You are on page 1of 12

ABSTRAK

Latar Belakang : Bupivakain, tramadol, dan pethidine memiliki efek anestesi lokal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efek subkutan (SC) infiltrasi
tramadol, petidin, dan bupivakain pada nyeri pasca operasi sesar.
Bahan dan Metode : 120 pasien, dijadwalkan untuk operasi caesar elektif dengan anestesi
spinal, yang dibagi menjadi 4 kelompok sesuai dengan obat yang digunakan untuk
analgesia pascaoperasi: Kelompok P (Pethidine) 50 mg, Kelompok T (Tramadol) 40 mg,
Kelompok B (Bupivakain 0,25%) 0,7 mg / kg, dan Kelompok C (kontrol) 20 cc injeksi
normal saline di area sayatan operasi. Intensitas nyeri (VAS = Visual analog scale) saat
istirahat dan pada batuk dan konsumsi opioid dinilai pada saat datang di ruang pemulihan,
dan kemudian 15, 30, 60 menit dan dilanjutkan 2, 6, 12, 24 jam setelah itu.
Hasil : VAS skor jauh lebih rendah pada kelompok T dan P dibandingkan dengan
kelompok B dan C kecuali untuk 24 jam (VAS saat istirahat) dan 6 jam (VAS pada batuk)
pasca operasi (P <0,05). Jumlah pasien yang membutuhkan morfin secara signifikan
berbeda antara kelompok (masing-masing,dosis 105, 87, 56, 46, untuk kelompok C, B, T
dan P, P <0,05) disemua waktu penelitian, kecuali untuk 2 dan 6 jam pasca operasi.
Kesimpulan : Pemberian subkutan petidin atau tramadol setelah operasi caesar
meningkatkan analgesia dan memiliki efek morfin-sparing yang signifikan dibandingkan
dengan bupivakain dan kelompok kontrol.
Kata Kunci : bupivacaine, petidin, nyeri pasca-bedah sesar, anestesi spinal, tramadol

BAB I
PENDAHULUAN
Wanita yang menjalani operasi caesar sering berharap pasca operasi secepatnya
bangun dan menghindari pengobatan berlebihan agar segera berinteraksi dengan bayinya
dan pengunjung [1].
Anestesi lokal secara luas digunakan untuk memberikan bantuan nyeri pasca
operasi, namun analgesia jarang digunakan sebagai rumatan lebih dari 4-8 dengan kerja
anastesi yang luas (bupivacaine, ropivakain, dan levobbupivacaine) setelah insisi [2].
Pemberian opiat sistemik dosis tinggi telah dikaitkan dengan efek samping mulai
dari pruritus, mual muntah, sedasi, dan depresi pernapasan [3-5]. Pemberian opiat Subkutan
adalah metode pasca operasi untuk mengontrol rasa sakit setelah operasi caesar [1]. Opioid
mungkin memproduksi analgesia melalui mekanisme perifer[6]. Sel imun menginfiltrasi
lokasi peradangan dengan melepaskan opioid endogen seperti zat, yang bertindak pada
reseptor opioid yang terletak di neuron sensoris utama

[6]

. Namun, penelitian lain tidak

mendukung kesimpulan[7,8]. Keuntungan potensial dari rute subkutan termasuk obat tidak di
metabolisme oleh hati, meningkatkan kepatuhan pasien, kenyamanan, dan analgesia yang
konsisten[9]. Efek anestesi lokal opioid telah dibuktikan dalam beberapa penelitian,
tramadol adalah analgesik dengan aktivitas spektrum berbeda[10]. Tramadol menyebabkan
aktivasi dari kedua sistem opioid dan non-opioid (turunan monoaminergic), yang terutama
berperan dalam menghambat rasa sakit. Meperidin telah diklasifikasikan sebagai suatu
agonis dari - dan K-reseptor[5]. Efek analgetik Pasca operasi dari infiltrasi subcutan
tramadol pada luka belum dipelajari secara ekstensif dan dibandingkan dengan rute yang
sama dari anestesi lokal atau opioid. Sepengetahuan kami, tidak ada penelitian sebelumnya
yang mengevaluasi efek analgesik lokal infiltarsi tramadol, bupivakain, dan petidin pasca
sesar. Oleh karena itu, kami merancang penelitian untuk menilai efek infiltrasi pethidine,
tramadol, dan bupivacaine di luka sebelum penutupan kulit pada nyeri pasca operasi sesar.

