You are on page 1of 16

Tugas Mandiri Makalah PBL

Otitis Media Akut pada


Kasus Anak

Disusun Oleh
Nama

: Ria Laymana

NIM

: 10.2009.006

Kelompok : D-3

Program Studi Sarjana Kedokteran


Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta 1150
melodia_light@yahoo.com

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, keluarga, serta segala pihak yang
mendukung kelancaran hingga terselesaikannya makalah ini. Makalah dengan judul Otitis
Media Akut pada Kasus Anak dibuat dengan tujuan sebagai salah satu penuntasan tugas.
Makalah ini dapat digunakan bagi siapa saja yang berminat untuk memperdalam
ilmu pengetahuan atau sekedar menambah referensi akan ilmu tentang kasus otitis media
pada kasus anak beserta penanganannya.
Terimakasih atas kesediaan waktu untuk membaca makalah ini. Makalah ini masih
dalam tahap pembelajaran sehingga masih jauh dari sempurna. Semoga dengan kritik dan
saran yang diberikan dapat menjadi pelajaran hingga makalah yang selanjutnya dapat
menjadi lebih baik lagi.

Jakarta, Maret 2012

Penulis

Daftar Isi

1. KataPengantar...2
2. Daftar Isi...3
3. Bab I
Pendahuluan..................................................4
4. Bab II
Pembahasan.......5
5. Bab III
Kesimpulan....16
6. Daftar
Pustaka....
...17

BAB I
3

PENDAHULUAN

I.A Latar Belakang


Pendengaran merupakan salah satu fungsi indra pada manusia yang penting dan
perlu diperhatikan kesehatan organ pendengaran sedari dini. Otitis media akut merupakan
kasus kesehatan pada organ telinga yang banyak terdapat pada anak di Indonesia sehingga
dirasakan perlu pembahasan akan otitis media akut.

I.B Tujuan
Adapun pembuatan tulisan ini memiliki beberapa tujuan. Beberapa tujuan tersebut
adalah:
1. Sebagai persyaratan pemenuhan tugas Mandiri PBL
2. Memperdalam ilmu mengenai otitis media akut pada kasus anak
3. Memperdalam ilmu mengenai cara penanganan otitis media akut pada kasus anak
4. Meningkatkan ilmu mengenai diagnosis, differetial diagnosis, prognosis, serta
komplikasi yang mungkin timbul dari otitis media akut pada kasus anak

BAB II
4

PENJELASAN

A. Anamnesa
Dalam kasus telinga hidung tenggorokan (THT), anamnesis merupakan proses
pengumpulan data yang penting karena dengan anamnesis yang baik maka 80%
diagnosis dapat disimpulkan.
Hal-hal yang perlu dalam anamnesis pasien dengan gangguan THT adalah:
biodata pasien
keluhan utama yang dirasakan
Otalgia
Otore
Gangguan pendengaran
Tinitus
Vertigo
saat kapan timbul sakitnya?
apakah timbulnya mendadak? Pelan-pelan?
jika disertai dengan otore, seperti apa sekretnya? Serous? Purulent? Apakah

berbau?
satu atau kedua kuping yang mengalami hal tersebut?
apakah disertai dengan sakit lain seperti infeksi tenggorokan, pilek atau yang

lainnya?
Jika mengalami gangguan pendengaran apakah pasien sebelumnya ada riwayat

mengalami trauma kepala atau pekerjaan dengan bunyi bising?


Adakah minum obat tertentu sebelumnya?
Apakah sebelumnya ada sakit tertentu?
Apakah semakin berat, berkurang, atau menetap?
Apakah ada pengaruh dengan perubahan posisi?
Apakah disertai dengan mual, muntah, diare?

B. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Gambar II.1 Membran Timpani Normal

Sumber : Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid I, Edisi 22 hal 382

1.

