Professional Documents
Culture Documents
Pneumonia
Oleh Kelompok 4 :
Triyana Puspa Dewi
131411123047
Titis Eka A
131411123049
Inas Husnun H
131411123051
Achmad Ali B
131411123053
Indriani Kencana W
131411123055
Ni Nyoman Muni H
131411123040
Kathleen Elvina H
131411123046
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3. Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang terjadi secara primer atau
sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakteri adalah bakteri grampositif, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri
Staphylococcus aureus dan streptokokus beta hemolitikus grup A juga sering menyebabkan
pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainya disebabkan oleh
virus, misalnya influenza. Anak anak yang masih kecil sangat rentan terutama terhadap
pneumonia virus, biasanya dari infeksi dengan respirator syncytialn virus (RSV),
parainfluenza, adenovirus, atau rinovirus. Pneumonia mikoplasma, jenis pneumonia yang
c. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat
tenggelam dapat mengidap pneumonia aspirasi. Bagi individu tersebut, bahan
yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan
mikroorganisme, dengan mencetuskan suatu reaksi peradangan.
5. Disebabkan oleh jamur dan sering merupakan infeksi sekunder. Prediksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
6. Berdasarkan prediksi infeksi
a. Pneumonia lobaris, yaitu pneumonia yang terjadi pada satu lobus kanan maupun
kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia, ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai
tempat di paru, bias kanan maupun kiri yang disebabkan oleh virus atau bakteri
dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
(Misnadiarly, 2008, hal 20-24)
2.1.4. Patofisiologi
Hepatisasi merah diakibatkan pembesaran eritrosit dan beberapa leukosit dari
beberapa kapiler paru-paru. Pembesaran tersebut membuat aliran darah menurun, alveoli
dipenuhi oleh eritrosit dan leukosit (jumlah eritrosit relative sedikit). Leukosit lalu melakukan
fagositosis Pneumococcus dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag masuk kedalam
alveoli dan menelan leukosit beserta pneumococcus. Paru-paru masuk kedalam hepatisasi
abu-abu dan tanpa bewarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati
dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli sehingga terjadi pemulihan sempurna. Paru-paru
kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas (Somantri,
2009).
Untuk pneumonia pneomococcus ada empat stadium penyakit.
Stadium 1, disebut hyperemia, adalah respons inflamasi awal yang berlangsung
didaerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler ditempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator
inflamasi dari sel-sel mast setelah mengaktifkan sel imun dan cidera jaringan. Mediatormediator tersebut antara lain histamine dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamine dan
prostaglandin untuk memfasodilatasi otot polos vaskuler paru, meningkatkan peningkatan
aliran darah ke area cedera, dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan
perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstisial sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antara kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan diantara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi,
sehingga terjadi penurunan kecepatan difusi gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan
dengan karbondioksida, perpindahan oksigen ke dalam darah paling terpengaruh yang sering
menyebabkan penurunan saturasi hemoglobin. Dalam stadium pertama pneumonia ini,
infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan rusaknya
alveolus terdekat serta membran kapiler di sekitar tempat infeksi seiring dengan berlanjutnya
proses inflamasi.
Stadium 2, disebut hepatisasi merah. Stadium ini terjadi sewaktu alveolus terisi sel
darah merah, eksudat, dan fibrin yang dihasilkan pejamu sebagai bagian dari reaksi inflamasi.
Stadium 3, disebut hepatisasi kelabu, terjadi sewaktu sel-sel darah putih membuat
kolonisasi di bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini, endapan fibrin terakumulasi di
seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sel debris.
Stadium 4, disebut stadium resolusi, terjadi sewaktu respons imun dan inflamasi
mereda: sel debris, fibrin, dan bakteri telah dicerna dan makrofag, sel pembersih pada reaksi
inflamasi, mendominasi (Corwin, 2009, hal 542).
2.1.6. Manifestasi Klinik
Secara umum dapat di bagi menjadi:
a.
Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 C sampai 40,5 C).
, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang keluhan gastrointestinal.
b.
Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 45 kali/menit),
ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak napas, air hinger, merintih, sianosis.
Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah kedalam saat
bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah,
suara napas melemah, dan ronki.
d.
Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas
batas cairan, friction rup, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri bekurang bila efusi
bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku duduk / meningimus (iritasi menigen
tanpa inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila
iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
e.
Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi
akan menimbulkan pekak perkusi.
f.
Sumber : Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. EGC : Jakarta.
juga menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos), infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada
pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
2.
GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi jarum,
aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada : bekteri yang umum meliputi diplococcos
pneumonia, stapilococcos, aures A.-hemolik strepcoccos, hemophlus influenza : CMV.
Catatan : keluar sekutum tak dapat di identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur
darah dapat menunjukan bakteremia semtara
4.
JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia
bakterial.
5.
Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi perembesan
(hipoksemia)
7.
8.
9.
Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan jaringan intra
2.1.8. Penatalaksanaan
1. Oksigen 1-2 L / menit
2. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena) dekstrose 10 % :
NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan berat
badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis
untuk memperbaiki transpormukosilier.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia komuniti base:
-
Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan mengganggu
Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofi rendah (neutropeni) adalah
mereka yang berisik. Tindakan preventif : lakukan tindak kewaspadaan khusus terhadap
infeksi.
