You are on page 1of 28

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan

Pneumonia

Oleh Kelompok 4 :
Triyana Puspa Dewi

131411123047

Titis Eka A

131411123049

Inas Husnun H

131411123051

Achmad Ali B

131411123053

Indriani Kencana W

131411123055

Ni Nyoman Muni H

131411123040

Kathleen Elvina H

131411123046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Penulisan


1.3 Rumusan Masalah
1.4 Manfaat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Teori Pneumonia


2.1.1. Pengertian
Pneumonia, infeksi akut pada jaringan paru oleh mikroorganisme, merupakan infeksi
saluran nafas bagian bawah (Corwin, 2009, hal 541).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat (Semantri, 2012, hal 67)
peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi disebut
pneumonia atau pneumonitis. Istilah pneumonia lebih sering digunakan untuk infeksi paru ini
karena pneumonitis sering kali digunakan untuk menyatakan peradangan paru nonspesifik
yang etiologinya tidak diketahui (Muttaqin.
Sumber : Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan pd Pasien dgn Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba medika
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta :

2.1.3. Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang terjadi secara primer atau
sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakteri adalah bakteri grampositif, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri
Staphylococcus aureus dan streptokokus beta hemolitikus grup A juga sering menyebabkan
pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainya disebabkan oleh
virus, misalnya influenza. Anak anak yang masih kecil sangat rentan terutama terhadap
pneumonia virus, biasanya dari infeksi dengan respirator syncytialn virus (RSV),
parainfluenza, adenovirus, atau rinovirus. Pneumonia mikoplasma, jenis pneumonia yang

relative sering dijumpai, disebabkan oleh mikroorganisme yang berdasarkan beberapa


aspeknya, berada diantara bakteri dan virus. Individu yang mengidap AIDS sering mengalami
pneumoni yang pada orang normal sangat jarang terjadi, yaitu pneumocystis carinii. Individu
yang terpajan aerosol dari air yang lama tergenang, sebagai conto dari AC atau alat pelembab
yang kotor, dapat mengidap pneumonia legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi
lambung karena muntah atau air akibat tenggelam, pada akhirnya dapat mengidap pneumonia
aspirasi. Bagi individu-individu ini, materi yang teraspirasi itu dapat menyebabkan
pneumonia bukan mikroorganisme dengan mencetuskan reaksi inflamasi. Selanjutnya dapat
berkembang menjadi infeksi bakteri. (Corwin, 2009, hal.541)
Terdapat 3 klasifikasi pneumonia, yaitu:
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a. Pneumonia komuniti
b. Pneumonia nosokomial
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau
sekunder setelah infeksi virus.
Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah:
a. Bakteri gram-positif
b. Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus
c. Bakteri Staphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus grup A juga
sering menyebabkan pneumonia, demikian juga pseudomonas aeruginosa
d. Pneumonia bakteri/tipikal dapat terjadi pada semua umur.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya
klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus pada penderita pasca infeksi
influenza dan Pneumonia Atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma, Legionella,
dan Chaamydia.
3. Disebabkan oleh virus yaitu virus influenza
4. Disebabkan oleh mikoplasma, suatu pneumonia yang relative sering dijumpai,
disebabkan oleh suatu mikoorganisme berdasarkan beberapa aspeknya, berada di
antara bakteri dan virus:
a. Individu yang mengidap Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) sering
mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat jarang terjadi yaitu
Pneumocytis Carinii.
b. Individu yang terlalu lama berada di ruangan yang terdapat aerosol dari air yang
lama tergenang. Misalnya dari unit pendingan ruangan (AC) atau alat pelembab
yang kotor, bias mengidap pneumonia Legionella.

c. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat
tenggelam dapat mengidap pneumonia aspirasi. Bagi individu tersebut, bahan
yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan
mikroorganisme, dengan mencetuskan suatu reaksi peradangan.
5. Disebabkan oleh jamur dan sering merupakan infeksi sekunder. Prediksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
6. Berdasarkan prediksi infeksi
a. Pneumonia lobaris, yaitu pneumonia yang terjadi pada satu lobus kanan maupun
kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia, ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai
tempat di paru, bias kanan maupun kiri yang disebabkan oleh virus atau bakteri
dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
(Misnadiarly, 2008, hal 20-24)
2.1.4. Patofisiologi
Hepatisasi merah diakibatkan pembesaran eritrosit dan beberapa leukosit dari
beberapa kapiler paru-paru. Pembesaran tersebut membuat aliran darah menurun, alveoli
dipenuhi oleh eritrosit dan leukosit (jumlah eritrosit relative sedikit). Leukosit lalu melakukan
fagositosis Pneumococcus dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag masuk kedalam
alveoli dan menelan leukosit beserta pneumococcus. Paru-paru masuk kedalam hepatisasi
abu-abu dan tanpa bewarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati
dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli sehingga terjadi pemulihan sempurna. Paru-paru
kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas (Somantri,
2009).
Untuk pneumonia pneomococcus ada empat stadium penyakit.
Stadium 1, disebut hyperemia, adalah respons inflamasi awal yang berlangsung
didaerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler ditempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator
inflamasi dari sel-sel mast setelah mengaktifkan sel imun dan cidera jaringan. Mediatormediator tersebut antara lain histamine dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamine dan
prostaglandin untuk memfasodilatasi otot polos vaskuler paru, meningkatkan peningkatan
aliran darah ke area cedera, dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan
perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstisial sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antara kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan diantara kapiler dan alveolus

meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi,
sehingga terjadi penurunan kecepatan difusi gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan
dengan karbondioksida, perpindahan oksigen ke dalam darah paling terpengaruh yang sering
menyebabkan penurunan saturasi hemoglobin. Dalam stadium pertama pneumonia ini,
infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan rusaknya
alveolus terdekat serta membran kapiler di sekitar tempat infeksi seiring dengan berlanjutnya
proses inflamasi.
Stadium 2, disebut hepatisasi merah. Stadium ini terjadi sewaktu alveolus terisi sel
darah merah, eksudat, dan fibrin yang dihasilkan pejamu sebagai bagian dari reaksi inflamasi.
Stadium 3, disebut hepatisasi kelabu, terjadi sewaktu sel-sel darah putih membuat
kolonisasi di bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini, endapan fibrin terakumulasi di
seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sel debris.
Stadium 4, disebut stadium resolusi, terjadi sewaktu respons imun dan inflamasi
mereda: sel debris, fibrin, dan bakteri telah dicerna dan makrofag, sel pembersih pada reaksi
inflamasi, mendominasi (Corwin, 2009, hal 542).
2.1.6. Manifestasi Klinik
Secara umum dapat di bagi menjadi:
a.

Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 C sampai 40,5 C).
, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang keluhan gastrointestinal.

b.

Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 45 kali/menit),
ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak napas, air hinger, merintih, sianosis.
Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.

c.

Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah kedalam saat
bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah,
suara napas melemah, dan ronki.

d.

Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas
batas cairan, friction rup, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri bekurang bila efusi
bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku duduk / meningimus (iritasi menigen
tanpa inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila
iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).

e.

Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi
akan menimbulkan pekak perkusi.

f.

Tanda infeksi ekstrapulmonal.


( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 466)

Sumber : Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. EGC : Jakarta.

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang


1.

Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat

juga menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos), infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada
pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
2.

GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru

yang terlibat dan penyakit paru yang ada.


3.

Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi jarum,

aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada : bekteri yang umum meliputi diplococcos
pneumonia, stapilococcos, aures A.-hemolik strepcoccos, hemophlus influenza : CMV.
Catatan : keluar sekutum tak dapat di identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur
darah dapat menunjukan bakteremia semtara
4.

JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada

infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia
bakterial.
5.

Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin. membantu

dalam membedakan diagnosis organisme khusus.


6.

Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);

tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi perembesan
(hipoksemia)
7.

Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah

8.

Bilirubin : Mungkin meningkat.

9.

Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan jaringan intra

nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ; kareteristik sel rekayasa(rubela))


(Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174)

2.1.8. Penatalaksanaan
1. Oksigen 1-2 L / menit
2. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena) dekstrose 10 % :
NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan berat
badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis
untuk memperbaiki transpormukosilier.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia komuniti base:
-

Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian

Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital base :


-

Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian

Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian.

( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 468)


2.1.9. Komplikasi Pneumonia
Abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media, sinus sitis, meningitis pururental,
perikarditis dan epiglotis kaang ditemukan pada infeksi H. Influenzae tipe B. (Arif mansjoer,
2001, Hal 467)
2.1.10. Pencegahan dan faktor resiko
Dengan mempunyai pengetahuan tentang faktor-faktor dan setuasi yang umumnya menjadi
redispredisposisi individu terhadap pnumonia akan membantu untuk mengidentifikasi
psien-pasien yang beresiko terhadap pneumonia. Tindakan preventif memberikan perawatan
antisipatif dan preventif adalah tindakan perawatan yang penting(Suzanne C. Smeltzer,dkk ,
Hal 573).

Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan mengganggu

draniase normal paru menahun (PPOM) meningkat kerentanan pasien terhadap


pneumonia. Tindakan preventif :tingkankan batuk dan pengaluaran sekresi.

Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofi rendah (neutropeni) adalah

mereka yang berisik. Tindakan preventif : lakukan tindak kewaspadaan khusus terhadap
infeksi.

IndIvidu yang merokok berisik, kerena asap rokok mengganggu baik aktifitas

mukosiliari dan makrofag. Tindaka preventif : ajurkan individu untuk berhenti merokok.

Setiap pasien yang diperbolehakan berbaring secara pasif di tempat tidur dalam waktu

yang lama yang secara relatif imobil dan bernafas dangkal berisiko terhadap
bronkopneumonia. Tinadakan preventif : sering mengubah posisi.

Setiap individu yang mengalami depresi reflek batuk (karna medikasi, keadaan yang

melemahkan atau otot-otot pernafasan lemah), telah mengaspirasi benda asing ke dalam
paru-paru selama periode tidak sadar (cedera kepala,anestesia), atau mempunyai mekanisme
menelan abnormal adalah mereka yang hampir pasti mengalami bronkopneumonia.
Tindakan preventif : penghisan trakeobronkial, sering mengubah posisi, bijakan dalam
memberikan obat-obat yang meningkatkan resiko aspirasi dan terafi fisik dada.

Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO (dipuasakan) atau mereka yang

mendapat antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme faring dan berisiko.


Tindakan preventif : tingakan higiene oral yang teratur.

Individu yang sering mengalami intoksikasi terutama rentan terhadap pneumonia,

karna alkohol menekan reflek-reflek tubuh, mobolisasi sel darah putih dan gerakan siliaris
trakeaobronkial. Tindakan preventif : bikan dorong kepada individu untuk mengurangi
masukan alkohol.

Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami pernafasan, ynga

mencetuskan pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya mengalami pneumonia.


Tindakan preventif : observasi fekuensi pernapasan dan ke dalam pernafasan sebelum
memberikan. Jika tampak depresi pernapasan, tunds pemberian obat dan laporkan masalah
ini.

Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan menelan buruk adlah

mereka yang berisiko terhadap pneumonoia akibat penumpukan seksesi atau aspirasi.
Tindakan preventif : sering melakukan .

Individu lansia terutama mereka yang rentan pneumonia karna refleksi batuk.

Pneumonia paskaoperatif seharusnyadapat diperkirakan terjadi pada lansia. Tndakan


prepentif : sering mobolisasi, dan batuk efekif dan latihan pernapasan

Setiap orang meneriama pengobatan terapi pernasapan dapat mengalami pneumonia

jika peralatan tersebit tidak dibersikan dengan tepat. Tindakan preventif : pastiakn bahwa
peralatan pernapasan telah di bersikan dengan tepat. (Suzanne C. Smeltzer,dkk , Hal 573)

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian

a. Biodata
Berisi identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ras,
pendidikan, alamat, nomor register
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
keluarga
c. Data dasar pengkajian pasien:
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)
4. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
6. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : sputum: merah muda, berkarat
perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Bunyi nafas menurun
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
7. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,

demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala

: riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis

Tanda

: DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 8 hari

Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan


rumah

3.2 Diagnosis Keperawatan


1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas: spasme
jalan nafas, retensi sekret
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

3.3 Rencana Keperawatan

No

Diagnosis Keperawatan

Ketidakefektifan
jalan nafas
berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas:
spasme jalan nafas,
retensi sekret

