You are on page 1of 39

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Anatomi dan Histologi Serviks


Serviks merupakan bagian dari uterus yang terletak di sepertiga bagian

bawah uterus. Serviks uteri terdiri atas: (1). Pars vaginalis servisis uteri yang
dinamakan porsio; (2) pars supravaginalis servisis uteri adalah bagian serviks
yang berada di atas vagina. Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis
servikalis berbentuk sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini
dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks, berbentuk sel-sel toraks bersilia dan
berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam
disebut osteum uteri internum, dan pintu di vagina disebut ostium uteri
eksternum.1

INCLUDEPICTURE
"http://catalog.nucleusinc.com/imagesenlarged/4780W.jpg" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE

"http://catalog.nucleusinc.com/imagesenlarged/4780W.jpg" \*

MERGEFORMATINET
Gambar 1. Anatomi Serviks
Serviks mempunyai 2 jenis epitel yaitu epitel kolumner dan epitel
squamosa yang disatukan oleh sambungan squamo-columner (squamocolumner
junction). Epitel kolumner akan digantikan oleh epitel squamosa baru sehingga
squamocolumner junction yang sudah ada akan menjadi sambungan squamosasquamosa baru. Proses pergantian epitel kolumner oleh epitel squamosa seperti
diatas disebut proses metaplasia. Squmocolumner jarang hanya terbatas pada
ostium externa, artinya terjadi perubahan pada waktu pubertas, kehamilan,
menopause dan perubahan hormonal.2
Metaplasia dapat terjadi ke arah dalam dari SCJ normal, keluar ostium
externa dan seluruh villi columner. Proses ini membentuk suatu daerah yang
disebut Transformation zone. Pada banyak kasus CIN berasal dari fokus tunggal
dari transformation zone pada SCJ. Pada bibir anterior lebih sering terjadi 2 kali
lebih besar daripada bibir posterior dan CIN jarang bersumber dari sudut lateral.
CIN dapat timbul mengenai seluruh transformation zone.2,3

2.2.

Karsinoma serviks
Karsinoma serviks merupakan salah satu masalah kesehatan di Negara-

negara berkembang. Di Indonesia, diantara tumor ganas ginekologik, karsinoma


serviks masih menduduki peringkat pertama. Melihat tingginya angka morbiditas,
maka tidak mengherankan bila penyakit ini merupakan momok yang menakutkan
bagi wanita. 4
Seharusnya angka penderita penyakit ini bisa ditekan bila lebih awal
diketahui adanya karsinoma serviks. Masalahnya lebih dari 70% penderita datang
terlambat memeriksakannya ke dokter. Padahal keterlambatan pemeriksaan bisa
berpengaruh pada harapan hidup, selain biaya yang dibutuhkan lebih besar. 4

2.3.

Epidemiologi dan Faktor Risiko


Karsinoma serviks invasive dianggap sebagai penyakit kanker yang dapat

dicegah karena penyakit ini memiliki fase preinvasif yang sangat lama, karena
program screening sitologi serviks sudah tersedia, dan arena penatalaksanaan lesi
preinvasif sudah efektif. Bagaimanapun juga, sebanyak 13.000 kasus karsinoma
serviks baru akan menyebabkan 4.100 kematian di Amerika Serikat pada tahun
2002. Walaupun karsinoma serviks tidak dapat dieliminasi, insidensi dari penyakit
ini telah menurun, dan sejak dapat didiagnosis secara dini, maka survival rate
penderita semakin baik. Usia rata-rata karsinoma serviks adalah 52,2 tahun, dan
distribusi dari kasus adalah bimodal, dengan puncak pada usia 35-39 tahun dan
60-69 tahun. 4,5,6
Diantara tumor ganas ginekologi, karsinoma serviks masih menduduki
peringkat pertama di Indonesia. Di Indonesia, penderita penyakit ini diperkirakan
90-100 diantara 100.000 penduduk. 4

Selama kurun waktu 5 tahun (1975-1979) di RSUP Sardjito ditemukan


179 kasus karsinoma serviks diantara 263 kasus tumor ganas ginekologi (68,1%),
Soeripto dkk menemukan frekuensi relative karsinoma serviks di Propinsi D.I.Y.
25,7% dalam kurun 1970-1973 dan 20,0% dalam kurun 1980-1982 diantara 5
jenis kanker terbanyak pada wanita sebagai peringkat pertama. 4
Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak 45-50 tahun. Periode laten
dari fase prainvasif menjadi invasive memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9%
dari wanita berusia < 35 tahun menunjukkan karsinoma serviks yang invasive
pada saat didiagnosis. 4
Sebab langsung dari karsinoma serviks belum diketahui secara pasti.

Terdapat beberapa faktor risiko untuk karsinoma serviks, diantaranya: usia muda
saat koitus pertama berusia muda (<16 tahun), aktivitas seksual yang sering
berganti-ganti pasangan (promiskuitas, multiple sexual partner), merokok, paritas
yang tinggi dan status ekonomi yang rendah (higiene seksual yang rendah). 5,6,7
Hubungan karsinoma serviks dengan penggunaan kontrasepsi oral masih
menjadi perdebatan. Beberapa peniliti menyatakan penggunaan kontrasepsi oral
dapat meningkatkan insidensi abnormalitas kelenjar serviks; bagaimanapun,
hipotesis ini masih kontroversi. Banyak dari faktor risiko diatas berhubungan
dengan aktivitas seksual dan terkena penyakit menular seksual. Infeksi oleh virus
herpes sebelumnya diduga sebagai pemicu terjadinya karsinoma serviks.
Bagaimanapun, infeksi dengan humanpapillomavirus (HPV) sekarang ini
dipercaya terlibat dalam perkembangan karsinoma serviks. 5
HPV merupakan virus DNA yang memiliki lebih dari 60 subtipe.

