You are on page 1of 7

1

Kaki Diabetes
1.Pendahuluan:
Infeksi pada kaki penderita diabetes merupakan penyebab morbiditas
terpenting yang sering dijumpai di klinik-klinik umum dan merupakan indikasi
untuk rawat-inap, karena penyembuhan luka tergantung pada perbaikan
kadar sakar darahnya. Kaki adalah bagian tubuh yang tersering terkena
trauma (seperti terantuk benda keras, terinjak benda tajam). Pada penderita
diabetes trauma tersebut dapat disusul terjadinya luka dan menimbulkan
komplikasi infeksi sulit sembuh, sehingga membutuhkan perawatan yang
lama. Infeksi luka pada kaki penderita diabetes mellitus disebut sebagai kaki
diabetes. Hasil penelitian retrospektif selama setahun (2001) menunjukkan
angka jumlah penderita kaki diabetes yang dirawat inap di RSU Dr.Hasan
Sadikin adalah sebanyak 66 orang atau 44,2% dari seluruh penderita
diabetes mellitus yang dirawat inap (Nurul 2002). Sering

luka pada kaki

menjadi sulit sembuh dan bahkan akhirnya harus dilakukan tindakan operasi
memotong (amputasi) bagian dari jari, kaki atau tungkai penderita, akibat
dari kerusakan jaringan yang tidak dapat diselamatkan dan membahayakan
nyawa penderita oleh adanya bakteri patogen dalam darah (sepsis) yang
berasal dari infeksi kaki diabetes.
menderita

Penderita diabetes memiliki risiko

ulkus yang terinfeksi jauh lebih tinggi dibandingkan pada

penderita non-diabetes, dan diabetes merupakan penyebab dari 50% kasus


amputasi kaki pada kelompok kasus non-trauma. Lebih dari 2/3 bagian dari
seluruh

kasus

amputasi

disebabkan

oleh

penyakit

kaki

diabetes

(LoGerfo,1995).
2.Ciri diagnosis:

Tanda-tanda diabetes mellitus.

Infeksi pada ulkus pada kaki yang sukar sembuh.

Tanda-tanda iskhemi dan neropati.

3.Patogenesis:
Akibat peninggian abnormal kadar gula darah yang khronik akan terjadi
proses non-ensimatik glikosilasi (non-enzymatic glycosylation atau glycation,
yaitu penggabungan glukosa dengan protein dalam lingkungan kadar glukosa

yang tinggi tanpa bantuan ensim) protein dalam bentuk advanced glycation
end products (AGE). Proses tersebut akan menghasilkan radikal bebas yang
selanjutnya akan menimbulkan dampak pada percepatan

aterosklerosis

(makroangiopati) dan mikroangiopati yang merupakan perubahan-perubahan


patologis yang biasa ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus
yang menimbulkan gangguan fungsi (disfungsi) sel endotel pembuluh darah
(LoGerfo,1995; Bouskela, Bottino, Tavares 2003). Kecepatan pembentukan
radikal bebas sangat tergantung pada kecepatan terjadinya proses glikosilasi
protein. (Jennings and Belch 2000)
Terdapat 3 gejala patologis yang bekerja saling berinteraksi bersama secara
kompleks dan jarang sekali muncul sendirian, yaitu : (1) neuropati, (2) infeksi,
(3) iskhemia. Penyebab dari iskemia pada kaki diabetik adalah oklusi arteri
akibat gangguan aterosklerosis. Proses terjadinya gangguan aterosklerosis
lebih cepat dan lebih berat pada penderita diabetes dibandingkan dengan
penderita aterosklerosis non-diabetes. Infark miokardium yang disebabkan
aterosklerosis pada arteri Coronaria merupakan penyebab kematian yang
tersering.

Gangren

pada

kaki

lebih

sering

timbul

hampir

100

kali

dibandingkan pada populasi penderita non-diabetes. Dijumpai peningkatan


adesi trombosit kepada lapisan endotel pembuluh arteri, yang mungkin
disebabkan oleh peningkatan sintesa tromboxan-A2 dan penurunan produksi
prostasiklin (prostacycline). Selain bahwa hipertensi, yang sering dijumpai
pada penderita diabetes, merupakan faktor risiko aterosklerosis. Semua jenis
ukuran arteri akan dikenai oleh proses aterosklerosis tersebut.