Perencanaan
Tujuan
Kriteria hasil NOC

Intervensi

Intervensi NIC
a. Manajemen jalan nafas: memfasillitasi kepatenan jalan udara
Jalan nafas bersih dan efektif setelah
b. Pengisapan jalan nafas : mengeluarkansekret dari jalan nafas
1x24 jam perawatan, dengan criteria
dengan memasukkan kateter pengisap ke dalam jalan nafas oral
hasil:
dan/atau trakea
Menunjukkan pembersihan jalan
c. Kewaspadaan aspirasi : mencegah atau meminimalkan factor
nafas yang efektif, yang
dibuktikan oleh pencegahan
aspirasi; status pernafasan:

risiko pada pasien yang berisiko aspirasi


d. Manajemen asma: mengidentifikasikan , menangani, dan
mencegah reaksi inflamasi/konstriksi pada paru
e. Peningkatan batuk: meningkatkan inhalasi dalam pada pasien yang

kepatenan jalan nafas; dan status

memiliki riwayat keturunan mengalami tekanan intratorasik/dan

pernafasan: ventilasi tidak

kompresi parenkim paru yang mendasari untuk pengerahan tenaga

terganggu
Menunjukkan status pernafasan:
kepatenan jalan nafas, yang
dibuktikan oleh indicator
gangguan sebagai berikut :
Kemudahan bernafas
Frekuensi dan irama

dalam menghembuskan udara


f. Pengaturan posisi: mengubah posisi pasien atau bagian tubuh
pasien secara sengaja untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis
dan psikologis.
g. Pemantauan pernafasan: mengumpulkan dan menganalisis data
pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas

yang adekuat
pernafasan
h. Bantuan ventilasi : meningkatkan pola nafas spontan yang
Pergerakan sputum keluar dari
optimalyang memaksimalkan pertukaran oksigen dan
jalan nafas
karbondioksida dalam paru.

2.

Pergerakan sumbatan keluar

Intervensi NIC:

dari jalan nafas

a. Manajemen jalan nafas : memfasilitasi kepatenan jalan nafas


b. Pengisapan jalan nafas : mengeluarkan sekret jalan nafas dengan

Ketidakefektifan pola

Kriteria Hasil NOC:

nafas berhubungan

Dalam 1x24 jam diharapkan pasien

dengan hiperventilasi

menunjukkan pola pernafasan


efektif, yang dibuktikan oleh status
pernafasan: status ventilasi dan
pernafasan yang tidak terganggu :
kepatenan jalan nafas; dan tidak ada
penyimpangan tanda vital dari
rentang normal.
Menunjukkan Status pernafasan:
ventilasi tidak terganggu yang

memasukkan kateter pengisap ke dalam jalan nafas oral dan/atau


trakea
c. Manajemen anafilaksis : Meningkatkan ventilasi dan perfusi
jaringan yang adekuat untuk individu yang mengalami reaksi
alergi berat (antigen antibodi)
d. Manajemen asma : mengidentifikasi, mengobati dan mencegah
reaksi inflamasi/konstriksi di jalan nafas
e. Ventilasi mekanis: menggunakan alat buatan untuk membantu
pasien bernafas
f. Pemantauan pernafasan: Mengumpulkan dan menganalisis data
pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran
gas yang adekuat
g. Pemantauan tanda vital : mengumpulkan dan menganalisis data

dibuktikan oleh indikator gangguan

kardiovaskular, pernafasan, dan suhu tubuh pasien untuk

sebagai berikut (sebutkan 1-5 :

menentukan dan mencegah komplikasi

gangguan ekstrem, berat, sedang,


ringan, tidak ada gangguan):

Kedalaman inspirasi dan

kemudahan bernafas
Ekspansi dada simetris

Menunjukkan tidak adanya gangguan

status pernafasan: ventilasi, yang


dibuktikan oleh indicator berikut
(sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, tidak ada
gangguan)

Intervensi NIC:

a. Terapi demam : penatalaksanaan pasien yang mengalami

Penggunaan otot aksesorius


Suara nafas tambahan
Pendek nafas

Kriteria Hasil NOC:


3.

Hipertermia
berhubungan dengan
proses penyakit atau
trauma

Dalam 1x24 jam diharapkan pasien


menunjukkan :
Termoregulasi : dibuktikan dengan
indicator gangguan:
Peningkatan suhu kulit
HIpertermia
Dehidrasi
Mengantuk
Berkeringat saat panas
Denyut nadi radialis
Frekuensi pernafasan

hiperpireksia akibat faktor selain lingkungan


b. Kewaspadaan hipertermia maligna : pencegahan atau penurunan
respons metabolik terhadap obat-obatan farmakologis yang
digunakan selama pembedahan
c. Regulasi suhu : Mencapai atau mempertahankan suhu tubuh
dalam rentang normal
d. Pemantauan tanda vital: mengumpulkan dan menganalisis data
kardiovaskular, pernafasan dan suhu tubuh untuk menentukan
serta mencegah komplikasi

