You are on page 1of 13

ROCK MASS RATING (RMR) DAN

SLOPE MASS RATING (SMR)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Mata Kuliah Rekayasa Geoteknik
Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Islam Bandung

Disusun Oleh :
Nama

: Burhan Hamdani (10070113024)

Kelas

: A

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1437 H / 2015 M

SARI

Kemantapan lereng di tambang terbuka seringnya dievaluasi dengan


metoda keseimbangan batas. Ada empat parameter yang perlu diperhatikan
dalam perancangan kemantapan lereng di tambang terbuka, yaitu rencana
penambangan, kondisi struktur geologi, sifat-sifat fisik dan mekanik material
pembentuk lereng dan tekanan air tanah. Dari ke-empat parameter tersebut,
struktur geologi merupakan parameter yang paling dominan dalam mengontrol
kemantapan lereng batuan baik dari bentuk maupun arah longsoran lereng.
Dengan menggunakan metoda keseimbangan batas, kemantapan lereng dapat
dievaluasi dengan metoda analitik dan empirik. Walaupun metoda analitik sudah
banyak diterima oleh kalangan akademik dan praktisi, tetapi masih mempunyai
suatu kekurangan, karena analitik biasanya menggunakan beberapa asumsi
seperti massa batuan dianggap homogen, isotropik, elastik, brittle, patahan
dianggap sebagai bidang geser ideal, dan beban yang bekerja hanya beban
gravitasi, setelah material runtuh segmen bidang longsor dianggap sebagai kekar
baru. Maka jelas disini bahwa metoda analitik tidak memperhatikan parameter
massa batuan yang sebetulnya berubah secara vertika dan horizontal. Dalam
upaya memperhitungkan faktor-faktor tersebut dan pengaruh peledakan saat
penggalian massa batuan, klasifikasi massa batuan yang sudah banyak dipakai
dalam peracangan kestabilan lubang bukaan bawah juga sudah mulai diadopsi
pada perancangan kemantapan lereng baik untuk pekerjaan sipil maupun
tambang. Klasifikasi massa batuan yang terdiri dari beberapa parameter sangat
cocok untuk mewakili karakteristik massa batuan, khususnya sifat-sifat bidang
lemah atau kekar dan derajat pelapukan massa batuan. Atas dasar ini sudah
banyak usulan atau modifikasi klasifikasi massa batuan yang dapat digunakan
untuk merancang kemantapan lereng.

1.

PENDAHULUAN

a.

Latar Belakang
Analisiskestabilanlerengdilakukanuntukmengevaluasikondisikestabilan

dan unjuk kerja dari lereng galian, lereng timbunan maupun lereng alami.
Penyelidikan lapangan harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum analisis
kestabilanlerengdilakukanuntukmendapatkandatadatayangdiperlukan.Dalam
penyelidikan tersebut juga harus dilakukan investigasi lapangan untuk
memperkirakandanmengevaluasipotensipotensibahayapadalereng.
Terdapatsejumlahmetodeyangdapatdigunakandalamanalisiskestabilan
lerengmulaidariyangsederhana,sepertimetodekesetimbanganbatas,sampai
dengan yang rumit dan canggih, seperti metode finiteelement dan metode
discreteelement.Setiapmetodemempunyaikeunggulandanketerbasanmasing
masing.
Saat ini terdapat sejumlah metode analisis dan program komputer yang
tersediauntukanalisiskestabilanlerengmemerlukanpemahamantentangprinsip
prinsipdarimetodetersebut,kelebihandanketerbatasanpadasetiapmetodedan
program komputer sehingga dapat digunakan secara tepat. Secara garis besar
metodemetode yang digunakan dalam analisis kestabilan lereng dapat
dikelompokkanmenjadidua,yaitumetodekonvensionaldanmetodenumerik.
b.

Permasalahan
Seperti yang sudah dijelaskan sedikit diatas bahwa resume ini menjawab

permasalahan yang terjadi diantaranya (1) klasifikasi massa batuan berdasarkan


RMR dan SMR (2) analisis kestabilan lereng.
c.