Lokasi

anatomik oklusi arteri pada diabetes menurut hasil penelitian prospektif dari
Strandness dan Conrad adalah biasanya menyangkut arteri bagian distal dari
arteri Poplitea dan arteri Tibialis. Selain itu

hasil penelitian mereka

menunjukkan bahwa walaupun sering dijumpai oklusi pada arteri Tibialis dan
arteri Peroneus , tetapi lebih jarang dijumpai oklusi arteri pada kaki terutama
arteri dorsalis pedis sebagai outflow

(atau disebut distal run-of , yaitu

pembuluh darah yang menerima aliran darah dari protesa pembuluh) untuk
operasi bedah pintas (by pass) .

Hasil-hasil tersebut diperkuat oleh hasil

penelitian arteriografi dari Menzoian pada tahun 1989. Pada penderita


diabetes, terutama yang bukan perokok sering dijumpai arteri Femoralis
superfisialis

atau arteri Poplitea yang tidak tersumbat, sehingga arteri

tersebut

dapat

digunakan

sebagai

inflow

mengalirkan darah ke distal (outflow) melalui

(arteri

proksimal)

yang

pembuluh darah pengganti

(graft, dapat berupa vena Saphena magna atau sejenisnya atau pembuluh
darah buatan) pada tindakan operasi rekonstruksi arteri. Pada percabangan
arteri Tibialis, termasuk pembuluh arteri arkus pedis dan metatarsal,
umumnya dijumpai peningkatan kalsifikasi disekitar lamina elastika interna,
tetapi keadaan ini seringkali tidak menimbulkan oklusi (LoGerfo,1995).
4.Mikrosirkulasi:
Hasil

penelitian

prospektif

dengan

menggunakan

mikroskop

elektron,

pengukuran tahanan pembuluh kapilar (vascular resistance), dan pengukuran


menggunakan alat pletismograf (plethysmograph, alat yang dapat mengukur
perubahan volume suatu organ), ternyata tidak dijumpai adanya proses
oklusi pada arteriola atau kapilar. Pengertian adanya oklusi ditingkat
mikrosirkulasi pada penderita diabetes akan berdampak menurunkan usaha
untuk melakukan tindakan rekonstruksi arteri. Mikroangiopati pada penderita
diabetes mellitus adalah adanya penebalan yang difus pada membrana
basalis pembuluh kapilar yang

antara lain ditemukan pada kapilar kulit,

kapilar otot skelet, kapilar retina dan kapilar glomeruli dan medula ginjal.
Tetapi penebalan tersebut tidak menimbulkan penyempitan (stenosis) lumen.
Walaupun terjadi penebalan membrana basalis, kapilar penderita diabetes
lebih mudah mengalami kebocoran albumin plasma, meski tidak
kebocoran

protein

plasma

tersebut

mengakibatkan

gangguan

terbukti
nutrisi.

Penebalan membrana basalis tersebut tampak dibawah mikroskop dengan


ditandai oleh penebalan lapisan hialin. Gangguan pengangkutan oksigen
barulah terjadi bila terdapat pertumbuhan hipertrofi lapisan sel endotel yang
akan menimbulkan penyempitan lumen arteri sehingga menghambat aliran
darah ke distal(Crawford dan Cotran 1999).
5.Neropat i:
Komplikasi tersering adalah polineropati pada sistim persarafan otonom dan
somatis. Adanya gangguan persarafan otonom akan menimbulkan aliran
darah melalui hubungan langsung antara arteriola dan venula (arteriovenous shunt atau hubungan pendek dari arteriola ke venula menyebabkan

aliran darah tidak memasuki kapilar), mengakibatkan gangguan perfusi


jaringan menjadi tidak efisien.
Neropati dapat terjadi bersama-sama dengan iskhemi. Tindakan operasi
rekonstruksi arteri yang tersumbat harus dilakukan

untuk memperbaiki

perfusi jaringan bagian distal yang mengalami iskhemi, walaupun mungkin


tidak dapat memperbaiki neropati yang sudah terjadi (kerusakan sel saraf
tepi yang permanen), tetapi dapat membantu memberikan kesembuhan pada
jaringan

yang

iskhemik.

