You are on page 1of 16

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Penyakit campak menurut WHO adalah penyakit menular dengan gejala
kemerahan berbentuk mukolo papulaar selama tiga hari atau lebih yang disertai
panas 380C atau lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek, dan mata merah.
Morbili/Campak/Rubeola adalah penyakit akut yang sangat menular,
disebabkan oleh infeksi virus morbili yang pada umumnya menyerang anak.
Morbili memiliki gejala klinis yang khas yaitu terdiri dari tiga stadium yang
Masing-masing mempunyai ciri khusus:
1. Stadium masa tunas diperkirakan berlangsung selama10-12 hari
2. Stadium prodromal yang menunjukkan gejala pilek dan batuk yang meningkat
dengan ditemukan exanthem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan
mukosa konjungtiva meradang.
3. Stadium akhir dengan keluarnya ruam dimulai dari belakang telinga menyebar
ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.
2. Epidemiologi
Di indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga Morbili menduduki
tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan
tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun
(0,77%). Morbili merupakan penyakit endemis, terutama di negara sedang
berkembang.
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih
tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian
luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case
fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak
menderita campak adalah <12>.
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Usia puncak insidens penyakit ini adalah umur 5-10
tahun, di negara yang belum berkembang insidens tertinggi pada umur 2 tahun.
Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di
1

daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh
yang lemah. Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah
terserang penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000
kasus pertahun.
Di Indonesia penyakit morbili sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau
morbili dianggap sebagai suatu hal yang harus di alami setiap anak, sehingga
anak yang terkena campak tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa
penyakit morbili dapat sembuh sendiri bila ruam sudah keluar. Ada anggapan
bahwa ruam yang keluar banyak semakin baik. Bahkan ada usaha dari
masyarakat

untuk mempercepat keluarnya ruam. Ada kepercayaan bahwa

penyakit morbili akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam
akan muncul didalam rongga tubuh lain seperti didalam tenggorokan, paru,
perut, atau usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan sesak nafas atau diare yang
dapat menyebabkan kematian.
Secara biologik, morbili mempunyai sifat adanya ruam yang jelas, tidak
diperlukan hewan perantara, tidak ada penularan melalui serangga (vektor),
adanya musiman dengan periode bebas penyakit, tidak ada penularan virus
secara tetap, hanya memiliki satu serotipe virus dan adanya vaksin campak yang
efektif.
3. Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus
Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip
dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret
nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa
saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki
daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar
selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif
minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku,
minimal 4 minggu dalam temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan
tidak aktif pada pH rendah (Soegeng Soegijanto, 2002).

Bentuk Virus
Virus morbili termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan
tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm dan dibungkus oleh selubung luar
yang terdiri dari lemak dan protein Didalamnya terdapat nukleokapsid yang
bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA),
merupakan struktur helix nukleo protein dari myxovirus. Selubung luar sering
menunjukkan tonjolan pendek, suatu protein yang berada diselubung luar
muncul sebagai hemaglutinin.

Ketahanan Virus
Virus morbili adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi,
apabila berada

diluar

tubuh

manusia

keberadaanya

tidak kekal.

Pada

temperatur kamar ia kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3-5 hari, pada
370 C waktu paruh umurnya 2 jam, pada 56 0 C hanya satu jam. Dalam keadaan
yang lain ia bertahan dalam keadaan dingun. Pada media protein ia dapat
hidup

dengan suhu -700 C selama

5,5 tahun, sedangkan dalam lemari

pendingin dengan suhu 4-60c dapat hidup selama 5 bulan apabila dimasukkan
dalam media protein dan hanya dapat hidup 2 minggu bila tanpa media protein.
Tanpa media protein virus

campak dapat

dihancurkan oleh sinar

ultraviolet. Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka termasuk


mikroorganisme yang bersifat eter labile, pada suhu kamar dapat mati dalam
20% eter selama 10 menit dan 50% aseton dalam 30 menit. Virus morbili sensitif
pada 0,01% betapropiaceton dalam setiap konsentrasi, pada suhu 37 0 C, akan
kehilangan sifat infektisitasnya dalam 2 jam, walaupun demikian ia tetap
memiliki antigenitas penuh. Dalam 1/4000 formalin menjadi tidak efektif
selama 5 hari, tetapi tidak kehilangan antigenitasnya. Tripsin mempercepat
hilangnya potensi antigenik.

Patogenesis
Penularannya sangat efektif dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan morbili yang terjadi secara
droplet melalui udara, terjadi 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal
dan jarang dapat di temukan virusnya.Virus masuk ke dalam limfatik lokal,
bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah
bening lokal. Disini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan disitu
mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikuler seperti limpa. Sel
mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel

raksasa berinti

banyak dari Warthin, sedangkan limfosit-T meliputi klas penekanan dan


penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif membelah.

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara


lengkap, tetapi 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika
virus masuk ke dalam pembuluh darah dan meyebar kepermukaan epitel
orofaring, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus. Eksudat serosa dan
proliferasi sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi di sekitar
kapiler-kapiler.
Pada hari ke-9-10 fokus infeksi yang berada di saluran nafas dan
konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus
dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan
manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek
disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi
ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan
manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam yang
menyebar keseluruh tubuh, tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang
disebut bercak koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.
Akhirnya muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal
infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya
tahan tubuh menurun, sebagai respon delayed hypersensitivity terhadap antigen
virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang
mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah.
Vasikel tampak mikroskopis di epidermis tetapi virus tidak berhasil timbul di
kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologikmenunjukkan bahwa
antigen morbili dan gambaran histologik pada kulit diduga suatu reaksi Artus.
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis
media, dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes
pneumoniadapat terjadipada
menyebabkan gizi kurang.

kasus
Limfatik
lokal

Menyebar ke
permukaan epiel
orofaring,
5
kongjungtiv,saluran
napas, kulit, kandung
kemih, dan usus

virus

morbili, selain itu morbili dapat


Replikasi

Pembuluh
darah

Tabel 1.1 Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit


Hari
0

Manifestasi
Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva Infeksi pada sel epitel dan
multiplikasi virus

1-2

Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

2-3

Viremia primer

3-5

Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat


infeksi pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang
jauh

5-7

Viremia sekunder

7-11

Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk


saluran nafas 11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ
lain

15-17

Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

4. Manifestasi klinis

Diagnosis morbili biasanya dapat dibuat atas dasar kelompok gejala klinis
yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan
demam tinggi dalam beberapa hari dan diikuti ruam yang memiliki ciri khas,
yaitu diawali dari belakang telinga untuk kemudian menyebar ke muka, dada,
tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu

tubuh dan

selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.


Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari).
Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif,
penderita tidak menampakkan gejala sakit.
Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium
prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala
klinik khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi
konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak
Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat
menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan
menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang Koplik spot
yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-101
infeksi.
7

Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan
areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering
ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga
ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian
tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum
timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian.
Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis
dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu
pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan
pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai
makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan
garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke
seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama.
Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan
terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul
di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya
sesuai dengan urutan munculnya (Phillips, 1983).
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan
tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak
berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa
penyembuhan maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi.
Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada
infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian
kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak
sehingga sulit dikenali (Phillips, 1983).

5. Diagnosis
8

Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis.


Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat
ditemukan sel raksasa berinti banyak dari apusan mukosa hidung. Serum
antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan pemeriksaan Hemagglutinationinhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization, immune precipitation,
hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody (FA).
Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut
pada masa prodromal dan serum sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan
sampel serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer
sebanyak 4x atau lebih (Cherry, 2004). Serum IgM merupakan tes yang berguna
pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9
minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada
pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi
lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan
protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal
(Phillips, 1983).
6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding morbili diantaranya :
1. Roseola infantum.
Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.
2. Rubella.
Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala
yang timbul tidak seberat campak.
3. Alergi obat.
Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan
biasanya tidak disertai gejala prodromal.
4. Demam skarlatina.
Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda patognomonik
berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau
membranosa (Alan R. Tumbelaka, 2002).
7. Pencegahan
9

1. Imunisasi aktif.
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin
diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif
dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut
diberikan secara subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 10 15
bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk
antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi dianjurkan pula
agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis
diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di
Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9
bulan ke atas.
Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur.
Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini
juga dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat
tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak
dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang
mendapat pengobatan imunosupresif.
2. Imunisasi pasif.
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum
konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif
untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan
menggunakan imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara
intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin.
Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk
kontak dibangsal rumah sakit anak.

3. Isolasi

10

Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit


campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk
diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar.

8. Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat,
pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi
infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam,
dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000
Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu
pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak
juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total (Cherry,
2004). Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang,
asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan
dengan penyulit yang timbul (IDAI, 2004)
9. Pemeriksaan penunjang
Darah tepi : Jumlah leukosit cenderung menurun disertai limfositosis relatif .
Isolasi dan identifikasi virus : Swab nasofaring dan sampel darah yang
diambil dari pasien 2-3 hari sebelum onset gejala sampai 1 hari setelah
timbulnya ruam kulit (terutama selama masa demam campak) merupakan
sumber yang memadai untuk isolasi virus. Selama stadium prodromal, dapat
terlihat sel raksasa berinti banyak pada hapusan mukosa hidung7.
Serologis: konfirmasi serologi campak berdasarkan pada kenaikan empat
kali titer antibodi antara sera fase akut dan fase penyembuhan atau pada
penampakkan antibodi IgM spesifik campak antara 1-2 minggu setelah onset
ruam kulit.

10. Komplikasi
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur
11

lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh
bakteri. Beberapa penyulit campak adalah:
a) Bronkopneumonia Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi
campak. Dapat disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi
sekunder oleh bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan
Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan
meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia
karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan
selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya
infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah
dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak
muncul akibat yang fatal.
b) Encephalitis Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi
campak. Gejala encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8
hari setelah onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi
campak akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat
muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas,
twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara
lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut.
c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE) Merupakan suatu proses
degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala terjadinya
deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan
penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi
campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan
dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan
kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi
memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak
yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).
d) Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis
dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
e) Otitis Media Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan
stadium erupsi.
12

f) Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna
sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya
daya tahan penderita campak (Soegeng Soegijanto, 2002)
g) Laringotrakheitis Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat
berat sehingga dibutuhkan tindakan trakeotomi.
h) Jantung Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak.
Walaupun jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang
terlihat gejala kliniknya.
i) Black measles Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari
infeksi campak yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat
hemoragik. Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan
pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula
terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).
Campak yang termodifikasi
Penyakit campak yang termodifikasi muncul pada orang yang hanya
memiliki setengah daya tahan terhadap campak. Hal tersebut dapat diakibatkan
riwayat penggunaan serum globulin maupun pada anak usia kurang dari 9 bulan
karena masih terdapatnya antibodi campak transplasental dari ibu. Ditandai
dengan gejala penyakit yang lebih ringan. Stadium prodromal akan menjadi
lebih pendek. Batuk, pilek dan demam lebih ringan. Bercak Koplik lebih sedikit
dan kurang jelas, namun dapat juga tidak muncul sama sekali. Ruam yang
muncul sama dengan infeksi campak klasik, tetapi tidak bersifat konfluens. Pada
beberapa orang, infeksi campak yang termodifikasi ini dapat tidak memberikan
gejala apapun (Cherry, 2004).
Campak atipikal
Didefinisikan sebagai sindroma klinik yang muncul pada orang yang
sebelumnya telah kebal akibat terpajan pada infeksi campak alamiah. Biasanya
muncul pada orang yang telah mendapat vaksin dari virus campak yang
dimatikan Masa inkubasi dari campak atipikal sama seperti pada campak yang
tipikal yaitu sekitar 7 hingga 14 hari. Stadium prodromal ditandai dengan
demam tinggi yang mendadak (39,5C sampai 40,6C) dan biasanya sakit
kepala. Bisa juga didapatkan gejala nyeri perut, mialgia, batuk non-produktif,
13

muntah, nyeri dada dan rasa lemah. Bercak Koplik jarang ditemui. Dua atau tiga
hari setelah onset penyakit muncullah ruam yang dimulai dari distal ekstremitas
dan menyebar ke arah kepala. Ruam sedikit berwarna kekuningan, terlihat jelas
pada pergelangan tangan dan kaki serta terdapat juga pada telapak tangan dan
kaki. Ruam dapat berbentuk vesikel dan terasa gatal. Pada campak atipikal dapat
muncul efusi pleura, sesak nafas, hepatosplenomegali, hiperestesia, rasa lemah
maupun paresthesia. Diagnosis dari campak atipikal dapat ditegakkan melalui tes
serologis. Bila sampel serum awal diambil sebelum atau pada saat onset ruam,
CF dan titer HI biasanya kurang dari 1:5. Pada hari ke-10 infeksi kedua titer
akan meningkat mencapai 1:1280 atau lebih. Pada campak yang tipikal, di hari
ke-10 infeksi titer jarang melebihi 1:160 (Cherry, 2004).
11. Prognosis
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi
prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita
penyakit kronis atau bila ada komplikasi

KESIMPULAN

14

Kesimpulan
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara
epidemiologi penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut
etiologinya campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae,
genus Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet. Gejala klinis campak
terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium
konvalesensi. Diagnosis ditegakkan dari gambaran klinis, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Komplikasi dari morbili adalah
bronkopneumonia, ensefalitis morbili akut, komplikasi neurologis, SSPE dan
immunosuppresive measles encephalopathy. Prognosis baik pada anak
dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum
buruk. Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik. Pencegahan
morbili dapat dilakukan dengan imunisasi aktif, imunisasi pasif dan isolasi.

DAFTAR PUSTAKA

15

Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam:


Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113
Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds)
Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia.
Saunders. p.2283 2298
Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook
of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743
Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed) Buku
Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Hal. 105
Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk.
(ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 125
T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90

16

You might also like