Beberapa Subtipe HPV risiko tinggi (umumnya subtipe 16 dan 18, juga subtipe
31, 33 dan 35) dapat ditemukan pada mayoritas karsinoma serviks invasif dan
neoplasma serviks intraepitelial derajat tinggi, yang sudah diketahui memiliki
potensi untuk menjadi ganas. Sebaliknya, subtipe HPV yang memiliki risiko
rendah (6 dan 11) lebih sering berhubungan dengan kondiloma genital yang jinak

dan neoplasia serviks intraepitelial derajat rendah, yang memiliki potensi yang
rendah untuk menjadi ganas. 5,6,7
Pada karsinoma serviks invasif, HPV umumnya ditemukan bersatu dengan
DNA sel tuan rumah, sedangkan pada cervical intraepithelial neoplasia (CIN),
DNA HPV umumnya ditemukan dalam bentuk episomal (tidak bersatu). Dalam
jaringan serviks yang terinfeksi, HPV akan merangsang protein E6 dan E7, yang
memiliki kemampuan untuk bersatu dan menonaktifkan produksi gen p53 dan Rb
tumor suppressor. 6,7

2.4.

Histopatologi Karsinoma Serviks


Squamous cell carcinoma (SCC) terjadi 80-90% pada semua keganasan

serviks. Terdiri dari 3 subtipe histopatologi mayor, yaitu :


1.

Well-differentiated, berkeratinisasi, large cell SCC terjadi pada 25% kasus.

2.

Moderately-differentiated, non keratinisasi, large cell SCC (70% kasus).

3.

Small cell undifferentiated carcinoma (5% kasus), biasanya prognosis


jelek. 5
Adenocarcinoma timbul dari tipe sel dalam endocervikal dan terjadi 5-

20% dari semua keganasan serviks. Insidensi terjadinya adenocarcinoma pernah


meningkat pada 20-30 tahun yang lalu. Terutama terjadi pada wanita yang
berumur dibawah 35 tahun, dan tingkat kejadiannya meningkat menjadi dua kali
lipat dari tahun 1970 sampai dengan pertengahan tahun 1980an. Bentuk
histologiknya

adalah

well-differentiated

mucinous

carcinoma,

papillary

adenocarcinoma, dan bentuk clear-cell dimana mengandung glikogen dan bukan


mucin. Beberapa lesi tersebut dapat merangsang timbulnya endometrial
carcinoma. Pada bentuk ini mempunyai insidensi yang lebih tinggi untuk
terjadinya poorly-differentiated dan subtipe histologik yang lebih agresif pada
adenocarcinoma

serviks

yang

mempunyai

dibandingkan dengan squamous cell carcinoma.5,7

prognosis

lebih

buruk

jika

10

Bentuk-bentuk lainnya yang jarang adalah termasuk didalamnya variasi


dari SCC dan adenocarcinoma, mixed carcinoma, small-cell carcinoma yang mirip
dengan neuroendokrin tumor yang dapat terjadi dimana saja, sarcoma, lymphoma,
melanoma dan tumor metastasik. Paling sering terjadi metastase dari
endometrium, pada beberapa pasien dengan penyebaran dan tumor yang besar
pada serviks untuk menemukan asal lesi menjadi sulit. Sumber metastasis yang
lainnya adalah ovarium, colon dan payudara. Tumor metastasik pada serviks
biasanya dapat diketahui pada pasien yang memang sebelumnya sudah diketahui
adanya lokasi keganasan primer. 5
Sekitar 90% keganasan pada serviks adalah squamoua cell carcinoma.
Sisanya adalah sekitar 10% terdiri dari adenocarcinoma dan sarcoma. Pada
umumnya Ca serviks timbul pada squamocolumnar junction. Sekitar 1/3 kasus
terdapat pada daerah endoserviks, biasanya pada wanita > 35 tahun. Ca serviks
pada umumnya berkembang dari pre-existing dysplastic lesion. Hal ini
berdasarkan perkembangan yang progresif daripada perkembangan displasia dan
sel-sel atipik yang menunjukkan suatu Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN).
CIN merupakan suatu keadaan dimana epitel serviksnya abnormal. Terjadi
perubahan neoplastik yang terbatas hanya pada permukaan epitel tanpa adanya
invasi stroma. Menurut istilah lama digunakan kata Dysplasia untuk perubahan
yang terjadi pada epitel serviks tersebut. Beberapa penelitian menganggap bahwa
CIN ini adalah merupakan suatu keadaan preinvasif dari Ca invasif serviks.
Konsep

dari

CIN

diperkenalkan

pada

tahun

1968

dimana

Richart

mengindikasikan bahwa semua displasia mempunyai potensi untuk progresif. Kini


dapat dikenali, pada umumnya lesi CIN dapat beregresi spontan tanpa diobati.
Meskipun begitu, CIN menunjukkan bahwa suatu lesi dapat progresif menjadi Ca
invasif. Terminologi ini sesuai dengan pernyataan tentang displasia. Displasia
dimaksudkan dengan adanya maturasi abnormal, metaplasia yang berproliferasi
tanpa aktivitas mitosis tidak dapat disebut sebagai displasia. Metaplasia squamosa
tidak dapat di diagnosis sebagai displasia (CIN) sebab tidak berprogresif menjadi
Ca invasif. Kriteria diagnosis dari CIN berdasarkan perubahan patologi tapi

11

gambaran yang penting adalah immaturitas sel, disorganisasi sel, abnormalitas


dari nucleus dan peningkatan aktivitas mitosis. 2,5
Tingkatan dari aktivitas mitosis, proliferasi sel immatur dan nucleus
atipik diketahui dengan derajat dari neoplasia. CIN dibagi 3 stadium CIN I, CIN II
dan CIN III. Pembagian ini berdasarkan dari terlibatnya proses displasia yang
terjadi pada epitel serviks. Proses perubahan sel kolumner endoserviks menjadi
sel squamosa ectoserviks terjadi secara fisiologis pada setiap wanita disebut
sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor yang bertindak sebagai
ko-karsinogen, proses metaplasia yang fisiologis ini dapat berubah menjadi proses
displasia yang bersifat patologis. Adanya proses displasia inilah yang dinamakan
sebagai lesi prakanker atau disebut sebagai CIN. 2,5
Klasifikasi dari stadium CIN adalah : Mild dysplasia (bila hanya 1/3
bagian dari epitel diganti oleh sel-sel yang immatur yang undifferensiasi dan
terdapat mitosis),