BAB II
BAHAN DAN METODE
Setelah memperoleh persetujuan kelembagaan dan persetujuan 120 pasien wanita
dengan status fisik ASA I-II, pasien dijadwalkan untuk operasi caesar elektif dengan
anestesi spinal, dilibatkan dalam penelitian ini. Kami mengecualikan pasien dengan
gangguan hematologi, alergi terhadap bupivacaine, tramadol atau meperidine, atopia,
diabetes mellitus, adanya penyakit hati atau penyakit ginjal, hipertensi atau pre-eclampsia,
bradikardia, aritmia, AV nodal block. Sebelum penelitian dimulai, nomor acak digunakan
untuk membuat jadwal operasi secara acak pada semua kelompok, yang akan diberikan
pada setiap pasien saat masuk ke kamar operasi. Dalam kelompok pengecualian, pasien
berikutnya secara acak sesuai jadwal. Di ruang operasi, pemantauan standar diterapkan
(EKG lead II, Pulse oximetery dan memonitor tekanan darah) Selama 10 menit sebelum
blok spinal, subyek diberikan -10 cc / kg Ringer laktat melalui IV kateter no.18. Anestesi
Spinal dilakukan pada semua pasien di L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5 dengan pasien dalam
posisi duduk dengan menggunakan jarum Whitacre gauge 25. Blok dilakukan dengan
hiperbarik bupivacaine 0,5% sebanyak 2,5 cc di dextrose 8,25%. Setelah injeksi, pasien
posisi telentang, dan meja operasi miring ke kiri. Blok sensorik berulang kali diuji
menggunakan pin prick tes.
Tingkat blok T4 ke T6 diperlukan sebelum operasi dimulai, yang berlangsung 15
menit setelah injeksi. Pasien secara acak dibagi menjadi 1 sampai 4 kelompok saat operasi
sesar dimulai dan ketika penjahitan kulit. Masing-masing kelompok terdiri dari 30 pasien:
Pasien dalam kelompok P menerima pethidine 50 mg, dalam kelompok T tramadol 40 mg,
di Kelompok B bupivakain 0,25% 0,7 mg / kg, dan pada kelompok C menerima 20 ml
suntikan normal saline pada luka operasi. Semua obat yang diencerkan dengan normal
saline steril dijadikan larutan 20 ml, yang diberikan secara intrainsisi. Semua obat dilabel
yang bertuliskan angka dan diberikan secara acak ke pasien. Pemberian obat dimulai pada
saat penutupan kulit. Pasien dan staf yang terlibat dalam pengumpulan data tidak
mengetahui pengelompokan pasien. Dalam kasus darurat, dokter ahli anestesi yang
bertanggung jawab, telah siap untuk mengatasinya. Setibanya di recovery room, intensitas
nyeri saat istirahat dan batuk dinilai dengan skala analog visual (VAS) mulai dari 0 (tidak
3

ada rasa sakit) sampai 10 (nyeri terburuk yang bisa dibayangkan) dan kemudian 15, 30, 60
menit dan 2, 6, 12, 24 jam setelah sampai di ruang pemulihan. Jika analgesia dianggap
tidak memadai di setiap tahap, dokter anestesi bisa memberikan bulous tambahan morfin
0,08 mg / kg sampai VAS adalah <3. Waktu pemulihan (waktu antara kedatangan dan
keluar dari ruang pemulihan) dinilai berdasarkan Skor Modified Aldrete ini[9] untuk semua
pasien dalam 4 kelompok. Frekuensi mual dan muntah, tekanan darah arteri, efek samping
obat, konsumsi metoclopramide dan opioid, skor sedasi dievaluasi pada waktu yang
bersamaan. Sedasi dimonitor menggunakan skala berikut: 1 = waspada; 2 = kadang-kadang
mengantuk, 3 = sering mengantuk; 4 = Mengantuk, mudah untuk dibangunkan, 5 =
mengantuk, sulit untuk dibangunkan. Mual atau muntah dikelola dengan metoclopramide
0,15 mg / kg seperlunya. Pada akhir 24 jam, pasien diminta pendapat mereka secara
keseluruhan kualitas nyeri yang mereka terima dengan menggunakan kriteria berikut;
sangat baik, baik, buruk. Sampel 120 pasien (4 kelompok 30) dihitung memiliki kesalahan
standar 0,05, kekuatan 0,95 dan d = 1,2 berdasarkan klinis yang relevan sebelumnya.
Analisis statistik dilakukan dengan SPSS versi 10 perangkat lunak menggunakan ChiSquare, ANOVA, dan tes Kruskal-wallis. Nilai untuk variabel kuantitatif dilaporkan sebagai
mean SD (standar deviasi), dan untuk variabel kualitatif sebagai persen. Nilai A P <0,05
dianggap signifikan secara statistik.

