You are on page 1of 29

KONSEP MEDIS

1. Definisi Hipertensi Pulmonal


Hypertensi Pulmonary atau yang biasa disebut Hipertensi Paru merupakan
kondisi yang tidak terlihat secara klinis sampai pada tahap lanjut kemajuan
penyakitnya. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada
pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan
pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal
dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam
melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan
oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891.
Awalnya PH diklasifikasikan menjadi hipertensi pulmonal idiopatik (IPAH,
atau hipertensi pulmonal primer) dan PH sekunder.
1. Primer
Merupakan hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya. Keadaan
ini paling sering terjadi pada usia 20 tahun sampai 40 tahun. Dan biasanya
fatal dalam 5 tahun diagnosis. Hipertensi pulmonal primer lebih sering
didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian
pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival dari
awitan penyakit sampai timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun.
2. Sekunder
Merupakan bentuk yang lebih umum dan diakibatkan oleh penyakit paru atau
jantung yang diderita oleh klien. Penyebab yang paling umum dari hipertensi
pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat hipoksia karena
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan kelainan
neuromuskular.

Namun kemudian diketahui bahwa beberapa hipertensi pulmonal sekunder sangat


mirip dengan IPAH dalam hal gambaran histopatologis, natural history, dan respon
terhadap terapi. Jadi, berdasarkan mekanisme penyakitnya, WHO kemudian
membagi hipertensi pulmonal menjadi 5 kelas
1. Hipertensi Arteri Pulmonal (PAH). Gambaran hemodinamik kelompok
ini adalah:
Mean pulmonary artery pressure (MPAP) >25 mmHg pada istirahat,

atau > 30 mmHg pada aktivitas fisik, dan


Pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) > 15 mmHg, dan
Peningkatan tahanan vaskular pulmonal dan gradien transpulmonal

(gradien tekanan tekanan diastolik arteri pulmonal dan PCWP)


2. Hipertensi Vena Pulmonal. Kelompok ini disebabkan oleh kelainan pada
atrium kiri, ventrikel kiri atau katup jantung kiri.
3. Hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru-paru atau
hipoksemia. Penyebabnya antara lain penyakit paru interstitial, PPOK,
sleep-disordered breathing, kelainan hipoventilasi alveoli, dan sebabsebab lain dari hipoksemia.
4. Hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit trombotik dan
embolik kronis. Pada kelompok ini penyebab PH adalah oklusi trombus
di proksimal atau distal pembuluh darah paru (misalnya penyakit
tromboembolik kronis), atau emboli pulmonal nontrombotik (misalnya
schistosomiasis).
5. Hipertensi Pulmonal pada kelompok ini disebabkan oleh inflamasi,
obstruksi mekanis, atau kompresi ekstrinsik pada pembuluh darah paru
(misalnya pada sarcoidosis, histiocytosis X, dan fibrosing mediastinitis).

2. Etiologi

1. Hipertensi pulmonal pasif


Agar darah dapat mengalir melalui paru dan kemudian masuk ke dalam vena
pulmonalis, maka tekan dalam arteri pulmonalis harus lebih tinggi daripada
vena pulmonalis. Dengan demikian, maka setiap kenaikan tekanan dalam vena
pulmonalis seperti pada stenosis mitral, insufisiensi mitral dan ventrikel kiri
yang hipertrofi akan menyebabkan peningkatan tekanan dalam arteri
pulmonalis pula.
2. Hipertensi pulmonal reaktif
Sebagai reaksi akibat peningkatan dalam vena pulmonalis maka pada
beberapa penderita terjadi vasokonstriksi arteriol pulmonal yang aktif.
Vasokonstriksi ini menyebabkan resistensi terhadap pengaliran darah melalui
paru bertambah besar dan tekanan dalam arteri pulmonalis meningkat, misal
pada penderita dengan stenosis mitral yang berat dan kadang-kadang pada
penderita dengan insufisiensi mitral atau dengan gagal jantung kiri. Faktor
penyebab ini dihubungkan pula dengan faktor familial.
3. Aliran darah dalam paru yang meningkat
Peningkatan aliran darah paru yang sedang, bila disertai dengan dilatasi
pembuluh darah paru dan terbukanya lubang saluran yang sebelumnya telah
menutup, maka dapat berlangsung tanpa terjadi peningkatan tekanan dalam
arteri pulmonalis. Kalau aliran darah itu lebih besar misalnya sampai lebih 3
kali yang normal, maka akan diperlukan tekanan yang lebih besar dalam paru
agar pengaliran darah dapat berlangsung.
4. Vaskularisasi paru yang berkurang
Bila dua pertiga atau lebih dari vaskularisasi paru mengalami obliterasi maka
diperlukan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis supaya tetap ada
aliran yang adekuat, misalnya pada kelainan dengan embolus paru yang
berulang-ulang sehingga menyumbat arteri dan arteriol dalam paru. Pada