Moderate dysplasia (bila 2/3 bagian epitel yang terkena),

Severe dysplasia (bila seluruh bagian epitel yang terkena). 2,5,6,7


Perkembangan Ca serviks dapat digambarkan sebagai berikut : CIN I
CIN II CIN III CIS Ca invasif. 2
Ca in situ, grade CIN yang tertinggi terdapat penyebaran sel-sel kanker
sampai ke membrana basal epitel. Waktu yang diperlukan untuk berubahnya early
dysplasia sampai Ca serviks yang non invasive tidak diketahui, tetapi
diperkirakan memakan waktu sampai diatas 20 tahun. 2
INCLUDEPICTURE "http://medicalimages.allrefer.com/large/cervicalneoplasia.jpg" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://medicalimages.allrefer.com/large/cervical-neoplasia.jpg" \*

12

MERGEFORMATINET

Gambar 2. Gambaran histopatologi karsinoma serviks

13

Gambar 3. Klasifikasi CIN

2.5.

Gejala dan Tanda Klinis Karsinoma Serviks


Perdarahan abnormal pervaginam merupakan gejala tersering dari

karsinoma serviks dan dapat timbul dalam bentuk leukore yang disertai bercak
darah atau perdarahan ringan. Leukore yang terjadi umumnya sanguin atau
purulen, berbau dan tidak gatal. Riwayat perdarahan setelah koitus perlu
ditanyakan dalam anamnesis. 2,4,5,6,7
Nyeri pelvis, seringkali unilateral dan menjalar ke panggul, menandakan
penyakit sudah makin lanjut, jika sudah terbentuk fistula maka urine atau feses
dapat ditemukan keluar dari vagina. Lemah, penurunan berat badan dan anemia
merupakan karakteristik dari stadium akhir penyakit ini, walaupun kehilangan
darah yang akut dan anemia dapat terjadi pada lesi derajat I yang mengalami
ulserasi. 2,3,5,6,7

14

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan serviks masih terlihat normal


pada lesi premaligan. Jika terjadi progresifitas penyakit secara lokal, maka dapat
ditemukan tanda klinis. Kanker yang infiltratif akan menyebabkan pembesaran,
iregularitas dan konsistensi serviks menjadi lembek dan bahkan dapat ditemukan
perluasan ke parametrium. Pola pertumbuhan penyakit ini dapat endotipik, yang
menyebabkan pembesaran serviks berbentuk tong (barrel shape), atau bentuk
eksotipik, dimana lesi secara umum tampak rapuh, mudah berdarah, berbentuk
seperti bunga kol (culiflower) pada porsio vagina. Ulserasi dapat merupakan
manifestasi primer pada karsinoma invasif; pada stadium awal perubahan
umumnya superfisial, sehingga sering kali diduga sebagai ekteropion atau
servisitis kronik. Semakin berlanjut progresifitas penyakit, ulkus yang ada akan
semakin dalam dan menjadi nekrosis, dengan pinggiran berindurasi dan rapuh,
dengan permukaan yang berdarah. 3
INCLUDEPICTURE "../../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar
%20oleh%20Google%20untuk%20http--healthgate_partners_org-imagessi2116_jpg_files/browseContent_files/si2116.jpg" \* MERGEFORMAT
INCLUDEPICTURE "../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar%20oleh
%20Google%20untuk%20http--healthgate_partners_org-images-

15

si2116_jpg_files/browseContent_files/si2116.jpg" \* MERGEFORMAT

Gambar 4. Karsinoma serviks

2.6.
a.

Diagnosis Karsinoma Serviks


Anamnesis
Perlu ditanyakan mengenai status obstetri dan ginekologi pasien
saat pemeriksaan (apakah pasien telah menikah), bagaimana kebiasaan
pasien (apakah pasien merokok, sering bergonta-ganti pasangan) serta
ditentukan bagaimana status ekonomi penderita.4
Perdarahan postkoitus merupakan gejala karsinoma serviks
tersering. Selain itu keputihan juga sering ditemukan. Cairan ini makin
lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. 4

16

Akibat perdarahan pervaginam yang berulang, dapat terjadi


anemia. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan
oleh metastasis jauh. 4

b.

Pemeriksaan Fisik
Tanda dan Gejala

Perdarahan intermenstrual merupakan gejala yang paling umum dari


Ca invasif, atau perdarahan premenopause maupun postmenopause.

Leukorrhoe biasanya bersifat purulen, bau dan gatal.

Perdarahan postcoital.

Lemah, penurunan berat badan, anemia juga karakteristik untuk


stadium lanjut meskipun perdarahan akut dan anemia bisa terjadi pada
ulserasi dan lesi stadium I. 2,3,5

c.

Pelvic examination under anaesthetic


Pemeriksaan ini dilakukan dibawah anestesi umum sehingga dapat

memeriksa langsung dan mengambil bahan biopsi bila perlu.


Pemeriksaan ini termasuk pengecekan :
-

Ukuran rahim dan mobilisasinya.

Pemeriksaan di dalam uterus.

Pemeriksaan Rectum dan Vesica urinaria untuk melihat adanya


penyebaran.

Biasanya diambil contoh jaringan untuk dikirim ke laboratorium. Biopsi


ini dapat memperlihatkan ada tidaknya perluasan ke dalam uterus. 3

d.

Pemeriksaan Rectovaginal

17

Pemeriksaan ini untuk melihat adanya penyebaran ke Rectum. 3

e.

