You are on page 1of 24

LAPORAN ANALISIS JURNAL

SUB-CONJUNCTIVAL INJECTION OF
ANTIBIOTICS VS. POVIDONE-IODINE DROP ON
BACTERIAL COLONIES IN PHACOEMULSIFICATION CATARACT SURGERY
Tugas Mandiri
Stase Peminatan Kamar Operasi
Tahap Profesi Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM

Disusun Oleh:
RidaAnitaYunikawati
13/362189/KU/16917
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAK U LTAS K E D O K T E RAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia, yang mempunyai fungsi
untuk menyerap informasi visual yang dapat digunakan untuk melaksanakan berbagai
kegiatan. Namun gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan
hingga gangguan yang berat yang mungkin dapat mengakibatkan kebutaan. Upaya untuk
mencegah dan menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan perlu mendapatkan
perhatian. Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah gangguan
refraksi, kemudian diikuti oleh katarak, glaucoma dan Age related Macular Degene-ration
(AMD). Sebesar 21% tidak dapat ditentukan penyebabnya dan 4% adalah gangguan
penglihatan sejak masa kanak-kanak. (Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012)
Jumlah penderita buta katarak di Indonesia merupakan yang tertinggi kedua di Asia
Tenggara, yakni mencapai 1,5 persen atau dua juta jiwa. Setiap tahunnya, 240.000 orang
terancam mengalami kebutaan. Survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan
penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah penyakit katarak (0,78 persen), penyakit
glaukoma (0,12 persen), kelainan refraksi (0,14 persen), dan penyakit lain terkait usia lanjut
(0,38 persen).
Katarak termasuk salah satu penyakit degeneratif pada usia lanjut, namun 10% - 20%
buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia usia 40 54 tahun, yang termasuk dalam
kelompok usia produktif. Menurut Sirlan. F dalam penelitiannya di daerah pantai Sumatera
Barat dan Nusa Tenggara Barat mendapatkan penderita buta katarak usia produktif 14% dari
seluruh buta katarak Satu-satunya pilihan dalam penanggulangan kebutaan akibat katarak
adalah tindakan operasi. Endophthalmitis merupakan inflamasi atau radang pada bagian dalam
bola mata termasuk rongga orbita yang diisi oleh cairan seperti gel yang bersifat transparan
yang disebut Vitreus Humor dan juga mengenai Aqueous Humor. Di Amerika, penyebab
endophthalmitis terbanyak adalah infeksi bakteri post operasi mata, seperti operasi katarak
atau glaukoma. Bakteri juga dapat masuk bila terjadi trauma yang menembus pada mata.
Penulis pada jurnal ini akan membahas tentang suntikan subconjunctival dari cefazolin dan
meneteskan povidone-iodine pada bakteri konjungtiva koloni yang dapat membentuk unit
(CFU) dalam operasi PHACO katarak untuk mengurangi resiko endophtalmitis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut rumusan permasalahan yang penulis
tetapkan dalam analisis jurnal penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh suntikan subconjunctival
dari cefazolin dan meneteskan povidone-iodine pada bakteri konjungtiva koloni yang dapat
membentuk unit (CFU) dalam operasi PHACO katarak.
C. Tujuan
Tujuan dari laporan ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari suntikan subconjunctival
dari cefazolin dan meneteskan povidone-iodine pada bakteri konjungtiva koloni yang dapat
membentuk unit (CFU) dalam operasi PHACO katarak.
D. Manfaat
1. Bagi Pasien
Untuk pencegahan terjadinya endophtalmitis pada pasien yang dilakukan tindakan
pembedahan pada mata.
2. Bagi Perawat Bedah
Memberikan informasi mengenai penerapan dan manfaat dari suntikan
subconjunctival dari cefazolin dan meneteskan povidone-iodine pada bakteri konjungtiva
koloni yang dapat membentuk unit (CFU) dalam operasi PHACO katarak. sehingga dapat
dilakukan koreksi apabila tidak sesuai dan dilakukan peningkatan untuk perawatan bedah.
3. Bagi Mahasiswa
Mengetahui informasi tentang penerapan suntikan subconjunctival dari cefazolin
dan meneteskan povidone-iodine pada bakteri konjungtiva koloni yang dapat membentuk
unit (CFU) dalam operasi PHACO katarak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.

KATARAK
A. Definisi
Katarak adalah suatu keadaan patologik pada lensa yang dapat mengakibatkan
kekeruhan lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi prot
ein lensa atau dapat juga akibat dari keduaduanya yang biasanya mengenai kedua mata dan
berjalan progesifyang disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta Ilyas, dkk, 2008).Katarak
adalah opasitas lensa kristalina atau lensa yang berkabut (opak) yang normalnya jernih. Bias
anya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital)
(Brunner & Suddarth: 2002)
B. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1) Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2) Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3) Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM da
pat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak
komplikata.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal, Katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat p
a da usia di bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahu
n
c. Katarak presenil, Katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis, Katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak inim
erupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.
Adapun tahapan katarak senilis adalah :
1) Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata sangat minimal,
bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berbentuk ber
cak kekeruhan yang tidak teratur. Penderita pada stadium ini seringkali tidak merasak
an keluhan atau gangguan pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
2) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
3) Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan berta
m
bah sampai menyeluruh pada bagian lensa sehingga keluhan yang sering disampaikan
oleh penderita katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menj
a di kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari.

4) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui
kapsul lensa dan bisa menyebabkan perdangan pada struktur mata yang lainya.
C. Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain :
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan
beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan
obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan metabolis
me, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti kortikostero
id dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen an
atomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi kedu
anya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami pe
rubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubah
an dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di
luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga meng
abutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutk
an terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa d
ari degenerasi.Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak pada kebany
akan pasien yang menderita katarak.Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh keja
dian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang n

ormal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV,
obat, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yan
g lama.
E. ManifestasiKlinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau,gangguan fungsional
diakibatkan oleh kehilangan penglihatan.
2. Susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak denga
n
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
3. Apabila katarak telah matang pupil akan tampak putih ,sehingga refleks cahaya pada mat
a

menjadi negatif.

Gejala umum gangguan katarak meliputi:


1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata.
F.Komplikasi
1. Glaucoma
2. Uveitis
3. Kerusakan endotel kornea
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid

6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding
G. PemeriksaanPenunjang
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, len
sa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdara
han.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buahyang banyak mengandung vit. C ,vit. B
2, vit. A dan vit. E. Selain itu, untuk mengurangi pajanan sinar matahari (sinar UV) secara b
erlebih, lebih baik menggunakan kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari.
2. Penatalaksanaan medis
Ada dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak :
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai 98% pembedahan katarak.
Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan. Prosedur ini
meliputi pengambilan kapsul anterior, menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap sis

a fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat hisap dengan meninggalkan kap
sula posterior dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu ada penemuan terbaru pada ekstra
si ekstrakapsuler, yaitu fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa
melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekwensi tinggi unt
uk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel yang kecil yang kemudian di
aspirasi melalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi kontinus.
b. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Pengangkatan seluruh lensa sebagai suatu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan
lensa diangkat dengan cryoprobe, yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis.
Ketika cryoprobe diletakkan secara langsung pada kapsula lentis, kapsul akan melekat
pada probe. Lensa kemudian diangkat secara lembut. Namun, saat ini pembedahan in
trakapsuler sudah jarang dilakukan.Pengangkatan lensa memerlukan koreksi optikal ka
rena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan fokus mata.
Koreksi optikal yang dapat dilakukan diantaranya:
1. Kaca Mata Apikal
Kacamata memberikan pandangan sentral yang baik, pembesaran 25-30
% menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan perifer yang menyebabkan
kesulitan dalam memahami relasi spasial, membuat benda tampak jauh menjadi
dekat dan mengubah garis lurus menjadi lengkung. memerlukan waktu penyesu
aian yang lama sampai pasien dapat mengkoordinasikan gerakan, memperkirak
an jarak, dan berfungsi aman dengan medan pandang yang terbatas.
2. Lensa Kontak
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apakia. Lensa
ini memberikan rehabilitasi visual yang hampir sempurna bagi mereka yang
mampu menguasai cara memasang, melepaskan, dan merawat lensa kontak.
Namun bagi lansia, perawatan lensa kontak menjadi sulit, karena kebanyakan
lansia mengalami kemunduran ketrampilan, sehingga pasien memerlukan kun
jungan berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa.
3. Implan Lensa Intraokuler ( IOL )
IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke
dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran norma
l, karena IOL mampu menghilangkan efek optikal lensa apakia. Sekitar 95 %
IOL di pasang di kamera posterior, sisanya di kamera anterior. Lensa kamera

anterior di pasang pada pasien yang menjalani ekstrasi intrakapsuler atau yang
kapsul posteriornya rupture tanpa sengaja selama prosedur ekstrakapsuler.
2. ENDOFTALMITIS
A.

Pengertian endoftalmitis
Endoftalmitis adalah peradangan pada seluruh lapisan mata bagian dalam, cairan dalam
bola mata (humor vitreus) dan bagian putih mata (sklera). Endoftalmitis adalah peradangan
bernanah (supuratif) dalam bola mata. Merupakan radang purulen pada seluruh jaringan intra
okuler disertai dengan terbentuknya abses didalam badan kaca. Penyebab Sepsis, selulitis
orbita, trauma tembus, ulkus. Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata,
biasanya akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk
radang supuratif di dalam rongga mata dan struktur di dalamnya. Peradangan supuratif di
dalam bola mata akan memberikan abses di dalam badan kaca.

B.

Klasifikasi
Endoftalmitis dapat diklasifikasikan menurut
1.

Cara masuknya
a.

Endoftalmitis endogen diakibatkan penyebaran bakteri dari tempat lain di tubuh


kita melalui aliran darah. Utamanya jamur. Factor predisposisi yang lazim yaitu
status imunokompromais, septikimia atau IV drug abuse.

b.

Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi pada
tindakan pembedahan yang membuka bola mata. Endoftalmitis endogen sangat
jarang, hanya 2-15% dari seluruh endoftalmitis. Utamanya bakteri.

2.

C.

Jenis agensia penyebab


a.

Bakteri

b.

Jamur

c.

Virus

d.

Parasit

Insiden
Seluruh dunia, insiden EPB yang dilaporkan 0,04-4 %. Di india EPB bervariasi : 0,07 -0,3%
D.

Etiologi

Penyebab terjadinya endoftalmitis antara lain:


1.

Tindakan pembedahan.

2.

Luka yang menembus mata.

3.

