Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi
permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. World Health Organization
(WHO) melaporkan dalam Global Tuberculosis Report 2013, pada tahun 2012
diperkirakan ada 8,6 juta kasus insiden TB di dunia, setara dengan 122 kasus per
100.000 penduduk. Sebagian besar terjadi di Asia (58%) dan Afrika (27%),
proporsi lebih kecil terjadi di daerah Mediterania Timur (8%), Eropa (4%) dan
Amerika (3%). Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-4 di
dunia setelah India, Cina dan Afrika Selatan.1,2
Tuberkulosis tidak hanya menyumbang proporsi yang signifikan dalam
beban penyakit global, juga merupakan kontributor yang signifikan untuk
kematian ibu, merupakan salah satu penyakit dari tiga penyebab utama kematian
di kalangan wanita usia 15 - 45 tahun. Angka insiden TB pada kehamilan tidak
tersedia di banyak negara karena banyak faktor perancu. Namun demikian,
diperkirakan bahwa kejadian TB pada wanita hamil akan sama tingginya pada
populasi umum, dengan kejadian mungkin lebih tinggi di negara berkembang.3
Pada tahun 2011 Indonesia (dengan 0,38-0,54 juta kasus) menempati
urutan keempat setelah India, Cina, dan Afrika Selatan. Indonesia belum
mempunyai data prevalensi TB pada perempuan hamil. Di poliklinik tuberkulosis
Persatuan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) tahun 2006 dan 2007
terdapat 0,2% perempuan hamil yang mengidap TB. Angka tersebut sebanding
dengan prevalensi TB pada masyarakat umum. Untuk itu diasumsikan bahwa
penyebaran TB pada perempuan hamil minimal tidak berbeda dengan sebaran di
kalangan masyarakat. Oleh karena itu usaha penapisan seharusnya dapat
dilakukan pada populasi perempuan hamil mengingat resiko yang lebih tinggi
yang akan didapat oleh ibu dan janin.1,4
Pada perempuan hamil TB memberi pengaruh pada kehamilan dan janin
terkait dengan keterlambatan pengobatan. Lebih dari 90% perempuan hamil
dengan TB aktif muncul dari populasi perempuan hamil dengan infeksi
tuberkulosis yang tidak diobati. Mortalitas perinatal pada perempuan hamil yang
menderita TB enam kali lebih tinggi jika dibandingkan kontrol dengan insidens
prematuritas dan berat badan lahir rendah meningkat dua kali lipat. Diagnosis dan
pengobatan yang terlambat berhubungan dengan meningkatnya morbiditas ibu
empat kali lebih tinggi.4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menular dan dapat
menyerang berbagai organ dalam tubuh, dan terutama menyerang paru. Infeksi
ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis dalam kehamilan
merupakan tuberkulosis yang dijumpai dalam masa kehamilan.4
2.2 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia demikian juga
tuberkulosis pada kehamilan. Menurut World Health Organization (WHO),
insidens TB pada tahun 2008 adalah 9,4 juta dan 3,6 juta di antaranya menginfeksi
wanita. TB merupakan salah satu penyebab terbesar kematian pada wanita, yaitu
sekitar 700.000 kematian setiap tahun, dan sepertiga dari kematian tersebut terjadi
pada wanita usia subur. Suatu penelitian lain yang dilakukan di UK pada tahun
2008, insidens TB pada kehamilan adalah 4,2 per 100.000 kehamilan.5,6
Prevalensi TB bervariasi di berbagai negara. Prevalensi TB dalam
kehamilan di Indonesia menurut survei nasional tahun 2004 adalah 119/100.000
penduduk dan dalam kehamilan prevalensi tuberkulosis bervariasi antara 0,371,6%.7
2.3 ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis,
yang mempunyai karakteristik mikrobiologi yaitu kuman berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,3-0,6/m yang bersifat aerob, tidak
membentuk spora, non motil, parasit intraseluler yang merupakan salah satu dari
lima anggota M. tuberculosis complex, di mana yang lain adalah: M.Bovis,
M.Ulcerans, M.Africanum, dan M.Microti, akan tetapi M.tuberculosis adalah yang
bersifat patogen pada manusia.3,8,9
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia
juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es) hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari
sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit
tuberkulosis menjadi aktif lagi.8
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid.8
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.8
2.4 PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh, tetapi yang
biasa diserang adalah paru (kurang lebih 80%). Pada pasien pengidap HIV, pola
dari infeksi TB ini agak berbeda, cenderung terjadi TB extrapulmonal.3,4
Disebut Tuberculosis karena penyakit ini membentuk benjolan-benjolan
(tubercles) disertai perkijuan dan perkapuran, khususnya di dalam jaringan paruparu. Hampir semua infeksi TB disebabkan oleh penularan melalui inhalasi dari
partikel-partikel yang infeksius yang dikeluarkan oleh pasien pengidap TB lewat
batuk, bersin, berbicara, atau menggunakan tissue yang mengandung kuman TB.