Pemeriksaan Radiologi
- Intra Venous Pyelography
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya penyebaran Ca serviks
yang lanjut biasanya ditemukan metastase dan biasanya terjadi obstruksi
di uretra bagian terminal. 6
- Barium enema
Dengan barium enema kita dapat mendeteksi adanya kelainan pada usus
misalnya kanker kolon atau divertikulitis yang memungkinkan adanya
rencana terapi, dengan alasan tersebut diatas maka barium enema
seringkali termasuk evaluasi untuk pasien dengan Ca serviks yang
berumur 40 tahun lebih atau pasien dengan penyakit yang lanjut. 6
- Foto thorax dan foto skeletal
Pemeriksaan foto thorak diperlukan untuk melihat adanya metastase ke
paru-paru. Metastase ke tulang biasanya jarang pada pasien-pasien
dengan Ca primer, dan biasanya simtomatik. Skrining foto skeletal bisa
dilakukan pada pasien yang memperlihatkan gejala simtomatik, dan
sebaiknya

dengan

menggunakan

isotop

bone

scane

dimana

pemeriksaannya lebih sensitif. 6


- Computerized Axial Tomography(CT-Scan)
CT scan sangat berguna untuk mendeteksi penyebaran secara hematogen
maupun penyebaran ke nodus lympaticus pada aortic. Kemampuan CT
scan dalam mendeteksi invasi ke parametrium atau ke Vesica urinaria
sangat terbatas karena kadar perbedaan dari jaringan pelvis yang
mengalami proses keganasan dengan yang normal sangat sedikit. 6

18

CT scan tidak dapat mendeteksi tumor yang memiliki nodus lympaticus


yang berukuran normal; meskipun demikian spesifitas dari CT scan
untuk mendeteksi adanya metastase ke nodus lympaticus sangat tinggi
walaupun nilai sensitifitasnya rendah. Dalam identifikasi metastase ke
nodus lympaticus di pelvis terhalangi oleh densitas jaringan di rongga
pelvis. Adanya keadaan asimetris dapat digunakan untuk kriteria umum
adanya penyebaran dan merupakan tanda potensial adanya tumor yang
meluas ke nodus lympaticus. 3,6

Lymphangiography
Evaluasi nodus lympaticus dengan limphangiograpi memberi hasil positif
palsu 20-40% dan negatif palsu 10-20%. Cara ini sekarang jarang
digunakan, karena fungsinya digantikan dengan USG. 6

Ultrasonography
Ultrasonography mempunyai 2 dasar yang digunakan untuk mengevaluasi
pasien yang menderita Ca cervix. Evaluasi ginjal dan traktus urinarius
bagian atas dengan USG merupakan prosedur yang baik dan prosedur ini
seringkali lebih dipakai sebagai pengganti Intravenous pyelogram. Dengan
lebih berkembangnya probe yang bisa digunakan untuk pemeriksaan
transrectal dan transvaginal, USG juga bisa digunakn untuk mengevaluasi
ukuran dari lesi yang ada di cervix dan penyebaran tumor sampai ke
parametrium atau organ-organ yang ada disekitarnya. 6
Invasi ke dinding Vesica urinaria dapat dideteksi dengan USG
transvaginal yaitu dengan menempatkan transduser diantara forniks
anterior vagina dan dinding Vesica urinaria pada arah sagital. Gerakan dari
dinding Vesica urinaria dapat dinilai dengan kemampuan USG

19

transvaginal yang memotong corpus uteri ketika probe menekan Vesica


urinaria pada forniks anterior. 6

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Kemampuan multiplanar pada MRI yaitu secara sempurna dapat
memvisualisasikan cervix dan jaringan sekitarnya yang kadang sulit
dibedakan oleh CT / USG. Terdapat perbedaan secara klinik diantara
stadium IB, IIA dan IIB. Masing-masing penting dibedakan karena
stadium Ca IIA (tanpa invasi ke parametrium) biasanya diterapi dengan
pembedahan dimana Ca IIB (dengan invasi ke parametrium) biasanya
diterapi dengan radioterapi. 6

Laparoscopy
Pemeriksaan ini untuk melihat keadaan rongga abdomen untuk melihat
adanya perluasan ke nodus lympaticus para aorta atau ke organ-organ
peritoneal lainnya. 6

Isotope bone scan


Pemeriksaan ini untuk melihat adanya perluasan ke tulang,
meskipun hal ini jarang. 8

f.

Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi yang dapat dilakukan untuk skrining karsinoma serviks
adalah pap smear yang akan dibahas selanjutnya.

20

g.

Tes DNA HPV (PCR)


Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik in vitro untuk
amplifikasi rantai DNA dengan menggunakan 2 oligonukleotida (yang
berbeda susunannya) sebagai primer dan dikatalis oleh enzim DNA
polymerase. 12
Tes ini merupakan alat penapis nonvisual, karena sampel diperiksa
dengan cara polimerisasi PCR (Polymerase Chain Reaction).Tes ini dapat
mendeteksi adanya karsinoma serviks pada stadium dini (lesi pra kanker).
Hingga saat ini telah dapat diduga bahwa HPV memegang peranan penting
dalam epidemiologi kanker serviks. HPV mempunyai lebih dari 100 genotip,
sekitar 20 genotip sering menginfeksi mulut rahim. Tipe 16, 18, 31, 33, 35,
39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68 dikenal sebagai tipe risiko tinggi dan erat
hubungannya dengan kanker mulut rahim. HPV dapat dideteksi dengan cara
apusan lendir serviks kemudian dimasukkan dalam media cair untuk
pemeriksaan. 12
Di negara maju tes DNA HPV merupakan pemeriksaan rutin serviks.
Biaya pemeriksaan yang relatif mahal menjadi kendala mengapa tes ini tidak
populer di negara berkembang.12
Teknik Pemeriksaan
Cara pemeriksaan :

Pasien posisi lithotomi.

Diambil sampel jaringan serviks uteri dengan alat biopsi.

Dilakukan pengambilan darah dari vena cubiti, simpan dalam wadah


yang telah disiapkan.

Sediaan dikirim ke laboratorium mikrobiologi molekuler setelah


sebelumnya diberi label.

Dilakukan ekstraksi DNA baik dari darah maupun dari jaringan.

