Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Meutia Handiny (1407101030331)
Pembimbing:
dr. Suhardi, Sp.BTKV
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada sahabat
dan keluarga beliau.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Suhardi, Sp.BTKV yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan
Refarat yang berjudul Acute Repiratory Disstress Syndrome dan para dokter di
bagian/ SMF Ilmu Bedah yang telah memberikan arahan serta bimbingan hingga
terselesaikannya laporan kasus ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus.
Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa
penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap
laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
ARDS adalah suatu keadaan gagal nafas yang ditandai dengan hipoksemia
berat, komplains paru yang buruk dan infitrat difus pada pemeriksaan radiology;
dimana odem paru karena dekompensasio kordis dapat disingkirkan (walaupun pada
kenyataannya sangat sulit menyingkirkan keadaan ini). ARDS dikenal sebagai
manifestasi atau bagian dari suatu inflamasi sistemik seperti SIRS. Karena definisi
ARDS sesungguhnya tidak spesifik. Adanya infiltrate yang bilateral pada paru dapat
pula disebabkan oleh berbagai hal seperti pneumonia, kontusio paru, trauma dada,
aspirasi , kelainan autoimun, inhalasi, perdarahan intrapulmonum, dan kondisi non
pulmonum. Penyebab yang bermacam-macam ini sama seperti terapinya yang juga
beraneka ragam. Kelainan paru yang ada dapat merupakan gambaran klinik yang
paling menonjol, tetapi dapat juga secara klinis lebih jelas disfungsi organ diluar paru.
Saat ini disepakati bahwa ARDS merupakan keadaan akhir yang paling parah dari
spektrum Acut Lung Injury sebagai suatu dampak dari pertukaran gas yang buruk.
Dalam hal ini perlu dicari penyakit yang mendasarinya baik langsung maupun tak
langsung. Secara garis besar pengobatan ditujukan pada 2 hal yaitu targeted treatment
(bila
memungkinkan)
dan
kedua
adalah
nontargeted
treatment
(biasanya
(NF-kB) dan cyclic adenosine monophosphate merupakan respon dari salah satu
elemen protein pengikat (binding protein) akibat interaksinya dengan TLR. . Aktifasi
dari NF-kB ini merupakan area yang sedang diteliti dan banyak molekul yang sedang
dikembangkan untuk mengurangi translokasi NF-kB kedalam inti sel sehingga dapat
mencegah pelepasan mediator sitokin. . Metode ini diharapkan juga dapat membantu
penderita sakit kronis, seperti rheumatoid arthritis. Beberapa tahun terakhir ini ada
ahli yang membagi ARDS menjadi bentuk pulmonum dan extra pulmonum ( yang
dapat dilihat adanya kejadian diluar paru ). Walaupun kedua bentuk ini berbeda secara
morfologi dan radiologi, serta berbeda dalam hal pengaturan ventilator, tetapi tetap
saja tidak jelas apakah pembagian ini akan dapat memperbaiki hasil akhir dari suatu
ARDS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi:
ARDS merupakan sindrom yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan
alveolar difus, dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru.
Dasar definisi dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun
1994 tdd:
1. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut
2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding dengan fraksi oksigen yang
diinspirasi (PaO2/FIO2) <200 mmHg-hipoksemia berat.
3. Radiografi torak: infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru
4. Tekanan baji kapiler pulmoner <18 mmHg, tanpa tanda klinis adanya hipertensi
atrial kiri atau tanpa adanya gagal jantung kiri.2,18
ARDS adalah sindrom dengan beberapa faktor risiko yang memicu timbulnya
akut insufisiensi pernapasan. Mekanisme patogenik bervariasi tergantung pada faktor
pemicu, tapi seperti yang ditunjukkan pada temuan otopsi, ada sejumlah fitur umum
paru patologis, seperti peningkatan permeabilitas yang tercermin edema alveolar
karena kerusakan sel epitel dan endotel, dan infiltrasi neutrofil pada fase awal ARDS.
Kriteria ARDS menurut konferensi Berlin 2011 ada beberapa modifikasi
(oksigenasi, waktu onset akut, X-ray thoraks, dan kriteria tekanan baji) ARDS di
klasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan rasio PaO2/FiO2. Yang
penting nilai rasio PaO2/FiO2 dianggap hanya dengan CPAP atau nilai PEEP minimal
5 cm H2O.
