Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis
a. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis ), sebagian besar kuman TB menyerang paru paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Joko Suryo, 2010 : 49)
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri tahan asam atau
M. tuberculosis serta dapat bertahan dalam tubuh manusia selama bertahun
tahun.Penyakit ini ditularkan melalui droplet yang mengandung basil tersebut (airbone
disease) yang bergantung pada berapa banyak tuberkel yang diinhalasi dan pertahanan
tubuh dari individu yang terinfeksi (resisten penjamu). (departemen farmakologi fakultas
kedokteran universitas sriwijaya, 2008 :648)
b. Penyebab
Adapun penyebab tuberculosis (TB) adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
bebentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,3-0,6/ m.
Karakteristik Mycobacterium tuberculosis :
Sebagian besar struktur organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid) yang membuat
mikobakterium lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisik,
Mikobakterium ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan
Umur.
Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di
Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu
15-50 tahun.
2)
Jenis Kelamin.
TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena lakilaki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan
terjangkitnya TB paru.
3)
Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang
diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan
penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan
mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat
pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
4)
Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu.
Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah
Kebiasaan Merokok
Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB
Paru.
6) Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai
resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status
gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap
kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit. Status gizi,
ini merupakan faktor yang penting dalam timbulnya penyakit tuberculosis.
7) Pengetahuan
Pengetahuan seseorang akan TB Paru akan berakibat pada sikap orang tersebut untuk
bagaimana manjaga dirinya tidak terkena TB Paru. Dari sikap tersebut akan
mempengaruhi perilaku seseorang untuk dapat terhindar dari TB Paru.
8) Perilaku
(Corwin, 2009)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
anatomi fisiologi umu sehingga dengan dengan cepat dapat menilai keadaan umum ,
kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran klien menurun.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secra signifikan, frekuensi napas meningkat apabial disertai sasak
napas, denyut nadi meningkat dan tekanan darah.
b. B1 (breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri
sputum.
Palpasi
Palpasi trachea
Adanay pergesaran trachea menandakan adanya gangguan penyakit pada lobus atas paru.
Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura massif dan pneumothoraks akan
mendorong posisi trachea kearah berlawanan kesisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan
TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat pernapasan
biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri.Adanya penurunan gerakan
dinding pernapasan biasanya dietmukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim
paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vocal)
Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien
berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal
sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama
pada bunyi konsonan.Kapasitas merasakan bunyi dada disebut taktil fremitus.Adanya
penurunan taktil fremitus pada klien dengan TB paru biasanya ditemukan pada klien yang
disertai komplikasi efusi pleura massif, sehingga hantaran suara menurun karena transmisi
getaran suara harus melewati cairan yang berakumolasi di rongga pleura.
Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang
sakit sesaui banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil
d. B3 (brain)
Kesadaran biasanya compos mentes, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat.Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis,
merintih meregang dan mengeliat.Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya
didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe massif dan
kronis, dan sclera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
e.
B4 (bladder)
Pengukuran volume akut urine berhubungan denga intake cairan.Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor adanay oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari
syok.Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan
berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi sebagai meminum
Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang sesuai dengan
gambaran TB lama yang sudah sembuh.
Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang mengalami penekanan
imunitas ( menerima setara dengan 15 mg/hari prednisone selama 1 bulan).
Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko tinggi.
Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo, fasilitas yang disiapkan untuk
pasien dengan AIDS, dan penampungan untuk tuna wisma/
Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisioko tinggi.
Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang terpajan orang dewasa
kelompok risiko tinggi.
(Price,2005:855)
b) Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam (BTA) yang terdapat pada
sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal untuk menekakan diagnose,
tetapi suatu sediaan yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan.Mikrobakteri akan
tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan kompleks. Koloni matur akan berwarna
krem atau kekuningan, seperti kulit dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10
bakteri/ml media konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan
ini(Price,2005:857).