Setelah didapatkan DNA murni, kemudian dimasukkan ke dalam


mesin PCR (thermocycle) untuk mendeteksi adanya HPV.

21

Hasil akan diolah dengan komputer.

Prosedur Diagnosis Karsinoma Serviks


a. Schiller test
Tes Schiller merupakan cara pemeriksaan yang sederhana berdasarkan
kenyataan bahwa sel-sel epitel berlapis gepeng dari porsio yang normal
mengandung glikogen, sedangkan sel-sel abnormal tidak. 3,4
Apabila permukaan porsio dipulas dengan larutan lugol (grams iodine
solution), maka epitel porsio yang normal menjadi berwarna coklat tua,
sedang daerah-daerah yang tidak normal berwarna kurang coklat dan tampak
pucat. Porsio dioles dengan kapas yang dicelup dalam larutan lugol; atau lebih
baik lagi larutan lugol disemprotkan pada porsio dengan semprit 10 ml dan
jarum panjang, sehingga porsio tidak perlu diusap. 3,4
Tes Schiller hanya dapat dipakai apabila sebagian besar porsio masih
normal, dan pula hasil positif tidak memberi kepastian akan adanya tumor
ganas karena daerah-daerah yang pucat dapat pula disebabkan oleh adanya
kelainan lain, misalnya erosion, servisitis, jaringan parut, leukoplakia dan lainlain. Namun demikian, dalam keadaan tertentu tes Schiller masih mempunyai
tempat dalam diagnosis karsinoma seviks uteri. Terutama pada kolposkopi dan
biopsy, pencarian tumor lebih dapat diarahkan.3,4

b. IVA (Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat)


Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah
pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati serviks
yang telah diberi asam asetat/ asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat
dengan penglihatan mata langsung.7

22

Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1952)


dengan cara memulas serviks dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam
asam asetat 3-5%.

Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel

abnormal, bahkan juga akan meningkatkan cairan osmolaritas cairan


ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik
cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel
semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar
tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga
permukaan epitel abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih. 7
Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan
histologiknya. Demikian pula, makin tajam batasnya, makin tinggi derajat
kelainan jaringannya. Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahanperubahan pada epitel. Serviks yang diberi 5% larutan asam asetat akan
berespons lebih cepat daripada 3% larutan tersebut. Efek akan menghilang
sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapatkan
hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih
(mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam
asetat bukan merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia, biasanya
disebabkan oleh proses keratosis. 7
Mekanisme tampilan bercak putih

sesuai dengan tampilan white

epithelium pada pandang kolposkopi. Epitel skuamosa ini tebal dan berlapislapis yang berfungsi sebagai filter yang efektif sehingga serviks tampak merah
muda hingga merah karena pembuluh darah dibawahnya/stroma. Pada daerah
peralihan (SCJ) akan ditemukan epitel metaplastik dalam berbagai derajat
perkembangan. Sifatnya lebih tipis daripada epitel skuamosa normal dan
tampak merah. Regenerasi epitel yang sangat cepat, seperti pada jaringan
metaplastik skuamosa yang imatur, memperlihatkan gambaran opak. Epitel
abnormal prakanker berbeda dengan epitel normal karena jumlah selnya yang
bertambah, inti lebih besar sehingga tampilannya tampak opak, kadangkadang digambarkan sebagian merah bercampur abu-abu kotor, atau putih

23

kusam. Pada serviks yang atrofik, paskamenopause, atau sebelum pubertas,


epitel skuamosa tampak lebih tipis daripada yang normal dan kurang glikogen.
Suplai darah stroma berkurang sehingga khas sebagai merah pucat. Tampilan
porsio berkaitan dengan struktur jaringan di stroma dan jaringan permukaan. 7
Cahaya yang dipantulkan dari stroma epitel normal akan tampak merah
muda. Pada epitel yang abnormal (atipik) didapatkan ketebalan yang
bertambah dan perubahan struktur epitel akan menyebabkan cahaya yang
dipantulkan tampak opak, terutama sesudah pemberian asam asetat. Gambaran
opak ini akan tampil sebagai bercak putih. 7
c.

Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop yaitu
sebuah alat yang dapat disamakan dengan mikroskop bertenaga rendah dengan
sumber cahaya didalamnya, biasanya digunakan untuk memeriksa serviks dan
kadang-kadang vagina dan vulva. 5
Pemeriksaan ini dilakukan pada wanita yang telah menjalani pemeriksaan pap
smear dengan hasil ditemukan hasil sitologi abnormal, atau sel atipik yang
dicurigai adanya keganasan (class III atau lebih) dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ini. 6,7
Cara pemeriksaan kolposkopi :

Pasien posisi lithotomi.

Inspeksi genitalia luar.

Masukkan spekulum yang sebelumnya telah direndam dalam air hangat.


Jangan menggunakan lubrikasi untuk spekulum.

Serviks yang akan dilihat, mula-mula dibersihkan dengan kapas yang telah
dibasahi dengan normal saline, kemudian diamati. Lalu dilihat pembuluh
darahnya, kemudian serviks diberi asam asetat 3-5% sehingga akan
tampak opasitas dari sel yang metaplastik dan displastik.11

24

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh colposcopist dalam menentukkan kriteria


berat ringannya kelainan: 2,3,6,7
1. Jarak intercapilary.
2. Densitas putih pada epitel.
3. Batas yang tajam pada epitel yang normal.
4. Regularitas dan kontur dari permukaan.
INCLUDEPICTURE "../../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar
%20oleh%20Google%20untuk%20http--www_hopkinsmedicine_orgcervicaldysplasia-imagescolposcopy_gif_files/treatment_1_files/colposcopy.gif" \*
MERGEFORMAT INCLUDEPICTURE "../../../../../../../Hasil
%20Penelusuran%20Gambar%20oleh%20Google%20untuk%20http-www_hopkinsmedicine_org-cervicaldysplasia-imagescolposcopy_gif_files/treatment_1_files/colposcopy.gif" \*