Partikel-partikel aerosolized tuberculosis dengan besar partikel antara 1-5 m
dapat dibawa ke udara bebas dan dapat menyebar ke tempat yang jauh dan dapat
menginfeksi orang-orang di sekitarnya.3,4,10
Setelah inhalasi dan sampai di paru, nukleus droplet akan memasuki
cabang-cabang bronkus dan berimplantasi pada bronkiolus respiratorik dan
alveolus, maka terjadi reaksi dari tubuh, terjadi proses fagositosis oleh makrofag
paru, terjadi reaksi granulomatous. Suatu basil tuberkel yang telah terinhalasi
akan dapat menentukan infeksi paru atau tidak, tergantung baik pada virulensi
dan makrofag
akan
membentuk
granuloma
yang
kemudian
kompleks
primer
kadang-kadang
dapat
terlihat
pada
mungkin terjadi yaitu lewat mulut dengan mengkonsumsi susu yang tidak
dipasteurisasi dan bisa juga melalui implantasi langsung melalui kulit yang tidak
intak atau melalui konjungtiva.3
Tuberkulosis kongenital merupakan komplikasi di dalam uterus yang
jarang terjadi sementara itu resiko transmisi setelah kelahiran tinggi. Tuberkulosis
kongenital merupakan hasil penyebaran hematogen melalui vena umbilikal ke hati
janin atau melalui penelanan atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Fokus
primer terbentuk di hati dengan adanya keterlibatan nodus limfe periportal. Basil
tuberkel menginfeksi paru secara sekunder, berbeda pada dewasa yang 80%
infeksi primer terjadi di paru.1,4
Mikroorganisme juga dikeluarkan pada terapi aerosol, induksi sputum,
aerosolosasi selama proses bronkoskopi, dan melalui manipulasi lesi atau proses
pengolahan jaringan atau sekret di laboratorium.3,4
4 faktor yang menentukan kecenderungan transmisi M. Tuberkulosis:3,4,10
1) Jumlah mikroorganisme yang dikeluarkan ke udara
2) Konsentrasi mikroorganisme di udara yang ditentukan oleh volume ruangan
dan ventilasi.
3) Lamanya waktu seseorang terekspos dengan udara yang terkontaminasi
4) Status imun dari individu yang terekspos.
Sumber penularan penyakit tuberkulosis adalah penderita TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet nuclei (percikan dahak). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi
jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.10
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Orang
dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut
dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian
tubuh lainnya. Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan
dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan
tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.3,10
dengan TB aktif masih dapat terinfeksi melalui penyebaran lewat udara. Jika ibu
baru saja didiagnosa, belum di terapi, dan TB aktif, maka ibu harus dipisahkan
dari anaknya untuk mencegah penularan. Diagnosis TB pada neonatus bukan hal
yang mudah, kecurigaan klinis terhadap gejala non spesifik dan sulit dibedakan
dengan gejala kongenital lainnya merupakan hal penting. Pada TB kongenital,
gejala terlihat pada umur 2 dan 3 minggu. Diagnosis definitif yaitu dengan kultur
M.tuberkulosis dari jaringan atau cairan. Gambaran radiologi toraks yang
abnormal sering ditemukan, setengahnya memberikan gambaran pola miliar. Jika
terdiagnosa TB aktif, harus diberikan terapi penuh. Jika tidak terdiagnosis TB
aktif, maka diberikan profilaksis isoniazid.3,4
Tuberkulosis kongenital mungkin sulit dibedakan dengan infeksi neonatus
atau infeksi kongenital dengan gejala yang mirip pada umur 2 sampai 3 minggu.
Gejala-gejalanya adalah hepatosplenomegaly, repiratory distress, demam, dan
limfadenopati. Abnormalitas radiologi dapat terlihat namun secara umum terlihat
pada penyakit TB laten. Diagnosis tuberkulosis neonatus ditegakkan dengan
kriteria diagnosis Cantwell et al, yaitu adanya kompleks granuloma kaseseosa
pada biopsi hepar perkutaneus saat kelahiran, plasenta yang terinfeksi, atau
tuberkulosis traktus genital maternal, dan lesi saat minggu pertama kehidupan.
Kemungkinan transmisi setelah kelahiran harus disingkirkan dengan menelaah
semua riawayat kontak termasuk kontak dengan tenaga medis dan penjenguk.
Sebanyak setengah dari neonatus dengan tuberkulosis kongenital meninggal
dunia.3,4
2.9 KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:10
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang
jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
10
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
11
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa
positif atau negatif
2.
Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti:
12
b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala
utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti dahak bercampur darah, sesak napas
atau rasa nyeri dada, badan lemas, penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan, badan kurang enak malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik
dan demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala diatas dapat juga dijumpai pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma dan kanker
paru.78,12
2. Gejala Sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
13
tidak (sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah
apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma dan mediastinum.7,8,12
Untuk mendiagnosis kondisi tersebut, riwayat paparan terhadap individu
dengan batuk kronis atau berkunjung ke daerah endemik tuberkulosis harus
diperoleh. Riwayat gejala, mirip dengan gejala yang dialami oleh wanita tidak
hamil. Perhatian harus ditingkatkan mengingat gejala pada ibu hamil tidak
spesifik, yaitu keringat di malam hari, demam di malam hari, batuk darah,
penurunan berat badan yang progresif, dan batuk kronis selama lebih dari tiga
minggu. Tahap penting dalam membuat diagnosis pada kehamilan yaitu untuk
mengidentifikasi faktor resiko untuk infeksi TB dan gejala-gejala infeksi.7,8,12
2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Tine
Tes ini menggunakan beberapa jarum yang sudah dicelupkan pada bakteri
TB yang sudah dimurnikan, disebut dengan old tuberculin (OT). Kulit ditusuk
dengan jarum tersebut dan reaksi dianalisa 48-72 jam kemudian. Namun tes ini
tidak lagi popular kecuali untuk uji penyaring pada populasi yang besar. 4
2. Tes Mantoux
Injeksi intradermal derivat protein yang sudah dimurnikan sebanyak 0.1 mL
(5 tuberculin units), dan reaksi kulit dianalisis 48-72 jam akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi
persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya
reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen tuberkulin dipengaruhi oleh
antibodi humoral, pada ibu hamil makin besar pengaruh antibodi humoral, makin
kecil indurasi yang ditimbulkan.4
3. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis (BTA)
14
2.12
15
antenatal. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah uji tuberkulin, sputum BTA dan
pemeriksaan biakan.5,7,8
16
Selama kehamilan
Saat persalinan
Tindakan
pencegahan
infeksi
(kewaspadaan
universal)
Pasca persalinan
perdarahan
pascapersalinan
dengan
uterotonika
Observasi 6-8 jam kemudian penderita dapat
langsung dipulangkan. Bila tidak mungkin untuk
dipulangkan, penderita harus dirawat di ruang
isolasi.
Kapreomisin,
Fluoroquinolones,
Amoxycillin/Clavulanic
paru.