Ostoskopi
Lampu kepala
Corong telinga
Pelilit kapas
Pengait serumen
Pinset telinga
Garpu tala
daun telinga ditarik ke arah atas belakang (retro-aurikuler)
dengan kondisi aurikula tertearik kearah atas dan belakang maka liang telinga
menjadi lebih lurus sehingga mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga
dan membran timpani. Pada pemeriksaan eksterna, lihat apakah terdapat adanya
tanda radang, sikatriks, lesi.
Pada tes penyinaran, terdapat refleks cahaya membran timpani yang disebut umbo
(cone of light). Pada telinga kiri akan mengarah ke jam 7 sedangkan telinga kanan
ke jam 5. Membran timpani yang normal berwarna merah mengkilat seperti

mutiara, berbentuk bundar dan cekung.1


2. gunakan otoskop
pegang otoskop dengan tangan kanan untuk telinga kanan pasien dan tangan kiri
untuk memeriksa telinga kiri. Letakkan jari kelingking tangan untuk memfiksasi
otoskop sehingga stabil. Otoskop dapat digunakan untuk melihat lebih jelas bagianbagian membran timpani.
3. jika terdapat serumen maka pemeriksaan tidak dapat dilakukan sehingga serumen
harus dibersihkan terlebih dahulu. Jika serumen cair maka dapat dibersihkan
dengan kapas yang dililitkan (seperti cotton bud) namun jika konsistensinya lunak
atau pipih maka dapat dikeluarkan dengan pengait atau pinset.
6

4. Uji pendengaran yang sering dilakukan adalah Rinne dan Weber


Untuk mengetahui jenis ketulian apakah tuli yang didapat merupakan tuli konduktif
atau tuli perseptif (sensorineural).
5. Rontgen atau CT-Scan
Untuk mengetahui apakah terdapatnya sekret pada telinga dalam
C. Diagnosa

Working diagnosis
Berdasarkan skenario, pasien 2 tahun laki-laki dengan riwayat demam sejak 3 hari
lalu, tidak mau makan, hidung mengeluarkan sekret serous, serta tadi malam
mendadak menangis serta memegang kuping kanan. Anak tampak sakit sedang
dengan suhu 390C. Pada pemeriksaan telinga kanan : membran timpani tampak
menonjol, hiperemis, refleks cahaya negatif, telinga kiri utuh seperti mutiara,
refleks cahaya positif.
Dengan hasil pemeriksaan tersebut, maka disimpulkan bahwa anak tersebut

menderita otitis media akut et causa bakterialis stadium supuratif.


Differential diagnosis
Otitis Media Serosa Akut et causa virus
Merupakan peradangan telinga tengah akibat infeksi virus.
Mengeluarkan sekret yang serous. Memiliki gejala tinitus, vertigo,
dan pusing.
Otitis Media Serosa Akut et causa alergi
Peradangan telinga tengah akibat alergi yang sering dibarengi
dengan alergi saluran pernapasan atas

D. Etiologi, Epidemiologi, Faktor Risiko


Merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastioid, dan sel-sel mastoid.1 Dapat disebabkan oleh bakteri piogenik
seperti Streptococus haemoliticus, Staphilococcus aureus, Pneumococcus. Pada beberapa
kasus tertentu ditemukan juga bakteri jenis Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Streptococcus anhaemoliticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas.
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada
saluran pernapasan atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan),
didapatkan 30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis.2 Epidemiologi seluruh
dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3
tahun tercatat sebanyak sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak
mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah

dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami
minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.
Risiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa faktor, antara lain:
usia <5thn
otitis prone (pasien yang mengalami otitis pertama kali pada usia <6 bulan,
3 kali dalam 6 bulan terakhir)
infeksi pernapasan, perokok, dan laki-laki.
E. Patofisiologi
Telinga terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Telinga luar
Terdiri dari daun telinga, liang telinga hingga membran timpani. Memiliki
panjang sekitar 2,5-3cm.1
2. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan berbagai batasan yaitu:
- Batas luar
: membran timpani
- Batas depan : tuba Eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang: adtus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas
: tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam :dari atas ke bawah; kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis
fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
3. Telinga dalam
Terdiri dari koklea (dua setengah lingkaran dan vestiuler yang terdiri dari 3
buah kanalis semisirkularis). Kanalis semisirkularis saling berhubungan seara
tidak lengkap dan membentuk lingkarang yang tidak lengkap. Pada irisan
melintang koklea tampak skala timani di sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi
endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissneijs membrane)
sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran basalis
tersebut terletak organ Corti. Untuk lebih jelas mari lihat gambar II.
Gambar II.2 Telinga

Sumber : Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid I, Edisi 22 hal 379