MERGEFORMAT

25

Gambar 5. Pemeriksaan Kolposkopi

Dengan metode ini pasien dapat diklasifikasikan: 2,5


-

Yang memiliki gambaran normal transformation zone (very low risk of


cervical neoplasia)

Gambaran abnormal transformation zone (high risk of cervical neoplasia)

Hasil yang tidak memuaskan (membutuhkan hasil evaluasi laboratorium


lebih lanjut)
INCLUDEPICTURE "../../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar
%20oleh%20Google%20untuk%20http--www_hopkinsmedicine_orgcervicaldysplasia-images-

colposcopy_gif_files/treatment_1_files/cervix_exam.gif" \* MERGEFORMAT
INCLUDEPICTURE "../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar%20oleh
%20Google%20untuk%20http--www_hopkinsmedicine_org-cervicaldysplasia-

26

images-colposcopy_gif_files/treatment_1_files/cervix_exam.gif" \*

MERGEFORMAT
INCLUDEPICTURE "../../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar
%20oleh%20Google%20untuk%20http--www_hopkinsmedicine_orgcervicaldysplasia-images-colposcopy_gif_files/treatment_1_files/biopsies2.gif" \*
MERGEFORMAT INCLUDEPICTURE "../../../../../../../Hasil%20Penelusuran
%20Gambar%20oleh%20Google%20untuk%20http-www_hopkinsmedicine_org-cervicaldysplasia-imagescolposcopy_gif_files/treatment_1_files/biopsies2.gif" \* MERGEFORMAT

Gambar 6. Hasil pemeriksaan kolposkopi

Lesi dengan jarak kapilaritas yang luas , densitas putih pada epitel, serta
epitel yang tajam, memberikan hasil yang lebih berat daripada gambaran yang
kurang dari yang disebutkan. 5
Gambaran permukaan yang irreguler sebaiknya diduga suatu carcinoma
meskipun condiloma dapat seperti itu. 5

27

Gambaran pembuluh darah yang atipikal, tajam, membentuk sudut,


bercabang, ataupun diameter yang irreguler dapat dicurigai sebagai indikator
kemungkinan Cancer yang invasif.5

d.

Servikografi
Diperkenalkan pertama kali oleh Adolf Stafl, 1981. Tehnik ini
menggunakan kamera tangan (hand held) dengan fokus campuran 35 mm.
Dibuat photography serviks setelah terlebih dahulu diolesi dengan asam asetat.
Untuk membuat foto ini diperlukan training yang singkat dan film yang
dihasilkan dikirim ke laboratorium untuk diolah dan dibuat untuk fotografi
slide yang diproyeksikan dan kemudian dilihat oleh colpocopist yang telah
terlatih.8

Gambar 7. Servikografi

Dapat dilakukan oleh setiap tenaga kesehatan (dokter, bidan dan


perawat) dan tidak memerlukan keahlian khusus. Proses pengambilan sampel
sama seperti membuat foto biasa. Dokter akan membuka vagina dengan
speculum, untuk melihat mulut rahim, diolesi asam asetat 5%, kemudian

28

difoto dengan serviskop. Hasil foto (disebut servigram) akan dievaluasi dokter
ginekologi yang telah mendapat sertifikat sebagai evaluator. 8
Hasil yang dilaporkan dapat berupa mulut rahim normal, atipik (ada
kelainan

tapi

tidak

memerlukan

pemeriksaan

lanjutan)

dan

positif

(memerlukan lanjutan pemeriksaan kolposkopi untuk biopsi terarah sebagai


diagnostik pasti). 8
Kelebihannya adalah tidak menimbulkan nyeri pada pasien, tersedia
hasil dokumentasi berupa foto/slide, dan cukup akurat. Kekurangannya adalah
memerlukan peralatan khusus dan fasilitas untuk mencetak, jadi lebih mahal
daripada tes Pap. Sensitivitas dan spesifisitas servikografi 85 persen dan 80
persen. Bila digabung dengan Tes Pap akurasinya makin tinggi.8
e.

Pap Smear
Pemeriksaan Papanicolaou (Pap) smear adalah prosedur pewarnaan
sitologis eksfoliatif untuk mendeteksi dan mendiagnosis berbagai kondisi,
khususnya kondisi keganasan dan pra keganasan traktus genitalia wanita
(kanker vagina, serviks dan endometrium) dengan sel-sel yang telah
dideskuamasi dari epitelium genitalia, diperoleh lewat apusan, difiksasi dan
diwarnai dan diperiksa dibawah mikroskop untuk mencari ada tidaknya tandatanda perubahan patologik. 9
Pemeriksaan pap smear dilakukan pada wanita berusia lebih dari 18
tahun atau kurang dari 18 tahun tetapi telah melakukan aktifitas seksual secara
aktif. 9

Interpretasi Hasil
Terdapat beberapa cara pelaporan hasil pemeriksaan sitologi,
diantaranya adalah cara pelaporan hasil pemeriksaan sitologi berdasarkan
Papanicolaou dan cara pelaporan hasil pemeriksaan sitologi berdasarkan
Bethesda (The Bethesda System). 2

29

Cara pembacaan menurut papanicolaou dibagi menjadi : 2,5,7


Class I (normal)

Tidak ditemukan sel atipik maupun sel

yang

abnormal
Class II (atypical) Terdapat sel atipik tapi tidak dicurigai adanya
keganasan
Class III (suggestive for cancer) Terdapat sel atipik dan dicurigai
adanya keganasan.
Class IV (strongly suggestive for cancer) Sel tersangka kuat
untuk keganasan
Class V (conclusive for cancer) Terbukti keganasan

Pap Classes

Description

Bethesda 2001

Normal

Normal and variants

II

Reactive Changes

Reactive Changes

Atypia

ASC, ASG

Koilocytosis

Low Grade SIL

III CIN I

Mild dysplasia

Low Grade SIL

III CIN II

Moderate dysplasia

High Grade SIL

III CIN III

Severe dysplasia

High Grade SIL

30

IV

Ca in situ, suspicious

High Grade SIL

Invasive

Microinvasion (<3mm)
Frankly invasive (>3mm)

CIN = cervical intraepithelial neoplasia, SIL = squamous intraepithelial


lesion

INCLUDEPICTURE "../../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar
%20oleh%20Google%20untuk%20http--www_netterimages_com-imagesvpv-000-000-003-3773-0550x0350_jpg_files/5937_files/59370550x0350.jpg" \* MERGEFORMAT INCLUDEPICTURE
"../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar%20oleh%20Google
%20untuk%20http--www_netterimages_com-images-vpv-000-000-003-37730550x0350_jpg_files/5937_files/5937-0550x0350.jpg" \* MERGEFORMAT

31

Gambar 8. Patologi sel serviks

Pemeriksaan Pap Smear mudah, murah, aman, dan non-invasif.


Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 70-80%, spesifisitas 60-65%, negatif
palsu 20-30%. Pemeriksaan tes Pap juga mempunyai kerugian yaitu adanya
false negative atau negatif palsu. Kesalahan biasanya disebabkan oleh
pengambilan, fiksasi, dan proses pewarnaan preparat yang tidak tepat. Deteksi
kanker serviks dengan hanya memeriksa sekret vagina saja didapatkan hasil
negatif palsu 45%, dengan memeriksa sekret cervical saja menurunkan hasil
negatif palsu menjadi 45%, dan dengan memeriksa sekret endocervical saja
yang diambil dengan lidi kapas atau aspirator menurunkan hasil negatif palsu
4%. Bila pemeriksaan skrining deteksi kanker serviks dilakukan dengan
memeriksa sediaan cervical dan endocervical maka tidak didapatkan hasil
negatif palsu. 2
Oleh sebab itu untuk mendapatkan hasil pemeriksaan skrining apusan
pap yang akurat, lokasi pengambilan sekret harus tepat, yaitu untuk sekret
cervical harus diambil dari seluruh permukaan portio serviks dan untuk sekret
endocervical harus diambil dari mukosa endoserviks, sedangkan sekret vaginal

32

tidak bermanfaat sama sekali untuk pemeriksaan skrining karena nilai negatif
palsunya sangat besar.10
Disamping itu alat pengambil sekret yang digunakan juga berpengaruh
terhadap representatif tidaknya sekret yang diambil, terutama untuk sekret
endocervial yang pada umumnya masih diambil dengan lidi kapas yang
sebenarnya sudah tidak memadai lagi karena sekret yang didapat sering hanya
mengandung sedikit sel endocervical atau kadang-kadang hanya terdiri atas
mukus saja tanpa mengandung sel endocervical. Bila menggunakan cytobrush cukup representatif karena pengambilan sekret dengan alat ini lebih
banyak mengandung sel endocervical daripada dengan lidi kapas. 10
Kesalahan dalam proses pembuatan sediaan seringkali terletak pada
kelalaian pembuatnya yang membiarkan sediaan kering diudara terbuka
karena lupa tidak segera memfiksasi sediaan yang telah dibuat dengan alkohol
95% atau hair spray. Hal ini menyebabkan defek pengeringan pada sel yang
terkandung dalam sediaan, sehingga menyulitkan intepretasi sediaan sitologi.
10

Kesalahan lain mungkin terjadi saat pembacaan sediaan tes Pap. Tes Pap tidak
dapat digunakan sebagai satu-satunya dasar dalam menegakkan lesi keganasan
serviks. Pemeriksaan tes Pap hanyalah menapis dari sel-sel serviks wanita
yang tampak sehat tanpa gejala dan kemudian dilakukan tindak lanjut. 6

f.

Thin Prep
Metoda pemeriksaan ini juga meningkatkan akurasi pemeriksaan tes
Pap. Preparat apusan sel-sel mulut rahim menjadi lebih bersih dan lebih
mudah dibaca. Caranya, apusan sel-sel mulut rahim dimasukkan ke dalam
cairan sitologi dasar, disentrifugasi agar sel-sel mulut rahim dengan regimen
lain terpisah, kemudian sel-sel serviksnya saja yang difiksasi dan diwarnai,
baru dibaca oleh tenaga skriner. Karena yang tampak pada preparat adalah
apusan sel-selnya saja, maka hasilnya lebih mudah dan cepat dibaca. 11

33

INCLUDEPICTURE "../../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar
%20oleh%20Google%20untuk%20http--www_biocare_co_nz-thinprepslides_jpg_files/thinprep_files/conventional.jpg" \* MERGEFORMAT
INCLUDEPICTURE "../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar%20oleh
%20Google%20untuk%20http--www_biocare_co_nz-thinprepslides_jpg_files/thinprep_files/conventional.jpg" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../../../../../../Hasil
%20Penelusuran%20Gambar%20oleh%20Google%20untuk%20http-www_biocare_co_nz-thinprep-slides_jpg_files/thinprep_files/thinprep.jpg" \*

34

MERGEFORMAT INCLUDEPICTURE "../../../../../../../Hasil%20Penelusuran


%20Gambar%20oleh%20Google%20untuk%20http--www_biocare_co_nzthinprep-slides_jpg_files/thinprep_files/thinprep.jpg" \* MERGEFORMAT

Gambar 9. Thin Prep

g.

Pap Net
Metoda ini merupakan skrining preparat tes Pap yang telah diwarnai
dengan komputer. Pap Net bertujuan meningkatkan akurasi pemeriksaan tes
Pap, karena dapat mendeteksi sel-sel abnormal lebih teliti meski masih perlu
dibaca lagi oleh tenaga ahli sitologi. Kelebihan Pap Net adalah dapat
memeriksa banyak preparat, waktu skrining lebih cepat, tidak ada faktor
kelelahan, dan akurasi lebih tinggi. Namun, alat ini tidak mempengaruhi
negatif palsu yang disebabkan oleh salah pengambilan dan harganya sangat
mahal. 11

h.