Lakukan pemeriksaan PPD bila PPD (+) lakukan pemeriksaan
radiologis dengan pelindung pada perut :
1. Bila radiologi (-) Berikan INH profilaksis 400 mg selama 1 tahun
2. Bila radiologi suspek TB periksa sputum sputum BTA (+)
INH 400 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 700 mg 2 kali
seminggu 5-8 bln
Etambutol 1000 mg/hr selama 1 bulan
Rifampisin sebaiknya tidak diberikan pada kehamilan
trimester I
19
20
Isoniazid (INH)
Menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting
21
hari pertama pengobatan. Waktu paruh berkisar 1-3 jam. Mudah berdifusi ke
dalam sel dan semua cairan tubuh. Isoniazid tidak bersifat teratogenik janin,
meskipun konsentrasi yang melewati plasenta cukup besar. Efek samping berat
berupa hepatitis dapat timbul pada kurang lebih 0,5 % penderita. Bila terjadi
ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus hilang. Efek samping yang ringan
dapat berupa tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, nyeri otot atau
gangguan kesadaran. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin
(dengan dosis 5-10 mg per hari atau dengan vitamin B kompleks). Efek samping
pada bayi baru lahir dilaporkan adanya perdarahan (hemmorrhagic disease of the
newborn) sehingga dianjurkan pemberian profilaksis vitamin K sebelum
kelahiran.5
3.
Etambutol (EMB)
Merupakan
inhibitor
arabinosyl
transferases
(I,II,III).
Arabinosyl
22
tahan asam (BTA) negatif dalam 3 bulan, tetapi ditemukan resistensi 35% dari
kasus dan frekuensi relaps lebih tinggi. Efektivitas pada hewan coba sama dengan
isoniazid. Invivo, sukar menciptakan resistensi terhadap etambutol dan timbulnya
lambat. Resistensi bakteri terhadap etambutol terjadi akibat mutasi embB, embA
dan embC, kode untuk arabinosyl transferase. Resistensi ini timbul bila etambutol
diberikan tunggal. Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol diserap di
saluran cerna. Makanan tidak mempengaruhi absorpsi obat. Kadar puncak plasma
dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal 25 mg/kg BB
menghasilkan kadar plasma sekitar 2-5 g/ml dalam 2-4 jam, kurang dari 1 g
dalam 24 jam. Masa paruh eliminasinya 3-4 jam dan dapat memanjang sampai 8
jam pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Etambutol secara bebas melewati
plasenta dengan cord to maternal serum ratio adalah 0,75. Penelitian pada kelinci
terdapat efek monoftalmia sedangkan pada tikus terjadi penurunan kesuburan.
Rata-rata malformasi yang dilaporkan pada 638 bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang mendapat etambutol selama kehamilan adalah 2,2%. Secara teori etambutol
menyebabkan kemungkinan toksisitas pada mata. Hal ini diyakinkan kembali
dengan penilaian pada 6 janin yang mengalami abortus pada minggu 5 - 12
kehamilan, tidak didapatkan gangguan pada sistem optik embrional.5
4.
Pirazinamid (PZA)
Adalah suatu produk, yang memerlukan konversi enzim pirazinamidase
Streptomisin
Melewati plasenta dengan cepat sampai ke sirkulasi janin dan cairan
amnion serta mencapai kadar kurang dari 50% dibandingkan kadar ibu. Efek
samping yang dilaporkan dari berbagai studi pada hewan yaitu ototoksik. Tuli
kongenital telah dilaporkan terjadi pada bayi yang terpajan selama dalam
kandungan, walaupun tidak ada hubungan yang pasti tentang mekanisme
ototoksik dengan pajanan selama kehamilan. Pada negara berkembang dianjurkan
tidak menggunakan streptomisin selama kehamilan.5
6.
Kanamisin
Merupakan obat lini kedua dan merupakan variasi dari aminoglikosida,
mempunyai efek samping yang sama dengan streptomisin dan sebaiknya tidak
digunakan pada kehamilan kecuali pada MDR. Etionamid mempunyai penetrasi
yang baik ke semua jaringan termasuk cairan serebrospinal. Etionamid dinyatakan
potensial bersifat teratogenik dan sebaiknya dihindari penggunaan pada kehamilan
kecuali jika dibutuhkan pada kasus MDR-TB. Efek samping lainnya seperti
24
hepatitis, neuritis optic dan neuritis perifer. Dosis 0,5 - 1 gram/hari dalam dosis
terbagi.5
7.
Fluoroquinolones
(Ciprofloxacin,
Gatifloxacin,
Moxifloxicin
and
Norfloxacin).
