You are on page 1of 55

VISUM ET REPERTUM

dr. JIMS F. TAMBUNAN,


Mked For, SpF

VISUM ET REPERTUM
Bantuan dokter utama untuk peradilan ada 2 :
1. Lisan : Keterangan ahli.
2. Tulis : Surat (Visum et repertum).

VISUM ET REPERTUM
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Laporan tertulis
Yang dibuat dokter
Atas permintaan dari penyidik (resmi & tertulis)
Tentang hasil pemeriksaan medis
Terhadap barang bukti
Berupa tubuh manusia/ bagian dari tubuh manusia
(baik hidup ataupun mati)
7. Yang diduga merupakan (korban atau pelaku)
peristiwa tindak pidana
8. Pada kasus perlukaan, kejahatan seksual,
keracunan dan kejiwaan
9. Berdasarkan yang dilihat atau ditemukan
10.Menurut analisa ilmu pengetahuan
11.Untuk kepentingan peradilan

DASAR HUKUM VISUM ET REPERTUM


(UTAMA)
1. Lembaran Negara (Staadblads)
No. 350/1973 pasal 1
2. KUHAP Pasal 133 ayat 1 dan 2
3. KUHAP Pasal 184 butir 3 (surat)
4. KUHAP Pasal 187 butir C (surat)
5. Instruksi Kapolri No : Ins/E/20/IX/75.

1. Lembaran Negara No: 350/ thn 1937


Pasal 1:
Visa et Reperta pada dokter yang dibuat baik
atas sumpah dokter yang diucapkan pada
waktu menyelesaikan pelajarannya
di negeri Belanda atau Indonesia, maupun
atas sumpah khusus seperti tercantum
dalam pasal 2, mempunyai daya bukti yang
syah dalam perkara pidana selama Visa
et Reperta tersebut berisi keterangan
mengenai hal- hal yang diamati oleh
dokter itu pada benda-benda yang diperiksa.

2. KUHAP Pasal 133


1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan
atau ahli lainnya.

2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.

3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran


kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan
penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat
identitas mayat, dilak dengan diberi cap
jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki
atau bagian lain badan mayat.

3. KUHAP Pasal184
1. Alat bukti yang sah ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
2. Hal yang secara umum sudah diketahui
tidak perlu dibuktikan.

4. KUHAP Pasal 187


Surat sebagaimana tersebut pada
Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk
resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat di
hadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangannya itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan


peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenal
hal yang termasuk dalam tata laksana
yang menjadi tanggung jawabnya dan
yang diperuntukkan bagi pembuktian
sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang
memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau
sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi padanya;

d. Surat lain lain yang hanya dapat berlaku jika


ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.

5. INSTRUKSI KAPOLRI NO : INS/E/20/IX/75


1. Mengadakan peningkatan penertiban
prosedur permintaan/pencabutan Visum
et Reperturn kepada Dokter / Ahli
Kedokteran Kehakiman.
2. Dalam mengirimkan seorang luka atau
mayat ke Rumah Sakit untukdiperiksa,
yang berarti pula meminta Visum et
Repertum, maka jangan dilupakan
bersama-sama si korban atau mayat
tadi mengajukan sekali permintaan
tertulis untuk mendapatkan Visum et
Repertum.

3. Dalam hal seorang yang menderita luka tadi


akhirnya meninggal dunia, maka harus
segera mengajukan surat susulan untuk
meminta Visum et Repertum. Dengan
Visum et Repertum atas mayat, berarti
mayat harus dibedah. Sama sekali tidak
dibenarkan mengajukan permintaan
Visum et Repertum atas mayat berdasarkan
pemeriksaan luar saja.

4. Untuk kepentingan di Pengadilan dan


mencegah kekeliruan dalam pengiriman
seorang mayat harus selalu diberi label dan
segel pada ibu jari kaki mayat. Pada label itu
harus jelas disebutkan nama,
jenis
kelamin, umur, bangsa, suku, agama, asal,
tempat tinggal dan tanda tangan petugas
POLRI yang mengirimkannya.

5. Tidak dibenarkan mengajukan permintaaan


Visum et Repertum tentang keadaan korban
atau mayat yang telah lampau yaitu
keadaan sebelum permintaan Visum
et
Repertum diajukan kepada Dokter
mengingat rahasia jabatan.

6. Bila ada keluarga korban/mayat keberatan


jika diadakan Visum et Repertum bedah
mayat, maka adalah kewajiban petugas
POLRI cq Pemeriksa untuk secara persuasif
memberikan penjelasan perlu
dan
pentingnya autopsi, untuk kepentingan
penyidikan, kalau perlubahkan
ditegakkannya pasal 222 KUHP.