Definisi ARDS menurut konferensi Berlin 2011:
1. Waktu
Dalam waktu 1 minggu terdiagnosis klinis atau gejala pernafasan baru atau
memburuk
2. Gambaran thoraks
Radio opak bilateral, tak sepenuhnya seperti efusi, lobus/paru kolaps, atau nodul
3. Asal edema
Gagal nafas yang tidak berhubungan dengan gagal jantung atau cairan yang
berlebihan. Dibutuhkan penilaian yang obyektif (misalnya echocardiography) untuk
menyingkirkan edema hidrostatik jika tidak ada faktor resiko.
4. Oksigenasi
Ringan : 200 mmHg < PaO2/FIO2 300 mmHg with PEEP or CPAP 5 cmH2O
Sedang : 100 mmHg < PaO2/FIO2 200 mmHg with PEEP 5 cmH2O
Berat
2.2 Etiologi:
Sebagian dari etiologi ARDS tidak diketahui dengan jelas . Walaupun saat ini
beberapa teori telah dikemukakan oleh para ahli tetapi mekanisme yang sesungguhnya
masih belum jelas. Secara umum ada 2 mekanisme yang mendasari kejadian ARDS
yaitu stimuli langsung seperti inhalasi zat beracun, aspirasi dari cairan lambung, dan
trauma toraks. tenggelam, dan infeksi paru difus seperti Pneumonitis Carinii.
Mekanisme yang kedua ini lebih sering dijumpai, tetapi mekanismenya justru lebih
sedikit diketahui seperti pada adanya kerusakan yang sistemik seperti pada sepsis,
trauma, luka bakar, transfusi beragam, pemakaian cardiopulmonary bypass yang
berkepanjangan, pankreatitis dan peritonitis. Semua keadaan ini akan menyebabkan
pelepasan berbagai mediator seperti TNF , NO, dan PMN yang akan merusak
parenkim paru.
Baru-baru ini suatu penelitian menggaris bawahi bahwa penderita yang sering
kontak dengan tembakau dan alcohol mendapat kemudahan menderita ARDS.
Penyakit dasar kelainan paru seperti emfisema, asma, bronchitis kronis dapat
bertingak baik sebagai penyebab maupun sebagai prediktor negatif terhadap
morbiditas dan mortalitas ARDS.
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang
dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai penyakit
tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi,
mikroorganisme dan produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap
parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis
tulang
panjang
merupakan
faktor
predidposisi
untuk
Q = K (Pc-Pt) D (c-t)
Q : kecepatan filtrasi melewati membran kapiler
Pt : tekanan hidrostatik interstitial
K : koefisien filtrasi
c : tekanan onkotik kapiler
D : koefisien refleksi
t : tekanan onkotik interstitial
Pc : tekanan hidrostatik kapiler
akan
menyebabkan
shunting
intrapulmoner,
Walaupun tidak ada terapi yang spesifik untuk menghentikan proses inflamasi,
penanganan ARDS difokuskan pada 3 hal penting yaitu:
a) mencegah lesi paru secara iatrogenik
b) mengurangi cairan didalam paru
c) mempertahankan oksigenasi jaringan
Terapi Umum
Sedapat mungkin hilangkan penyebab dengan cara misalnya drainase pus,
antibiotika, fiksasi bila ada fraktur tulang panjang
Sedasi dengan kombinasi opiat benzodiasepin, oleh karena penderita akan
memerlukan bantuan ventilasi mekanik dalam jangka lama. Berikan dosis minimal
yang masih memberikan efek sedasi yang adekuat.
Memperbaiki hemodinamik untuk meningkatkan oksigenasi dengan memberikan
cairan, obat2 vasodilator/konstriktor, inotropik, atau diuretikum. Keadaan ini dapat
dicapai dengan cara meningkatkan curah jantung bila saturasi darah vena rendah, atau
dengan dengan menurunkan curah jantung pada keadaan high out put state, sehingga
pulmonary transit time akan memanjang. Strategi harus dilaksanakan dengan hati2
sehingga tidak mengganggu sirkulasi secara keseluruhan.
Terapi Ventilasi
Respirasi
Ventilasi mekanik dengan intubasi endotrakheal merupakan terapi yang mendasar
pada penderita ARDS bila ditemukan laju nafas > 30x/min atau terjadi peningkatan
kebutuhan FiO2 > 60% (dengan menggunakan masker wajah) untuk mempertahankan
PO2 sekitar 70 mmHg atau lebih dalam beberapa jam.
Lebih spesifik lagi dapat diberikan ventilasi dengan rasio I:E terbalik disertai
dengan PEEP untuk membantu mengembalikan cairan yang membanjiri alveolus dan
memperbaiki atelektasis sehingga memperbaiki ventilasi dan perfusi (V/Q) .
Secara luas dianut batasan pemakaian volume tidal yang rendah yaitu 6-7
ml/kgBB.
Sedangkan untuk penggunaan PEEPdan FiO2 tidak ada ketentuan mengenai batas
maksimal. Secara umum dapat diterima bahwa PEEP yang lebih tinggi boleh dipakai
supaya tercapai SaO2 yang diinginkan yaitu (> 90-95%) dengan FiO2 < 0.60. Akan
tetapi penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa PEEP yang tinggi tidak
memberikan hasil akhir yang menguntungkan.
Untuk memperkecil risiko barotrauma dapat dipakai mode Pressure Controlle
Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah) dipakai sebagai parameter keberhasilan
dan panduan terapi. Walaupun demikian hasillnya tidak harus mencapai nilai normal.
Contohnya adalah kadar CO2 diperboleh kan sedilit melebihi 50 cmH20 atau disebut
sebagai permissive hypercapnia; dan ternyata masih dapat memberikan hasil akhir
yang lebih baik. Demikian juga saturasi O2 cukup bila mencapai 92%.
Restriksi cairan/diuresis yang cukup akan mengurangi peningkatan tekanan
hidrostatik didalam kapiler paru maupun cairan paru (lung water). Akan tetapi harus
diingat bahwa dehidrasi yang berlebihan akan menurunkan perfusi jaringan dan
mencetuskan gagal ginjal.
Prone position akan memperbaiki V/Q karena akan mengalihkan cairan darah
sehingga tidak terjadi atelektasis. Walaupun demikian tehnik ini tidak mempengaruhi
angka mortalitas. Walaupun demikian pada subgrup pasien yang diseleksi berdasarkan
dengan MODS dari organ lain maka angka kematian mencapai > 60%, Keadaan ini
belum banyak perbaikan dalam 20 tahun terakhir ini. Pada penderita yang sembuh,
walaupun asimtomatik tetapi kelainan test fungsi paru masih dapat ditemukan.
Dalam penelitian lain selama 1 tahun pada penderita yang sembuh dari ARDS
ternyata beberapa penderita bahkan masih mempunyai gejala sisa fisik dan psikis
secara bermakna akibat fibrosis dan dapat berkembang menjadi menjadi penyakit paru
obstruktif, sedangkan sebagian lainnya fungsi parunya kembali normal dalam 6-12
bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hess DR, Kacmarek RM. Adult respiratory distress syndrome. In: Navrozov M,
Hefta T, eds. Essentials of mechanical ventilation. New York: McGraw-Hill;
1996.p.83-7.
2. Jia X. The effects of mechanical ventilation on the development of acute respiratory
distress syndrome. Submitted to the Department of Electrical Engineering and
Computer Science in partial fulfillment of the requirements for the degree of Master
of Engineering in Computer Science and Engineering at the Massachusetts Institute of
Technology. Massachusetts on May 29th , 2007.
3. Piantadosi CA, Schwartz DA. The acute respiratory distress syndrome. Ann Intern
Med 2004; 141:460-70.
4. Parsons PE. Acute respiratory distress syndrome. In: Hanley ME, Welsh CH, eds.
Current diagnosis and treatment in pulmonary medicine. New York: Lange Medical
Books/McGraw-Hill; 2003.p.161-6.
5. Lee WL, Slutsky AS. Hypoxemic respiratory failure, including acute respiratory
distress syndrome. In: Mason RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA, eds. Textbook
of respiratory medicine. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.p.2352-78.
6. Oh TE. Adult respiratory distress syndrome. In: Oh TE, ed. Intensive Care Manual.
3rd ed. Brisbane: Butterworths Pty Ltd; 1990.p.174-7.
7. Grippi MA. Acute respiratory distress syndrome. In: Fishman AP, Elias JA,
Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM, eds. Manual of pulmonary diseases
and disorders. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p.1023-33.
8. Ware LB, Mathay MA. The acute respiratory distress syndrome. NEJM 2000; 342:
1334-46.
9. Muhardi, Mulyono I, Kristanto S. Aspek fisiologi ventilasi mekanis. Dalam:
Muhaimin M, ed. Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit. Jakarta: Sagung
Seto; 2001.p.29-36.
10. Oh TE. Mechanical ventilatory support. In: Oh TE, ed. Intensive Care Manual. 3rd
ed. Brisbane: Butterworths Pty Ltd; 1990.p.155-61.