Bakteri. Penyebab paling banyak adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus

aureus, dan spesies Streptococcus


4.
E.

Jamur. Penyebab paling banyak adalah Aspergilus, fitomikosis dan aktinomises

Tanda dan Gejala


Peradangan yang disebabkan bakteri akan memberikan gambaran klinik rasa sakit yang
sangat, kelopak merah dan bengkak, kelopak sukar dibuka, konjungtiva kemotik dan merah,
kornea keruh, bilik mata depan keruh. Selain itu akan terjadi penurunan tajam penglihatan dan
fotofobia (takut cahaya). Endoftalmitis akibat pembedahan biasa terjadi setelah 24 jam dan
penglihatan akan semakin memburuk dengan berlalunya waktu. Bila sudah memburuk, akan
terbentuk hipopion, yaitu kantung berisi cairan putih, di depan iris.
Gejalanya seringkali berat, yaitu berupa:
1.

nyeri mata

2.

kemerahan pada sclera

3.

fotofobia (peka terhadap cahaya)

4.

gangguan penglihatan.

Tanda seringkali muncul:


1.

Kelopak merah,

2.

Bengkak, dan sukar dibuka,

3.

Kornea keruh,

4.

Bilik mata keruh.

Tambahan gejala bervariasi, tergantung pada apa yang menyebabkan infeksi mata:
1.

Endophthalmitis pascaoperasi - The umum menyebabkan sebagian besar

endophthalmitis adalah infeksi bakteri setelah operasi katarak. Ini masalah serius dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan permanen. Gejala sedikit bervariasi, tergantung pada
apakah infeksi tersebut terjadi awal (enam minggu atau kurang) atau akhir (bulan atau
tahun) setelah operasi.
o

Gejala awal dapat termasuk penurunan dramatis dalam visus di mata terkena, sakit

mata yang menjadi lebih buruk setelah operasi, mata merah dan kelopak mata bengkak.
o

Akhir gejala cenderung lebih ringan dari gejala awal dan mungkin termasuk

penglihatan kabur, peningkatan kepekaan terhadap cahaya terang (fotofobia) dan sakit
mata ringan.
2.

Posttraumatic Endophthalmitis - Gejala endophthalmitis disebabkan oleh cedera mata


tajam umumnya dramatis - penurunan dramatis dalam visi di mata terkena, sakit mata
yang menjadi lebih buruk, mata merah dan kelopak mata bengkak.

3.

Hematogenous Endophthalmitis - Bila infeksi menyebar melalui aliran darah dan


mengendap di mata, gejala-gejala dapat mengembangkan secara bertahap dan cukup
halus. Misalnya, orang tersebut mungkin mengalami penurunan ringan pada visus
selama beberapa minggu, bersama dengan munculnya floaters, yang gelap, semitransparan, bentuk mengambang di bidang visus.

F.

Patofisologi
Endoftalmitis atau abses korpus vitreus adalah peradangan berat dalam bola mata,
biasanya akibat trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif
dalam bola mata, dan akan mengakibatkan abses di badan kaca. Endoftalmitis eksogen
terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekunder pada tindakan pembedahan yang
membuka bola mata.
Endoftalmitis endogen akibat penyebaran bakteri, jamur atau parasit dari fokus infeksi
dalam tubuh.
Peradangan oleh bakteri memberikan gambaran berupa rasa sakit yang sangat, kelopak
mata merah dan bengkak, bilik mata depan keruh, kadang disertai hipopion. Di dalam
badan kaca dapat ditemukan massa putih abu-abu hippion ringan dan bentuk abses satelit di
dalam badan kaca.

G.

Pemeriksaan diagnostic
1.

Dilakukan pemeriksaan mikrobiologi untuk mengetahui penyebabnya.

Gejala klinis dapat dikonfirmasi dengan biakan mikroba. Sampel yang paling penting untuk
biakan aspirat dari aquous dan kavum vitreus. Kemungkinan mikroba yang diisolasi dari
vitreus 56-70% sedangkan dari aquous 36-40%.
2.

Oftalmoskopi untuk melihat bagian dalam mata

3.

Sken B ultrasonografi

USG merupakan tindakan melihat dan memotret alat atau jaringan dalam mata dengan
menggunakan gelombang tak terdengar. Alat ini sangat penting untuk melihat susunan
jaringan intraokuler.
H.

Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada apa yang menyebabkan endophthalmitis dan negara
penglihatan di mata yang terkena. Untuk Endophthalmitis disebabkan oleh infeksibakteri, opsi
mencakup satu atau lebih hal berikut:
Intravitreal antibiotics Antibiotics are injected directly into the infected eye.antibiotik
intravitreal - Antibiotik yang disuntikkan langsung ke dalam mata terinfeksi. Biasanya,

beberapa vitreous dikeluarkan untuk tujuan diagnostik dan untuk membuat ruang bagi
antibiotik.
Kortikosteroid - Dokter Anda mungkin menyuntikkan kortikosteroid ke dalam mata
Anda untuk mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan.
Antibiotik intravena - Antibiotik, diberikan melalui vena, mungkin diresepkan untuk
pasien dengan endophthalmitis parah.
Antibiotik topikal - Antibiotik diterapkan pada permukaan mata bila ada infeksi luka di
samping endophthalmitis.
Vitrectomy - Bagian dari terinfeksi cairan's vitreous mata dilepas dan diganti dengan
larutan garam (saline steril) atau cairan lain yang kompatibel. Ini biasanya dilakukan
jika kehilangan penglihatan begitu parah sehingga orang itu hampir buta.
Untuk mengobati Endophthalmitis disebabkan oleh infeksi jamur, dokter biasanya
menyuntikkan obat antijamur (seperti amfoterisin B) langsung ke mata terinfeksi. Obat
dapat diberikan intravena atau orang dapat menerima obat antijamur oral, seperti
flukonazol.
Jika infeksi sudah semakin berat, dokter spesialis mata dapat melakukan tindakan
bedah yang disebut Vitrectomy untuk mengangkat cairan dan nanah dari dalam mata.
I.