penyakit paru yang luas seperti enfisema, fibrosis pada paru yang luas dan
pada hipertensi pulmonal idiopatik.

3 Komplikasi
1. Gagal jantung kanan
Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah dan di
dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke
paru. Lama- kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan
menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat
dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung
kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru
berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung
kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga
menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari
normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan
aktivitas
2. Gagal Nafas

4 Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul biasanya berupa :

sesak nafas yang timbul secara bertahap. Untuk meningkatkan secara bertahap
atau mendadak nafas dan kebutuhan udara bagi tubuh, pasien mengalami

nafas pendek dan haus udara. Terjadi hiperventalasi (napas cepat dan dalam).
kelemahan
batuk tidak produktif
pingsan atau sinkop

Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya mendenging atau sering


pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan episode sinkope. Wajah

pasien merah panas dan merasa lemah lesu.


edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki)
Pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki, terutama pada pagi hari
dan sore hari mengalami perbaikan. Pemasukan garam menyebabkan retensi

cairan. Terjadi selisih berat badan antara oedema dan tidak.


gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis (batuk berdarah)

Tanda hipertensi pulmonal berupa :


Distensi vena jugularis
Impuls ventrikel kanan dominan
Komponen katup paru menguat.
5. Patofisiologi
Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah pada
dan di dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke
paru. Lama-kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan
menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan
aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan
membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang
sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan
dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun sehingga darah
membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi
kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Non Invasif

Pertama kali mencurigai klinis hipertensi pulmonal, harus melakukan pemeriksaan


konfirmasi dan pemeriksaan untuk mengeklusi tipe lain penyebab hipertensi
pulmonal,di samping untuk menentukan beratnya atau prognosis.Baru-baru ini
suatu konsensus merekomendasikan pemeriksaan untuk hipertensi pulmonal.
Ekokardiograf
Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosis
sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan
katup, disfungsi ventrikel kiri, shunt jantung. Untuk menilai tekanan sistolik
ventrikel kanan dengan ekokardiografi harus ada regurgitasi trikuspid. Bila pada
pasien dengan hipertensi pulmonal tidak ada regurgitasi trikuspid untuk menilai
tekanan ventrikel kanan secara kuantitatif, dapat dipakai nilai kualitatif. Tandatanda kualitatif tersebut yaitu pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta septum
yang cembung atau rata. Adanya efusi perikard menunjukkan beratnya penyakit
dan prognosis yang kurang baik.
Tes berjalan 6 menit
Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan fungsional klien
hipertensi pulmonal adalah dengan tes ketahanan berlajan 6 menit (6WT). Ini
digunakan sebagai pengukur kapasitas fungsional klien dengan sakit jantung,
memiliki prognostik yang signifikan dan telah digunakan secara luas dalam
penelitian untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal yang diterapi. 6WT tidak
memerlukan ahli dalam penilaian.
Tes fungsi paru
Pengukuran kaasitas vital paksa (FVC) saat istirahat, volume ekspirasi paksa 1
detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum (MW), kapasitas difusi karbon
monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen
penting dalam pemeriksaan Hhipertensi pulmonal, yang dapat mengidentifikasi
secara significan obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi

hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan
mekanik sehubungan dengan penurunan volume paru pada HP.
Radiografi Torak (Ro Torak)
Khas parenkim paru pada hipertensi pulmonal bersih. Foto torak dapat membantu
diagnosis atau membantu menemukan penyakit lain yang mendasari hipertensi
pulmonal. Gambaran khas foto toraks pada hipertensi pulmonal ditemukan
bayangan hilar, bayangan arteri pulmonalis dan pada foto toraks lateral
pembesaran ventrikel kanan.
Elektrokardiografi
Gambaran tipikal EKG pada klien HP sering menunjukkan pembesaran atrium dan
ventrikel kanan, terkadang dapat memperkirakan tekanan arteri pulmonal, strain
ventrikel kanan ,dan pergeseran aksis ke kanan, yang juga memliki nilai
prognostik. Elektrokardiogram menunjukkan perubahan hipertrofi ventrikel kanan
(panah panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi pulmonal primer.
Deviasi sumbu kanan (pendek panah), peningkatan amplitudo gelombang P pada
lead II (panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (panah putih)
yang sangat spesifik tetapi tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi
ventrikel kanan.
CT Scan Resolusi Tinggi
CT Scan dilakukan hanya untuk membedakan apakah termasuk hipertensi
pulmonal primer atau hipertensi pulmonal sekunder. Tanpa zat kontras untuk
menilai parenkim paru seperti bronkiektasi, emfisema, atau penyakit interstisial.
Dengan zat kontras untuk mendeteksi dan melihat penyakit tromboemboli paru.

Pemeriksaan Invasif

Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dapat mengukur dengan tepat tekanan di ventrikel kanan
dan mengukur resistensi pembuluh darah di paru. Tes vasodilator dengan obat
kerja singkat (seperti : adenosin, inhalasi nitric oxide atau epoprosteno) dapat
dilakukan selama kateterisasi, respons vasolidatif positif bila didapatkan
penurunan tekanan arteri pumonalis dan resistensi vaskular paru sedikitnya
20% dari tekanan awal.
Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal adalah
gold standart untuk konfirmasi PAH. Dengan definisi hipertensi pulmonal
adalah tekanan PAP 25 mHg pada saat istirahat, atau 30 mmHg pada saat
aktivitas. Kateterisasi membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi
lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk

prosnotik hipertensi pulmonal.


Pengukuran Kateterisasi Jantung pada Klien PAH
Systemic arterial pressure (BP) and heart rate (HR)
Right arterial pressure (RAP)
Right ventrikuler pressure (RVP)
Pulmonaly artery pressure (PAP)
Pulmonaly capillary wedge pressure (PCWP)
Cardiac output and index
Pulmonaly vasoreactivity
Sistemic and pulmonaly arteril oxygen saturation
Hemodinamik adalah prognostik untuk hipertensi pulmonal primer, nilai
prognostik pengukuran hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan
hidup 50 bulan bila tidak mendapat terapi vasodilator sedangkan bila RAP
20mmHg harapan hidupnya kurang dari 3 bulan.

Tes vasodilator
Vasoreaktivitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi klien hipertensi
pulmonal, klien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki
survival dengan mengunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang.
Definisi respon adalah penurunan rata-rata tekanan arteri pulmonal < 10

mmHg dengan penignkatan kardiak output. Tujuan primer tes vasodilator


adalah untuk menentukan apakah klien bisa diterapi dengan CCB
oradenganzl.
Biopsi paru
Jarang dilakukan karena riskan pada klien hipertensi pulmonal, biopsi paru di
indikasikan bila klien yang diduga hipertensi pulmonal primer dengan
pemeriksaan standar tidak kuat untuk diagnosis definitif.

7. Penatalaksanaan
Pengobatan
Pengobatan hipertensi pulmonal bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung
kiri dengan menggunakan obat-obatan seperti : diuretik, beta-bloker dan ACE
inhibitor atau dengan cara memperbaiki katup jantung mitral atau katup aorta
(pembuluh darah utama). Pada hipertensi pulmonal pengobatan dengan perubahan
pola hidup, diuretik, antikoagulan dan terapi oksigen merupakan suatu terapi yang
lazim dilakukan, tetapi berdasar dari penelitian terapi tersebut belum pernah
dinyatakan bermanfaat dalam mengatasi penyakit tersebut.
a. Obat-obatan vasoaktif
Obat-obat vasoaktif yang digunakan pada saat ini antara lain adalah
antagonis reseptor endotelial, PDE-5 inhibitor dan derivat prostasiklin.
Obat-obat tersebut bertujuan untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh
darah paru. Sildenafil adalah obat golongan PDE-5 inhibitor yang
mendapat persetujuan dari FDA pada tahun 2005 untuk mengatasi
hipertensi pulmonal

Untuk vasodilatasi pada paru, ada beberapa obat-obatan yang dapat digunakan.
Antara lain Beraprost sodium (Dorner), infus PGI, Injeksi lipo PGE-1, ACE
Inhibitor, Antagonis Kalsium dan Inhalasi NO. Beraprost sodium efeknya tidak
hanya sebagai vasodilator, tetapi juga efek pleiotropik, seperti menghambat agresi
platelet, mencegah cedera sel endotel dan memperbaiki cedera sel endotel.

b. Terapi bedah
Pembedahan sekat antar serambi jantung (atrial septostomy) yang dapat
menghubungkan antara serambi kanan dan serambi kiri dapat mengurangi tekanan
pada jantung kanan tetapi kerugian dari terapi ini dapat mengurangi kadar oksigen
dalam darah (hipoksia). Transplantasi paru dapat menyembuhkan hipertensi
pulmonal namun komplikasi terapi ini cukup banyak dan angka harapan hidupnya
kurang lebih selama 5 tahun.

Atrial septosotomi
Blade ballon atrial septostomy dilakukan pada pasien dengan tekanan
ventrikel kanan yang berat. Tujuan prosedur ini adalah dekompresi
overload jantung kanan dan perbaikan output sistemik ventrikel kiri.
Septastotomi atrial harus dilakukan pada. fasilitas yang memadai dan

operator yang berpengalaman


Thromboenarterectomy pulmonary
Menjadi pilihan pengobatan pada pasien hipertensi pulmonal yang
berhubungan dengan penyakit tromboembolik kronik. Dilakukan
melalui median stertonomi pada cardiopulmonary baypass. Secara
keseluruhan angka kematian terus membaik dan kini kirang dari 5%.

c. Transplantasi paru-paru

Hipertensi pulmonal primer biasanya progresif dan akhirnya berakibat


fatal. Tranplantasi paru adalah suatu pilihan pada beberapa pasien lebih
muda dari 65 tahun yang memiliki hipertensi pulmonal yang tidak
merespon manajemen medis. Menurut AS tahun 1997 transplantasi
laporan registri, 24 penerima transplantasi paru-paru dengan hipertensi
pulmonal primer memiliki tingkat ketahanan hidup dari 73 persen pada
satu tahun, 55 persen di tiga tahun dan 45 persen pada lima tahun.
Pengurangan langsung tekanan arteri paru-paru dikaitkan dengan
perbaikan dalam fungsi ventrikel kanan. Kambuhnya hipertensi pulmonal
primer setelah transplantasi paru-paru belum dilaporkan.

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PULMONAL


1. Pengkajian
a. Identitas / biodata klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/ suku, warga Negara, bahasa
yang digunakan, dan penanggung jawab yang meliputi nama, alamat, dan hubungan
dengan klien.
b. Keluhan utama
Dispnea, nyeri dada substernal
c. Riwayat kesehatan sekarang
Sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Dispnea saat aktivitas, fatique dan
sinkop.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Gagal jantung kiri, HIV, peny autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, peny
bawaan, peny tiroid, PPOK, peny paru intertisial, sleep apnea, emfisema

e. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan manifestasi
kerusakan organ.
Otak sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada ekstremitas,
enchepalopati, hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma)
Mata retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan oftalmuskop, yang akan
menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur
Jantung gagal jantung (dispnea pada pergerakan tenaga, takhikardia)
Ginjal penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan
cairan, penambahan berat badan tiba-tiba, dan edema.

2. Review of Sistem pada klien hipertensi pulmonal


1).