IndIvidu yang merokok berisik, kerena asap rokok mengganggu baik aktifitas
mukosiliari dan makrofag. Tindaka preventif : ajurkan individu untuk berhenti merokok.
Setiap pasien yang diperbolehakan berbaring secara pasif di tempat tidur dalam waktu
yang lama yang secara relatif imobil dan bernafas dangkal berisiko terhadap
bronkopneumonia. Tinadakan preventif : sering mengubah posisi.
Setiap individu yang mengalami depresi reflek batuk (karna medikasi, keadaan yang
melemahkan atau otot-otot pernafasan lemah), telah mengaspirasi benda asing ke dalam
paru-paru selama periode tidak sadar (cedera kepala,anestesia), atau mempunyai mekanisme
menelan abnormal adalah mereka yang hampir pasti mengalami bronkopneumonia.
Tindakan preventif : penghisan trakeobronkial, sering mengubah posisi, bijakan dalam
memberikan obat-obat yang meningkatkan resiko aspirasi dan terafi fisik dada.
Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO (dipuasakan) atau mereka yang
karna alkohol menekan reflek-reflek tubuh, mobolisasi sel darah putih dan gerakan siliaris
trakeaobronkial. Tindakan preventif : bikan dorong kepada individu untuk mengurangi
masukan alkohol.
Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami pernafasan, ynga
Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan menelan buruk adlah
mereka yang berisiko terhadap pneumonoia akibat penumpukan seksesi atau aspirasi.
Tindakan preventif : sering melakukan .
Individu lansia terutama mereka yang rentan pneumonia karna refleksi batuk.
jika peralatan tersebit tidak dibersikan dengan tepat. Tindakan preventif : pastiakn bahwa
peralatan pernapasan telah di bersikan dengan tepat. (Suzanne C. Smeltzer,dkk , Hal 573)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Biodata
Berisi identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ras,
pendidikan, alamat, nomor register
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
keluarga
c. Data dasar pengkajian pasien:
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)
4. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
6. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : sputum: merah muda, berkarat
perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Bunyi nafas menurun
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
7. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,
demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala
Tanda
No
Diagnosis Keperawatan
Ketidakefektifan
jalan nafas
berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas:
spasme jalan nafas,
retensi sekret
Perencanaan
Tujuan
Kriteria hasil NOC
Intervensi
Intervensi NIC
a. Manajemen jalan nafas: memfasillitasi kepatenan jalan udara
Jalan nafas bersih dan efektif setelah
b. Pengisapan jalan nafas : mengeluarkansekret dari jalan nafas
1x24 jam perawatan, dengan criteria
dengan memasukkan kateter pengisap ke dalam jalan nafas oral
hasil:
dan/atau trakea
Menunjukkan pembersihan jalan
c. Kewaspadaan aspirasi : mencegah atau meminimalkan factor
nafas yang efektif, yang
dibuktikan oleh pencegahan
aspirasi; status pernafasan:
terganggu
Menunjukkan status pernafasan:
kepatenan jalan nafas, yang
dibuktikan oleh indicator
gangguan sebagai berikut :
Kemudahan bernafas
Frekuensi dan irama
yang adekuat
pernafasan
h. Bantuan ventilasi : meningkatkan pola nafas spontan yang
Pergerakan sputum keluar dari
optimalyang memaksimalkan pertukaran oksigen dan
jalan nafas
karbondioksida dalam paru.
2.
Intervensi NIC:
Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan hiperventilasi
kemudahan bernafas
Ekspansi dada simetris
Intervensi NIC:
Hipertermia
berhubungan dengan
proses penyakit atau
trauma
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan).
f. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat TB dari kakak, nyeri dada
Takipnea, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda :
o Sputum: merah muda, berkarat atau purulen.
o Perkusi: pekak datar area yang konsolidasi.
o Premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
o Gesekan friksi pleural.
o Bunyi nafas menurun tidak ada lagi area yang terlibat, atau napas bronkial.
o Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku.
g. Keamanan
Gejala: tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit sistem imun
2. Analisis Data
No
1.
DATA
ETIOLOGI
DS : Klien mengatakan Retensi sekret,
Spasme jalan nafas
Batuk
berat
yang
PROBLEM
Ketidak efektifan jalan
nafas
semakin memburuk
DO : T :120/80, N:
118/M RR: 32X/m
2.
