You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Poliomielitis disebut juga acute anterior poliomyelitis, infantile paralysis,
penyakit heine dan medin. Poliomyelitis merupakan suatu penyakit menular akut,
pertama kali ditemukan oleh heine pada tahun 1840 dengan mengumpulkan
beberapa kasus poliomyelitis di jerman dan stockholm pada tahun 1980
mengemukakan gambaran epidemi poliomyelitis. Atas jasa-jasa penemuan kedua
sarjana ini maka penyakit tersebut disebut juga penyakit heine dan medin.(1)
Pada awal Maret tahun 2005, Indonesia muncul kasus polio pertama
selama satu dasa warsa. Artinya, reputasi sebagai negeri bebas polio yang
disandang selama 10 tahun pun hilang ketika seorang anak berusia 20 bulan di
Jawa Barat terjangkit penyakit ini. (Lebih lanjut baca "Polio: cerita dari Jawa
Barat) Menurut analisa, virus tersebut dibawa dari sebelah utara Nigeria. Sejak
itu polio menyebar ke beberapa daerah di Indonesia dan menyerang anak-anak
yang tidak diimunisasi. Polio bisa mengakibatkan kelumpuhan dan kematian.
Virusnya cenderung menyebar dan menular dengan cepat apalagi di tempattempat yang kebersihannya buruk.(2,3)
Virus ini menular melalui air dan kotoran manusia. Sifatnya sangat
menular dan selalu menyerang anak balita. Dua puluh tahun silam, polio
melumpuhkan 1.000 anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia. Tapi pada 1988
muncul Gerakan Pemberantasan Polio Global. Lalu pada 2004, hanya 1.266 kasus
polio yang dilaporkan muncul di seluruh dunia. Umumnya kasus tersebut hanya
terjadi di enam Negara. Kurang dari setahun ini, anggapan dunia bebas polio
sudah berakhir.(2,3)
Indonesia sekarang mewakili satu per lima dari seluruh penderita polio
secara global tahun ini. Kalau tidak dihentikan segera, virus ini akan segera
tersebar ke seluruh pelosok negeri dan bahkan ke Negara-negara tetangga
terutama daerah yang angka cakupan imunisasinya masih rendah.(3)

Indonesia merupakan Negara ke-16 yang dijangkiti kembali virus tersebut.


Banyak pihak khawatir tingginya kasus polio di Indonesia akan menjadikan
Indonesia menjadi pengekspor virus ke Negara-negara lain, khususnya di Asia
Timur. Wabah polio yang baru saja terjadi di Indonesia dapat dipandang sebagai
sebuah krisis kesehatan dengan implikasi global.(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Poliomielitis
Poliomielitis ialah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus
dengan predileksi pada sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang dan
inti motorik batang otak dan akibat kerusakan bagian susunan saraf pusat
tersebut akan terjadi kelumpuhan dan atrofi otot.(1,2)

Poliomielitis atau polio adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang


disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV) dari genus enterovirus dan famili picornaviridae.
masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat
memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).(1,2)
2.2 Epidemiologi dan Insidensi
Goar ( 1955 ) dalam uraiannya tentang poliomyelitis di negara yang baru
berkembang dengan sanitasi yang buruk berkesimpulan bahwa di daerah-daerah
tersebut pada epidemi poliomielitis ditemui 90 % pada anak-anak dibawah umur 5