STUDI KASUS PNEUMONIA


1. Pengkajian
a. Biodata Pasien
Nama
: Ny. S
Umur
: 75 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Alamat
: Jl. Medokan Semampir no 10 Surabaya
Suku
: Jawa
TTL
: Malang, 10 Juni 1939
Pendidikan
: SD
Tanggal pengkajian : 5 September 2014
b. Keluhan Utama
Pada tanggal 5 September 2014 klien datang ke klinik untuk berobat rawat jalan
mengeluh batuk berat, nyeri dada sebelah kiri dirasakan semakin memburuk
dalam beberapa hari terakhir.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien tampak cemas dan wajah memerah, setelah diperiksa suhu : 39 o C, Tekanan
darah : 120/80, Nadi: 118, RR: 32x/m dangkal, nafasnya cepat.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur,
belum menerima vaksinasi, dan riwayat merokok (+)
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan kakak klien meninggal karena penyakit TB, tidak memiliki
hipertensi dan DM,
f. Data Dasar pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : tidak ada riwayat penyakit jantung, RR: 32X/m
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
c. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, tidak adariwayat diabetes
mellitus, batuk produktif
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
d. Neurosensori
Gejala : tidak ada sakit kepala, hanya demam
Tanda : perubahan mental (bingung, somnolen)
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada sebelah kiri,

Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan).
f. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat TB dari kakak, nyeri dada
Takipnea, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda :
o Sputum: merah muda, berkarat atau purulen.
o Perkusi: pekak datar area yang konsolidasi.
o Premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
o Gesekan friksi pleural.
o Bunyi nafas menurun tidak ada lagi area yang terlibat, atau napas bronkial.
o Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku.
g. Keamanan
Gejala: tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit sistem imun
2. Analisis Data
No
1.

DATA
ETIOLOGI
DS : Klien mengatakan Retensi sekret,
Spasme jalan nafas
Batuk
berat
yang

PROBLEM
Ketidak efektifan jalan
nafas

semakin memburuk
DO : T :120/80, N:
118/M RR: 32X/m

2.
DS: Klien mengatakan
batuk berat, disertai nyeri
DO:
Klien
tampak
cemas, RR: 32X/m, nafas
dangkal,

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas: spasme
jalan nafas, retensi sekret
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
4. Rencana Keperawatan

No

Diagnosis Keperawatan

Bersihan jalan nafas

Perencanaan
Tujuan
Kriteria hasil NOC

Intervensi NIC
a. Manajemen jalan nafas: memfas
tidak efektif
Jalan nafas bersih dan efektif setelah
b. Pengisapan jalan nafas : mengelu
berhubungan dengan
1x24 jam perawatan, dengan criteria
dengan memasukkan kateter peng
obstruksi jalan nafas:
hasil:
dan/atau trakea
c. Kewaspadaan aspirasi : mencega
Spasme jalan nafas Menunjukkan pembersihan jalan
Retensi secret
risiko pada pasien yang berisiko
nafas yang efektif, yang
Mukus berlebih
d. Manajemen asma: mengidentifik
dibuktikan oleh pencegahan
mencegah reaksi inflamasi/konst
aspirasi; status pernafasan:
e. Peningkatan batuk: meningkatka
kepatenan jalan nafas; dan status
yang memiliki riwayat keturunan
pernafasan: ventilasi tidak
terganggu
Menunjukkan status pernafasan:
kepatenan jalan nafas, yang
dibuktikan oleh indicator
gangguan sebagai berikut :
Kemudahan bernafas
Frekuensi dan irama

2.

Interve

Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan

intratorasik/dan kompresi parenk

pengerahan tenaga dalam mengh


f. Pengaturan posisi: mengubah pos

pasien secara sengaja untuk mem

fisiologis dan psikologis.