Pencegahan
Jika pernah mengalami operasi katarak, pencegahan resiko terjadinya infeksi dengan
cara mengikuti instruksi dokter tentang perawatan mata setelah operasi dan juga kontrol yang
teratur ke dokter mata untuk mengetahui perkembangan perbaikan mata setelah operasi. Untuk
mencegah endoftalmitis yang disebabkan karena trauma mata, gunakan pelindung mata di
tempat kerja dan saat berolahraga berat. Kacamata pelindung atau helm dapat melindungi dari
terjadinya trauma pada mata di tempat kerja.

J.

Komplikasi

K.

Kebutaan
Panoftalmitis
Ulkus kornea
Orbital selulitis

Prognosis
Prognosis endophthalmitis bervariasi tergantung pada tingkat keparahan infeksi,
organisme yang terlibat dan jumlah kerusakan mata menopang dari peradangan dan jaringan
parut. Mild cases of endophthalmitis can have excellent visual outcomes. kasus ringan
endophthalmitis dapat memiliki hasil visual yang sangat baik. Severe cases may result not
only in loss of sight, but eventually in loss of the entire eye. Kasus yang parah dapat
mengakibatkan tidak hanya kehilangan penglihatan, tapi akhirnya hilangnya mata seluruh

BAB III
ANALISIS JURNAL
A. Identitas Jurnal
Judul

: Sub-Conjunctival Injection of Antibiotics vs. Povidone-Iodine Drop

on
Bacterial Colonies in Phacoemulsification Cataract Surgery

Penulis

: Mahamoudreza Panahibazaz ; Mojataba Moosavian ; Gholamreza

Khataminia ; MostafaFeghhi ; Farsim Yazdi 1 Effat Abbasi Montazeri


Penerbit
: Jundishapur J Microbiol.
Tahun Terbit
: September 2014
B. Latar Belakang
Operasi katarak adalah salah satu prosedur bedah mata yang paling umum dilakukan
saat ini karena pertumbuhan penduduk pada lanjut usia.Endophthalmitis yang terjadi
pascaoperasi adalah salah satu komplikasi dari operasi katarak yang paling serius yang selalu
memperlihatkan prognosis visual yang buruk . Meskipun tingkat kejadian endophthalmitis cukup
rendah (0,03-0,015), sejumlah besar operasi katarak berkontribusi pada terjadinya komplikasi ini
tingkat rendah dan dengan demikian pencegahan adalah yang penting. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa kelopak mata dan konjungtiva adalah sumber dan asal dari terjadinya
endophthalmitis pada operasi katarak.
Phacoemulsification menggunakan anestesi topical, yang merupakan teknik operasi
katarak paling umum dilakukan saat ini. Dalam metode ini, sayatan kecil mungkin tidak benarbenar ditutup oleh hidrasi stoma dan potensial adanya ruang mungkin tetap ada di antara ruang
anterior dan cul-de-sac untuk beberapa jam setelah operasi .Oleh karena itu , penghapusan atau
pengurangan mikroorganisme yang ada pada tempat yang di bedah membutuhkan perhatian.
Keyakinan bahwa organisme endophthalmitis untuk dapat masuk ke dalam mata selama operasi,
mengarah pada penggunaan antibiotik melalui infus atau injeksi di dalam ruang anterior ,
meskipun sedikit kesalahan terjadi akibat variasi konsentrasi antibiotik dapat merangsang
decompensation sel endotel dan edema pada kornea yang bersifat ireversibel.
Meningkatkan injeksi antibiotik dalam AC selama operasi katarak , khususnya setelah
penelitian yang dilakukan oleh the European Society Cataract and Refractive Surgery(ESCRS) ,
telah menunjukkan adanya penurunan endophthalmitis postoperative pada sekitar lima lipatan
dibanding kelompok kontrol .Akan tetapi , penggunaan levofloxacin topical dan ketiga generasi
dan keempat fluoroquinolones untuk meningkatkan selama satu minggu setelah operasi, masih
memungkinkan terjadinya transmisi organisme dari konjungtiva dan kelopak mata, terutama
selama hari pertama pasca operasi, dimana masih ada kemungkinan kuat untuk terjadinya
endophthalmitis.
Saat ini, di antara beberapa metode yang berbeda dari profilaksis pre operasi,
memberikan 10% povidone-iodine untuk mempersiapkan kulit kelopak mata dan menggunakan
povidone iodine 5% dengan atau tanpa generasi ketiga dan keempat fluoroquinolones,
merupakan metode yang paling dapat diterima dalam koloni mikroba mengurangi cul-de-sac dan
memungknkan terjadinya endophthalmitis. Namun, tidak ada konsensus tentang metode yang
tepat untuk post operasi katarak.