7. Pada dasarnya penarikan/pencabutan


kembali Visum et Repertum tidak dapat
dibenarkan. Bila terpaksa Visum et
Repertum yang sudah diminta harus
diadakan pencabutan/penarikan kembali,
maka hal tersebut hanya diberikan oleh
Komandan Kesatuan paling rendah tingkat
Komres dan untuk kota besar hanya oleh
DAN TABES.
Wewenang penarikan/pencabutan kembali
Visum et Repertum tidak dapat dilimpahkan
pada Pejabat/petugas bawahan.

DASAR HUKUM VISUM ET REPERTUM


(TAMBAHAN)
1. Putusan Majelis Pertimbangan Kesehatan
RI, tentang: Fatwa MUI No.5/1956
2. Keputusan Menkeh No. M.01.PW.07-03/
1982, tentang: Pedoman Pelaksanaan
KUHAP dalam Pasal 133 Ayat 2
3. KUHAP Pasal 1 butir 28, tentang: Keterangan
ahli

4. KUHAP Pasal 6, tentang: Penyidik.


5. KUHAP Pasal 7, tentang: Kewenangan
penyidik.
6. KUHAP Pasal 10, tentang: Penyidik
pembantu.
7. KUHAP Pasal 11, tentang: Kewenangan
Penyidik pembantu.
8. KUHAP Pasal 120, tentang: Meminta
pendapat ahli/ ahli khusus.

9. KUHAP Pasal 134, tentang: Prosedur


menjelaskan kepada keluarga korban
pentingnya bedah mayat serta batasan
waktu bedah mayat dilakukan.
10.KUHAP Pasal 135, tentang: Penggalian
kubur.
11.KUHAP Pasal 136, tentang: Pembiayaan
pelayanan visum et repertum.

11.KUHAP Pasal 179, tentang: Kewajiban


memberikan keterangan ahli demi
peradilan.
12.KUHAP Pasal 180, tentang: Hak hakim dan
penasehat hukum terdakwa untuk meminta
dilakukan pemeriksaan ulang dari barang
bukti dan dihadirkan saksi lain di
persidangkan.
13.KUHAP Pasal 183, tentang: Dasar hakim
menjatuhkan hukuman/ vonis.

14.KUHAP Pasal 186,tentang : Keterangan ahli


di pengadilan.
15.KUHAP Pasal 227, tentang : Prosedur
pemanggilan saksi (ahli).
16.KUHAP Pasal 229, tentang : Hak
penggantian biaya pemanggilan saksi (ahli).
17.Peraturan Pemerintah no. 27 tahun 1983,
tentang: Kepangkatan penyidik yang
berwewenang meminta visum et reperitum
sebagaimana dimaksud KUHAP pasal 6
dan 7.

PELANGGARAN TERHADAP KETENTUAN DI


ATAS AKAN DIKENAKAN HUKUMAN (DENDA/
KURUNGAN)
1. KUHP PASAL 222, barang siapa : Dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan pemeriksaan mayat
forensik.
2. KUHP PASAL 224, barang siapa : Dengan
sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagai
saksi ahli.

3. KUHP PASAL 233, barang siapa : Dengan


sengaja menghancurkan, merusak,
membikin tak dapat dipakai dan
menghilangkan barang bukti.
4. KUHP PASAL 322, barang siapa : Dengan
sengaja membuka rahasia jabatan atau
pekerjaaan.
5. KUHP PASAL 216, barang siapa : Tidak
menuruti perintah atau permintaan atau
mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tugas menurut undangundang.

KLASIFIKASI VISUM ET REPERTUM


1.
2.
3.
4.

Berdasarkan waktu permintaan.


Berdasarkan jenis pemeriksaan.
Berdasarkan kondisi korban.
Berdasarkan peristiwa tindak pidana.

1. Berdasarkan waktu permintaan:


a) Visum seketika.
Visum yang diminta oleh penyidik dan
hasilnya langsung diberikan kepada
penyidik segera setelah korban selesai
diperiksa (dengan isi kesimpulan ditulis
lengkap) disertai derajad kualifikasi luka
korban (pada korban hidup) dan sebab
kematian korban (pada korban mati).

b) Visum sementara.
Visum yang dibuat untuk sementara,
karena korban masih memerlukan
tindakan khusus atau perawatan, agar
penyidik dapat melakukan proses
penyidikan dengan cepat (hanya untuk
korban hidup).

Kesimpulan belum dapat ditulis lengkap


tentang kondisi akhir korban, karena korban
masih dalam perawatan medis.
Hanya berisi tentang identitas korban, kondisi
umum (vital sign korban), jenis luka, umur luka
serta mekanisme terjadinya luka.

c) Visum lanjutan.
Visum dibuat setelah korban sembuh atau
meninggal dan merupakan lanjutan dari
visum sementara (harus dijelaskan bahwa
visum ini adalah visum lanjutan dari visum
sebelumnya saat korban masih dirawat).

2. Berdasarkan jenis pemeriksaan:


a) Visum pemeriksaan luar.
Visum yang berisi tentang hasil
pemeriksaan luar.
b) Visum pemeriksaan luar dan dalam
(bedah mayat/ autopsi).
Visum yang berisikan tentang hasil
pemeriksaan luar dan dalam (bedah
mayat/ autopsi).

3. Berdasarkan kondisi korban:


a) Visum orang hidup
Visum yang berisi tentang hasil
pemeriksaan pada korban yang masih
hidup.
b) Visum orang mati
Visum yang berisi tentang hasil
pemeriksaan pada korban yang sudah
mati (jenazah).

4. Berdasarkan peristiwa tindak pidana:


a) Visum perlukaan
Visum yang dibuat terhadap korban kasus
perlukaan sept; penganiayaan atau
pembunuhan, atau kecelakaan perlu
diberikan kejelasan perhal jenis luka dan
jenis kekerasan serta derajad kualifikasi
luka (pada korban hidup), atau penyebab
kematian (pada korban mati/ jenazah).

b) Visum kesusilaan
Visum yang dibuat terhadap korban yang
diduga mengalami tindakan kesusilaan
(biasanya dilakukan pada korban hidup).
Dengan menjelaskan adakah tanda
persetubuhan, tanda kekerasan dan
penilaian lainnya spt : usia, pantas atau
tidak pantas dikawini, korban dalam
keadaan sadar atau pingsan, dll.

c) Visum keracunan
Visum ini dibuat, untuk membuktikan
korban mengalami keracunan, dan dampak
zat beracun bagi kesehatan (pada korban
hidup) atau sebab kematian korban (pada
korban mati). Serta jenis dan dosis dari zat
beracun tersebut.

d) Visum kejiwaan
Visum ini biasanya dibuat terhadap
tersangka/ terdakwa. Agar dapat dijelaskan
apakah pelaku tersebut memiliki gangguan
kejiwaan atau tidak dan apakah tindak
kejahatan tersebut dilakukan saat korban
menderita sakit kejiwaan atau tidak (untuk
menjalankan KUHP Pasal 44).

BAGIAN POKOK VISUM ET REPERTUM


1. PROJUSTICIA
Kalimat yang ditulis di sudut kanan atas dari
lembaran Visum et Repertum. Kalimat
projusticia ini menyatakan bahwa Visum
et Repertum adalah salah satu alat bukti
untuk peradilan (KUHAP Pasal 184).
Dan projusticia adalah pengganti meterai
sebagai surat/ dokumen penting negara.

2. PENDAHULUAN
Berisikan tentang data diri dari : yang
meminta visum (penyidik), yang melakukan
pemeriksaan dan membuat visum (dokter)
serta yang diperiksa (korban atau tersangka)
serta keterangan lain spt: nomor surat
permintaan visum et repertum, waktu,
tempat, prihal pemeriksaan
(maksud
atau tujuan permintaan visum tersebut), dll.

3. PEMBERITAAN
Berisikan tentang hasil dari pemeriksaan
yang ditulis secara objektif dengan
menggunakan bahasa yang difahami umum
(jangan menggunakan istilah/ bahasa asing,
dan singkatan kalimat) dari yang dilihat
atau ditemukan menurut keilmuan dokter.

Hasil pemeriksaan tsb seperti : properti


identifikasi, tanda pasti kematian (pada korban
mati), vital sign (pada korban hidup), tanda
kekerasan (deskripsi luka), kelainan organ atau
sistem organ serta penyakit serta hasil
pemeriksaan tambahan.

DESKRIPSI (GAMBARAN) LUKA


Menceritakan secara objektif, kondisi luka yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik dan menulis
ke dalam Visum et Repertum berdasarkan:
1. Jenis luka, misal: luka lecet, luka memar,
luka robek, luka tusuk, luka bakar, dll.
2. Jumlah luka: jika ditemukan banyak luka
yang sejenis pada regio tubuh yang sama.
3. Tempat ditemukan luka (lokasi) di tubuh
korban (minimal 2 posisi), misal: paru kiri
bagian atas, kepala kanan bagian belakang,
lengan atas kiri sebelah depan, dll.

4. Bentuk luka, misal: tidak beraturan, bundar,


lonjong, titik, garis bercelah (pada trauma
tajam), garis tegak lurus, garis mendatar,
garis miring, cekung (spt bulan sabit atau
kawah gunung), garis melengkung, dll.
5. Warna luka, misal: pucat, merah, merah
kecoklatan, merah kehitaman, merah
kebiruan, biru gelap, biru kekuningan, dll.

6. Sifat atau ciri luka berdasarkan karakteristik


dari jenis luka, misal: pinggir/ tepi luka,
tebing luka, sudut tepi luka, permukaan
luka, dasar luka, sekitar luka, dll.
7. Ukuran luka: panjang, lebar atau dalam
luka.
8. Jarak luka dari titik anatomis tubuh
terdekat: garis tengah tubuh, sudut mulut,
dagu, siku, lipat lengan, lipat tungkai, lutut,
alis, puncak kepala, pergelangan tangan/
kaki, puncak tulang panggul, puncak bahu,
pusat, alat kelamin, lubang dubur, tumit, dll

9. Hal lain yang dianggap penting untuk proses


penyidikan, misal : arah datangnya benda,
alur luka tusuk dan luka tembak, derajad
dan keluasan luka bakar, klim di sekitar
lubang luka tembak, dll.

4. KESIMPULAN
Berisikan pendapat dari dokter yang
melakukan pemeriksaan. Bersifat subjektif
menurut penilaian/ analisa keilmuan (tidak
dapat diintervensi pihak manapun), dan
berdasarkan isi pemberitaan.

Kesimpulan meliputi:
Penilaian terhadap identitas korban (pada
korban hidup dan mati/ jenazah)
Penilaian terhadap keadaan umum korban
(pada orang hidup).
Penilaian terhadap umur luka (pada korban
hidup)
Penilaian terhadap tanda dan cara/ akibat
kekerasan serta derajad kualifikasi luka
(pada korban hidup).

Penilaian terhadap tanda pasti kematian


(pada orang mati/ jenazah).
Penilaian terhadap lama kematian (pada
orang mati/ jenazah).
Penilaian terhadap penyebab dan cara/
akibat kematian serta mekanisme kematian
(pada korban mati/ jenazah).
Penilaian lainnya yang dapat membantu
proses penyidikan (spt : derajad dan
keluasan luka bakar, arah dan jarak luka
tembak, dll).

5. PENUTUP
Merupakan kalimat baku.
Misal : Demikianlah Visum Et Repertum ini
dibuat dengan sejujurnya sesuai dengan
sumpah dan janji jabatan seorang dokter
menurut keilmuan dan berdasarkan
Undang-undang untuk dipergunakan demi
peradilan.
Di bawah Penutup harus dibubuhi
tandatangan seorang dokter yang
memeriksa.

TATA CARA PERMOHONAN


VISUM ET REPERTUM
1. Permohonan meminta visum et repertum
harus tertulis, tidak dibenarkan secara lisan
atau melalui telepon atau pos.
2. Korban adalah barang bukti, maka surat
permohonan visum et repertum harus
diserahkan sendiri oleh petugas kepolisian
bersama-sama dengan korban/ tersangka/
barang bukti lain kepada dokter.

3. Tidak dibenarkan mengajukan permintaan


visum et repertum tentang sesuatu peristiwa
yang telah lampau.
4. Permintaan diajukan kepada ahli
kedokteran kehakiman (SpF) pemerintah
sipil, atau dokter pemerintah sipil atau
dokter ahli lainnya pemerintah sipil.

BEBERAPA HAL YANG PERLU DILAKUKAN


1. Tiap lembaran halaman visum sebaiknya
diparaf dokter yang memeriksa dan diberi
no halaman serta dijelaskan bahwa lembar
halaman tersebut adalah lembar halaman
yang ke berapa dari total jumlah lembar
halaman yang ada.

4. Pada lembar halaman berikut sebaiknya


ada kalimat/ kata yang merupakan kalimat/
kata penghubung dalam bentuk
pengulangan kalimat atau kata dari
lembaran halaman sebelumnya.
5. Pada akhir kalimat dari tiap alinea, harus
ditutup dengan titik-titik yang panjang
hingga tepi batas ketikan atau pinggir
tulisan.

6. Kolom lampiran boleh disertakan/


disediakan pada halaman khusus (di luar
lembaran visum et repertum), berisikan
hasil pemeriksaan tambahan/ foto dengan
tiap halaman lampiran juga dibubuhi paraf
dokter yang membuat visum.
7. Visum sebaiknya diketik di atas kertas yang
baik dengan cop surat instalasi Rumah Sakit
serta ditulis nomor surat sebagai data/
catatan medis dokter.

7. Isi visum tidak boleh dibocorkan kepada


siapapun kecuali:
1) Permintaan/ perintah khusus dari
pejabat/ penguasa dan atasan (dengan
surat resmi).
2) Mendapat ancaman.
3) Bila berkaitan dengan undang-undang
kesehatan mengenai penyakit menular
atau wabah.
4) Di persidangan atau proses peradilan.

ERIMA KASIH
HORAS

You might also like