tahun. Ini disebabkan penduduk telah mendapat infeksi atau imunitas pada masa
anak, poliomielitis jarang ditemukan pada orang dewasa.(1,2)
Di indonesia, pemerintah mencanangkan tujuan akhir program imunisasi
menjelang tahun 2000 adalah eradikasi polio, eliminasi tetanus neonatorum, dan
reduksi campak. Dengan tidak ditemukannya virus polio liar dalam tinja penderita
acute flaccid paralysis atau lumpuh layu akut melalui survailans AFP pada tahuntahun berikutnya diperkirakan tahun 2003, Badan Kesehatan Dunia bisa
menyatakan indonesia sudahtermasuk negara yang bebas polio ( sertifikat bebas
polio ). Namun bangsa indonesia dikejutkan dengan kejadian luar biasa di
sukabumi ( 2005 ) dengan ditemukannya virus virus polio liar sebagai penyebab
lumpuh layu akut.(3)
2.3 Etiologi
Penyebab polio adalah virus polio. Virus polio merupakan RNA virus
dan termasuk famili Picornavirus dari genus Enterovirus. Virus polio tahan terhadap
Ph asam tetapi mati terhadap bahan panas, formalin, klorin dan sinar
ultraviolet. Selain itu, penyakit ini mudah berjangkit di lingkungan dengan
sanitasi yang buruk, melalui peralatan makan, bahkan melalui ludah. (1,2,3)
Secara serologi virus polio ada 3 tipe:
Tipe I Brunhilde
Tipe II Lansing dan
Tipe III Leoninya
Ketiga jenis polio tersebut berbeda satu ama lainnya dan yang paling
virulen tipe I. Virus polio tehan terhadap pengaruh fisik dan bahan kimia ( alkohol
dan lisol ) namun peka terhadap formaldehide. Ketahanan virus di tanah dan air
tergantung pada kelembaban dan suhu. Virus ini dapat bertahan lama pada air
limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilometer dari sumber
penularan, sedangkan dalam tinja tahan sampai berbulan-bulan.(3)

Faktor yang mempengaruhi keganasan virus polio antara lain (3) :


Jenis virus
Usia
Genetik
Aktifitas fisik
Trauma
Tonsilektomi
2.4

Patogenesis
Poliomyelitis merupakan penyakit yang sangat menular, virus masuk

kedalam tubuh melalui saluran nasofaring setelah ditularkan melalui fekal-oral.


Timbulnya penyakit polio dapat dicetuskan dengan adanya tindakan operasi pada
daerah tenggorokan dan mulut seperti misalnya tonsilektomi dan ekstraksi gigi
atau tindakan penyuntikan suatu vaksinasi DPT, kehamilan, kerja fisik yang
berat/kelelahan.(1,2)
Setelah

masuk

kedalam

tubuh,

virus

akan

berkembang

biak

( Multiplikasi ) di jaringa limfoid tonsil atau pada plak peyeri dinding usus dan
melaui darah akan tersebar keseluruh tubuh ( viremia ).(1,2)
Viremia ini tidak akan menimbulkan ( asimtompatik ) atau hanya sakit
ringan saja. Diduga pada kasus-kasus yang menimbulkan paralisis, virus dapat
mencapai sistim saraf secara langsung melalui darah atau secara retrogard melalui
saraf tepi atau saraf simpatetik atau ganglion sensorik pada tempat ia
bermultiplikasi atau jaringan ekstra neoral yang lain.(1,2)

2.5

Klasifikasi dan Manifestasi Klinis


Masa inkubasi yang tidak diketahui dengan pasti diperkirakan 7-14 hari.

Gejala klinik bermacam-macam dan digolongkan sebagai berikut :(1,2,3)


1.

Jenis asimptomatis
Bila tidak ada gejala apa-apa, diduga jenis ini banyak terdapat waktu
epidemi.

2.

Jenis abortive
Bila hanya di dapat gejala-gejala prodormal, sering kali gejala intestinal
seperti Anoreksia, mual, konstipasi, nyeri abdomen, disertai nyeri
tenggorokan, demam ringan dan sakit kepala.

3. Jenis non paralitk


Bila

terdapat

tanda-tanda

rangsangan

meningeal

tanpa

adanya

kelumpuhan. Suhu naik sampai 38-39oC disertai sakit kepala dan nyeri
otot-otot. Kesadaran tetap baik, tetapi mungkin penderita mengantuk dan
gelisah. Pada pemeriksaan didapati: kekakuan pada kuduk dan punggung
disertai tanda kernig, Brudzensky dan laseque yang positif, refleks tendon
biasanya tidak berubah. Bila penderita di tegakkan kepala akan terjatuh
kebelakang (head drops). Bila anak berusaha duduk dari sikap tidur
maka kedua lututnya ditekuk dengan menunjang kebelakang dan terlihat
kekakuan otot spinal (tripod sign).
4. Jenis paralitik
Gejala seperti diatas, kemudian disertai kelumpuhan yang biasanya timbul
3 hari setelah stadium preparalitik. Mula-mula otot yang terkena terasa
nyeri dan spastik, kemudian paralitik.
Sesuai tinggi lesi pada susunan syaraf pusat yang terkena, dapat
digolongkan sebagai berikut:(1,2)
1. Bentuk spinal

Bila mengenai sel motorik kornu anterior medula spinalis terjadi


kelumpuhan otot leher, tubuh, diafragma, thorak, dan ekstremitas bawah.
Yang paling sering adalah otot besar pada tungkai bawah terutama m.
Quadrisep femoris. Umumnya penyebaran otot yang lumpuh tidak simetris
dan tidak didapati gangguan sensorik, reflek tendon menurun atau
menghilang.
2. Bentuk bulber
Bila mengenai inti motorik dibatang otak, timbul gangguan 1 atau lebih
syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yaitu sistem pernafasan
dan sirkulasi.
3. Bentuk bulbospinal
yaitu campuran bentuk bulber dan spinal.
4. Bentuk encephalitik atau polio encephalitik.
Bila mengenai cerebrum, ditandai penurunan kesadaran sampai dengan
delirium, tremor, dan kadang-kadang kejang.
5. Bentuk cereberal
Ditandai adanya ataksia dengan atau tanpa kelumpuhan. Kelumpuhan otot
akan berkurang sampai beberapa bulan dalam masa konvalensi setelah 6
bulan sampai beberapa tahun. Otot-otot yang lumpuh tidak dapat sembuh
lagi. Ketidakseimbangan otot-otot antagonis menyebabkan deformitas.

2.6 Pemeriksaan Laboratorium


1. Pemeriksaan darah
Biasanya dalam batas normal. Laju endap darah meningkatkan sedikit,
lekopenia/lekositosis ringan terjadi pada stadium dini.
2. Cairan serebrospinalis
Biasanya serebrospinalis normal, cairan liquor jernih; pleositosis antara
15-500 sel/mm3, dengan sel limposit yang predominan tetapi pada
stadium awal sel PMN lebih dominan. Kadar protein normal pada
minggu ke-1, meningkat pada minggu ke-2 dan ke-3. Kadar glukosa dan
klorida dalam batas normal.

3. Pemeriksaan serologik
Diagnosis poliomielitis ditegakkan berdasarkan peninggian titir antibodi
4x atau lebih antara fase akut dan konvalesens, yaitu dengan cara
pemeriksaan uji netralisasi dan uji fiksasi koplemen.
4. Isolasi virus polio
Dapat diperoleh dari asupan tenggorak satu minggu sebelum dan
sesudah paralisis
Dari tinja pada minggu 2-6 minggu bahkan sampai 12 minggu setelah
gejala klinis
5. Pemeriksaan imunoglobulin
mempunyai nilai diagnostik, bila terjadi kenaikan titer antibodi 4x dari
imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM) yang positip.

2.7 Differensial Diagnosa


1. Meningitis TBC (karena gejalanya mirip dengan gejala poliomielitis
nonparalitik).
2. Sindroma Guillain-Barre (SGB kadar protein lebih dulu meningkat)
3. Mielitis tranversa
4. Encephalitis
2.8 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang spesifik pada poliomielitis. Antibiotika tidak
memberikan efek. Penatalaksanaan adalah diberikan obat simtomatis dan suportif.
Infeksi tanpa gejala hanya diperlukan istirahat.
Fase pre-paralitik
Selama epidemi polio semua penderita dengan gejala sistemik yang tak
spesifik harus diperhatikan kemungkinan terjadinya paralisis. Tirah baring
merupakan pengobatan yang penting untuk menjaga terjadinya footdrop. Bila
anak tanpa gelisah dapat diberikan sedatif ringan seperti diazepam, pada otot yang
sakit diberikan kompes buli-buli panas, dan dapat diberikan antipiretik bila dema.
Fase paralitik

Selama fase akut dapat diberikan analgetik non narkotik. Rasa nyeri pada
otot dikurangi dengan mengurangi manipulasi. Dianjurkan fisioterapi dimulai
pada masa konvalesens untuk mencegah kontraktur. Setelah fase akut terlewati,
mulai dilakukan fisioterapi aktif. Konsultasi ortopedi segera dilakukan, tetapi
operasi biasanya dilakukan 1-2 tahun setelah awitan.

Braces mungkin dapat

dipakai untuk mengkompensasi kelemahan otot.


Poliomielitis Abortif
Cukup diberikan analgetika dan sedatifa, untuk mengurangi mialgia atau
nyeri kepala, diet yang adekuat dan istirahat sampai suhu normal untuk beberapa
hari, sebaiknya aktivitas yang berlebihan dicegah selama 2 bulan, dan 2 bulan
kemudian diperiksa sistem neuroskeletal secara teliti untuk mengetahui adanya
kelainan.
Poliomielitis nonparalitik
Sama seperti tipe abortif, Pemberian analgetik sangat efektif. Selain diberi
analgetika dan sedatif sangat efektif. Bila diberikan bersamaan dengan kompres
hangat selama 15 30 menit, setiap 2 4 jam, dan kadang kadang mandi air
panas juga membantu.
Sebaiknya diberikan foot board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu
agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai.
Fisioterapi diberikan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan
untuk pencegahan atrofi otot yang timbul sebagai akibat denervasi sel kornu
anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.
Poliomielitis Paralitik
Membutuhkan perawatan di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat
terjadi paralisis pernafasan dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanik.
Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasip dengan menggerakan
kaki/tangan. Jika terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulasi
parasimpatik seperti bethanechol (urecholine) 5-10 mg oral.

2.9 Pencegahan
IMUNITAS
Imunisasi

polio

memberikan

kekebalan

aktif

terhadap

penyakit

poliomielitis. Terdapat 2 macam vaksin polio: (1,2)


1. IPV (Inaktivated Polio Vaccine, vaksin salk) mengandung virus polio yang
sudah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
2. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin) mengandung vaksin hidup yang
telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk
trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, dan bentuk
monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.

2.10 Prognosis
Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau
paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang otak dan korda
spinalis, kemungkinan akan terjadi pemulihan total. Jika menyerang otak atau
korda spinalis, merupakan suatu keadaan gawat darurat yang mungkin akan
menyebabkan kelumpuhan atau kematian (biasanya akbiat gangguan pernafasan).
Pada bentuk paralitik bergantung pada bagian mana yang terkena. Bentuk
spinal dengan paralisis pernafasan dapat ditolong dengan bantuan pernafasan
mekanik. Tipe bulber prognosisnya buruk, kematian biasanya karena kegagalan
fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan nafas. Otot-otot yang
lumpuh dan tidak pulih kembali menunjukkan paralisis tipe flasid dengan atonia
(tidak ada kontraksi otot), arefleksi (tidak adanya refleks), dan degenerasi
(kemunduran fungsi sel).(1,2)

10

BAB III
KESIMPULAN

Poliomielitis atau polio

adalah

penyakit paralisis atau

lumpuh

yang

disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV) dari genus enterovirus dan famili picornaviridae.
masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki
aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot
dan kadang kelumpuhan (paralisis).
Infeksi virus polio pada manusi sangat bervariasi, dari gejala yang sangat
ringan sampai terjadinya paralisis. Infeksi virus polio dapat diklasifikasikan
menjadi:
-

Infeksi tidak jelas (asimtomatis)


Poliomielitis abortif
11

Poliomielitis nonparalitik
Poliomielitis paralitik

Masa inkubasi penyakit polio 7-14 hari. Virus ditularkan oleh infeksi
droplet dan oro-faring (mulut dan tenggorokan) atau dari tinja penderita yang
terinfeksius.
Tidak ada pengobatan yang spesifik pada poliomielitis. Antibiotika tidak
memberikan efek. Penatalaksanaan adalah diberikan obat simtomatis dan suportif.
Infeksi tanpa gejala hanya diperlukan istirahat.
Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau
paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang otak dan korda
spinalis, kemungkinan akan terjadi pemulihan total. Jika menyerang otak atau
korda spinalis, merupakan suatu keadaan gawat darurat yang mungkin akan
menyebabkan kelumpuhan atau kematian (biasanya akbiat gangguan pernafasan).

12

DAFTAR PUSTAKA

1.

Staf pengajar ilmu kesehatan anak, Buku kuliah anak bagian I, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1983.

2.

Nelson WE, Measles, Ilmu Kesehatan Anak bagian II, edisi 12, penerbit
buku kedokteran EGC, Jakarta.

3.

Poliomielitis,

Aspek

Klinis

Dan

Eradikasi,

Last

update

http://www.bali_post.com Immunisasi : http://www.medicastore.com

13

14

You might also like