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya gelombang suara oleh daun telinga
yang kemudian dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Sehingga jika di
salah satu dari organ pendengaran terganggu, maka fungsi pendengaran juga akan
terganggu.
Peradangan pada otitis media akut terjadi akibat infeksi nasofaring, orofaring, atau
sinusitis yang menjalar ke telinga bagian tengah melalui tuba Eustachius.3 Telinga
tengah umumnya memiliki kondisi yang steril walau terdapat mikroba di nasofaring
serta laring. Secara fisiologis, terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah. Mekanisme tersebut diperankan oleh silia mukosa tuba
Eustachius, enzim, dan sistem imun yang baik. Infeksi yang terjadi dapat
berlangsung jika terdapatnya bakteri pada telinga tengah serta sistem imun yang
sedang menurun.
Terdapat beberapa faktor selain turunnya sistem imun tubuh, yaitu tersumbatnya
tuba Eustachius akibat bakteri yang masuk sehingga sekret mukosa tuba menjadi
lebih banyak dan mengoklusi tuba. Hal tersbut akan mengganggu fungsi tuba,
yakni mengalirkan udara ke telinga tengah. Pencegahan invasi kuman terganggu
sehingga bakteri dapat menginvasi serta timbul infeksi.
Adanya infeksi saluran napas atas juga merupakan salah satu faktor terjadi otitis
media akut. Pada kasus anak, makn sering anak terserang infeksi saluran napas
maka makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut. Hal tersebut
dikarenakan letak tuba Eustachius pendek, lebar serta agak horizontal.2
Terdapat lima stadium pada otitis media akut, yaitu:
1. stadium oklusi tuba Eustachius
memiliki tanda yaitu gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya
tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorbsi udara. Kadang
membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin
telah terjadi di stadium ini namun belum dapat terdeteksi. Stadium oklusi tuba
Eustachius ini sulit dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh
virus atau alergi.
9

2. stadium hiperemis
disebut juga sebagai stadium pre-supurasi. Pada stadium ini tampak pembuluh
darah melebar pada membran timpadi atau seluruh membran timpani tampak
hiperemis dengan edema. Terdapat sekret yang terbentuk, namun kemungkinan
sekret tersebut masih bersifat eksudat yang serosa. Hal tersebut menyebabkan
sekret sukar untuk dilihat.
3. stadium supurasi
terbentuknya eksudat yang purulent menyebabkan edem hebat pada mukosa
telinga tengah (tidak hanya pada membran timpani saja) dan hancurnya sel
epitel superfisial menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah
liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu akan meningkat
serta rasa nyeri di telinga akan bertambah hebat. Jika dalam keadaan ini tekanan
eksudat di cavum timpani tidak berkurang maka akan terjadi iskemik cavum
timpani yang disebabkan oleh tekanan apiler yang tinggi serta timbulnya
tromboflebitis pada vena kapiler yang kemudian menyebabkan nekrosisnya
mukosa dan submukosa.3 Pada pemeriksaan, bagian nekrosa tersebut akan
tampak sebagai daerah yang lebih lembek serta kekuningan. Pada tempat
nekrosa tersebut dapat terjadi ruptur.
4. stadium perforasi
dimana terjadinya ruptur membran timpani akibat terlampau banyaknya eksudat
purulent di cavum timpani. Eksudat purulent tersebut akan mengalir keluar
cavum timpani menuju telinga luar. Stadium perforasi dapat terjadi akibat
terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi bakteri yang tinggi.
Gejala dari stadium perforasi ialah anak yang semula gelisah dan kesakitan
akan menjadi tenang. Suhu anak yang tadinya tinggi akan menurun serta anak
dapat tertidur nyenyak.
5. stadium resolusi
merupakan stadium penyembuhan. Stadium resolusi dapat terjadi apabila
membran timpani tetap utuh sehingga secara perlahan-lahan membran timpani
akan kembali normal seperti sedia kala. Jika sudah terjadi perforasi, eksudat
akan semakin berkurang produksinya yang akhirnya akan mengering dengan
sendirinya. Hal tersebut harus didukung dengan sistem imun yang baik serta
rendahnya virulensi bakteri. Dengan baiknya sistem imun serta rendahnya
virulensi bakteri maka stadium resolusi dapat terjadi walau tanpa bantuan obat.