Endophthalmitis yang terjadi pada post operasi merupakan salah satu komplikasi yang
paling serius pada operasi katarak . Sebagian besar organisme penyebab infeksi yang merusak ini
datang dari kuman yang ada pada pasien itu sendiri. Upaya yang telah dilakukan untuk
mengurangi virulensi organisme di kelopak mata dan konjungtiva adalah dengan antibiotic
topikal, yang diberikan pada saat persiapan selama operasi, menutup kelopak mata dan menetesi
conjungtiva dengan larutan povidone-iodine 5% dan antibiotic intracameral antibiotik pada saat
operasi untuk meminimalkan resiko endophthalmitis.
C. Pasien dan Metode
a) Desain penelitian dan populasi
Uji klinis acak double blind ini dilakukan pada 122 pasien, yang telah menjalani operasi
katarak di Rumah Sakit Imam Khomeini sejak Oktober 2011. Penelitian ini sudah disetujui
oleh Ahvaz Jundishapur Universitas Ilmu Kesehatan Komite etik dan informed consent
diperoleh dari semua pasien.
b) Obat
Povidone-iodine (5% dan 10%) dibeli dari IRAN Najo farmasi Co, Tehran, Iran. Cefazolin
diperoleh dari Jaber Ebne Hayyan farmasi MFG Co, Tehran, Iran.
c) Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi :
Pasien Ophthalmic tanpa infeksi aktif
Kriteria Ekslusi :
Subyek yang menggunakan antibiotik topikal atau sistemik
memiliki riwayat kepekaan terhadap iodine
mempunyai riwayat operasi mata sebelumnya,
wanita hamil
orang-orang yang menolak untuk berpartisipasi
d) Intervensi
Pasien secara acak dibagi dalam dua kelompok : Kelompok 1 ( diberikan injeksi
cefazolin di bawah konjungtiva pada akhir operasi) dan kelompok 2 ( diberikan atau
diteteskan povidone iodine- pada akhir operasi). Pada kedua kelompok, sebelum persiapan
operasi, diambil dua sampel dari masing-masing kelopak mata, konjungtiva, dan fornix dan
kemudian dikumpulkan menggunakan penyeka steril yang diberi dengan air suling steril.
Sampel kemudian secara aseptik disuntikkan menggunakan metode linier pada darah dan
media agar coklat untuk menentukan jumlah koloni bakteri.
Setelah mempersiapkan kulit pasien, pipi dan dahi mereka dicuci menggunakan
povidone-iodine 10%, kelopak mata dan bulu mata ditutupi dengan perekat steril, di sebelah
spekulum ditempatkan, pada ujung kelopak mata dicuci menggunakan penyeka emulsi

dalam povidone-iodine 10% dan semua pasien menerima povidone iodine 5% pada
konjungtiva cul-de-sac selama 3 menit sebelum operasi.
Semua operasi katarak dilakukan sesuai dengan metode standar fakoemulsifikasi,
melalui sisi temporal pada kornea yang jernih, sayatan dilakukan oleh dua ahli bedah, yang
juga melakukan operasi di Rumah Sakit Imam Khomeini. Setelah menyelesaikan operasi,
pengambilan sampel lain dari konjungtiva dan forniks tersebut dilakukan, dengan
menggunakan metode yang telah disebutkan di atas. Di kelompok 1 sebanyak 50 mg
cefazolin (0,5 CC 100 mg / mL) disuntikkan di bawah konjungtiva dan di dikelompok 2
dituanagkan setetes povidone-iodine 10% pada kantung konjungtiva . Mata pasien ditutupi
oleh perban dan dilindungi oleh perisai plastik dan sampel dikumpulkan untukkemudian
dikirim ke inkubator laboratorium.
Sehari setelah operasi (dengan interval waktu 14 2 jam dari akhir operasi) setelah
perban dilepas, dua sampel dikumpulkan dari kelopak mata dan kantung konjungtiva dan
diinokulasi kemudian dikirim ke laboratorium. Selain itu, plate agar darah diinkubasi pada
37 C di bawah anaerobik dan lempeng agar coklat diinkubasi dalam 5% CO2 pada 37 C;
semua piring diinkubasi selama 24 hingga 48 jam.
Semua piring diperiksa secara mikroskopis untuk mengetahui ada atau tidak adanya
koloni bakteri. Setelah dua hari inkubasi, setiap spesimen dianalisis oleh laboratorium
ilmuwan, dan ketika tampak adanya koloni kemudian tes bakteriologi dasar dilakukan untuk
mengidentifikasi bakteri ini. Dalam hal ini, penelitian tetes antibiotik yang tidak diberikan
untuk hari-hari sebelum dan pada akhir operasi.
e) Analisis Statistik
Data dianalisis dengan menggunakan software SPSS 15.0. untuk melihat adanya
distribusi data yang abnormal, penggunaan uji nonparametrik ini lebih dipilih daripada uji
parametrik. Uji Wilcoxon digunakan untuk membandingkan jumlah yang diamati dalam setiap
kelompok dan uji Mann-Whitney digunakan untuk membandingkan jumlah koloni antara
kedua kelompok untuk menentukan efek povidone-iodine 10% dan antibiotik pada akhir
operasi katarak, jumlah koloni pada konjungtiva dengan batas kepercayaan 95%, uji kekuatan
80% dan Ukuran sampel untuk P 0,05.
f) Hasil
Data dikumpulkan dari 122 mata dari 122 pasien dengan katarak. Pada kelompok 1 (61
penerima cefazolin subconjunctival), ada 34 (55,7%) laki-laki dan 27 (43,3%) perempuan, dan
kelompok 2 (61 penerima povidone-iodine), ada 33 (54,1%) laki-laki dan 28 (45,9%)
perempuan. Rentang usia pasien dalam kelompok 1 adalah 34-84 tahun, dengan rata-rata 68,1
tahun, dan pada kelompok 2 kisaran usia adalah 35-84 tahun dengan rata-rata 67,2 tahun (P <