Penyebab

kerusakan

persarafan

tepi

diduga

disebabkan oleh penyumbatan (oklusi) vasa vasorum yang mengurus serabut


saraf, sehingga dapat mengganggu saraf sensorik (sensorik lebih dahulu
menderita gangguan) maupun motorik. Pada serabut saraf tepi yang
terganggu akan terjadi keadaan bahwa semakin kearah distal tungkai
semakin berat kerusakannya, yaitu berupa proses demielinisasi segmental
yang terjadi akibat terganggunya metabolisme sel Schwann. Keadaan
tersebut

menimbulkan

melambatnya

kecepatan

konduksi

pada

saraf.

Gangguan neropati yang terjadi biasanya berkembang lambat dengan diawali


gejala kejang otot pada malam hari dan parestesia, kemudian berlanjut
dengan gangguan sensasi getar, gangguan persepsi perabaan halus dan
nyeri, dan akhirnya kehilangan refleks tendon. Keadaan tersebut akan
menimbulkan

kelemahan

mekanisme

pertahanan

tubuh,

yaitu

menghilangnya reaksi terhadap rangsang nyeri, trauma tekanan dan trauma


minor lainnya. Sehingga karena tubuh tidak mengenal rangsang dari trauma
tersebut akan memudahkan timbulnya ulkus dan infeksi tanpa disadari
penderita. Neropati motorik akan menimbulkan gangguan fungsi otot-otot
intrinsik kaki, selanjutnya akan melemahkan reaksi terhadap rangsang
tekanan pada telapak kaki, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan
fungsi fleksi metatarsal (claw position, yaitu akibat dari persendian tulangtulang kecil pada kaki yang menjadi kaku dan otot-otot kaki yang mengecil
dan berkerut, sehingga telapak kaki menjadi melengkung) dan fungsi fleksi
dan ekstensi jari kaki menjadi kaku, sehingga memudahkan timbul ulkus. Pada
tingkat lebih lanjut, akan terjadi kegagalan fungsi sendi antara tulang metatarsalia dan tarsalia,
akhirnya menimbulkan kerusakan tulang pergelangan kaki (ankle) yang terjadi tanpa luka.
Kondisi kaki tersebut dinamai sebagai kaki Charcot (Charcot osteoarthropathy).

6.Penemuan klinis:
6.1.Infeksi jaringan lunak.
Bakteri yang berkembang pada infeksi kaki diabetes sering bersifat
polimikrobial. Seperti yang telah dijelaskan dimuka bahwa trauma yang
terjadi tidak menimbulkan rasa nyeri, karena kehilangan refleks nyeri, reaksi
inflamasi (nyeri, eritema, indurasi, pembengkakan) menjadi tumpul, akibat
proses neropati. Akibat infeksi yang terlambat ditangani akan menimbulkan
kerusakan jaringan yang berat, sehingga sering harus dilakukan amputasi
jari kaki. Kultur bakteri yang berasal dari cairan nanah pada luka infeksi harus
dilakukan disertai pemeriksaan kepekaan bakteri terhadap antibiotika.
Sebelum dilakukan kultur, antibiotika yang berspektrum luas harus diberikan
sejak awal, dan selanjutnya berdasarkan hasil kultur dan tes resistensi.
6.2.Osteomielitis.
Penderita diabetes mellitus terancam infeksi tulang oleh bakteri yang masuk
melalui luka

pada kulit atau ulkus. Infeksi pada tulang dapat diawali oleh

infeksi pada permukaan kartilago sendi yang avaskular atau pada tulangtulang sesamoid. Diagnosis osteomielitis dilakukan dengan foto sinar X.
6.3. Iskhemi.
Nekrosis kulit terjadi akibat penurunan perfusi jaringan yang bersifat lokal
maupun sistemis akibat trauma tekanan (claw foot) sebagai konsekwensi dari
gangguan sensibilitas dan berkurangnya reaksi aktivitas bakterisidal lekosit
terhadap inflamasi akibat peninggian kadar gula darah, mikrosirkulasi yang
terganggu pada daerah tekanan. Keadaan tersebut memperburuk daya
pertahanan

tubuh

penderita

kaki

diabetes.

