Professional Documents
Culture Documents
DENGAN TBC
OLEH :
BELA UTARI
12C10755
12C10773
12C10779
ESHA GALINDA
12C10797
12C10824
NITA PARSINI
12C10839
NOVIA MAHARTINI
12C10842
RATIH LESTARI
12C10866
SAVITRI HANDAYANI
12C10878
SRI HANDAYANI
12C10887
VIVI KARLIANTI
12C10914
YENNI WIDIANTARI
12C10926
12C10911
RUPAWAN
12C10875
12C10902
DHARMA KUSUMA
12C10770
A. LAPORAN PENDAHULUAN
Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tubeculosis yaitu suatu bakteri tahan asam, atau Tuberculossis (TB) adalah penyakit akibat
infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua
organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Patofisiologi
Masuknya basil tuberculosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya
infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberculosis serta daya tahan tubuh
manusia. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon dan Kudlich (1930) menemukan
bahwa 95,93% dari 2.114 kasus, mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini
disebabkan penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga karena jaringan paru
mudah kena infeksi tuberkulosis (susceptible).
Gejala Klinis
Gejala klinis TB tergantung faktor pejamu (usia, status imun, kerentanan) dan faktor agen
(jumlah, virulensi).
Gejala TB pada anak yang umum terjadi adalah :
Tanda dan gejala umum/nonspesifik tuberkulosis pada anak dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan
penanganan gizi.
2. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to
thrive)
3. Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi
saluran napas akut), dapat disertai keringat malam
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple
5. Batuk lama lebih dari 30 hari
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
lain-lain.
Komplikasi
Komplikasi Yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
a. Meningitis
b. Spondilitis
c. Pleuritis
d. Bronkopneumoni
e. Atelektasis
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian
karena
syok
hipovolemik
atau
tersumbatnya
jalan
nafas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis (pelebaran bronkus setempat) dan
fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Pneumotorak
(adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Pemeriksaan Diagnostik
Permulaan tuberkulosis sukar diketahui karena gejalanya tidak jelas dan tidak khas,tetapi
kalau terdapat panas yang naik turun dan lama dengan atau tanpa batuk dan pilek, anoreksia,
penurunan berat badan dan anak lesu, harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. Petunjuk lain
umtuk diagnosis tuberkulosis ialah adanya kontak dengan penderita tuberkulosis orang dewasa.
Diagnosis tuberkulosis paru berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin positif dan kelainan
radiologis paru. Basil tuberkulosis tidak selalu dapat ditemukan pada anak
Penatalaksanaan
1. Kemoterapi : Pemberian terapi pada tuberculosis didasarkan pada 3 karakteristik basil,
yaitu basil yang berkembang cepat ditempat yang kaya akan oksigen, basil yang hidup di
tempat yang kurang oksigen berkembang lambat dan dorman hingga beberapa tahun, dan
basil yang mengalami mutasi sehingga resisten terhadap obat. Isonized (INH) bekerja
sebagai bakterisidal terhadap basil yang tumbuh aktif, diberikan selama 12-18 bulan,
dosis 10-20 mg/kgBB/hari melalui oral. Selanjutnya kombinasi antara INH dan
pyrazinamid (PZA) diberikan selama 6 bulan. Selama 2 bulan pertama obat diberikan
setiap hari, selanjutnya obat diberikan dua kali dalam 1 minggu. Pada TB berat dan
ekstrapulmonal biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan
(ditambah EMB dan streptomisin), dilanjutkan dengan INH dan RIF selama 4-10 bulan
sesuai perkembangan klinis. Pada meningitis TB, perikarditis, TB milier, dan efusi pleura
diberikan kortikosteroid yaitu prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, diturunkan
perlahan (tapering off) sampai 2-6 minggu bersamaan dengan pemberian obat anti
tuberkulosis. Obat tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuscular) dan
ethambutol.
2. terapi pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak
terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya.
3. terapi pembedahan. Terapi ini dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Dilakukan
dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki
kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulornatosa tuberkulosis untuk
jaringan paru yang rusak.
4. Pencegahan adalah dengan :
a) menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberculosis,
b) mempertahankan status kesehatan dengan intake nutrisi yang adekuat,
c) meminum susu yang sudah dilakukan pasteurisasi,
d) isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan kemoterapi,
e) pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi
oleh basil tuberculosis virulen.
Non Medikamenosa.
Pendekatan DOTS Hal yang paling penting pada tatalaksana TBC adalah
keteraturan minum obat. Pasien TBC biasanya telah menunjukkan perbaikan
beberapa minggu setelah pengobatan sehingga merasa sembuh dan tidak melanjutkan
pengobatan. Lingkungan sosial dan pengertian yang kurang mengenai TBC dari
pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat.
Kepatuhan pasien dikatakan baik jika pasien meminum obat sesuai dengan dosis
yang ditentukan dalam panduan pengobatan. Kepatuhan pasien ini menjamin
keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi. Salah satu upaya untuk
meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung
terhadap pengobatan.
DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah
direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu :
a) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan
dana.
b) Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis,
c) Pengobatan dengan panduan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat,
d) Kesinambungan penyedian OAT jangka pendek dengan matu terjamin,
e) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan
dan
evaluasi
program
penanggulangan
TBC.
Pada anak kuman M. TBC sulit ditemukan, baik pada biakan, lebih-lebih pada
pemeriksaan mikroskopis langsung. Oleh karena itu pada anak diagnosis tidak dapat dibuat
berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yang dianjurkan dalam strategi DOTS. Maka diperlukan
strategi diagnostik lain yaitu dengan menggunakan sistem skoring.
Kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji
Tuberculin negatif), tetapi kontak dengan penderita TB aktif, obat yang digunakan adalah INH 510 mg/kgBB/hari selama 2-3 bulan. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji
tuberculin positif, tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor menjadi TB
aktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat pengobatan kortikosteroid atau
imunosupresan lain, penderita penyakit keganassan, terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi buruk,
masa akil balik, atau infeksi baru TB, konfersi uji tuberculin kurang dari 12 bulan. Obat yang
digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal kota
dan daerah, jumlah keluarga)
seluler Infeksi TB
2) Foto rontgent Rutin : foto pada rongga paru. Atas indikasi: tulang, sendi,
abdomen. Rontgent paru tidak selalu khas.
3) Pemeriksaan mikrobiologis (Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal:
tidak menyingkirkan diagnosa TB. Hasil (+) : 10-62% dengan cara lama. Cara :
cara lama radio metrik (Bactec); PCK.
4) Pemeriksaan darah tepi (Tidak khas. LED dapat meninggi)
5) Pemeriksaan patologik anatomik. Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi.
Sumber infeksiAdanya kontak dengan penderita TB menambah kriteria
diagnosa.
6) Lain-lain (Uji faal paru, Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll)
3. Perencanaan keperawatan
Dx.1
KH : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dispneu
Rencana tindakan :
a. Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnue
R : dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat kemoterapi
dimulai untuk mendapatkan efeknya, O2 humidifier mengurangi dipsnue dan
meningkatkan oksigenasi.
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur
R : Peninggian kepala menyebabkan otot diafragma mengembang
b. Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang bagaimana memberikan
pengobatan, berapa lama terapi pengobatan harus dijalani, dan apa yang terjadi
bila anak tidak menjalani tuntas pengobatannya.
Dx.3
KH : Tidak terjadi penyebaran infeksi
Rencana tindakan :
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui
bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan
potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
R : Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap
terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti
anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan
terapi pencegahan.
R : Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan kerentanan terjadinya
penyebaran
c. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk
R : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan
R : Masker dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi
e. Monitor temperature
R : untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya infeksi. Febris
merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak
KH : Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien,
pemulihan kebutuhan nutrisi, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang. Dengan
bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral)
sesuai program dietetik.
Rencana Tindakan:
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
R : BB menggambarkan status gizi pasien
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R : Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
R : Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
R : Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah
e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
R : Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan
f. Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi
R : Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
Dx.6
KH : Orang tua tetap dapat menjalankan perannya
Rencana tindakan :
a. Ajarkan orang tua tentang tekhnik isolasi yang benar
6. Penkes (HE)
a. Jelaskan pada keluarga pasien tentang penyakit tersebut dan tekankan pentingnya terus
meminum obat selama waktu yang telah ditentukan.
b. Jelaskan efek samping terapi obat dan beritahu pasein untuk segera melapor jika
mengalami hal-hal tersebut.
c. Jelaskan gejala gejala kekambuhan (batuk terus menerus, demam, atau hemaptomisis).
Anjurkan keluarga pasien untuk segera melapor jika terjadi hal-hal tersebut.
d. Anjurkan keluarga pasien untuk mengantar pasien agar datang sesuai jadwal yang
ditentukan untuk pemeriksaan bakteriologi sputum untuk memantau respon terapeutik dan
kepatuhan.
e. Anjurkan keluarga pasien untuk memberikan makanan TKTP (Tinggi kalore Tinggi
Protein) seperti: telur, tahu, tempe, ikan, kacang-kacangan.
f. Jelaskan pada keluarga untuk memperhatikan kebersihan dan proses dalam memasak
(harus matang)
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih
tetap
Indonesia.
2. TBC pada anak masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan.
3. Besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih relatif sulit diperkirakan.
4. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik
atau pemeriksaan penunjang tunggal. Selain alur diagnostik, terdapat pedoman
diagnosis dengan menggunakan sistem skoring.
5. Gambaran klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak
tinggi dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang
tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari.
6. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi
buruk. Uji tuberkulin positif menunjukkan TBC.
7. Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
antara pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya
8. Obat TBC yang digunakan yaitu Obat TBC utama (first line) rifampisin, INH,
pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TBC lain (second line): PAS,
viomisin, sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kapriomisin yang digunakan jika
terjadi multi drug resistance.
9. Pada keadaan meningitis TBC, milier TBC, penyebaran bronkogen, pleuritis TBC,
pleuritis TBC dengan keadaan umum jelek ditambah teapi dengan kortikosteroid.
10. Usaha preventif dilakukan dengan vaksin BCG dan kemoprofilaksis.
Keterlambatan motorik kasar menunjukkan adanya kerusakan pada susunan saraf
pusat seperti serebral palsi (gangguan motorik yang di sebabkan oleh kerusakan
bagian otok yang mengatur otot-otot tubuh)
3.2.
Saran
Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan
prosedur yang ada.Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan
perkembangan anak sejak dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit
pada anak teruma pengetahuan tentang penyakit TB.
DAFTAR PUSTAKA
Diposting oleh Admin. Minggu : 19 Agustus 2007. Tuberkulosis Pada Anak. Artikel
Kedokteran,Pediatrik.http://medlinux.blogspot.com/2007/08/tuberkulosis-pada
anak.html
Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Posted By : Asti di 08.10. Jumat, 26 Maret 2010. Halaman: 14 (9304 hits. Sindrome
Down.http://astiw.blogspot.com/2010/03/sindroma-down.html
Speer, morgan, kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical
Pathaway.
Edisi
ke-3.
Jakarta
EGC
Suriadi, Yulliani, rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi ke-2. Jakarta : PT. Percetakan
Penebar
Swadaya
Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2: Cetakan Ke-11.
Jakarta
Percetakan
Wong, L.donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol : 2. Jakarta : EGC.
Infomedika