0,05). Peringkat rata-rata jumlah koloni sampel kelopak mata pada darah dan agars cokelat
pada hari setelah operasi di kelompok 1 menunjukkan 52% dan 56%, pengurangan pada
kelompok kedua adalah 58% dan 50% masing-masing (P <0,05) dibandingkan dengan hari
sebelum operasi (Tabel 1).
Di Grup 1 pada darah dan agar coklat jumlah rata - rata koloni berubah dari sebelum
operasi 100.000 menjadi 100 pasca operasi, menunjukkan penurunan 99,9%. Pada kelompok 2
darah median count agar koloni menurun dari 100.000 sebelum operasi menjadi 290 padahari
pasca operasi yang menunjukkan adanya penurunan 99,7%. Nilai-nilai ini menurut jumlah
koloni agar coklat berubah dari 50.000 sampai 100, yang menunjukkan pengurangan sekitar
99,8%. Perbandingan jumlah koloni konjungtiva sampel selama pre-operasi dan hari pertama
pasca operasi, dalam kelompok 1 menunjukkan 48% dan pengurangan 45% dan dalam
kelompok 2 44% dan menunjukkan pengurangan 40% masing-masin. Hasil ini menunjukkan
penurunan yang signifikan dalam jumlah koloni pada hari pertama pasca operasi dibandingkan
dengan hari saat operasi dilakukan, pada kedua kelompok p<0,05. Bagaimanapun juga
perbedaan diantara kedua kelompok tidak signifikan p>0,1 (table 3).
Di antara kelompok perbandingan, penghitungan dari jumlah koloni pada sampel
konjungtiva pre-operasi dan pada akhir operasi, juga sudah dilakukan. Pada kelompok 1,
peringkat rata-rata jumlah koloni pada darah dan cokelat agars adalah 57% dan 56%, dan
dalam kelompok 2 nilai-nilai ini adalah, 51% dan 52%, masing-masing, menunjukkan
penurunan yang signifikan, dalam jumlah koloni sampel konjungtiva pada akhir operasi
dibandingkan dengan sampel pra operasi, pada kedua kelompok (P <0,05) (Tabel 2)Tes MannWhitney membuktikan bahwa perbedaan dalam dua kelompok ini secara statistik tidak
signifikan (P> 0,1) (Tabel 3).
Dengan membandingkan jumlah koloni pada sampel konjungtiva pada akhir operasi
dan hari setelah operasi, ini menunjukkan bahwa dalam kelompok 1 rata - rata kedua darah
dan cokelat agars menunjukkan 27% dan pada kelompok 2 ini menunjukkan 20% dan 21%
peningkatan, masing-masing, yang mencerminkan proliferasi bakteri di konjungtiva yang
diambil di interval antara hari setelah operasi dibandingkan dengan akhir operasi di kedua
kelompok (P <0,05) (Tabel 2). Namun, perbedaan-perbedaan antara dua kelompok secara
statistik tidak signifikan (P> 0,1) (Tabel 3).

g) Diskusi
Sumber utama dari endophthalmitis yang terjadi pascaoperasi, adalah adanya bakteri
dalam kelopak mata dan konjungtiva. dengan menghilangkan atau mengurangi
mikroorganisme ini dapat menurunkan risiko endophthalmitis. Sayatan pada kornea yang
jernih adalah metode yang paling umum di operasi phaco. Beberapa laporan menunjukkan
bahwa melalui sayatan yang tertutup sepenuhnya, bakteri bisa masuk ketika kantung
konjungtiva disobek pada saat operasi yang dapat menyebabkan peningkatan frekuensi bakteri
endopthalmitis pasca operasi.Taban dan rekan menunjukkan bahwa penggunaan tinta di India
dapat melewati sayatan yang tampaknya tertutup pada kornea yan jernih dan masuk ruang
anterior, bakteri dapat juga masuk ke mata.
Mikrograf cahaya yang diperoleh dari sayatan pada kornea yang jernih tanpa
menggunakan jahitan, mengungkapkan bahwa tinta yang digunakan di India bisa menembus
dke dalam sayatan. Fenomena ini menunjukkan bahwa sebelum proses penyembuhan luka, air
mata dan mikroorganisme bisa masuk ke dalam ruang anterior pada awal tahap setelah operasi,
sehingga integritas pada sayatan bedah merupakan faktor penting dalam pencegahan bakteri
endophthalmitis pasca operasi. Banyak laporan telah menunjukkan adanya hubungan antara