BAB III
HASIL
Sebanyak 120 pasien diteliti. Keempat kelompok penelitian dibandingkan dengan
usia, lokasi penusukan spinal dan basal MAP, HR dan RR, serta riwayat obstetri [Tabel 1].
Demikian pula dengan waktu pemulihan dan level blok yang tidak berpengaruh dalam
pengacakan pasien [Tabel 2].
Tabel.1 Data demographic pasien (MAP, RR, PR) sebleum intervensi dan Lokasi penyuntikan spinal
pada 4 kelompok

Tabel.2 Waktu pemulihan, Level blok spinal, Mean MAP, RR, PR setelah intervensi pada 4 kelompok

Pada semua waktu, VAS skor baik saat istirahat dan pada batuk secara signifikan
berbeda antara kelompok, kecuali untuk 6 jam pasca operasi. VAS skor secara signifikan
lebih rendah pada kelompok tramadol (T) dan meperidin (P) dibandingkan dengan
kelompok bupivakain (B) dan kontrol (C), kecuali untuk 24 jam (VAS saat istirahat) dan 6
jam (VAS pada batuk) pasca operasi. [Tabel 3] VAS skor saat istirahat secara signifikan
5

lebih rendah pada kelompok P dibandingkan dengan kelompok T pada 0,15 menit, 30 menit
dan 24 jam pasca operasi. Selain itu, VAS skor saat batuk, secara signifikan lebih rendah
pada kelompok P dibandingkan dengan kelompok T yaitu 0, 15 menit, 1 jam, 2 jam, dan 24
jam pasca operasi. Jumlah pasien yang membutuhkan morfin secara signifikan (P <0,05)
berbeda antara kelompok (105 mg vs 87, 56, 46 mg untuk kelompok kontrol, bupivacaine,
tramadol, dan petidin, masing-masing) di semua waktu, kecuali untuk 2 dan 6 jam pasca
operasi. Tidak ada pasien yang menerima morfin lebih dari 1 dosis (0,08 mg / kg) saat VAS
3 pasca operasi. Persentase pemberian morfin pada waktu yang berbeda ditunjukkan
dalam Tabel 3.
Tabel 3. VAS saat istirahat dan saat batuk dan frekuensi konsumsi morfin saat pemulihan 0, 15, 20, 60,
2, 6, 12, 24 jam pasca operasi pada 4 kelompok

Tabel 4. Frekuensi efek samping anastesi, penggunaan metoclopramide, dan angka kepuasan pada 4
kelompok.

Seperti ditunjukkan dalam Tabel 4, kejadian mual dan muntah, dan konsumsi
metoclopramide sama dalam semua kelompok. Kepuasan pasien secara signifikan lebih
tinggi pada kelompok P dan T bila dibandingkan dengan kelompok B dan C [Tabel 3]. Skor
sedasi adalah sama untuk semua kelompok (P> 0,05). Tidak ada pasien yang memiliki skor
sedasi lebih dari 3 selama 24 jam pasca operasi. Pada kelompok T: 3 pasien mengeluh
menggigil, 1 pasien tremor dan hipotensi. Sellama penelitian, MAP dan RR tidak berbeda
di semua waktu pada semua kelompok [Tabel 5].
Tabel 5. MAP, HR dan RR saat pemulihan 0, 15, 20, 60, 2, 6, 12, 24 jam pasca operasi pada 4 kelompok

BAB IV
PEMBAHASAN
Kami melakukan double-blind, prospektif, studi acak untuk membandingkan efek
subkutan bupivacaine, meperidin, dan tramadol pada nyeri pasca operasi, kebutuhan
morfin, kepuasan pasien dan efek samping pasca operasi caesar elektif. Data
kamimenunjukkan bahwa skor VAS baik saat istirahat maupun batuk secara signifikan
lebih rendah pada kelompok P dan T bila dibandingkan dengan kelompok B dan C.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa, pemberian tramadol subkutan memberikan
anestesi local yang sama dengan lidokain pada pasien yang menjalani operasi minor (eksisi
lipoma dan perbaikan scar) di bawah anestesi lokal[11]. Selain itu, tramadol memperpanjang
periode bebas nyeri pasca operasi dan secara signifikan menurunkan kebutuhan analgetik
pasca operasi [11]. hal ini menunjukkan bahwa tramadol memiliki efek anastesi local mirip
dengan prilocaine setelah injeksi intradermal [10]. Awalnya tramadol dianggap menghasilkan
anti-nociceptive dan efek analgesik melalui lokasi spinal dan supraspinal bukan melalui
tindakan anestesi lokal[12]. Namun, beberapa studi klinis telah menunjukkan bahwa hal itu
mungkin memiliki khasiat anestesi local