Tujuan

Untuk menentukan kondisi kestabilan suatu lereng dengan metode RMR


danSMR

Memperkirakanbentukkeruntuhanataulongsoranyangmungkinterjadi

Menentukantingkatkerawananlerengterhadaplongsoran

2.

Rock Mass Rating (RMR)


Rock Mass Rating (RMR) disebut juga Geomechanics Classification dibuat

oleh Bieniawski (1973). Klasifikasi ini sudah dimodifikasi beberapa kali sesuai
dengan adanya data baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan
sesuai dengan standard Internasional. RMR terdiri dari enam parameter untuk
mengklasifikasi massa batuan (Tabel 14.1) yaitu, UCS, RQD, jarak kekar
(discontinuity), kondisi kekar, kondisi air tanah dan orientasi kekar.
Tabel 2.1
Rock Mass Rating

A. Parameter klasifikasi dan bobot


Parameter
1 Kuat PLI (MPa)

> 10

4 - 10

Selang pembobotan
2-4
1-2

tekan
batuan UCS (MPa)

> 250

100 - 250

50 - 100

25 - 50

nilai UCS
5- 1- <1

15
90 - 100
20
>2m
20
muka sgt

12
75 - 90
17
0.6-2 m
15
muka agak

7
50 - 75
13
0.2-0.6 m
10
muka agak

4
25 - 50
8
0.06-0.2 m
8
muka

25 5
2 1 0
< 25
3
< 0.06 m
5
gouge

kasar, tak

kasar

kasar

slikensided

lunak > 5

gouge < 5

mm

utuh
2
3
4

Bobot
RQD (%)
Bobot
Jarak kekar
Bobot
Kondisi kekar

menerus,

Bobot
Aliran per 10

pemisahan< pemisahan<

Gunakan

tak

1 mm,

1 mm,

mm,

pemisahan

terpisah,

dinding agak

dinding

pemisahan 1-

> 5 mm,

dinding tak

lapuk

sangat lapuk

5 mm,

menerus

20
10 - 25

menerus
10
25 - 125

0
> 125

lapuk
30
kosong

25
< 10

m panjang
singkapan
5 Air

(Lt/men)
Tekanan

tanah air/tegangan
utama major

< 0.1

0.1 0.2

0.2 0.5

> 0.5

Kondisi

Kering

Lembab

Basah

Netes

Mengalir

umum
Bobot
15
10
B. Penyesuaian bobot untuk orientasi kekar
Strike & dip

Sangat

Menguntungkan Sedang

menguntungkan
Tunnel
0
-2
Bobot Fondasi
0
-2
Lereng
0
-5
C. Kelas massa batuan menurut bobot total
Bobot
No. Kelas.
Deskripsi

100 81
I
Batu

sangat baik
D. Arti kelas massa batuan

-5
-7
- 25

Tak

Sangat tak

menguntungkan menguntungkan
- 10
- 12
- 15
- 25
- 50
- 60

80 - 61
II
Batu

60 - 41
III
Batu

40 - 21
< 20
IV
V
Batu Batu sangat buruk

baik

sedang

buruk

No. Kelas
I
II
III
IV
V
Stand up time rata-rata & 20 th, 15 1 th, 10 1 minggu, 5 10 jam, 2.5 30 menit, 1 m
span
Kohesi massa batuan (kPa)
Sudut gesek dalam massa

m
> 400
> 45o

m
m
300-400 200 - 300
35o- 45o 25o- 35o

m
100 - 200
15o 25o

span
< 100
< 15

batuan
Sumber : Bieniawski, 1989

Parameter-parameter ini selanjutnya disatukan menjadi lima grup, dan


karena beberapa parameter tidak mempunyai kepentingan yang sama terhadap
bobot total dari RMR, maka pembobotan untuk setiap parameter berbeda. Bobot
tinggi menunjukkan kualitas massa batuan yang lebih baik.
Karena isian kekar bisa terdiri dari kuarsa, lempung, karbonat, kaolin,
khlorit atau sedimen dan kekasarannya juga berbeda maka evaluasi kondisi kekar
harus mengikuti standard yang sudah ada, yang diberikan oleh ISRM (1981)
seperti ditunjukkan pada Gambar 14.1.
rough