Tidak terbukti meningkatkan kejadian kelahiran abnormal dalam
penggunaannya. Akan tetapi pada percobaan menggunakan binatang dengan
ciprofloxacin dilaporkan adanya risiko kerusakan dari articular cartilage dan
subsequent
juvenile
arthritis
dengan
penggunaan
jangka
pendek
serta
diperkirakan terjadi kerusakan dari sendi pada penggunaan jangka panjang. Oleh
karena itu harus benar-benar dipertimbangkan dalam penggunaannya.5
8.
Amoxycillin/Clavulanic Acid
Belum terbukti adanya efek teratogenik pada percobaan binatang.
Kapreomisin
Merupakan obat lini kedua yang diberikan secara intramuskular.
Cycloserine
Obat ini tidak terbukti bersifat teratogenik pada percobaan menggunakan
tikus, akan tetapi tidak cukup bukti dari studi pada manusia untuk konfirmasi
keamanan obat ini untuk wanita hamil. Oleh karena itu harus benar-benar
dipertimbangkan penggunaannya.5
11.
Amikacin
Obat yang tergolong aminoglycosides, yang mana semua obat golongan
26
4.11 PROGNOSIS
Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak
mempengaruhi manifestasi klinis dan progresivitas penyakit bila diterapi dengan
regimen yang tepat dan adekuat. Pemberian regimen yang tepat dan adekuat ini
akan memperbaiki kualitas hidup ibu, mengurangi efek samping obat-obat
tuberkulosis terhadap janin dan mencegah infeksi yang terjadi pada bayi yang
baru lahir.3,4
Diagnosis yang telat merupakan faktor independen dimana akan
meningkatkan morbiditas sebanyak empat kali lipat, dan kelahiran premature
meningkat sebanyak sembilan kali lipat. Prognosis pada wanita hamil sama
dengan prognosis wanita yang tidak hamil. 3,4
27
BAB III
KESIMPULAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menular dan dapat
menyerang berbagai organ dalam tubuh, dan terutama menyerang paru. Infeksi
ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis dalam kehamilan
merupakan tuberkulosis yang dijumpai dalam masa kehamilan.4
Tuberkulosis kongenital merupakan komplikasi di dalam uterus yang
jarang terjadi sementara itu resiko transmisi setelah kelahiran tinggi. Tuberkulosis
kongenital merupakan hasil penyebaran hematogen melalui vena umbilikal ke hati
janin atau melalui penelanan atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Fokus
primer terbentuk di hati dengan adanya keterlibatan nodus limfe periportal. Basil
tuberkel menginfeksi paru secara sekunder, berbeda pada dewasa yang 80%
infeksi primer terjadi di paru.1,4
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).7,8,12
Pengobatan TB dalam kehamilan menurut rekomendasi WHO adalah
dengan pemberian 4 regimen kombinasi isoniazid, rifampicin, etambutol, dan
pirazinamid selama 6 bulan. Cara pengobatan sama dengan tidak hamil. Dapat
juga diberikan 3 regimen kombinasi, isoniazid, rifampicin, etambutol selama 9
bulan. Angka kesembuhan 90% pada pengobatan selama 6 bulan directly
observed therapy (DOT) pada infeksi baru.7
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013.
2. Global Tuberculosis Report 2013. World Health Organization.2013.
3. Loto, M.O, Awowole. Tuberculosis in Pregnancy. Journal of Pregnancy.
Nigeria. 2012.
4. Lukito F. Tuberkulosis pada Kehamilan. Jakarta. FK-Unika Atma Jaya. 2012.
5. Meiyanti. Penatalaksanaan Tuberkulosis pada Kehamilan. Jakarta. Universa
Medicina. 2007.
6. Mnyani. Tuberculosis in Pregnancy. South Africa. BJOG. 2011.
7. Saifuddin, AB, dkk. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2010. Hal: 806-808.
8. Sudoyo, AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta. FKUI .
2007. Hal: 998-1003.
9. Norwitz, E, dkk. Maternal-Fetal Medicine. USA. Cambridge University Press.
2007. Hal: 212.
10. Pedoman Nasional
Pengendalian
Tuberkulosis.
Jakarta.
Kementerian
29
30