi,
serta
membantu
mencegah
atrofi
dan
ketidakmampuan otot.
Kaji kebutuhan anak untuk pengobatan nyeri, sebelum memulai setiap
sesi latihan.
4) Resiko cidera yang berhubungan dengan rawat inap atau prosedur di rumah sakit (atau keduanya).
Criteria hasil : anak tidak menderita cedera akibat rawat inap atau prosedur yang diterapkan di rumah sakit yang ditandai oleh
tidak ada hematoma, serta kemampuan mempertahankan ROM total.
TINDAKAN/INTERVENSI
Beri bantalan pada sisi pengaman tempat tidur jika dibutuhkan.
RASIONAL
Member pengaman tempat tidur mengurangi resiko cidera, misalnya
memar yang mungkin terjadi akibat terantuk tanpa sengaja.
akibat jatuh yang rutin dilakuakan. Sikat gigi yang berbulu halus
memiliki kemungkinnan lebih kecil mencederai gusi.
jari
daripadamelalui
fungsi
vena
jika
memungkinkan.
Ketika
Inspeksi mainan anak untuk melihat bila ada tepi yang tajam.
5) Gangguan harga diri yang berhubungan dengan penyakit kronis dan rawat inap dirumah sakit.
Criteria hasil : anak dapat mempertahankan citra tubuh positif yang ditandai oleh anak dapat mengespresikan kemampuan juga
keterbatasannya, berpartisipasi dalam perawatan diri, dan mau melanjutkan keterlibatanmya dalam aktivitas sesuai usia
(misalnya, bermain, tugas dari sekolah, dan berkomunikasi dengan teman-teman sebaya).
TINDAKAN/INTERVENSI
Anjurkan anak untuk berpartisipasi dalam perawatannya, sesuai
RASIONAL
Memotivasi utnuk berpartisipasi dalam perawatannya meningkatkan
situasi.
tempat tidur.
kandung anak.
diri anak.
Beri
informasi
6) Ketidakefektifan koping keluarga: gangguan yang berhubungan dengan rawat inap berulang dirumah sakit serta penyakit
kronis anak.
Criteria hasil : orang tua dan anggota keluarga yang lain dapat mendemostrasikan keterampilan koping efektif yang ditandai
oleh kemampuan berinteraksi dengan anak serta staf pekerja yang lain serta terlibat dalam bebrapa perawatan rutin anak.
TINDAKAN/INTERVENSI
Gali perasaan orang tua dan anggota keluarga tentang kondisi kronis
RASIONAL
Diskusikan yang demikian memungkinkan anda mengkaji kebutuhan
RASIONAL
Upaya pengamanan ini dapat mengurangi risiko cidera dan perdarahan
Mengendalikan
perdarahan
dapat
m,encegah
hemoragi
yang
mengancam hidup.
Ajarkan orang tua tujuan dan penggunaan konsentrat factor VII:
memasang
slang
intravena,
melakukan
pungsi
vena,
4. Evaluasi
Selama perawatan di rumah sakit, catatan berikut telah dibuat:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Keadaan anak dan temuan pengkajian yang dilakukan saat masuk rumah sakit,
Perubahan status anak
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang relevan
Asupan dan haluaran cairan
Status pertumbuhan dan perkembangan
Asupan nutrisi
Respons anak terhadap terapi
Reaksi anak dan orang tua terhadap penyakit dan hospitalisasi
Pedoman penyuluhan pasien dan keluarga
Pedoman perencanaan pemulangan.
BAB III
PEMBAHASAN
Penulisan Kasus
HEMA ANAKKU
Hema berusia 10 tahun dibawa oleh kedua orang tuanya ke UGD RSUD Pekanbaru karena mengalami perdarahan yang tak
kunjung berhenti pada luka di tangannya sejak 5 jam yang lalu dan hema mengatakan tangannya terasa sangat nyeri dan susah untuk
menggerakkannya. Orang tuanya mengatakan bahwa sering timbul lebam tanpa sebab yang jelas di kedua tungkai hema. Saat ini hema
terlihat lemas & anemis sehingga dokter menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan laboretorium. Hasil laboratorium menunjukkan
kadar hemoglobin yang rendah sehingga dilakukan transfuse darah.
ASUHAN KEPERAWATAN
5. Pengkajian
e. Hematologis
- Hemoragi dan perdarahan lama
- Memar superficial
- Anemia (lemas)
f. Musculoskeletal
- Tanda dan gejala perdarahan otot profunda (nyeri, tegang pada area yang terkena, ROM terbatas), dan peningkatan suhu
-
6. Diagnosa
8) Resiko cedera (hemoragi) yang berhubungan dengan penyakit.
9) Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan
10) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ROM akibat perdarahan dan pembengkakkan
7. Intervensi
8) Resiko cedera (hemoragi) yang berhubungan dengan penyakit.
Criteria hasil: perdarahan pada anak berheni yang ditandai oleh tidak terlihat perdarahan, lingkar area perdarahan tidak
bertambah, rasa nyeri tidak meningkat, tanda-tanda vital sesuai usia, kadar factor VII meningkat, dan penurunan waktu
tromboplastin parsial (Partial Tromboplastin Time, PTT).
TINDAKAN/INTERVENSI
Beri tekanan langsung pada tempat perdarahan (mis; abrasi atau
RASIONAL
Tekanan langsung pada tempat perdarahan dapat meningkatkan
pembentukan bekuan.
Pertahankan
agar
area
terjadinya
perdarahan
tidak
bergerak
(imobilisasi)
bekuan keluar.
Es mempercepat vasokonstriksi.
sesuai yang diprogramkan. Izinkan orang tua atau anak member obat
penggunaan di rumah.
penurunan
tekanan
darah,
peningkatan
frakuensi
napas,
atau
dokter.
Pantau factor VII anak dan kadar PTT sekurang-kurangnya satu kali
Beri
asam
aminokaproat
(amicar)
sesuai
program
jika
anak
Penderita
hemophilia
berisiko
tinggi
mengalami
sindrom
Kortikosteroid
mengurangi
peradangan;
asetat
sesuai program.
desmopresin
RASIONAL
Pengkajian ini member data yang sangat penting bertujuan untuk
menentukan keefektifan intervensi untuk mengendalikan rasa nyeri, dan
untuk memantau status perdarahan anak karena nyeri yang konsisten
atau meningkat, dapat m,engidentifikasikan perdarahan berlanjut.
Obat analgesic dapat meredakan rasa nyeri (mode kerja obat bergantung
sesuai program.
pada obat spesifik yang digunakan). Obat aspirin dan salisilat lain dapat
memperpanjang waktu protromnin dan menghambat agregasi trombosit.
10) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ROM akibat perdarahan dan pembengkakkan.
Criteria hasil : anak mampu mencapai ROM maksimum pada sendi yang terkena ditandai dengan oleh kemampuan melakukan
latihan yang diprogramkan.
TINDAKAN/INTERVENSI
Anjurkan anak untuk melakukan latihan isometric, sesuai program.
RASIONAL
Latihan isometric dapat mempertahankan kekuatan otot dengan cara
menegangkan otot-otot tanpa menggerakkan sendi.
fifik. Latihan ROM pasif dan aktif meningkatkan tonus dan kekuatan
otot
sekitar
sendi,
serta
membantu
mencegah
atrofi
dan
ketidakmampuan otot.
Kaji kebutuhan anak untuk pengobatan nyeri, sebelum memulai setiap
sesi latihan.
8. Evaluasi
Selama perawatan di rumah sakit, catatan berikut telah dibuat:
k.
l.
m.
n.
Keadaan anak dan temuan pengkajian yang dilakukan saat masuk rumah sakit,
Perubahan status anak
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang relevan
Asupan dan haluaran cairan
o.
p.
q.
r.
s.
t.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan pendarahan congenital yang biasanya diturunkan sebagai sifat resesif terkalit X
(beberapa kasus muncul sebagai mutasi gen spontan), hemifilia yang disebabkan oleh defisiensi
factor VIII tipe hemophilia ini bertanggung jawab terhadap sebesar 80% dari seluruh anak ynag
terjangkit, dan diklasifikasi sebagai ringan, sedang, atau berat.
Hemophilia ringan mengakibatkan perdarahan yang lama, mudah memar, dan
kecendrungan yang mengarah ke epistaksis (hidung berdarah) dan perdarahan gusi. Hemophilia
sedang mengakibatkan perdarahan yang lebih sering dan lama, serta kemungkinan hematrosis
(perdarahan kedalam sendi). Bentuk yang berat mengakibatkan perdarahan yang berlebih
(kadang-kadang spontan), hemoragi subkutan dan intramuscular, serta perdarahan ke rongga
sendi. Terapi meliputi pemberian kriopresipitat dan steroid juga terapi fisik. Komplikasi yang
pontensial meliputi deformitas sendi, hemoragi, dan kematian. Prognosis ini bergantung kepada
keparahan penyakit.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan pembaca terutama perawat dan
orang tua untuk lebih mengerti cara merawat anak dengan Hemofilia.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Meadow, Roy & Simon Newell. 2005. Pedriatika. Jakarta: Erlangga.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical
Pathway. Jakarta: EGC.
Suriadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Wong, Donna. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.