Adapun klasifikasi TBC setelah dilakukannya pemeriksaan BTA yaitu :
1. TBC paru BTA positif
Kriteria :
a. Sekurang kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak SPS memberikan hasil positif
b. Satu specimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberculosis
c. Satu specimen dahak SPS hasilnya positif dan biakan kuman tuberculosis positif
d. Satu atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT
2. TBC paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi dari pada tuberculosis paru pada BTA positif.
Kriteria diagnostic tuberculosis paru BTA negative harus meliputi :
a. Paling tidak specimen dahak SPS hasilnya negative
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic non OAT
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
Catatan : pengambilan specimen dilakukan yaitu dalam 3 periode, Sewaktu-PagiSewaktu ( SPS ).
(Departemen Kesehatan RI, 2008)
c) Vaksinasi BCG
Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadapa tes tuberculin.
Derajat sensitivitas biasanya bervariasi, bergantubg pada strain BCG yang dipakai dan
populasi yang divaksinasi(Price,2005: 856).
d) Pemeriksaan Radiologi
Rongten dada biasanya menunjukan lesi pada losus atas atau superior lobus bawah/ dapat
juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang
biasanya bilateral(Price, 2005 : 856).
e) Pemeriksaan lain-lain
Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
positif untuk basil asam cepat.
Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis.
Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa
menunjukan nekrosis.
Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex.
Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat
tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan
penyakit pleural (TB paru kronis luas)
(Doegoes,2000: 241-242)
f. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk mencegah
kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai
penularan.Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberculosis paru, berikut ini adalah beberapa
hal yang penting untuk diketahui.
Mekanisme kerja obat anti tuberkulosis (OAT) :
a) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin(R) dan Streptomisin (S)
Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid (INH).
Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk
very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para amino
salisilik (PAS) dan sikloserine.
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2 3 bulan) dan fase
lanjutan (4 7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat
tambahan.Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004).Untuk
keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi TB,
berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi, apusan sputum, dan riwayat
pengobatan sebelumnya.Di samping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan
TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC).
DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen, yaitu :
1) Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB
2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung, sedangkan
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut
3) Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawa pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita
harus minum obat setiap hari
4) Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup
5) Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Rekomendasi Dosis
Obat anti-TB
Esensial
Aksi
Potensi
(mg/kgBB)
per Minggu
per Hari
3x
2x
5
10
15
Isoniazid (INH)
Bakterisidal
Tinggi
Rifampisin (R)
Bakterisidal
Tinggi
10
10
10
Pirazinamid (Z)
Bakterisidal
Rendah
25
35
50
Streptomisin (S)
Bakterisidal
Rendah
15
15
15
Etambutol (E)
Bakteriostatik
Rendah
15
30
45
lotion yang mengandung vitamin D3 sangat efektif dalam mengobati luka bakar, luka kulit,
dan kerusakan. Selain itu, efek antioksidan yang terkandung dalam vitamin D bermanfaat
untuk mencegah kerusakan kulit dan penuaan dini pada kulit, terutama jika dikonsumsi
melalui suplemen atau diet.
Sumber terbaik vitamin D adalah sinar matahari, yang akan merangsang tubuh
memproduksi vitamin D. Sinar ultraviolet yang terkandung pada sinar matahari dapat
mengubah vitamin D inaktif pada tubuh menjadi aktif, termasuk mengubah cholecalciferol
menjadi calcitriol yang merupakan bentuk hormon aktif dari vitamin D3. Untuk
memperoleh manfaat vitamin D3 secara maksimal, sangat disarankan untuk mandi sinar
matahari. Produksi vitamin D3 melalui paparan sinar matahari tidak memiliki resiko
kelebihan asupan vitamin D3 (hipervitaminosis D3), karena pada satu titik produksi
konsentrasi cholecalciferol pada kulit akan mencapai kesetimbangan, sehingga jika terdapat
kelebihan produksi cholecalciferol akan terurai dengan sendirinya. Namun karena paparan
sinar matahari berlebihan dapat meningkatkan risiko kanker kulit, maka mandi sinar
matahari ini sebaiknya dilakukan dalam waktu terbatas, antara 10 hingga 15 menit per hari.