Pada

daerah

yang

tidak

mengalami neropati tekanan oksigen (transcutaneous PO2 diperiksa dengan


cara menempelkan transducer khusus pada permukaan kulit ) pada kapilar
kulit lebih tinggi pada penderita diabetes mellitus dibandingkan dengan
penderita non-diabetes.
Ulkus yang letaknya superfisial pada penderita kaki diabetes akan sembuh
bila tekanan O2 kapilar paling sedikit sama dengan orang non-diabetes.
Sebaliknya pada ulkus yang dalam dan mencapai tulang disertai infeksi,
biasanya keadaan mekanisme pertahanan tubuhnya rendah, membutuhkan

perbaikkan

perfusi

jaringan

melalui

operasi

rekonstruksi

arteri

untuk

penyembuhannya.
7. Klasifikasi diagnosis tingkat kedalaman luka pada kaki diabetes:
Tabel 1.Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetes.
Derajat

Luka

Abses

Selulitis

osteomielit

gangren

is
-

Permukaan

+ atau

+ atau

+ atau

+ atau

+ atau

Jari kaki.

+ atau -

+ atau -

+ atau -

Seluruh

Dalam:
mencapai
tendo atau
tulang.
3
4
5

Dalam
Dalam
Gangren

kaki.

Tabel 2 . Pembagian gejala iskemi menurut Fountaine.


Fountaine I
Fountaine II
Fountaine III
Fountaine IV

: gejala tidak khas:terasa dingin terutama pagi hari (sindroma Raynaud), pegal, linu.
: claudicatio intermittent (nyeri atau kram pada otot betis setelah berjalan beberapa meter).
: rest pain (nyeri yang terasa terus-menerus walaupun pada saat istirahat).
: terdapat ulkus atau gangren pada ujung jari kaki atau pada bagian kaki lainnya.

8.Terapi:
Perfusi jaringan perlu diperbaiki melalui tindakan operasi rekonstruksi arteri.
Seringkali dilakukan operasi bedah pintas dengan menggunakan vena
Saphena magna (berasal dari tungkai sisi lainnya yang tidak menderita
infeksi) yang menghubungkan antara arteri Femoralis superfisialis (sebagai
inflow) ke segmen arteri Poplitea (berlaku sebagai outflow atau distal run-of),
atau dapat pula ke arteri Tibialis atau ke arteri Dorsum pedis sesuai dengan

data hasil pemeriksaan arteriografi.


memperbaiki

nyeri

menetap

pada

Perbaikan perfusi jaringan dapat


waktu

istirahat

(rest

pain),

menyembuhkan ulkus superfisialis yang belum kerusakan pada tulang, sendi


atau tendon. Penelitian menunjukkan bahwa hasil bedah pintas ke arteri
dorsalis pedis (femoro-dorsalis pedis by pass) memiliki angka keberhasilan
(patency and limb salvage rate) yang sama dengan bila disambungkan ke
arteri Poplitea atau ke arteri Tibialis (femoro-poplitea atau femoro-tibialis by
pass).

Angka keberhasilan operasi rekonstruksi arteri dan angka mortalitas

pada penderita diabetes adalah sama atau dapat lebih baik dibandingkan
pada penderita non-diabetes.
9. Daftar pustaka:
Nurul EC.Gambaran kasus kaki diabetik dan pengelolaannya pada pasien rawat inap di rumah
sakit dr.Hasan Sadikin Bandung periode 1 januari 2000 31 desember 2001.Skripsi,
FK.Universitas Padjadjaran, Bandung.
Crawford JM and Cotran RS.The Pancreas.In: Robbins Pathologic Basis of Disease.6 th Ed.WB
Saunders Co.Philadelphia.1999:922-3.
Jennings PE and Belch JJF.Free radical scavenging activity of sulfonylureas:a clinical assessment
of the effect of gliclazide.Metabolism,vol.49,no.2,Suppl 1 (February),2000:pp 23-26.
LoGerfo,FW.The diabetic foot.In:Dean RH, Yao YST,Brewster DC.(Editors).Current Diagnosis &
Treatment in Vascular Surgery.1 st Ed.Appleton & Lange, Connecticut.1995: 297-302.
Bouskela E, Bottino DA, Tavares JC. Microvascular permeability in diabetes. In: ScmidSchonbein GW, Granger DN. Molecular basis for microcirculatory disorders. Paris: SpringerVerlag France.2003:545-554.

____________________

You might also like