Stepped
I

smooth

II
slic kensided

rough

III

Undulating
IV

smooth

V
slic kensided

rough

smooth

slic kensided

VI

Planar

VII

VIII

IX

Sumber : ISRM (1981)

Gambar 2.1
Tipikal profil kekasaran kekar dan rekomendasi penamaannya (ISRM, 1981)

Kondisi air tanah yang ditemukan pada survey kekar harus diidentifikasi
sesuai dengan penjelasan pada Tabel 14.1 yaitu, kering (completely dry), lembab
(damp), basah (wet), menetes (dripping) dan mengalir (flowing). Pengaruh
orientasi kekar terhadap arah penggalian dievaluasi dengan cara mencari arahan
umum kekar pada proyeksi stereonet dan pembobotannya disesuaikan dengan
penjelasan pada Tabel 14.1.
3.

Klasifikasi Massa Batuan Untuk Kemantapan Lereng


Agar mendapatkan persamaan pendapat mengenai parameter-parameter

yang sering digunakan untuk persoalan kemantapan lereng Gambar 14.2


memperlihatkan bagian dari parameter tersebut.

Kekar

Dip lereng

Arah dip kekar

Arah dip lereng


Dip kekar

Sumber : steffen (1976)

Gambar 3.1
Parameter lereng

Steffen (1976) menggunakan nilai rata-rata kohesi dan sudut gesek dalam
yang diberikan dari RMR untuk mengevaluasi kemantapan dari 35 lereng yang
diduga mengikuti longsoran busur. Menurut hasil penelitiannya ternyata bahwa
lereng yang mempunyai Faktor Keamanan (FK) hingga 1.2 longsor, sedangkan
lereng yang mempunyai nilai FK 0.7, yang dihasilkan dari perhitungan metoda
keseimbangan batas, tetap mantap (lihat Gambar 14.3). Jelas disini bahwa metoda
statistik diperlukan untuk menduga kemantapan suatu lereng saat menggunakan
cara klasifikasi massa batuan sebagai masukan data.
Bieniawski pada saat membuat RMR tidak bermaksud untuk digunakan
pada evaluasi kemantapan lereng. Alasannya mungkin karena tingginya bobot
pengatur orientasi kekar, yaitu bervariasi dari 60 hingga 100.

8
Mantap
Longsor
6

0
0.7

0.8

0.9

1.0

1.1

1.2

FAKTOR KEAMANAN

1.3

1.4

Sumber : Steffen (1976)

Gambar 3.2
Distribusi frekuensi kemantapan lereng longsoran busur menurut grafik Hoek

Untuk menggunakan RMR penentuan bobot pengatur orientasi kekar


memerlukan pengertian sifat-sifat kekar yang ada pada massa batuan dimana
lereng dibentuk. Maka dalam menggunakan klasifikasi massa batuan untuk
evaluasi kemantapan lereng harus memperhatikan berbagai model longsoran yang
tentunya diatur oleh karakteristik kekar. Dasar kelongsoran lereng akibat kekar
dapat dijelaskan sebagai (lihat Gambar 14.4).
a. Longsorang busur (tipikal longsoran tanah) : kekar menerus sepanjang
sebagian lereng menyebabkan longsoran geser permukaan, massa batuan
sangat terkekarkan atau tanah
b. Longsoran bidang : kemiringan bidang kekar rata-rata hampir atau searah
dengan kemiringan lereng, fenomena ini tak berlaku untuk massa batuan
skistos
c. Longsoran baji : garis perpotongan dua bidang kekar mempunyai
kemiringan ke arah kemiringan lereng (lihat Gambar 14.5)
d. Longsoran topling : massa batuan terdiri dari kekar-kekar kolum agak
a

tegak dan bila terjadi pada massa batuan kuat, rekahan tarik akan melendut
terus dan miring ke arah kemiringan lereng

Sumber : (Hoek & Bray, 1981)

Gambar 3.3
Tipe-tipe utama longsoran pada massa batuan menurut kriteria geologi struktur dan
stereonet

Garis putus-putus dari lingkaran utama mewakili bidang kekar rata-rata


yang tersingkap pada muka lereng; garis menerus lingkaran utama mewakili
bidang muka lereng.
4.