2.3 Interferon
Interferon adalah protein yang diproduksi secara alami oleh sel di dalam tubuh untuk
melindungi tubuh dari serangan berbagai penyakit, contohnya pada sel-sel darah putih, selsel pembunuh alami, fibroblast-fibroblast, dan sel-sel epithelial.
Tubuh secara alamiah dapat membentuk tiga macam interferon, yaitu interferon alpha, beta,
dan gamma. Dilihat dari struktur tiga dimensinya, interferon alpha dan beta memiliki
kemiripan (homology) yang tinggi dan sering dinamakan interferon I. Sementara itu,
interferon gamma memiliki struktur yang berbeda dan biasanya juga disebut interferon II.
Interferon diproduksi oleh tubuh bila mendapat serangan dari berbagai agen penyakit.
Namun, umumnya jumlah yang diproduksi tidak mencukupi untuk melawan agen penyakit
yang berkembang biak sangat cepat. Karena itu, suplai interferon dari luar diperlukan.
Karena itu interferon kemudian dijadikan sebagai jenis terapi yang termasuk ke dalam jenis
imunoterapi (immunotherapy). Inilah yang menjadi ide awal penggunaan interferon sebagai
obat.
Interferon awalnya dikembangkan untuk terapi kanker. Tapi, saat ini, selain untuk terapi
kanker, interferon digunakan untuk terapi berbagai penyakit, termasuk hepatitis B dan
hepatitis C. Untuk beberapa penyakit yang belum ditemukan obatnya, interferon juga menjadi
alternatif utama walaupun tingkat penyembuhannya tidak begitu tinggi. Untuk terapi
hepatitis , misalnya, efektivitasnya tidak lebih dari 30 persen.
Interferon-interferon yang tersedia secara komersial adalah interferon manusia yang dibuat
menggunakan teknologi recombinant DNA. Mekanisme aksi dari interferon adalah sangat
kompleks dan belum dimengerti dengan baik. Interferon-interferon memodulasi respon sistem
imun pada virus-virus, bakteri-bakteri, kanker, dan senyawa-senyawa asing lain yang
menyerang tubuh.
Meskipun interferon adalah sangat serupa, namun pengaruhnya terhadap tubuh bisa sangat
berbeda. Oleh karenanya, interferon yang berbeda digunakan untuk kondisi yang berbeda
pula. Sebagai contoh Interferon alpha digunakan untuk merawat penyakit kanker dan infeksiinfeksi virus; interferon beta digunakan untuk merawat multiple sclerosis; dan interferon
gamma digunakan untuk merawat penyakit granulomatous kronis.
Produk di pasar dapat berupa interfern tunggal atau di kombinasikan dengan senyawa lain,
berikut contohnya :
Interferon alfa-2a (Roferon-A) disetujui oleh FDA untuk merawat hairy cell leukemia,
AIDS-related Kaposis sarcoma, dan chronic myelogenous leukemia.
Interferon alfa-2b disetujui untuk perawatan dari hairy cell leukemia, malignant
melanoma, condylomata acuminata, AIDS-related Kaposis sarcoma, hepatitis C kronis,
dan hepatitis B kronis.
Interferon beta-1b (Betaseron) dan interferon beta-1a (Avonex) disetujui untuk perawatan
dari multiple sclerosis.
Interferon alfa-n3 (Alferon-N) disetujui untuk perawatan dari kutil-kutil genital dan
perianal yang disebabkan oleh human papillomavirus (HPV).
Interferon
gamma-1B
(Actimmune)
disetujui
untuk
perawatan
dari
penyakit
Nama dagang
Roferon A
Intron A/Reliferon/Uniferon
Multiferon
Rebif
Avonex
Cinnovex
Betaseron / Betaferon
ZIFERON
Pegasys
Reiferon Retard
PegIntron
Pegetron
Masalahnya walaupun interferon berfungsi ganda, yaitu melindungi tubuh dari serangan
penyakit dan sekaligus membunuh agen penyebab penyakit, obat ini masih mempunyai
beberapa kelemahan. Pertama adalah adanya efek samping. Penggunaan interferon akan
menimbulkan efek samping berupa gejala demam, termasuk panas dan sakit kepala.