diffects sayatan kornea tanpa jahitan dan peningkatan frekuensi bakteri endophthalmitis pasca
operasi. Dalam kebanyakan kasus akhir pembedahan sayatan adalah ditutup sendiri atau
dengan air lengkap pada hidrasi stoma , namun integritas luka dipengaruhi oleh perubahan
tekanan intra okular-(IOP). Beberapa laporan menunjukkan bahwa 21% mata yang menjalani
operasi phaco dari sayatan pada kornea yang jernih memiliki IOP dari 5 mmHg atau kurang,
yang merupakan hypotony sementara dalam 24 jam pertama dan memungkinkan akses
mikroorganisme konjungtiva ruang anterior mata yang melalui sayatan.
Dalam studi vitro menunjukkan bahwa robekan dan isi dari cul-de-sac bisa masuk ke
ruang anterior melalui satu atau dua rencana pada sayatan kornea yang jelas. Gerakan mata
dan tekanan pada kelopak mata yang terjadi segera setelah operasi dengan lokal anestesi
mengubah IOP dan peralihan jarak pada luka untuk sementara waktu, dimana hal ini
memfasilitasi bakteri masuk ke dalam mata. fluoroquinolones tetes adalah agen profilaksis
untuk mata yang telah menjalani operasi intraocular sebelumnya. Tujuan dari penggunaan
profilaksis antibiotik sebelum operasi katarak adalah untuk mengurangi mikroorganisme
patogen dalam kelopak mata dan konjungtiva, dan memperoleh konsentrasi yang tepat dari
antibiotik di kornea dan aqueous humor. Dengan demikian, untuk antibiotik akan menjadi
efektif tidak hanya membutuhkani penetrasi jaringan yang tinggi tetapi juga harus mampu
menghilangkan bakteri conjugative.
Bucci dan rekan melakukan evaluasi pada permukaan ocular dan efek antimikroba dari
gatifloksasin dan moksifloksasin yang diberikan dalam dua dosis rejimen pada florabacteria
normal pada pasien yang menjalani fakoemulsifikasi. Para penulis menyatakan bahwa dua
antibiotik ini sama-sama mengurangi kemungkinan adanya organisme dari cairan aqueous.
Vasavada et al. melakukan uji coba prospektif acak pada tiga masker, termasuk dua bagian, di
mana salah satu bagian mengevaluasi konsentrasi aqueous dari moksifloksasin dengan dua
dosis rejimen dari topikal yang diberikan cairan ophtalmic moksifloksasin hidroklorida 0,5%
(vigamox).
Mereka mengklaim bahwa kedua rejimen yang dihasilkan pada konsentrasi aqueous
secara substantuali; moksifloksasin topikal diberikan dua jam sebelum operasi secara
signifikan menghasilkan konsentrasi aqueous yang lebih tinggi. Penelitian lain dilakukan
untuk mengetahui manfaat dari levofloxacin dan menunjukkan bahwa aplikasi topical
antibiotik ini disertai dengan mencuci dengan povidone-iodine, memberikan hasil yang lebih
efektif pada pengurangan bakteri di permukaan ocular.
Faktor lain yang mempengaruhi endophthalmitis setelah fakoemulsifikasi adalah
sayatan diffect, Maxwell dan rekan menunjukkan bahwa 80% dari bakteri endophthalmitis

pasca operasi berhuubungan dengan diffects insisi seperti jarak pada luka dan malposisi.
Penanganan jahitan pada sayatan kornea dengan pemberian povidone iodine pada saat ditutup,
dan inisiasi tetes mata antibiotik dalam 24 jam pertama dari operasi dapat mengurangi risiko
endophthalmitis . Sejauh ini, belum ada yang kemungkinan untuk membuat konjungtivitis
menjadi steril. Pengaruh 5% povidone-iodine sebagai antibiotik spektrum luas untuk
mengurangi flora mikroba dari konjungtiva dan kelopak mata dan penurunan kejadian
endophthalmitis telah terbukti oleh banyak penelitian. Meskipun, penggunaan antibiotik
topikal satu jam sebelum atau selama operasi mengurangi flora mikroba dari konjungtiva dan
kelopak mata, namun tidak menghilangkan bakteri dari bidang bedah. Dengan demikian,
pertumbuhan organisme selama jam pertama setelah operasi dan kemungkinan masuk ke
ruang anterior melalu sayatan bedah memberikan risiko yang potensial untuk terjadinya
endophthalmitis. Kami mencoba menggunakan injeksi subconjunctival dari cefazolin dan
povidone iodine- 10% untuk mengontrol replikasi mikroorganisme selama operasi.
Penelitian ini menilai efek pasca operasi katarak dengan memberikan injeksi
konjungtiva dari cefazolin dan 10% povidone-iodine pada jumlah koloni bakteri pada akhir
proses operasi sampai hari pertama pasca operasi, dan tidak menunjukkan adanya perbedaan
secara statistic di antara penggunaan povidone-iodine dan antibiotik. Injeksi subconjunctival
antibiotik pada akhir operasi katarak adalah salah satu langkah profilaksis tertua untuk
mencegah endophthalmitis. Tetapi penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa injeksi
subconjunctival tidak efektif dalam pencegahan endophthalmitis. Pengaruh povidone-iodine
sebagai antiseptik spektrum luas untuk mengurangi kejadian endophthalmitis pada periode
persiapan pre operasi, telah dilaporkan oleh banyak penelitian, yang menunjukkan bahwa
penggunaan povidone-iodine 5% di forniks sebelum operasi, secara signifikan mengurangi
koloni konjungtiva.
Feghhi dan rekan menyetujui manfaat dari povidone-iodine pada ulkus kornea
dibandingkan dengan antibiotic standar pada hewan. Dengan demikian,metode yang paling
dapat diterima untuk persiapan kelopak mata dan konjungtiva, adalah penggunaan povidoneiodine untuk akhir operasi meskipun masih tergantung pada opini dokter bedah. Dalam
penelitian ini kami menunjukkan bahwa penggunaan povidone-iodine sebelum operasi sangat
efektif dalam mengurangi jumlah bakteri pada konjungtiva selama operasi; jumlah koloni
kelopak mata dalam darah dan agar coklat menurun dari 100.000 pada sebelum operasi
menjadi 100 pada pasca operasi yang menunjukkan adnya pengurangan dengan rata rata
99,9%.