Pernafasan B1 (breath)
- sesak nafas yang timbul secara bertahap
- kelemahan
- batuk tidak produktif
- gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis
- nyeri (pada hipertensi pulmonal akut)

2).

Kardiovaskular B2 (blood)
- tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah terganggu
- gagal jantung kanan
- oksigen yang kurang dari normal

- edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki)


- distensi vena jugularis
- hepatomegali
3).

Persyarafan B3 (brain)
- pusing

4).

Perkemihan B4 (bladder)
normal

5).

Pencernaan B5 (bowel)
normal

6).

Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
- penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas
- kelemahan

3. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada hipertensi pulmonal antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.

Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru


Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
Kelebihan volume cairan b.d edema perifer
Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.

4. Intervensi
Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru
Tujuan
napas

: Tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respon sesak

Kriteria Hasil :
a. Secara subjectif klien menyatakan penurunan sesak napas
b. Secara objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal (RR 16-20
x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas, analisa gas darah dalam
batas normal

No

Intervensi

Rasional

1.

Evaluasi perubahan tingkat kesadaran,

Perubahan

warna

catat sianosis dan perubahan warna

mukosa

dapat

kulit, termasuk membrane mukosa dan

gangguan

kuku

terganggu.

Berikan tambahan oksigen

Untuk

2.

perfusi

kulit,

membrane

mengindikasikan
gas

meningkatkan

ke

jaringan

konsentrasi

oksigen dalam proses pertukaran gas


3.

Pantau saturasi (oksimetri), PH, BE,

Untuk mengetahui tingkat oksigenasi

HCO3 dengan analisa gas darah

pada jaringan sebagai dampak adekuat


tidaknya proses pertukaran gas

4.

Koreksi keseimbangan asam basa

Mencegah

asidosis

yang

memperberat fungsi penapasan

2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru


Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri dapat

teratasi
Kriteria Hasil

: a. Pasien mengatakan nyeri berkurang


b. Skala nyeri turun

dapat

c. Wajah pasien tampak rileks


d. Tanda-tanda vital normal
No

Intervensi

Rasional

1.

Tingkatkan istirahat yang adekuat

Istirahat dapat menurunkan tingkat nyeri

2.

Lakukan manajemen sentuhan

Manajemen sentuhan pada saat nyeri


berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Massase ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan menurunkan sensasi
nyeri

3.

Anjurkan tindakan pengurangan nyeri

Teknik relaksasi,atau distraksi dapat

untuk

nyeri

mengalihkan perhatian klien dari rasa

relaksasi,atau

nyeri dan dapat meningkatkan produksi

membantu

(misalnya,

pengobatan

teknik

distraksi)

endorfin dan enkafalin yang dapat


memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri.

4.

Kolaborasi pemberian analgesik sesuai

Analgesik dapat menurunkan tingkat

indikasi

nyeri

Kelebihan volume cairan b.d edema perifer


Tujuan

: Tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemis

Kriteria Hasil : a. Edema ekstremitas berkurang


b. Produksi urine > 600 ml/hari

No

Intervensi

Rasional

1.

Ukur intake dan output

Penurunan

curah

jantung

mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,


retensi

natrium/air,

dan

penurunan

output urin
2.

3.

Bantu posisi yang membantu drainase

Meningkatkan aliran balik vena dan

ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif

mendorong berkurangnya edema perifer

Kolaborasi berikan diet tanpa garam

Natrium meningkatkan retensi cairan


dan meningkatkan volume plasma yang
berdampak terhadap peningkatan beban
kerja jantung

4.

Kolaborasi berikan diuretik, contoh :

Diuretik bertujuan untuk menurunkan

furosemid, sprinolakton, hidronolakton

volume plasma dan menurunkan retensi


cairan di jaringan sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema paru

Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular


Tujuan

: Penurunan curah jantung dapat teratasi dan TTV dalam batas

normal
Kriteria Hasil : a. Tidak ditemukan dyspnea
b. Turgor kulit bagus
c. Sirkulasi dan perfusi menjadi lebih baik
No

Intervensi

Rasional

1.

Istirahatkan klien dengan tirah

Istirahat dapat mengurangi kerja

baring optimal

otot pernapasan dan penggunaan

oksigen
2.

Atur posisi tirah baring yang ideal.

Dengan posisi kepala yang lebih

Kepala

tinggi dapat mengurangi kesulitan

tempat

tidur

harus

dinaikkan 20-30cm

bernapas dan mengurangi jumlah


darah yang kembali ke jantung
yang dapat mengurangi kongesti
paru

3.

4.

Berikan oksigen tambahan dengan

Meningkatkan

kanula

dapat

nasal/masker

sesuai

sediaan

melawan

dengan indikasi

hipoksia/iskemia

Kolaborasi berikan antikoagulan,

Antikoagulan

contoh

pembentukan

heparin

dosis

rendah,

Warfarin (Coumadin)

dapat

oksigen
efek

mencegah

trombus/emboli

perifer

Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, energi

pasien dapat dihemat


Kriteria Hasil

: Pasien tidak mengalami kondisi yang abnormal setelah

melakukan aktivitas
No

Intervensi

1.

Tingkatkan

Rasional
istirahat,

batasi

Istirahat dapat menurunkan kerja

aktivitas, dan berikan aktivitas

miokardium dan konsumsi oksigen

senggang yang tidak berat


2.

Pertahankan klien tirah baring

Tirah baring dapat mengurangi

sementara sakit akut

beban jantung

3.

Pertahankan penambahan oksigen

Penambahan

oksigen

sesuai program

meningkatkan oksigenasi jaringan

Asuhan keperawatan pada An. N dengan diagnosa Hipertensi Pulmonal


A. Identitas
Nama
TTL
Jenis kelamin
Agama
Bangsa/suku
Pendidikan
Pekerjaan
Status perkawinan
Alamat
Ruangan
Diagnosa Medis
Penanggung Jawab

: An. I
: 17-11-1999
: perempuan
: Islam
: bugis
: SD
: pelajar
:: pangkep
: CVCU
: tricuspid regurgitasi berat
: Ny. N

B. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Keluhan saat ini

: sesak nafas
: sesak nafas dialami 6 bulan yang lalu, memberat sejak

2 minggu terakhir, nyeri dada tidak ada, batuk ada, lendir berwarna putih.
Riwayat kesehatan : pernah di opname di RS angkatan laut
Riwayat pengobatan :
1. Digoxin 0,25 mg/24 jam/oral
2. Dorner 30 mg/12 jam/oral

C. Data Psikososial
Status emosi : Cemas

Konsep diri : klien tampak cemas dan tidak nyaman dengan keadaannya.
Interaksi sosial : hubungan klien dengan keluarganya, klien dengan perawat

terjalin cukup baik


Spritual : di rumah sakit klien hanya berdoa dan memohon kesembuhan
sambil berbaring di tempat tidur.

D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
TD : 90/60 mmHg
N : 100 x/menit
P : 24 x/menit
S : 36,4 C
LLA : 52.4 cm
TB : 150
BB : 45 kg
Pola kebiasaan

Sebelum
sakit

Pola nutrisi
Makan
Frekuensi
Porsi
Nafsu makan

3 x /hari
1 porsi
baik

Minum
Frekuensi
jumlah

4-5 gelas
1000cc

Saat sakit

Keluhan

3 x /hari
porsi
Tidak baik

1-2 gelas /hari


400 cc

klien mengeluh sulit makan karna


mual

Klien mengeluh tidak nafsu


makan (anoreksia)

Pola eliminasi
BAB
Frekuensi
Konsisten
Warna
BAK
Frekuensi
Jumlah
Bau
Warna

Pola istirahat
Lama
Waktu

1 x /hari
Lembek
Kuning

3x-4x /hari
600cc
Pesing
Kuning
jernih

8 jam
20.0005.00 WIB

BAB 1 x/hari

Klien mengatakan 1 kali BAB


hari ini

Menggunakan
kateter
1200cc
Pesing
Kuning Tua

Tidak menentu

Klien mengeluh sulit tidur


Klien tampak lelah

Pola aktifitas
Jenis
Lama
Waktu

Hanya duduk di
tempat tidur

Klien mengeluh sulit berbaring


Klien tampak lemas

Pola hygiene
Mandi
Sikat gigi
Keramas
Gunting kuku

2x /hari
2x /hari
2x 1
minggu
13 hari / 1x

E. Pemeriksaan Laboratorium

1x /hari

Untuk memenuhi personal hygiene


klien di bantu oleh keluarga.

Bilirubun total/direk : 32.79/25.47


Penanda jantung D Dimer : 3.92
Kalium : 2.9
Warna urine : kuning kemerahan
Bilirubine : ++/3
Urobilinogen : +/2
Blood : +++/200
Leukosit : +++/500
Sedimen lekosit : 25
Sedimen eritrosit : 15
SGOT/SGPT : 139/72
Alkali fosfate : 82
Analisa gas darah :
PH : 7.646
pCO2 : 26.0
SO2 : 91.4
PO2 : 47.8
HCO3 : 28.7
ctO2 : 13.5
ctCO2 : 29.5
Kesan : alkalosis respiratorik dan metabolik
F. Pemeriksaan Echocardiografi
Fungsi sistolik ventrikel kiri baik
Atrium kanan, ventrikel kanan dilatasi
SEC di ventrikel kanan
Fungsi sistolik ventrikel kanan menurun
Trikuspid regurgitasi berat
Pulmonal hipertensi berat
Disfungsi diastolik ventrikel kiri grade 1
G. Analisa Data
Data

Etiologi

Masalah
keperawatan

DS :

Keluarga klien
mengatakan
susah dalam
bernafas
Klien
mengatakan
pusing saat
baru bangun

Ketidak seimbangan
perfusi ventialasi

Gangguan
pertukaran gas

hipoventilasi

Pola nafas tidak


efektif

DO :

Kulit nampak
pucat
Klien nampak
bernafas cepat
dan dalam
RR : 24 x/menit
Hasil AGD
(alkalosis
respiratorik dan
metabolik)

DS :

Keluarga klien
mengatakan
susah untuk
benafas
Dyspnea

DO :

Klien nampak
susah untuk
bernafas
Terpasang alat
bantu
pernafasan O2
5 liter/ menit
RR: 24x/menit

DS :

DO :

DS :

anoreksia

Nutrisi kurang dari


kebutuhan

Ketidakseimbangan
suplai oksigen
dengan kebutuhan
aktifitas

Intolen aktifitas

Ibu klien
mengatakan
anaknya kurang
nafsu makan
Kadang tidak
menghabiskan porsi
makanannya
Membran mukosa
kering
Klien nampak lemah
Klien nampak
cemas
Bilirubun total/direk
: 32.79/25.47
SGOT/SGPT :
139/72
Intake : 1200
Output : 1500
Balance : -300

Ibu klien
mengatakan klien
lemas untuk
beraktivitas
Ibu klien
mengatakan
seluruh
aktivitasnya
dilakukan di
tempat tidur

DO :
Klien nampak
terbaring lemas
TD : 90/60 mmHg
N : 100x/ menit
P : 24x/ menit

H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
3. Nutirisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
4. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supalai oksigen
dengan kebutuhan aktifitas