Penggunaan interferon dalam waktu yang lama akan menyebabkan turunnya daya lihat
dan bahkan rontoknya rambut. Kelemahan kedua adalah masa terapi lama bahkan sampai
lebih dari satu tahun. Ini akan menyusahkan pasien karena konsumsi interferon biasanya
melalui infus.
Dan, yang paling menjadi masalah adalah harga interferon yang mahal. Walaupun
berbeda di antara negara-negara, secara umum biaya ini masih termasuk mahal. Contoh,
terapi interferon penyakit hepatitis C selama setahun di Jepang diperlukan biaya USD
7.000. Di negara-negara Eropa tidak jauh berbeda, berkisar USD 4.800 per tahun.
tertentu juga fungsional. Jadi jika didapat gambar radiografi tuberkulosis primer bukan
berarti Mantoux test harus positip, bakteri tahan asam harus ditemukan di dalam sputum
dan sebagainya, karena dasar diagnosis yang ditegakkan adalah temuan empiric didukung
dengan proses patofisiologik yang sudah dibakukan bahwa gambaran radiografi toraks
tuberkulosis primer adalah demikian itu.
(http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/radiologi_sederhan.pdf)
Kebanyakan penderita TB adalah kelompok usia produkif (15-55 tahun) secara tidak
langsung penyakit dan status gizi yang buruk akan mempengaruhi produktivitas. Untuk
itu diperlukan dukungan nutrisi yang adekuat sehingga akan mempercepat perbaikan
status gizi dan menignkatkan sistem imun yang dapat mempercepat proses penyembuhan
disamping pemberian obat yang teratur sesuai metode pengobatan TB (Usman, 2008).
Menurut Linder (1991) dalam Usman (2008), gizi secara umum terdiri dari karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, dan mineral. Dalam keadan normal gizi dapat tercukupi dari
makanan sehari-hari tetapi dalam kondisi kemiskinan dan penyakit kronis, tidak semua
komponen gizi dapat terpenuhi terutama protein. Kebutuhan protein dalam keadaan
normal 0,8-1 gr/kgBB/hari, dan pada keadaan sakit kebutuhan protein mencapai 1,5-3
gr/kgBB/hari.
Chan (1996) dalam Usman (2008), peranan protein pada pengobatan TB selain
memenuhi kebutuhan gizi, meningkatkan regenerasi jaringan yang rusak juga
mempercepat sterilisasi dari kuman TB.
Linder (1991) dalam Usman (2008), menyatakan dengan memberikan diit Tinggi Kalori
Tinggi Protein (TKTP) dan obat TB pada penderita TB yang di rawat di rumah sakit
didapatkan perbaikan secara klinis berupa peningkatan berat badan, peningkatan kadar
Hb, dan penurunan SGOT, SGPT.
Vasantha (2008), menunjukkan bahwa kenaikan berat badan pengobatan dikaitkan
dengan usia (<45 tahun), di pusat pemerintah, tidak ada riwayat pemakaian obat
sebelumnya. Pada akhir masa intensif pengobatan DOTS, ditemukan perubahan berat
badan pada pasien TB secara signifikan berhubungan status pernikahan, pendapatan per
bulan, tingkat pendidikan, kepercayaan dalam memilih jenis makanan tertentu pada saat
sakit dan porsi makan dalam keluarga. Pada pasien TB laki-laki didapati peningkatan
BMI sedikit lebih tinggi dibandingkan pasien wanita saat pengobatan dimulai (Dodor,
2008). Sedangkan menurut Khan (2006), pasien yang memiliki berat badan rendah pada
saat diagnosis, kenaikan berat badan 5% atau kurang yang terjadi setelah pengobatan dua
bulan (fase intensif) berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kekambuhan.