Nilai-nilai ini dalam kelompok yang menerima antibiotik subconjunctival pada akhir
operasi (Grup A), menurun dari 100.000 pada hari sebelum operasi menjadi 290 pada hari
setelah operasi menunjukkan adanya pengurangan sekitar 99,7% (P> 0,1). Namun, jumlah
koloni hari setelah operasi itu secara signifikan lebih tinggi dari akhir operasi, pada kedua
kelompok penelitian. Perbandingan jumlah koloni pada konjungtiva di akhir operasi dan pada
hari pertama setelah operasi untuk kelompok 1, menunjukkan adanya peningkatan 27% dan
kelompok 2, menunjukkan 20% dan 21% peningkatan; meskipun dalam hal nilai-nilai
numerik, penggunaan povidone-iodine, di akhir operasi dikaitkan dengan berkurangnya
replikasi koloni bakteri pada hari pertama setelah operasi, namun perbandingan secara statistic
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (P> 0,1).
Ini berarti bahwa penggunaan subconjunctival cefazolin dan povidone-iodine pada
akhir operasi, akan terus mengurangi jumlah bakteri dari waktu persiapan sebelum operasi
sampai hari setelah operasi. Alasannya adalah bahwa meskipun semua pengaturan dan
persiapan, sebuah konjungtiva benar-benar steril di forniks mungkin tidak terjangkau, karena
daerah ini memiliki ruang yang cukup dalam, yang meskipun menggunakan povidone-iodine
sebelum operasi, kelengkapan sterilitas di antara yang cukup dalam ini tidak mungkin. Oleh
karena itu, sisa sisa dapat tumbuh di interval antara akhir operasi dan hari berikutnya, dan
jika tidak ada agen antiseptik yang digunakan pada akhir operasi, mereka dapat tumbuh lebih
dan membuat koloni lebih lanjut
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tidak satu pun dari 122 pasien yang terkena bakteri endophthalmitis baik secara akut atau
kronis pada saat diamati, dan pasien yang terkena povidone-iodine 10%,
2. Jika ditoleransi dengan perawatan baik maka tidak ada komplikasi serta efek samping
seperti edema kornea atau diffects epitel, dan kepekaan terhadap povidone-iodine yang
akan terdeteksi.
3. Kemudahan dalam penggunaan dan efisiensi biaya povidone-iodine 10% dan toleransi dari
pasien baik saat diberikan pengobatan ini, serta ketika dokter bedah tidak menyarankan
untuk menggunakan menyuntikkan antibiotik intracameral pada akhir operasi katarak,
makan menuangkan setetes povidone-iodine 10% tampaknya menjadi metode yang lebih
sederhana dan dapat diterima untuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme pada
konjungtiva.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Terus mencari literatur terbaru tentang antibiotic yang baik untuk operasi katarak
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Menerapkan antibiotic yang tepat sesuai anjuran untuk menghindari terjadinya komplikasi
seperti endophtalmitis pada saat operasi mata.
3. Bagi Instansi
Dari hasil penelitian ini, dapat berfungsi sebagai acuan kebijakan dalam melakukan operasi
pembedahan mata.
C. Implikasi Keperawatan
1. Perawat sebagai edukator
Dari hasil penelitian terbaru mengenai manfaat dari antibiotic cefazoline dan povidone iodine
dapat sharing dengan rekan sejawat, baik sesama perawat maupun dengan staf,
2. Perawat sebagai advokat
Perawat dapat memeriksa apakah di lapangan sudah sesuai penggunaan antibiotic yang tepat
pada saat melakukan pembedahan mata.
3. Perawat sebagai peneliti
Melakukan penelitian mengenai operasi katarak dengan variable yang berbeda.
4. Perawat sebagai klinisi
Perawat dalam perannya sebagai tim operasi harus memperhatikan semua hal terutama
pengisian antibiotic yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Bucci FA, Jr, Amico LM, Evans RE. Antimicrobial efficacy of prophylactic gatifloxacin 0.3% and
moxifloxacin 0.5% in patients undergoing phacoemulsification surgery. Eye Contact Lens.
2008;34(1):3942
Depkes RI. Menkes Resmikan RS Mata Cicendo Sebagai Available from
URL:http://www.depkes.go.id diakses pada 20 April 2015
Seal D, Reischl U, Behr A, Ferrer C, Alio J, Koerner RJ, et al. Laboratory diagnosis of
endophthalmitis: comparison of microbiology and molecular methods in the European Society
of Cataract & Refractive Surgeons multicenter study and susceptibility testing. J Cataract
Refract Surg. 2008;34(9):143950.
Feghhi M, Amin M, Zamani M, Najdi D. Jundishapour J Microbiol. Comparison of vancomycin and
cefazolin therapeutic effect with povidone -Iodine on corneal ulcer in rabbits. 2012;5(3):4915
Global Data on Visual Impairment
http://www.who.int/blindness/GLOBALDATAFINALforweb.pdf. diakses pada 25 April 2015
Ilyas, H.S., 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 169-174.
Mansjoer, Arif.2001. Kapita SelektaKedokteranEdisi 3 Jilid 1.Jakarta, Media Aesculapius.
FakultasKedokteran UI
Smeltzer,Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth ed.8. Jakarta: EGC

You might also like