I. Intervensi Keperawatan
No
.
1

Diagnosa
Gangguan
berhubungan

Intervensi

pertukaran

gas

dengan

1. kaji respirasi klien


2. Monitor TTV, AGD dan status

ketidakseimbangan

perfusi

ventilasi

mental pasien
3. Posisikan
pasien

untuk

memaksimalkan ventilasi
4. Berikan terapi oksigen
2

Pola

nafas

tidak

berhubungan

efektif

1. Observasi

dengan

hipoventilasi
2. Monitor vital sign
3. Posisikan
pasien

hipoventilasi

adanya

tanda-tanda

untuk

memaksimalkan ventilasi
4. Ajarkan batuk efektif
3

Nutirisi kurang dari kebutuhan

1. Motivasi

klien

berhubungan dengan anoreksia

sesuai diet yang dianjurkan


2. Anjurkan untuk makan sedikit
tapi sering
3. Monitor ada

untuk

perubahan

makan

berat

badan
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori yang
masuk.
4

Intoleran aktifitas berhubungan

1. Kaji

faktor

yang

dengan

ketidakseimbangan

supalai

oksigen

menyebabkan kelelahan
2. Observasi
pembatasan

klien

dengan

adanya

dalam melakukan aktivitas


3. Bantu klien untuk menentukan

kebutuhan aktifitas

aktifitas yang mampu dilakukan


J. Implementasi Keperawatan
No
.
1

Diagnosa
Gangguan

Implementasi

pertukaran

gas

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan

perfusi

1. mengkaji respirasi klien


2. Memonitor TTV, AGD dan status
mental pasien
3. Memberikan posisi pasien untuk

ventilasi
2

Pola

memaksimalkan ventilasi
4. Memberikan terapi oksigen

nafas

tidak

berhubungan

efektif

1. Mengobservasi

adanya

tanda-

dengan

tanda hipoventilasi
2. Memonitor vital sign
3. Memposisikan
pasien

untuk

hipoventilasi

memaksimalkan ventilasi
4. Mengajarkan batuk efektif
3

Nutirisi kurang dari kebutuhan

1. Memotivasi klien untuk makan

berhubungan dengan anoreksia

sesuai diet yang dianjurkan


2. Menganjurkan
untuk
makan
sedikit tapi sering
3. Memonitor ada perubahan berat
badan
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
yang masuk
5. KSR 1 mg/12 jam/oral

Intoleran aktifitas berhubungan

1. Mengkaji adanya faktor yang

dengan

ketidakseimbangan

supalai

oksigen

menyebabkan kelelahan
2. Mengobservasi pembatasan klien

dengan

dalam melakukan aktivitas


3. Membantu
klien
untuk

kebutuhan aktifitas

menentukan aktifitas yang mampu


dilakukan.
K. Evaluasi Asuhan Keperawatan
No
.
1

Diagnosa
Gangguan

Evaluasi

pertukaran

gas

S : ibu klien mengatakan anaknya

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan

perfusi

masih kadang merasa sesak,


O : klien nampak mengunakan alat

ventilasi

bantu pernapasan, P : 24 x/menit,


AGD dalam keadaaan abnormal
A : Gangguan pertukaran gas belum
taratasi
P : lanjutkan intervensi
Mengobservasi TTV dan ADG
Melanjutkan terapi oksigen

Pola

nafas

berhubungan

tidak

efektif

S : ibu klien mengatakan anaknya

dengan

masih merasakan sesak,


O : klien nampak bernfasa cepat dan

hipoventilasi

dalam,

AGD

(alkalosis

respiratorik)
A : pola nafas tidak efektif belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
Observasi tanda-tanda hipoventilasi
Monitor TTV, AGD
Pertahankan posisi dalam proses
ventilasi
3

Nutirisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan anoreksia

S : ibu klien mengatakan anaknya


masih kurang nafsu makan, porsi
makannya

juga

kadang

tidak

dihabiskan
O : klien nampak lemas, klien nampak
pucat, porsi makan nampak tidak
dihabiskan
A : Nutrisi kurang dari kebutuhan
belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
Anjurkan klien untuk makan sedikit
tapi sering
Monitor BB
4

Intoleran aktifitas berhubungan


dengan

ketidakseimbangan

S : Ibu klien mengatakan klien lemas


untuk

beraktivitas,

Ibu

klien

supalai

oksigen

kebutuhan aktifitas

dengan

mengatakan seluruh aktivitasnya


dilakukan di tempat tidur
O : klien nampak lemas, klien nampak
dibantu

oleh

ibunya

dalam

pemenuhan kebutuhan
A : intoleran aktifitas belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
Bantu klien dalam menentukan
aktifitas yang dapat dilakukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


ATRIAL VENTRIKEL DAN RAPID VENTRIKULAR RESPON (DISRITMIA)
DI LONTARA 1 BAWAH DEPAN RSUP. WAHIDIN SUDIROHUSODO

MUHAMMAD SULBI BURHANUDDIN


15.04.024

CI LAHAN

CI INSTITUSI

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PABNAKKUKANGH MAKASSAR
PROFESI NERS
2015

You might also like