g. Pemantauan pernafasan: mengum

pasien untuk memastikan kepaten

gas yang adekuat


pernafasan
h. Bantuan ventilasi : meningkatkan
Pergerakan sputum keluar dari
optimalyang memaksimalkan per
jalan nafas
karbondioksida dalam paru.
Pergerakan sumbatan keluar
Intervensi NIC:
dari jalan nafas
a. Manajemen jalan nafas : memfas
b. Pengisapan jalan nafas : mengelu
Kriteria Hasil NOC:
dengan memasukkan kateter pen
Dalam 1x24 jam diharapkan pasien

dengan hiperventilasi

menunjukkan pola pernafasan


efektif, yang dibuktikan oleh status
pernafasan: status ventilasi dan
pernafasan yang tidak terganggu :
kepatenan jalan nafas; dan tidak ada
penyimpangan tanda vital dari
rentang normal.
Menunjukkan Status pernafasan:
ventilasi tidak terganggu yang
dibuktikan oleh indikator gangguan
sebagai berikut (sebutkan 1-5 :
gangguan ekstrem, berat, sedang,

dan/atau trakea
c. Manajemen anafilaksis : Mening

jaringan yang adekuat untuk ind

alergi berat (antigen antibodi)


d. Manajemen asma : mengidentifi

reaksi inflamasi/konstriksi di jala


e. Ventilasi mekanis: menggunakan

pasien bernafas
f. Pemantauan pernafasan: Mengum

pasien untuk memastikan kepate

gas yang adekuat


g. Pemantauan tanda vital : mengum
kardiovaskular, pernafasan, dan

menentukan dan mencegah kom

ringan, tidak ada gangguan):

Kedalaman inspirasi dan

kemudahan bernafas
Ekspansi dada simetris

Menunjukkan tidak adanya gangguan


status pernafasan: ventilasi, yang
dibuktikan oleh indicator berikut
(sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, tidak ada
gangguan)

Penggunaan otot aksesorius


Suara nafas tambahan
Pendek nafas

Kriteria Hasil NOC:


Hipertermia
3.

berhubungan dengan
proses penyakit atau
trauma

Dalam 1x24 jam diharapkan pasien


menunjukkan :
Termoregulasi : dibuktikan dengan
indicator gangguan:
Peningkatan suhu kulit
HIpertermia
Dehidrasi
Mengantuk
Berkeringat saat panas
Denyut nadi radialis

Intervensi NIC:

a. Terapi demam : penatalaksanaan

hiperpireksia akibat faktor selain


b. Kewaspadaan hipertermia malig

penurunan respons metabolik ter

farmakologis yang digunakan se


c. Regulasi suhu : Mencapai atau m

dalam rentang normal


d. Pemantauan tanda vital: mengum

kardiovaskular, pernafasan dan s


serta mencegah komplikasi

Frekuensi pernafasan

1. Rencana Keperawatan dan kolaboratif


(Sudah dijelaskan di atas)
2. Kekhawatiran untuk pasien:
Pasien mungkin akan semakin parah kondisinya jika minum obat tidak
teratur mengingat kurangnya perhatian terhadap status kesehatannya yang
dapat menyebabkan resistennya suatu penyakit.
Karena pasien datang sendirian ke klinik rawat jalan, apakah pasien nanti
bisa paham dengan obat yang diberikan oleh dokter dan meminumnya sesuai
dengan instruksi dokter. Karena jika pasien meminum obat tidak sesuai
dengan instruksi dokter terutama antibiotik maka kondisi pasien bisa semakin
memburuk. pasien juga terlihat cemas, yang dapat mengakibatkan pasien
menjadi kurang istirahat.
Di dalam kasus dokter mencurigai pneumonia, namun itu masih prediksi
dokter dan belum pasti pneumonia bisa saja penyakit lain. Kemungkinan bisa
mengarah pada komplikasi pneumonia (Muttaqin, Arif: 2008) yaitu abses
paru, efusi pleura, atelektasis, endokarditis, perikarditis, sepsis, dan gagal
nafas.
3. Mengkomunikasikan kekhawatiran terhadap pasien:
Mengkomunikasikan kekhawatiran ini dapat ditekankan pada pentingnya
minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter dengan menjelaskan
berbagai dampak lainnya yang mungkin terjadi.

Mengungkapkan kekhawatiran dengan menyarankan pasien apabila datang


ke pelayanan kesehatan lagi, untuk ditemani oleh keluarga agar dalam
pemberian obat atau dalam penyampaian informasi penting mengenai
kondisi pasien, sehingga pasien dan keluarga dapat sama-sama mengetahui.
Sebaiknya klien terlebih dahulu cek rontgen, cek sputum, darah lengkap
untuk mengetahui tindak lanjut pengobatan dan untuk mengetahui apakah
ada komplikasi lainnya.
4. Instruksi yang harus diberikan saat di rumah :
Menginstruksi terhadap pasien untuk melakukan teknik nafas dalam dan
batuk efektif
Mengintruksikan untuk membatasi konsumsi rokok dan lingkungan yang
banyak asap rokok

Menginstruksikan untuk menjaga asupan nutrisi tinggi kalori dan tinggi


protein

Menginstruksikan minum obat yang tepat sesuai dengan jadwal dan


melakukan kontrol secara teratur.
Menginstruksikan banyak istirahat,
Menginstruksikan untuk tidur dengan posisi setengah duduk.

Setelah satu minggu rawat jalan klien kembali ke UGD, setelah meninjau protap penanganan
klien, rencana yang kami lakukan adalah sebagai berikut:
a. IV : berikan cairan 2500ml/ hari atau sesuai kebutuhan individu serta monitor intake
output dan balance cairan Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi. Jenis cairan: IVFD dextrose 10%:Nacl 0,9% = 3:1 + KCL 10 mEq/ 500 ml cairan
b. Pengobatan :
1. mukolitik, ekspektoran, bronkodilator dan analgesik untuk mengurangi
bronkospasme dengan mobilisasi dari sekret, analgesik untuk mengurangi rasa tidak
nyaman ketika klien melakukan batuk, tetapi harus digunakan sesuai penyebabnya.
2. Antipiretik juga perlu diberikan untuk mengurangi kehilangan cairan akibat
peningkatan metabolisme.
3. Untuk antimikroba diberikan atas indikasi sebagai hasil dari pemeriksaan kultur
sputum atau darah semisal penicillin, erithromycin, tetracyclin, amikacine,
cephalosporine. Serta memberikan antibiotik sesuai hasil biakan yaitu berupa
ampisilin 100mg/kgBB/hari atau Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari
c. Terapi oksigen : terapi oksigen diberikan sesuai kebutuhan berdasarkan hasil pulse
oksimetri dan hasil PaO2 misalnya dengan nasal atau masker. Pemberian terapi oksigen
untuk memelihara PaO2 diatas 60 mmHg
d. Laboratorium :
1. monitor serial x-ray dada ABGs dan pulse oximetry untuk mengetahui kemajuan dan
efek dari proses penyakit serta memfasilitasi kebutuhan untuk perubahan terapi.

2. bronkoskopi torakosintesis untuk mengeluarkan sumbatan mukus, sekret yang


purulen, dan atau mencegah atelektasis
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Masalah keperawatan yang relevan untuk klien :


a.
b.
c.
d.

Jalan nafas tidak efektif


Pola pernafasan tidak efektif
Nyeri
Intoleransi aktivitas

Rencana Keperawatan berdasarkan NANDA, & NIC, NOC :


a. Jalan nafas tidak efektif
Tujuan dan kriterian hasil (NOC) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan
jalan nafas bersih dan efektif dengan kriteria pasien akan :
- batuk efektif
- mengeluarkan sekret secara efektif
- mempunyai jalan napas yang paten
- mempunyai fungsi paru dalam batas normal
intervensi (NIC)
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
2) Kaji faktor yang berhubungan seperti nyeri, batuk tidak efektif, mukus yang kental,
dan keletihan
3) Auskultasi bagian dada untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan
adanya suara napas tambahan.
4) Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga yaitu
dengan posisi dorsal recumbent (setengah duduk)
5) Tingkatkan inhalasi dalam yaitu dengan cara mengajarkan pasien napas dalam dan
batuk efektif
6) Kolaborasi pemberian oksigen yang telah di humidifikasi sesuai dengan instruksi
dokter.
7) Bantu dalam terapi nebulizer sesuai instruksi dokter.
b. Pola pernafasan tidak efektif
Tujuan dan criteria hasil NOC :

pasien menunjukkan pola pernafasan efektif, yang dibuktikan oleh status pernafasan:
status ventilasi dan pernafasan yang tidak terganggu : kepatenan jalan nafas; dan tidak ada
penyimpangan tanda vital dari rentang normal.
Intervensi NIC :
a. Manajemen jalan nafas : memfasilitasi kepatenan jalan nafas
b. Pengisapan jalan nafas : mengeluarkan sekret jalan nafas dengan memasukkan kateter
pengisap ke dalam jalan nafas oral dan/atau trakea
c. Manajemen anafilaksis : Meningkatkan ventilasi dan perfusi jaringan yang adekuat
untuk individu yang mengalami reaksi alergi berat (antigen antibodi)
d. Manajemen asma : mengidentifikasi, mengobati dan mencegah reaksi
inflamasi/konstriksi di jalan nafas
e. Ventilasi mekanis: menggunakan alat buatan untuk membantu pasien bernafas
f. Pemantauan pernafasan: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat
g. Pemantauan tanda vital : mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskular,
pernafasan, dan suhu tubuh pasien untuk menentukan dan mencegah komplikasi

