You are on page 1of 12

Asuhan Keperawatan Myastenia gravis

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini
kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungan dalam penyusunan makalah ini, terutama kami
mengucapkan Terima Kasih.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat banyak
kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, maupun penyusunan. Dengan
rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang selanjutnya membangun
untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang,

Oktober 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.
B.

Latar Belakang.......................................................................................... 1
Tujuan Pembelajaran................................................................................. 2

BAB II : TINJAUAN TEORI.............................................................................. 3


A.

Konsep Dasar Medik................................................................................. 3

1.

Definsi................................................................................................. 3

2.

Etiologi................................................................................................ 3

3.

Patofisiologi........................................................................................ 4

4.

Manifestasi klinis................................................................................. 5

5.

Pemeriksaan diagnostik....................................................................... 5

6.

Penatalaksanaan medis........................................................................ 6

7.

Patoflow diagram teori........................................................................

B.

Konsep Dasar ASKEP.............................................................................. 7

1.

Pengkajian........................................................................................... 7

2.

Diagnosa keperawatan........................................................................ 8

3.

Rencana keperawatan.......................................................................... 8

BAB III : PENUTUP........................................................................................... 14


A.

Kesimpulan................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang dapat dijumpai pada
anak, orang dewasa, dan pada orang tua.
Sindrom klinis ini dikemukakan pertama kali pada tahun 1600. Pada akhir
tahun 1800an miastenia gravis mulai dibedakan dari kelemahan otot akibat
paralysis bulbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita miastenia gravis
merasa ada perbaikan sesudah ia meminum obat efedrin yang ditujukan untuk
mengatasi kram menstruasi. Akhirnya pada tahun 1934 Mary Walker, seorang
dokter dari Inggris melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara miastenia
gravis dan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu

fisostigmin untuk mengobati miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan-kemajuan


yang nyata.
Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur
dibawah 40 tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara
itu diatas 40 tahun lebih banyak pada pria (Harsono, 1996). Insidens miastenia
gravis di Amerika Serikat sering dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000. Tetapi
beberapa ahli menganggap angka ini terlalu rendah karena sesungguhnya banyak
kasus yang tidak pernah terdiagnosis (Patofisiologi, 1995).
Tingkat kematian pada waktu lampau dapat sampai 90%. Kematian
biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan. Jumlah kematian telah berhasil
dikurangi secara drastic sejak tersedia obat-obatan serta unit-unit perawatan
pernapasan. Remisi spontan dapat terjadi pada 10% hingga 20% pasien dan dapat
dicapai dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu. Yang
paling cocok untuk menjalani cara ini adalah wanita muda yang masih dini
keadaannya (5 tahun pertama setelah awitan) dan tidak berespon baik dengan
pengobatan.

B.

Tujuan Pembelajaran

1.
Agar mahasiswa/i mamp memahami dan menjelaskan konsep dasar medik
dari klien dengan gangguan sistem persarafan : myasthenia gravis.
2.
Agar mahasiswa/i mampu memahami dan melakukan proses keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem persarafan : myasthenia gravis.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.

Konsep Dasar Medik

1.

Definisi

Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi


neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang
(volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh
fungsi saraf cranial (Brunner
and Suddarth 2002).

Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi


impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002).
Myasthenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya
penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otototot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih
lama dari normal) (Price dan Wilson, 1995).

2.

Etiologi

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi


pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot.
Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan
penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson,
partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi
yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik.
3
Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan
masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak
diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau
kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang
berperanan.
3.

Patofisiologi

Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline Receptor
(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap dilepaskan
dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju membran
post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah
normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh
impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di
dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan
merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR bodies
ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia Gravis. Percobaan lainnya, yaitu
penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien penderita
Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-gejala Myasthenic pada mencit
tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan peranan penting
dalam etiology penyakit ini.

Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan


toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini,
Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena
sel B lah yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, penemuan baru
menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting
pada patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.
4.

Manifetasi Klinis

a.

Kelemahan otot ekstrim dan mudah mengalami kelelahan

b.

Diplobia (penglihatan ganda)

c.

Ptosis (jatuhnya kelopak mata)

d.

Disfonia (gangguan suara)

e. Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal progressif


gawat napas.
5.

menyebabkan

Pemeriksaan Diagnostik

a. Test serum anti bodi resptor ACh yang positif pada 90% pasien.
b. Test tensilon : injeksi iv memeperbaiki respon motorik sementara dan
menurunkan gejala pada krisis miastenik untuk sementara waktu memperburuk
gejala-gejala pada krisis kolinergik.
c. Test elektro fisiologis untuk menunjukan penurunan respon rangsangan saraf
berulang.
d. CT dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap menyebabkan respon
autoimun.
6.

Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat


antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
a.

Obat Anti Kolinestrase

piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin


bromide (Prostigmin). diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls
saraf dan meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah
pemberian.
b.

Terapi Imunosupresif

ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan


antibody secara langsung dengan pertukaran plasma. kortikostreoid menekan
respon imun, menurunkan jumlah antibody yang menghambat pertukaran plasma
(plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer antibodi. Thimektomi
(pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi subtansial,
terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus. kalenjer timus.
kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.

Pengkajian

a)

Anamnesis

Identitas klien :
Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama :
Kelemahan otot
Riwayat kesehatan :
Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi klinis. Riwayat
kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan pasial setelah istirahat
sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh kelemahan
setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya jatuhnya
kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
B1 (Breathing) :
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
B2 (Bleeding) :
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi
B3 (Brain) :
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya
kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
B4 (Bladder) :

Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat


berkemih.
B5 ( Bowel) :
Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan
peristaltic usus turun.
B6 (Bone) :
Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

2.