10

F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. 2 Berikut
merupakan pembagian manifestasi klinis berdasarkan usia.
Pada bayi

: suhu tubuh tinggi sekitar 39,50 C (saat stadium supurasi), gelisah, sukar
tidur, tiba-tiba menjerit ketika tidur, diare, kejang-kejang, memegang
telinga yang sakit

Pada Anak yang sudah dapat berbicara


: terasa nyeri di dalam telinga, suhu tubuh tinggi, ada riwayat batuk pilek
sebelumnya
Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa
: rasa nyeri, gangguan pendengaran seperti rasa penuh di telinga atau rasa
kurang dengar.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan stadium dari otitis media akut itu sendiri.
1. stadium oklusi
pengobatan pada stadium ini terutama ditujukan untuk membuka kembali tuba
Eustachius yang tersumbat sekret. Dengan demikian tekanan negatif di telinga
tengah akan hilang. Obat yang dapat digunakan adalah obat tetes hidung HCL
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak <12 tahun. Sedangkan untuk
pasien >12 tahun dapat diberikan HCL efedrin 1% dalam larutan fisiologis.
Selain itu pengobatan causatif (pada sumber infeksi) juga harus diberikan agar
otitis media tidak rekuren.
2. stadium hiperemis
obat yang digunakan pada stadium ini adalah antibiotik, obat tetes hidung, serta
obat golongan analgesik (agar rasa sakit akibat edem mereda). Antibiotik yang
dianjurkan adalah golongan penisilin seperti ampisilin. Terapi awal diberikan
penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam
darah

sehingga

mastoiditis

terselubung

dapat

dihindarkan,

gangguan

pendengaran sebagai gejala sisa serta kekambuhan dapat diminimalkan. 5


Pemberian antibiotik dianjurkan minimal selama 7 hari. 2 Bagi pasien yang
alergi penisilin dapat diberikan eritromisin sebagai penggantinya.
11

Pada kasus anak:


ampisilin diberikan dengan dosis sebesar 50-100mg/KgBB per hari,
dibagi dalam 4 dosis, atau
amoksisilin 40mg/KgBB per hari dibagi dalam 3 dosis, atau
eritromisin 40mg/KgBB perhari
obat tetes hidung HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis
Kemudian berikan analgesik dan antipiretik untuk membantu mengurangi rasa
sakit serta menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Analgesik serta antipiretik
yang aman diberikan untuk pasien anak adalah parasetamol dan asetosal.6
parasetamol

60-120mg/KgBB

per

kali

dengan

maksimum

1,2gram/hari,6 atau
asetosal < 1 tahun 10mg/bulan, 1-3 tahun 50-60mg/tahun, 3-6 tahun 4050mg/tahun, 6-12 tahun 30-40mg/tahun
3. stadium supurasi
selain terapi antibiotika, idealnya dilakukan miringotomi. Miringotomi
merupakan tindakan insisi pada pars tensa membran timpani. Dengan demikian
akan terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Miringotomi merupakan tindakan bedah kecil yang dilakukan dengan syarat
tindakan ini harus dilakukan secara a-vue, yaitu dilihat langsung anak haru
tenang dan dapat dikuasai sehingga membran timpani dapat dilihat dengan
baik.4 Lokasi miringotomi yaitu pada kuadran posterior-inferior yang bertujuan
untuk menghindari terkenanya telinga-telinga pendengaran.
Miringotomi sering disalahartikan dengan timpanosintesis. Timpanosintesis
merupakan punksi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna
pemeriksaan mikrobiologis menggunakan semprit dan jarum khusus. Agar lebih
jelas lihat gambar II.3!

Gambar II.3 Timpanosintesis dan Miringotomi

12

Sumber: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam, hal. 69

4. stadium perforasi
pada stadium ini terlihat sekret keluar seperti berdenyut dengan jumlah yang
banyak. Pengobatan yang dilakukan adalah pemberiat obat cuci telinga dengan
cairan H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret
akan menghilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
5. stadium resolusi
pada stadium ini membran timpani akan berangsur normal kembali. Namun jika
stadium resolusi tidak terjadi, maka akan tampak sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membran timpani. 2 Keadaan tersebut dapat
disebabkan oleh berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Dalam keadaan
tersebut, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Jika setelah 3 minggu
sekret tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
H. Prognosis
Deteksi dini serta pengobatan yang adekuat akan memberikan stadium
resolusi yang baik. Namun jika pengobatan dilakukan terlambat serta obat
tidak adekuat, maka stadium resolusi tidak terjadi dan dapat berlanjut
sebagai otitis media supuratif kronik.
I. Komplikasi
Otitis Media Supuratif Kronis
Disebut juga otitis media perforata yang dalam sebutan sehari-hari congek. Terjadi
jika stadium resolusi tidak terjadi. 1 Perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih
dari satu setengah bulan atau dua bulan. Faktor kegagalan, keterlambatan
pengobatan otitits media akut menjadi penyebab terjadinya otitis media supuratif
kronis.
Terdapat tipe otitis media supuratif kronis yang berbahaya, yaitu perforasi pada
marginal atau pada atik (pada stadium dini). Jika pada stadium lanjut maka dapat
terlihat abses atau fistel retroaurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan
granulasi di liang telinga luar yang berasal dari telinga tengah. Selain itu juga
13

terdapat kolesteatoma (kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel/keratin) pada


telinga tengah. Sekret berbentuk nanah dan berbau khas aroma kolesteatoma atau
terlihat bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.
Otitis media supuratif kronis dapat berkomplikasi dengan berbagai macam
penyebaran, yaitu:
- Penyebaran hematogen
- Penyebaran melalui erosi tulang
- Penyebaran melalui jalan yang sudah ada
Komplikasinya dapat berupa meningitis, abses otak, abses subdural, abses
ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, hidrosefalus otitis, labirinitis, dan lainlain.

BAB III
KESIMPULAN
Otitis media akut merupakan radang telinga tengah yang pada umumnya didahului
dengan infeksi pada saluran napas bagian atas. Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya
otitis media akut yakni kekebalan tubuh yang menurun serta virulensi bakteri yang tinggi.
Terdapat 5 stadium pada otitis media akut, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadius
hiperemis, stadium supuratif, stadium perforasi, dan stadium resolusi. Gejala yang timbul
berbeda-beda tergantung pada stadium dan usia pasien. Umumnya, pada pasien dengan
usia yang lebih kecil gejala simtomatis akan lebih tampak. Pasien <2 tahun dengan otitits
media akut stadium hiperemis akan tampak gelisah, suhu tubuh meningkat 390c,
mendadak menangis keras sambil memegang telinga kanan, dan kadang disertai dengan
kejang, diare, mual muntah. Namun pada stadium perforasi ketika telah terjadi perforasi
membran timpani dimana sekret akan keluar dan bengkak berkurang, maka pasien akan
menjadi tenang serta demam akan berkurang. Jika pasien memiliki imun yang baik serta
virulensi bakteri rendah maka stadium resolusi (penyembuhan) dapat terjadi secara
alamiah. Namun apabila tidak, maka penatalaksanaan akan dilakukan berbeda berdasarkan
stadium otitits media yang sedang terjadi. Umumnya prognosis adalah baik jika ditangani
secara dini dengan penanganan yang adekuat. Komplikasi yang sering terjadi adalah otitis
media supuratif kronik dimana stadium perforasi terjadi berulang lebih dari 1,5 bulan.
14

Daftar Pustaka

1. Soepardi EAS, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok dan kepala. Soepardi EA : Pemeriksaan telinga, hidung,
tenggorok, kepala dan leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2007. Hal. 19
2. Soepardi EAS, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok dan kepala. Djaafar ZA, Restuti RD : Kelainan telinga
tengah. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 65-78
3. Alatas H, Hassan R. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid 2. Cetakan kesebelas.
Jakarta : Percetakan Infomedika Jakarta.2007. hal. 913-8
4. http://www.scribd.com/doc/4825625/Otitis-Media-Akut. 8 Agustus 2008.
5. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B et all.
Farmakologi dan terapi. Istiantoro YH, Gan VHS : Penisilin, sefalosporin, dan
antibiotik betalaktam lainnya. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal. 705-17
6. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B et all.
Farmakologi dan terapi. Wilmana F, Gan S: Analgesik-antipiretik anagesik antiinflamasi nonsterioud dan obat gangguan sendi lainnya. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2009. Hal. 230-46
15

7. Editor : Sugiharto L. Sobotta : atlas anatomi manusia. Jilid I. Edisi 22. Jakarta :

EGC. 2007. Hal. 380-2

16

You might also like