Pengkajian selanjutnya ditemukan data:


a. Mengantuk, tapi kooperatif dan bias dibangunkan
b. dada nyeri
c. batukproduktif
d. Penurunansuhutubuh
e. Output urine 200 ml lebihdari 8 jam
f. Wheezing

g. Pulse oximetry 88%


Berdasarkan data tersebut, menurut kami yang menjadi tanda kegawatan adalah batuk
produktif, dikarenakan batuk produktif pastinya menghasilkan sputum yang nantinya akan
mengganggu bersihan jalan nafas, pola nafas juga akan terganggu, dan terjadilah wheezing.
Selain itu, batuk produktif ini juga dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman (nyeri dada)
dan pulse oxymetry yang tidak normal (kurang dari 90%) yang mengindikasikan hipoksia.
Data tambahan dapat ditemukan dari pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan. Adapun
pemeriksaan diagnostikyang dapat dilakukan pada pasien pneumonia menurut Somantri,
Irman (2009), yaitu :
1. Foto rontgen dada (Chest x-ray) : untuk mengidentikasi penyebaran/lokasi
infiltrasi(bakterial)
2. Kultur sputum dan darah : untuk mengetahui organisme penyebab.
3. Hitung darah lengkap (CBC) : leukostosis biasanya timbul
4. Laju endap darah (LED) : biasanya meningkat
5. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar),
tekanan saluran udara meningkat, compliance menurun, dan akhirnya dapat terjadi
hipoksemia.
6. Elektrolit : sodium dan klorida mungkin menurun.
Tindakan yang dilakukan sesuai prioritas :
1. Airway : bersihkan jalan nafas dengan menganjurkan pasien untuk batuk
efektif/melakukan nebulizer/melakukan suction, memberikan terapi mukolitik untuk
mengencerkan sekret.
2. Breathing : memberikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Circulation : memantau TTV dan mengkaji adanya tanda-tanda syok,
4. Intake output : memberikan terapi intravena, mengkaji adanya tanda-tanda
kekurangan cairan/kelebihan cairan, dan mencatat intake dan output.
5. Nyeri : menganjurkan dan melatih pasien untuk melakukan relaksasi nafas dalam.

6. Keselamatan : melakukan tindakan aseptik untuk mencegah terjadinya infeksi pada


pasien, memasang side drill pada tempat tidur pasien untuk mencegah pasien jatuh,
dan memberikan obat berdasarkan prinsip benar pemberian obat.

BAB 4
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen
infeksius. Pneumonia dapat menjadi suatu infeksi yang serius dan mengancam nyawa. Ini
adalah benar terutama pada orang-orang tua, anak-anak, dan mereka yang mempunyai
persolan-persoalan medis lain yang serius, seperti COPD, penyakit jantung, diabetes,
dan kanker-kanker tertentu. Untungnya, dengan penemuan dari banyak antibiotik-antibiotik
yang kuat, kebanyakan kasus-kasus dari pneumonia dapat dirawat dengan sukses. Etiologi
dari pneumonia paling umum ditemukan adalah disebabkan karena bakteri streptococcus.
Dan yang lebih banyak resiko terserang pneumonia adalah orang tua, karena banyak sekali
orang tua terdapat riwayat merokok.
B.

Saran

Disarankan kepada penderita pneumonia untuk menghindari faktor pencetus dan resiko
yang bisa mengakibatkan penyakit bertambah parah. Penderita pneumonia disarankan untuk
menghindari merokok, tidak meminum minuman yang mengandung alkohol, dan
menerapkan pola hidup sehat

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. EGC : Jakarta.


Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.
Doenges, Marilynn, E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta
Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Erlangga : Jakarta
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine. 2005. Patofisiologi Jilid 2, Edisi 4.
EGC : Jakarta.
Soeparman, dkk. 1998. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. FKUI : Jakarta
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak, Orang
dewasa, usia

lanjut, Pneumonia Atipik dan Pneumonia atipik mycobacterium. Jakarta :

Pustaka Obor Populer


Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta : EGC.
Soemantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dgn
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba medika

You might also like