Diagnosa Keperawatan

a)
Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan.
b)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus dan penurunan kemampuan batuk efektif.
c)
Resiko tinggi aspirasi yang berhubungan dengan penutupan kontrol tersedak
dan batuk efektif.
d)
Gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan.
e)
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot
volunter.
f)
Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan
fisik umum, keletihan.
g)
Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disfonia, gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial
atau oral.
h)
Gangguan citra diri yang berhubungan dengan adanya ptosis,
ketidakmampuan komunikasi verbal.

3.

Rencana Keperawatan

DP I : Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot


pernafasan

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola pernafasan klien
kembali efektif
Kriteria Hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal,
bunyi nafas terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal.
Intervensi :
1.

Kaji kemampuan ventilasi

R/ : Untuk klien dengan penurunan kapasitas ventilasi perawat mengkaji frekuensi


pernafasan, kedalaman dan bunyi nafas, pantau hasil tes fungsi paru-paru (volume
tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi), dengan interval yang sering dalam
mendeteksi masalah paru-paru, sebelum perubahan kadar gas darah arteri dan
sebelum tampak gejala klinis.
2.
Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi
R/ : dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien
3.

Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi duduk

R/ : penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa


maksimal.

DP II : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan peningkatan


produksi mukus dan penurunan kemampuan batuk efektif
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi jalan nafas kembali
efektif. Tujuan utama dari intervensi adalah menghilangkan kuantitas dari viskositas
sputum untuk memperbaiki ventilasi paru-paru dan pertukaran gas.
Kriteria hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat menyatakan strategi
untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara nafas tambahan dan
pernafasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas.
Intervensi :
1.

Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum

R/ : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruktif


2.

Atur posisi semifowler

R/ : Meningkatkan ekspansi dada

3.

Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan

R/ : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan


pembersihan jalan nafas.

DP III : Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan


fisik umum, keletihan.
Tujuan : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema
inflamsi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal, infeksi pernafasan
minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru
normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM.
Kriteria hasil : frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90 x/menit dan
kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.
Intervensi :
1.

Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas

R/ : Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.


2.

Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan

R/ : Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatan dan daya tahan.


3.

Evaluasi kemampuan aktivitas motorik

R/ : Menilai tingkat keberhasilan dari terapi yang telah diberikan.

DP IV : Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disfonia, gangguan


pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial
atau oral.
Tujuan : klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi,
mampu mengoperasikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil : terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat
dipenuhi, klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat.
Intervensi :
1.

Kaji kemampuan komuniksai klien

R/ : Kelemahan otot-otot bicara pada klien krisis myasthenia gravis dapat berakibat
pada komunikasi.
2.

Lakukan metode komunikasi yang ideal sesuai dengan kondisi klien

R/ : Teknik untuk meningkatkan komunikasi meliputi mendengarkan klien,


mengulangi apa yang mereka coba komunikasikan denga jelas dan membuktikan
yang diinformasikan, berbicara dengan klien terhadap kedipan mata mereka dan /
atau goyangan jari-jari tangan atau jari-jari kaki untuk menjawab ya tau tidak.
3.
Beri penjelasan bahwa klien di ruang ini mengalami gangguan berbicara,
sediakan bel khusus bila perlu
R/ : Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan
berkomunikasi.

DP V : Gangguan citra diri yang berhubungan dengan adanya ptosis,


ketidakmampuan komunikasi verbal.
Tujuan : citra diri klien meningkat
Kriteria hasil : mampu menyatakan atau mengomunkasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan
penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke
dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi :
1.
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidalmampuan
R/ : Menentukan bantuan individual dalam menyususn rencana perawatan atau
pemilihan intervensi.

2.

Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien

R/ : Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif
dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan
membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan.
3.
Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari
dan menyatakan inilah kematian

R/ : mendukung penolakan terhadap bagan tubuh atau perasaan negatif terhadap


gambaran tubuh dan kemampuan yang nerupakan kebutuhan dan intervensi serta
dukungan emosional.

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan

1. Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan


dan kelelahan otot yang bersifat progresif, dimulai dari otot mata dan berlanjut
keseluruh tubuh hingga ke otot pernapasan.
2. Miastenia gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin pada hubungan
neuromuskular akibat penyakit otoimun.
3. Gejala utama miastenia gravis adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan
tenaga yang sembuh kembali setelah istirahat.
4. Diagnosis miastenia gravis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan
gambaran klinis, serta tes diagnostik yang terdiri atas: antibodi anti-reseptor
asetilkolin, antibodi anti-otot skelet, tes tensilon, foto dada, tes wartenberg, dan tes
prostigmin.
5. Pengobatan miastenia gravis adalah dengan menggunakan obat-obat
antikolinesterase yang kerjanya menghancurkan asetilkolin.

DAFTAR PUSTAKA

De Belto, Dasto. 2010. ASKEP Myasthenis Gravis.


http://dastodebelto.blogspot.com/2010/02/myasthenia-gravis.html. Diakses
tanggal 29 Oktober 2011
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/miastenia-gravis.html. Miastenia Garvis.
Diakses tanggal 29 Oktober 2011

Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Qittun. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Miastenia Gravis.
http://qittun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan- miastenia.html.
Diakses tanggal 29 Oktober 2011

You might also like