Interferon adalah hormon berbentuk sitokina berupa protein berjenis glikoprotein yang disekresi
oleh sel vertebrata karena akibat rangsangan biologis, seperti virus, bakteri, protozoa,
mycoplasma, mitogen, dan senyawa lainnya.[1] Sejarah penemuan interferon dimulai pada tahun
1954 ketika Nagano dan Kojima menemukannya pada virus di kelinci.[1] Tiga tahun kemudian
Isaacs dan Lindenmann berhasil mengisolasi molekul yang serupa dari sel ayam dan molekul
tersebut disebut interferon.[1]
Daftar isi
1 Jenis
2 Fungsi
3 Terapi Interferon
4 Referensi
Jenis
Terdapat tiga kelas interferon yaitu, alfa, beta, dan gamma.[2]
Interferon- dihasilkan oleh fibroblas dan dapat bekerja pada hampir semua sel di dalam
tubuh manusia.[2]
Interferon- dihasilkan oleh limfosit sel T pembantu dan hanya bekerja pada sel-sel
tertentu, seperti makrofaga, sel endotelial, fibroblas, sel T sitotoksik, dan limfosit B.[2]
Sifat
IFN Alfa ()
IFN Beta ()
IFN Gamma ()
Nama lain
Gen
>20
Stabilitas pH
Stabil
Stabil
Labil
Induser
(pengimbas)
Viruses (RNA>DNA),
dsRNA
Viruses (RNA>DNA),
dsRNA
Antigen, Mitogen
Sumber utama
Leukosit, Epitelium
Fibroblas
Limfosit
Fungsi
Interferon, terutama alfa dan beta memiliki peranan penting dalam pertahanan terhadap infeksi
virus. Senyawa interferon adalah bagian dari sistem imun non-spesifik dan senyawa tersebut
akan terinduksi pada tahap awal infeksi virus, sebelum sistem imun spesifik merespon infeksi
tersebut. Pada saat rangsangan atau stimulus biologis terjadi, sel yang memproduksi interferon
akan mengeluarkannya ke lingkungan sehingga interferon dapat berikatan dengan reseptor sel
target dan menginduksi transkripsi dari 20-30 gen pada sel target. Hal ini menghasilkan keadaaan
anti-virus pada sel target. Aktivasi protein interferon terkadang dapat menimbulkan kematian sel
yang dapat mencegah infeksi lebih lanjut pada sel.[6]
Terapi Interferon
Interferon- dan - telah digunakan untuk penyembuhan berbagai infeksi virus, salah satunya
adalah beberapa hepatitis C dan B tertentu yang bersifat kronis serta akut dapat menggunakan
interferon-. Sementara itu, interferon- yang berperan dalam aktivasi makrofag, digunakan
dalam penyembuhan kusta lepromatosa, toksoplasmosis, dan leisymaniasis. Efek anti-proliferasi
yang dimiliki interferon juga menyebabkan senyawa ini dapat digunakan untuk mengatasi tumor
seperti melanoma dan Sarkoma Kaposi. [6]
Penggunaan interferon pengobatan memang dibatasi karena adanya efek samping berupa
demam, malaise, kelelahan, dan nyeri otot. Selain itu, interferon juga bersifat toksik atau beracun
terhadap hati, ginjal, sumsum tulang, dan jantung.[7]
Referensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Subyek
Sari
Negara
Riset
dan
Teknologi
Reserved
Republik
Indonesia
Effendi, Nasrul. 1998. Dasar Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Ed. 2.Jakarta : EGC
Guyton&Hall.2006.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter%20II.pdf.Tuberculosis.
Diakses pada tanggal 24 Desember 2013
Joanne & Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA : Mosby
Elsevier
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muttaqin, Arif. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol 1.
Jakarta: EGC
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medical Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba medika
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008.
Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed. 2.Jakarta : EGC
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Yogjakarta : B First
Y. Laban, dr. Yoannes. 2008. TBC Penyakit dan Cara Pencegahannya. Yogjakarta: Kanisius
Yasmin Asih, S. Kep , Ni luh Gede. 2003. Keperawatan Medical Bedah : Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC