Professional Documents
Culture Documents
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Mata Kuliah Rekayasa Geoteknik
Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Islam Bandung
Disusun Oleh :
Nama
Kelas
: A
SARI
1.
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Analisiskestabilanlerengdilakukanuntukmengevaluasikondisikestabilan
dan unjuk kerja dari lereng galian, lereng timbunan maupun lereng alami.
Penyelidikan lapangan harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum analisis
kestabilanlerengdilakukanuntukmendapatkandatadatayangdiperlukan.Dalam
penyelidikan tersebut juga harus dilakukan investigasi lapangan untuk
memperkirakandanmengevaluasipotensipotensibahayapadalereng.
Terdapatsejumlahmetodeyangdapatdigunakandalamanalisiskestabilan
lerengmulaidariyangsederhana,sepertimetodekesetimbanganbatas,sampai
dengan yang rumit dan canggih, seperti metode finiteelement dan metode
discreteelement.Setiapmetodemempunyaikeunggulandanketerbasanmasing
masing.
Saat ini terdapat sejumlah metode analisis dan program komputer yang
tersediauntukanalisiskestabilanlerengmemerlukanpemahamantentangprinsip
prinsipdarimetodetersebut,kelebihandanketerbatasanpadasetiapmetodedan
program komputer sehingga dapat digunakan secara tepat. Secara garis besar
metodemetode yang digunakan dalam analisis kestabilan lereng dapat
dikelompokkanmenjadidua,yaitumetodekonvensionaldanmetodenumerik.
b.
Permasalahan
Seperti yang sudah dijelaskan sedikit diatas bahwa resume ini menjawab
Tujuan
Memperkirakanbentukkeruntuhanataulongsoranyangmungkinterjadi
Menentukantingkatkerawananlerengterhadaplongsoran
2.
oleh Bieniawski (1973). Klasifikasi ini sudah dimodifikasi beberapa kali sesuai
dengan adanya data baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan
sesuai dengan standard Internasional. RMR terdiri dari enam parameter untuk
mengklasifikasi massa batuan (Tabel 14.1) yaitu, UCS, RQD, jarak kekar
(discontinuity), kondisi kekar, kondisi air tanah dan orientasi kekar.
Tabel 2.1
Rock Mass Rating
> 10
4 - 10
Selang pembobotan
2-4
1-2
tekan
batuan UCS (MPa)
> 250
100 - 250
50 - 100
25 - 50
nilai UCS
5- 1- <1
15
90 - 100
20
>2m
20
muka sgt
12
75 - 90
17
0.6-2 m
15
muka agak
7
50 - 75
13
0.2-0.6 m
10
muka agak
4
25 - 50
8
0.06-0.2 m
8
muka
25 5
2 1 0
< 25
3
< 0.06 m
5
gouge
kasar, tak
kasar
kasar
slikensided
lunak > 5
gouge < 5
mm
utuh
2
3
4
Bobot
RQD (%)
Bobot
Jarak kekar
Bobot
Kondisi kekar
menerus,
Bobot
Aliran per 10
pemisahan< pemisahan<
Gunakan
tak
1 mm,
1 mm,
mm,
pemisahan
terpisah,
dinding agak
dinding
pemisahan 1-
> 5 mm,
dinding tak
lapuk
sangat lapuk
5 mm,
menerus
20
10 - 25
menerus
10
25 - 125
0
> 125
lapuk
30
kosong
25
< 10
m panjang
singkapan
5 Air
(Lt/men)
Tekanan
tanah air/tegangan
utama major
< 0.1
0.1 0.2
0.2 0.5
> 0.5
Kondisi
Kering
Lembab
Basah
Netes
Mengalir
umum
Bobot
15
10
B. Penyesuaian bobot untuk orientasi kekar
Strike & dip
Sangat
Menguntungkan Sedang
menguntungkan
Tunnel
0
-2
Bobot Fondasi
0
-2
Lereng
0
-5
C. Kelas massa batuan menurut bobot total
Bobot
No. Kelas.
Deskripsi
100 81
I
Batu
sangat baik
D. Arti kelas massa batuan
-5
-7
- 25
Tak
Sangat tak
menguntungkan menguntungkan
- 10
- 12
- 15
- 25
- 50
- 60
80 - 61
II
Batu
60 - 41
III
Batu
40 - 21
< 20
IV
V
Batu Batu sangat buruk
baik
sedang
buruk
No. Kelas
I
II
III
IV
V
Stand up time rata-rata & 20 th, 15 1 th, 10 1 minggu, 5 10 jam, 2.5 30 menit, 1 m
span
Kohesi massa batuan (kPa)
Sudut gesek dalam massa
m
> 400
> 45o
m
m
300-400 200 - 300
35o- 45o 25o- 35o
m
100 - 200
15o 25o
span
< 100
< 15
batuan
Sumber : Bieniawski, 1989
Stepped
I
smooth
II
slic kensided
rough
III
Undulating
IV
smooth
V
slic kensided
rough
smooth
slic kensided
VI
Planar
VII
VIII
IX
Gambar 2.1
Tipikal profil kekasaran kekar dan rekomendasi penamaannya (ISRM, 1981)
Kondisi air tanah yang ditemukan pada survey kekar harus diidentifikasi
sesuai dengan penjelasan pada Tabel 14.1 yaitu, kering (completely dry), lembab
(damp), basah (wet), menetes (dripping) dan mengalir (flowing). Pengaruh
orientasi kekar terhadap arah penggalian dievaluasi dengan cara mencari arahan
umum kekar pada proyeksi stereonet dan pembobotannya disesuaikan dengan
penjelasan pada Tabel 14.1.
3.
Kekar
Dip lereng
Gambar 3.1
Parameter lereng
Steffen (1976) menggunakan nilai rata-rata kohesi dan sudut gesek dalam
yang diberikan dari RMR untuk mengevaluasi kemantapan dari 35 lereng yang
diduga mengikuti longsoran busur. Menurut hasil penelitiannya ternyata bahwa
lereng yang mempunyai Faktor Keamanan (FK) hingga 1.2 longsor, sedangkan
lereng yang mempunyai nilai FK 0.7, yang dihasilkan dari perhitungan metoda
keseimbangan batas, tetap mantap (lihat Gambar 14.3). Jelas disini bahwa metoda
statistik diperlukan untuk menduga kemantapan suatu lereng saat menggunakan
cara klasifikasi massa batuan sebagai masukan data.
Bieniawski pada saat membuat RMR tidak bermaksud untuk digunakan
pada evaluasi kemantapan lereng. Alasannya mungkin karena tingginya bobot
pengatur orientasi kekar, yaitu bervariasi dari 60 hingga 100.
8
Mantap
Longsor
6
0
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
FAKTOR KEAMANAN
1.3
1.4
Gambar 3.2
Distribusi frekuensi kemantapan lereng longsoran busur menurut grafik Hoek
tegak dan bila terjadi pada massa batuan kuat, rekahan tarik akan melendut
terus dan miring ke arah kemiringan lereng
Gambar 3.3
Tipe-tipe utama longsoran pada massa batuan menurut kriteria geologi struktur dan
stereonet
memodifikasi RMR yang disebut Slope Mass Rating (SMR). Berdasarkan pengamatan
Romana pada 28 lereng dengan berbagai derajat potensi kelongsoran, ditemukan bahwa 6
lereng longsor. SMR pada dasarnya tidak memperhatikan kelongsoran tanah dan
longsoran baji secara langsung, dan didefiniskan sebagai :
SMR = RMR - (F1 x F2 x F3) + F4
f
f
i
Gambar 4.1
Kriteria longsoran baji
Keterangan :
Longsoran sepanjang perpotongan bidang A dan B bisa terjadi bila kemiringan garis
potong ini lebih kecil daripada dip muka lereng, yang diukur sesuai dengan arah
longsoran, yf >yi
Longsoran diasumsikan terjadi bila kemiringan garis perpotongan melebihi sudut