Slope Mass Rating (SMR)


Maka untuk menyertakan bobot pengatur orientasi kekar Romana (1980)

memodifikasi RMR yang disebut Slope Mass Rating (SMR). Berdasarkan pengamatan
Romana pada 28 lereng dengan berbagai derajat potensi kelongsoran, ditemukan bahwa 6
lereng longsor. SMR pada dasarnya tidak memperhatikan kelongsoran tanah dan
longsoran baji secara langsung, dan didefiniskan sebagai :
SMR = RMR - (F1 x F2 x F3) + F4
f

Nilai SMR diperoleh dari perhitungan


bobot menurut klasifikasi RMR dan
i
pengertian serta besarnya bobot
F2, F3 dan F4 diberikan berikut ini pada Tabel 14.2.
BidangF1,
A
Arah longsoran
Bidang B

Arah dip kemiringan lereng


Muka lereng

f
i

Lereng berpotensi untuk tak


mantap bila perpotongan
lingkaran besar yang, wakil
bidang-bidang berada di
dalam daerah berarsir

Sumber : Hoek & Bray (1981)

Gambar 4.1
Kriteria longsoran baji

Keterangan :

Longsoran sepanjang perpotongan bidang A dan B bisa terjadi bila kemiringan garis
potong ini lebih kecil daripada dip muka lereng, yang diukur sesuai dengan arah

longsoran, yf >yi
Longsoran diasumsikan terjadi bila kemiringan garis perpotongan melebihi sudut

gesek dalam, yf > yi > f


F1 tergantung pada paralelisme antara kekar dan kemiringan muka lereng (strike)
F2 berhubungan dengan sudut dip kekar pada longsoran bidang
F3 menunjukkan hubungan antara kemiringan lereng dan kemiringan kekar
F4 tergantung pada kondisi apakah lereng alamiah, digali dengan peledakan presplit,
peledakan smooth, penggalian mekanis atau peledakan buruk

Kasus

Tabel 4.1
Bobot pengatur untuk kekar, F1, F2 dan F3 (Romana, 1980)
Kriteria
Sangat
Menguntungkan Sedang
Tak
faktor

koreksi
P
|aj - as|
T |aj - as - 180|
P/T
F1
P
P
T

|bj|
F2
F2

menguntungkan

Sangat tak

menguntungkan menguntungkan

> 30

30 20

20 - 10

10 - 5

<5

0.15

0.40

0.70

0.85

1.00

< 20
0.15
1

20 30
0.40
1

30 - 35
0.70
1

35 - 45
0.85
1

> 45
1.00
1

kuat tak mudah


P
T
P/T

bj - bs
bj + bs
F3

longsor
> 10
< 100
0

lemah mudah
10 0
110 120
-6

0
> 120
-25

0 - (-10)

longsor
< -10

-50

-60

aj = Arah dip kekar, as = Kemiringan lereng, bj = Dip kekar, bs = Dip lereng, P =


Longsoran bidang, T = Longsoran topling

Bobot pengatur untuk metoda penggalian, F4 :

Lereng alamiah

Peledakan presplitting = 10

Peledakan smooth

=8

Peledakan normal

=0

Peledakan buruk

= -8

Penggalian mekanis

=0

= 15

Swindells (1985) melakukan penelitian mengenai pengaruh peledakan pada


kemantapan 16 lereng di Scotlandia. Hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa
tingkat tebal atau kedalaman kerusakan lereng dipengaruhi oleh metoda
penggalian yang dipakai (lihat Tabel 14.3).