[13-16]

. Dengan pemberian tramadol langsung ke

saraf ischiadicus pada tikus, terbukti bahwa tramadol memiliki efek anastesi lokal
[15]

.Dalam penelitian ini, tramadol memiliki kerja anestesi lokal serupa dengan bupivacaine

dan karena itu tramadol mempunyai efek anti-nociceptive, itu bisa memperpanjang periode
bebas rasa nyeri pasca operasi. Ketika Konsentrasi natrium ekstrasel menurun, serat saraf
menjadi sensitif terhadap anestesi lokal[17]. Jou et al. Menyarankan bahwa tramadol
mempengaruhi sensorik dan konduksi saraf motorik dengan mekanisme yang mirip dengan
bahwa lidocaine, yang bekerja pada tegangan kanal natrium, menyebabkan penyumbatan
aksonal[18]. Namun, Mert et al. Mengusulkan bahwa mungkin tramadol memiliki
mekanisme berbeda dari lidokain untuk memproduksi blok konduksi, adanya konsentrasi
Ca 2 + dalam media eksternal meningkatkan aktivitas tramadol tetapi menurunkan aktivitas
lidocaine

[19]

. Tramadol secara structural terkait kodein, yang pada kenyataannya berupa

metil-morfin[16,20]. Tramadol bekerja pada sistem monoaminergic pusat, dan mekanisme ini
dapat berkontribusi dalam efek analgesiknya [20].

Setelah injeksi IM, tramadol dengan cepat dan hampir sepenuhnya diserap, dan
puncak konsentrasi di serum dicapai rata-rata dalam 45 menit [21]. Pemberian pethidine
subkutan memiliki efek analgetik yang lebih baik disbanding dengan bolus intramuskular.
Hal Itu dibenarkan dan diterima oleh pasien dan staf[22]. Temuan dari penelitian lain dalam
hal ini sesuai dengan hasil penelitian kami. Dalam penelitian kami, jumlah total konsumsi
analgesik pada periode pasca operasi adalah jauh lebih sedikit dalam kelompok P dan T
dibandingkan dengan kelompok B dan C.
Induksi bupivakain pada luka pasca-sesar mempunyai efek analgesi yang relatif
lebih buruk[23]. Perlu diingat bahwa respon cedera jaringan karena operasi menstimulasi
nociceptic, peradanganm, dan hiperalgesia[24,25]. Agen anestesi lokal memodulasi tranduksi
nyeri perifer dengan menghambat transmisi impuls dari lokasi cedera [23]. Selain itu,
meskipun perbedaan mendasar dalam mekanisme aksinya, penyelidikan ilmu dasar
menunjukkan bahwa kedua anestesi lokal agen dan opioid menurunkan sensitisasi perifer
dan pusat melalui efek langsung pada sistem saraf pusat[9]. Penelitian kami menunjukkan
bahwa infiltrasi dengan bupivakain 0,5% luka subkutan tidak menurunkan kebutuhan
morfin pada hari pertama pasca operasi cesar[26].
Frekuensi mual, sedasi, dan konsumsi metoclopramide rendah dan tidak berbeda
secara signifikan antara 4 kelompok. Mual dan muntah merupakan efek samping utama
dari opioid digunakan untuk analgesia pasca operasi[9]. Tramadol tampaknya menyebabkan
mual dan muntah pascaoperasi lebih tinggi dibandingkan morfin[27].
Efek mutagenik tramadol diakui sebagai salah satu efek samping yang
menyusahkan[28-30]. Dosis titrasi opioid lebih mudah ditoleransi pasien daripada dosis target
[31,32]

. Dalam penelitian kami, kepuasan pasien secara signifikan lebih tinggi pada kelompok

P dan T bila dibandingkan dengan kelompok B dan C [Tabel 4]. Namun, harus diingat
bahwa khasiat analgesik kemungkinan tergantung pada beberapa variabel. Pertama, ada
kemungkinan bahwa dengan mengubah volume dan konsentrasi obat yang diberikan dapat
meningkatkan analgesia yang dapat dicapai. Kedua, kemanjuran rejimen analgesik
diselidiki berhubungan dengan desain penelitian[23]. Oleh karena itu, kami sarankan bahwa
dengan mengubah pengaturan, hasil yang berbeda dapat dicapai. Namun, hipotesis ini
membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Sekali lagi, tidak ada perbedaan MAP dan RR
yang ditemukan antara masing-masing kelompok. Temuan ini sebanding dengan penelitian

lainnya[11,22,23,26]. Tantangan pada penelitian kami menyatakan terdapat perbedaan klinis


antara petidin dan tramadol. Ini menunjukkan bahwa efektivitas pethidine mirip dengan
tramadol. Oleh karena itu, kami sarankan mengubah desain penelitian dan penyelidikan
lebih lanjut.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Omote K, Kawamata M, Iwasaki H, Namiki A. Effects of morphine on neuronal and
behavioral responses to visceral and somatic nociception at the level of spinal cord.
Acta Anaesthesiol Scand 1994; 38: 514-7.
2. Akerman B, Arwestrom E, Post C. Local anesthetics potentiate spinal morphine
antinociception. Anesth Analg 1988; 67: 943-8.
3. Fraser HM, Chapman V, Dickenson AH. Spinal local anaesthetic actions on afferent
evoked responses and wind up of nociceptive neurons in the rat spinal cord:
combination with morphine produces marked potentiation of antinociception. Pain
1992; 49: 33-41.
4. Maves TJ, Gebhart GF. Antinociceptive synergy between intrathecal morphine and
lidocaine during visceral and somatic nociception in the rat. Anesthesiology 1992; 76:
91-9.
5. Tejwani GA, Rattan AK, McDonald JS. Role of spinal opioid receptors in the
antinociceptive interactions between intrathecal morphine and bupivacaine. Anesth
Analg 1992; 74: 726-34.
6. Wang C, Chakrabarti MK, Whitwam JG. Specific enhancement by fentanyl of the
effects of intrathecal bupivacaine on nociceptive efferent but not on sympathetic
efferent pathways in dogs. Anesthesiology 1993; 79: 766-73.
7. Hunt CO, Naulty JS, Bader AM, et al. Perioperative analgesia with subarachnoid
fentanyl-bupivacaine for cesarean delivery. Anesthesiology 1989; 71: 535-40.
8. Courtney MA, Bader AM, Hartwell B, et al. Perioperative analgesia with subarachnoid
sufentanil administration. Reg Anesth 1992; 17: 274-8.
9. Leighton BL, DeSimone CA, Norris MC, Ben-David B. Intrathecal narcotics for labor
revisited: the combination of fentanyl and morphine intrathecally provides rapid onset
and profound, prolonged analgesia. Anesth Analg 1989; 69: 122-5.
10. Rueben SS, Dunn SM, Dupart KM, OSullivan P. An intrathecal fentanyl doseresponse study in lower extremity revascularization procedures. Anesthesiology 1994;
81: 1371-5.
11. Sjostrom S, Jamsen A, Persson MP, Hartroig P. Pharmacokinetics of intrathecal

11

morphine and meperidine in human. Anesthesiology 1997; 67: 889-95.


12. Cousins MJ, Mather LE. Intrathecal and epidural administration of opioid.
Anesthesiology 1984; 61: 271-310.
13. Dahlgren G, Hultstrand C, Jakobsson J, et al. Intrathecal sufentanil, fentanyl, or
placebo added to bupivacaine for cesarean section. Anesth Analg 1997; 85: 1288-93.
14. Belzarena SD. Clinical effects of intrathecally administered fentanyl in patients
undergoing cesarean section. Anesth Analg 1992; 74: 653-7.
15. Abouleish F, Rawal N, Fallen K, Hernandez D. Combined intrathecal morphine for the
relief of postcesarean section pain; safety, efficacy, and ventilatory responses to
carbondioxide. Anesth Analg 1988; 67: 137-43.
16. Gielen MJM. Spinal anesthesia. Current opinion in anesthesiology 1993; 6: 803-807.
17. Sudarshan G, Browne BL, Matthews JNS, Conacher ID. Intrathecal fentanyl for postthoracotomy pain. Br J Anaesth 1995; 75: 19-22.
18. Critchley LAH, Short TG, Gin T. Hypotension during subarachnoid anesthesia;
haemodynamic analysis of three treatments. Br J Anaesth 1994; 72: 151-5.
19. Fernandez - Galinski D, Rue M, Moral V, Castells C, Puig MM. Spinal anesthesia with
bupivacaine and fentanyl in geriatric patients. Anesth Analg 1996; 83: 537-41.
20. Alfonsi P, Hongnat JM, Lebrault C, Chauvin M. The effects of pethidine, fentanyl and
lignocaine on postanesthetic shivering. Anaesthesia 1995; 50: 214-7.
21. Wheelahan JM, Leslie K, Silbert BS. Epidural fentanyl reduces the shivering threshold
during lidocaine anesthesia. Anesth Analg 1998; 87: 587-90.
22. E. Neural organization and evolution of thermal regulation in mammals. Science 1978;
201: 16-22.

12

You might also like