Kasus
Tabel 4.1
Bobot pengatur untuk kekar, F1, F2 dan F3 (Romana, 1980)
Kriteria
Sangat
Menguntungkan Sedang
Tak
faktor
koreksi
P
|aj - as|
T |aj - as - 180|
P/T
F1
P
P
T
|bj|
F2
F2
menguntungkan
Sangat tak
menguntungkan menguntungkan
> 30
30 20
20 - 10
10 - 5
<5
0.15
0.40
0.70
0.85
1.00
< 20
0.15
1
20 30
0.40
1
30 - 35
0.70
1
35 - 45
0.85
1
> 45
1.00
1
bj - bs
bj + bs
F3
longsor
> 10
< 100
0
lemah mudah
10 0
110 120
-6
0
> 120
-25
0 - (-10)
longsor
< -10
-50
-60
Lereng alamiah
Peledakan presplitting = 10
Peledakan smooth
=8
Peledakan normal
=0
Peledakan buruk
= -8
Penggalian mekanis
=0
= 15
Metoda penggalian
Lereng alamiah
Peledakan presplitting
Peledakan smooth
Peledakan masal
Tabel 4.2
Bobot pengatur Swindells SMR
No
Tebal/kedalaman kerusakan
Selang (m)
Rata (m)
4
0
0
3
0 - 0.6
0.5
2
24
3
3
36
4
SMR
F4
15
10
8
0
baji adalah dengan cara menghitung RMR untuk masing-masing sistem kekar.
Cara langsung penentuan kemantapan lereng menurut longsoran baji dapat
menggunakan metoda Hoek & Bray (1981). Cara ini menggunakan analisis
stereonet.
5.
KESIMPULAN
Rock Mass Rating (RMR) disebut juga Geomechanics Classification, sudah
dimodifikasi beberapa kali sesuai dengan adanya data baru agar dapat digunakan
untuk berbagai kepentingan dan sesuai dengan standard Internasional. RMR
terdiri dari enam parameter untuk mengklasifikasi massa batuan yaitu, UCS,
RQD, jarak kekar (discontinuity), kondisi kekar, kondisi air tanah dan orientasi
kekar.
Kondisi air tanah yang ditemukan pada survey kekar harus diidentifikasi,
yaitu kering (completely dry), lembab (damp), basah (wet), menetes (dripping)
dan mengalir (flowing). Pengaruh orientasi kekar terhadap arah penggalian
dievaluasi dengan cara mencari arahan umum kekar pada proyeksi stereonet dan
melakukan pembobotan.
Untuk menggunakan RMR penentuan bobot pengatur orientasi kekar
memerlukan pengertian sifat-sifat kekar yang ada pada massa batuan dimana
lereng dibentuk. Maka dalam menggunakan klasifikasi massa batuan untuk
evaluasi kemantapan lereng harus memperhatikan berbagai model longsoran yang
tentunya diatur oleh karakteristik kekar. Dasar kelongsoran lereng akibat kekar,
seperti :
kelongsoran tanah dan longsoran baji secara langsung, dan didefiniskan sebagai
SMR = RMR - (F1 x F2 x F3) + F4.
Longsoran sepanjang perpotongan bidang A dan B bisa terjadi bila
kemiringan garis potong ini lebih kecil daripada dip muka lereng, yang diukur
sesuai dengan arah longsoran, yf >yi, Longsoran diasumsikan terjadi bila
kemiringan garis perpotongan melebihi sudut gesek dalam, yf > yi > f, F1
tergantung pada paralelisme antara kekar dan kemiringan muka lereng (strike), F2
berhubungan dengan sudut dip kekar pada longsoran bidang, F3 menunjukkan
hubungan antara kemiringan lereng dan kemiringan kekar, F4 tergantung pada
kondisi apakah lereng alamiah, digali dengan peledakan presplit, peledakan
smooth, penggalian mekanis atau peledakan buruk.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali,
BAB
XIV
Klasifikasi
Massa
Batuan,
Diakses
pada
tanggal
01