Metoda penggalian
Lereng alamiah
Peledakan presplitting
Peledakan smooth
Peledakan masal

Tabel 4.2
Bobot pengatur Swindells SMR
No
Tebal/kedalaman kerusakan
Selang (m)
Rata (m)
4
0
0
3
0 - 0.6
0.5
2
24
3
3
36
4

SMR
F4
15
10
8
0

Sumber : Swindells, 1985

Hasil penyelidikan Swindell menunjukkan kesamaan umum antara


tebal/kedalaman zone kerusakan dengan faktor koreksi F4 menurut Romana. Dari
penjelasan di atas tampak bahwa tidak ada faktor khusus untuk penentuan
kemantapan lereng menurut longsoran baji. Maka untuk menganalisis longsoran

baji adalah dengan cara menghitung RMR untuk masing-masing sistem kekar.
Cara langsung penentuan kemantapan lereng menurut longsoran baji dapat
menggunakan metoda Hoek & Bray (1981). Cara ini menggunakan analisis
stereonet.
5.

KESIMPULAN
Rock Mass Rating (RMR) disebut juga Geomechanics Classification, sudah

dimodifikasi beberapa kali sesuai dengan adanya data baru agar dapat digunakan
untuk berbagai kepentingan dan sesuai dengan standard Internasional. RMR
terdiri dari enam parameter untuk mengklasifikasi massa batuan yaitu, UCS,
RQD, jarak kekar (discontinuity), kondisi kekar, kondisi air tanah dan orientasi
kekar.
Kondisi air tanah yang ditemukan pada survey kekar harus diidentifikasi,
yaitu kering (completely dry), lembab (damp), basah (wet), menetes (dripping)
dan mengalir (flowing). Pengaruh orientasi kekar terhadap arah penggalian
dievaluasi dengan cara mencari arahan umum kekar pada proyeksi stereonet dan
melakukan pembobotan.
Untuk menggunakan RMR penentuan bobot pengatur orientasi kekar
memerlukan pengertian sifat-sifat kekar yang ada pada massa batuan dimana
lereng dibentuk. Maka dalam menggunakan klasifikasi massa batuan untuk
evaluasi kemantapan lereng harus memperhatikan berbagai model longsoran yang
tentunya diatur oleh karakteristik kekar. Dasar kelongsoran lereng akibat kekar,
seperti :

Longsorang busur (tipikal longsoran tanah)


Longsoran bidang
Longsoran baji
Longsoran topling
Untuk menyertakan bobot pengatur orientasi kekar Romana (1980)

memodifikasi RMR yang disebut Slope Mass Rating (SMR). Berdasarkan


pengamatan Romana pada 28 lereng dengan berbagai derajat potensi kelongsoran,
ditemukan bahwa 6 lereng longsor. SMR pada dasarnya tidak memperhatikan

kelongsoran tanah dan longsoran baji secara langsung, dan didefiniskan sebagai
SMR = RMR - (F1 x F2 x F3) + F4.
Longsoran sepanjang perpotongan bidang A dan B bisa terjadi bila
kemiringan garis potong ini lebih kecil daripada dip muka lereng, yang diukur
sesuai dengan arah longsoran, yf >yi, Longsoran diasumsikan terjadi bila
kemiringan garis perpotongan melebihi sudut gesek dalam, yf > yi > f, F1
tergantung pada paralelisme antara kekar dan kemiringan muka lereng (strike), F2
berhubungan dengan sudut dip kekar pada longsoran bidang, F3 menunjukkan
hubungan antara kemiringan lereng dan kemiringan kekar, F4 tergantung pada
kondisi apakah lereng alamiah, digali dengan peledakan presplit, peledakan
smooth, penggalian mekanis atau peledakan buruk.

6.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Analisis Kestabilan Lereng, http://dokumen.tips/documents/analisiskestabilan-lereng-55c08f449b233.html. Diakses pada tanggal 01 Desember


2015.
Mahmud,

Ghozali,

BAB

XIV

Klasifikasi

Massa

Batuan,

https://www.scribd.com/doc/149507492/14-KLASIFIKASI-MASSABATUAN-DOC. Diakses pada tanggal 01 Desember 2015.


Sibala, Oktovian, Klasifikasi Massa Batuan Menggunakan Metode Rock Mass
Rating,https://www.scribd.com/doc/135479078/Klasifikasi-Massa-BatuanMenggunakan-Metode-Rock-Mass-Rating.
Desember 2015.

Diakses

pada

tanggal

01

You might also like