Konisasi
Konisasi memungkinkan untuk pengambilan seluruh daerah jaringan
yang abnormal dan mendapatkan jumlah jaringan serviks yang maksimal

35

untuk diperiksa adanya Ca invasif. Setelah daerah serviks terlihat, umumnya


dengan Kolposkopi diambillah spesimen jaringan berbentuk kerucut (panjang
sekitar inci, lebar inci) dari kanalis endoserviks.

2,6,7

Indikasi dilakukannya Conizasi serviks adalah : 3


-

Jika squamocolumnar junction tidak dapat dinilai, sedangkan lesi sudah


melebar sampai ke endoserviks atau hasil kuretase endoserviks terdapat
kelainan.

Adanya persangkaan mikroinvasif karsinoma.

Kolposkopi tidak memberi hasil yang jelas.

Tidak tampak adanya lesi makroskopis sekalipun dengan pewarnaan


Schiller test.
Konisasi dapat dilakukan dengan Cold Conization yang berbeda dengan

Hot conization, dimana pada Hot conization, konisasi dilakukan dengan


elektrokauter dan dilakukan pada saat peradangan. Kekurangannya adalah
bahwa dengan Hot conizasi akan merusak jaringan sehingga tidak cocok untuk
pemeriksaan secara histopatologik. Keuntungan Cold conization adalah
perdarahan lebih sedikit. 3

INCLUDEPICTURE
"http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/17040.jpg" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/17040.jpg" \*

36

MERGEFORMATINET
INCLUDEPICTURE "../../../../../../../../Hasil%20Penelusuran%20Gambar%20oleh
%20Google%20untuk%20http--www_hopkinsmedicine_org-cervicaldysplasiaimages-colposcopy_gif_files/treatment_1_files/cold_knife.gif" \*
MERGEFORMAT INCLUDEPICTURE "../../../../../../../Hasil%20Penelusuran
%20Gambar%20oleh%20Google%20untuk%20http-www_hopkinsmedicine_org-cervicaldysplasia-imagescolposcopy_gif_files/treatment_1_files/cold_knife.gif" \* MERGEFORMAT

37

Gambar 10. Konisasi Serviks

i. Proktoskopi
Dilakukan untuk melihat adanya penyebaran ke daerah Rectum. 6

j. Sistoskopi
Bila dengan pemeriksaan IVP memperlihatkan adanya massa, maka
Vesica urinaria harus diperiksa dengan sistoskopi, dimana sebuah tabung
dengan lensa dimasukkan ke Vesica urinaria sampai ke Urethra untuk melihat
adanya penyebaran dari kankernya. 6

2.7.

Staging Karsinoma Serviks


Staging karsinoma serviks secara klinis dibagi menurut klasifikasi FIGO

sebagai berikut: 2,3,4

38

Stadium FIGO

Kategori TNM

39

Tumor utama tidak bisa diperiksa

TX

Tidak ada bukti tentang tumor utama

T0

Karsinoma di tempat asal (karsinoma

Tis

invasif
I

Kanker serviks terbatas pada kandungan


(perluasan

ke

korpus

harus

T1

tak

diindahkan)
Kanker
IA

serviks

berdasarkan

hasil

pemeriksaan secara mikroskopik. Semua

T1a

lesi yang tampak pada pemeriksaan


inspeculo adalah IB/T1B
Invasi stroma dengan kedalaman tidak
lebih 3 mm dan invasi secara horizontal
IA1

tidak lebih 7mm

T1a1

Invasi stroma lebih dari 3mm dan tidak


lebih
IA2

dari

dengan

suatu

invasi

horizontal 7 mm atau lebih sedikit

T1a2

Secara klinis lesi tampak terbatas pada


serviks atau lesi mikroskopis yang lebih
IB

besar dibandingkan IA2/T1A2.

T1b

Secara klinis lesi kelihatan 4 cm atau


lebih sedikit dalam dimensi terbesar
Secara klinis lesi kelihatan lebih dari 4
IB1

cm dalam dimensi terbesar

T1b1

IB2

Tumor invasi di luar kandungan, tetapi

T1b2

tidak sampai dinding panggul atau


sepetiga bawah vagina
II

Tanpa invasi ke parametrium


Dengan invasi ke parametrium

T2

40

IIA

Tumor meluas ke dinding panggul dan

T2a

IIB

atau melibatkan sepertiga bawah vagina

T2b

dan atau menyebabkan hidronefrosis


III

atau tidak berfungsinya ginjal.


Tumor

melibatkan

sepertiga

T3
bawah

vagina, tidak ada perluasan ke dinding


panggul.
Tumor meluas ke dinding panggul dan
IIIA

atau menyebabkan hidronefrosis atau

T3a

tidak berfungsinya ginjal


IIIB

Tumor

invasi

kemukosa

kandung

T3b

kencing atau dubur dan atau meluas di


luar tulang panggul
Metastasis jauh
IVA

T4

IVB

M1

INCLUDEPICTURE
"http://catalog.nucleusinc.com/imagesenlarged/1742W.jpg" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://catalog.nucleusinc.com/imagesenlarged/1742W.jpg" \*

41

MERGEFORMATINET

Gambar 12. Progresifitas karsinoma serviks

42

Diagram 1. pengelolaan kanker serviks


Pasien dengan Kecurigaan Kanker Serviks
Gejala klinis mencurigakan

Tes Pap abnormal

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ginekologis, rektovagina
Kolposkopi
Konisasi
Biopsi
Dilatasi kuretase
PA
Kanker mikroinvasif
Invasi 5mm

invasi >5mm

kanker invasif
Penentuan stadium klinik

43

Pembuluh darah limfe


Tumor(-)

Tumor (+)

Histerektomi radikal
Limfadenektomi

Histerektomi ekstrafasial
Stad IB-IIA
Tumor 3mm

Srad IIB-IVA

tumor >3mm Tumor bentuk


(Barrel)

Histerektomi radikal +
Limfadenektomi

Stad IVB

Kemoradiasi

Kemoterapi/ radiasi
Operasi
Eksenterasi

Bila KGB (-)


Batas sayatan tumor (-)
Kemoradiasi
Pengawasan lanjut

Paliatif

You might also like