DS: Klien mengatakan
batuk berat, disertai nyeri
DO:
Klien
tampak
cemas, RR: 32X/m, nafas
dangkal,
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas: spasme
jalan nafas, retensi sekret
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
4. Rencana Keperawatan
No
Diagnosis Keperawatan
Perencanaan
Tujuan
Kriteria hasil NOC
Intervensi NIC
a. Manajemen jalan nafas: memfas
tidak efektif
Jalan nafas bersih dan efektif setelah
b. Pengisapan jalan nafas : mengelu
berhubungan dengan
1x24 jam perawatan, dengan criteria
dengan memasukkan kateter peng
obstruksi jalan nafas:
hasil:
dan/atau trakea
c. Kewaspadaan aspirasi : mencega
Spasme jalan nafas Menunjukkan pembersihan jalan
Retensi secret
risiko pada pasien yang berisiko
nafas yang efektif, yang
Mukus berlebih
d. Manajemen asma: mengidentifik
dibuktikan oleh pencegahan
mencegah reaksi inflamasi/konst
aspirasi; status pernafasan:
e. Peningkatan batuk: meningkatka
kepatenan jalan nafas; dan status
yang memiliki riwayat keturunan
pernafasan: ventilasi tidak
terganggu
Menunjukkan status pernafasan:
kepatenan jalan nafas, yang
dibuktikan oleh indicator
gangguan sebagai berikut :
Kemudahan bernafas
Frekuensi dan irama
2.
Interve
Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan hiperventilasi
dan/atau trakea
c. Manajemen anafilaksis : Mening
pasien bernafas
f. Pemantauan pernafasan: Mengum
kemudahan bernafas
Ekspansi dada simetris
berhubungan dengan
proses penyakit atau
trauma
Intervensi NIC:
Frekuensi pernafasan
Setelah satu minggu rawat jalan klien kembali ke UGD, setelah meninjau protap penanganan
klien, rencana yang kami lakukan adalah sebagai berikut:
a. IV : berikan cairan 2500ml/ hari atau sesuai kebutuhan individu serta monitor intake
output dan balance cairan Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi. Jenis cairan: IVFD dextrose 10%:Nacl 0,9% = 3:1 + KCL 10 mEq/ 500 ml cairan
b. Pengobatan :
1. mukolitik, ekspektoran, bronkodilator dan analgesik untuk mengurangi
bronkospasme dengan mobilisasi dari sekret, analgesik untuk mengurangi rasa tidak
nyaman ketika klien melakukan batuk, tetapi harus digunakan sesuai penyebabnya.
2. Antipiretik juga perlu diberikan untuk mengurangi kehilangan cairan akibat
peningkatan metabolisme.
3. Untuk antimikroba diberikan atas indikasi sebagai hasil dari pemeriksaan kultur
sputum atau darah semisal penicillin, erithromycin, tetracyclin, amikacine,
cephalosporine. Serta memberikan antibiotik sesuai hasil biakan yaitu berupa
ampisilin 100mg/kgBB/hari atau Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari
c. Terapi oksigen : terapi oksigen diberikan sesuai kebutuhan berdasarkan hasil pulse
oksimetri dan hasil PaO2 misalnya dengan nasal atau masker. Pemberian terapi oksigen
untuk memelihara PaO2 diatas 60 mmHg
d. Laboratorium :
1. monitor serial x-ray dada ABGs dan pulse oximetry untuk mengetahui kemajuan dan
efek dari proses penyakit serta memfasilitasi kebutuhan untuk perubahan terapi.
pasien menunjukkan pola pernafasan efektif, yang dibuktikan oleh status pernafasan:
status ventilasi dan pernafasan yang tidak terganggu : kepatenan jalan nafas; dan tidak ada
penyimpangan tanda vital dari rentang normal.
Intervensi NIC :
a. Manajemen jalan nafas : memfasilitasi kepatenan jalan nafas
b. Pengisapan jalan nafas : mengeluarkan sekret jalan nafas dengan memasukkan kateter
pengisap ke dalam jalan nafas oral dan/atau trakea
c. Manajemen anafilaksis : Meningkatkan ventilasi dan perfusi jaringan yang adekuat
untuk individu yang mengalami reaksi alergi berat (antigen antibodi)
d. Manajemen asma : mengidentifikasi, mengobati dan mencegah reaksi
inflamasi/konstriksi di jalan nafas
e. Ventilasi mekanis: menggunakan alat buatan untuk membantu pasien bernafas
f. Pemantauan pernafasan: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat
g. Pemantauan tanda vital : mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskular,
pernafasan, dan suhu tubuh pasien untuk menentukan dan mencegah komplikasi
BAB 4
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen
infeksius. Pneumonia dapat menjadi suatu infeksi yang serius dan mengancam nyawa. Ini
adalah benar terutama pada orang-orang tua, anak-anak, dan mereka yang mempunyai
persolan-persoalan medis lain yang serius, seperti COPD, penyakit jantung, diabetes,
dan kanker-kanker tertentu. Untungnya, dengan penemuan dari banyak antibiotik-antibiotik
yang kuat, kebanyakan kasus-kasus dari pneumonia dapat dirawat dengan sukses. Etiologi
dari pneumonia paling umum ditemukan adalah disebabkan karena bakteri streptococcus.
Dan yang lebih banyak resiko terserang pneumonia adalah orang tua, karena banyak sekali
orang tua terdapat riwayat merokok.
B.
Saran
Disarankan kepada penderita pneumonia untuk menghindari faktor pencetus dan resiko
yang bisa mengakibatkan penyakit bertambah parah. Penderita pneumonia disarankan untuk
menghindari merokok, tidak meminum minuman yang mengandung alkohol, dan
menerapkan pola hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA