You are on page 1of 5

LAPORAN TUGAS MANDIRI

PEMICU III TEKNOLOGI OLEOKIMIA

DISUSUN OLEH :
VIVIAN
130405073
Kelompok IX

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

LTM Pemicu III (Tiga)


Teknologi Oleokimia

Vivian/ 130405073
Kelompok IX (Sembilan)

Potensi Biodiesel di Indonesia


Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan oleh reaksi kimia
antara minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek, misalnya
metanol, etanol, atau butanol dengan dibantu katalis, proses ini disebut
transesterifikasi. Dari sudut pandang lingkungan, penggunaan biodiesel memiliki
beberapa keuntungan misalnya dapat mereduksi emisi karbonmonoksida dan
karbondioksida, nontoxic dan biodegradable. Diharapkan biodiesel dapat mereduksi
penggunaan bahan bakar fosil (Puspitaningati, 2013).
Peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel di Indonesia cukup besar
terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar
mencapai sekitar 40 % dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi.
Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total
penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Indonesia juga memiliki
beranekaragam tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan bakar biodiesel seperti
kelapa sawit dan jarak pagar (ESDM, 2015).

Gambar 2.1 Perkiraan Oil- Yield dari Beberapa Tanaman


Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa perolehan liter minyak per hektar
tanaman terbanyak terdapat pada tanaman kelapa sawit. Minyak kelapa sawit adalah
suatu sumber energi yang potensial. Sebagai negara yang tanahnya subur, Indonesia
memiliki potensi yang sangat besar untuk berperan dalam industri kelapa sawit.
Terlebih lagi pada 2007 Indonesia tercatat sebagai penghasil dan pengekspor minyak
kelapa sawit terbesar di dunia. Sampai dengan 2010, luas areal perkebunan kelapa

LTM Pemicu III (Tiga)


Teknologi Oleokimia

Vivian/ 130405073
Kelompok IX (Sembilan)

sawit di Indonesia mencapai 7,8 juta hektar. Dalam kurun waktu sekira 15 tahun
terakhir produksi minyak kelapa sawit meningkat hampir lima kali lipat, dari 4,8 juta
ton minyak sawit mentah (CPO) pada 1996 menjadi 19,8 juta ton pada 2010
(Julianti,2014).
Setelah lama menyandang predikat sebagai produsen CPO terbesar di dunia,
Indonesia juga berpeluang menjadi raja biodiesel di dunia dengan potensi bahan baku
yang berlimpah. Berdasarkan peraturan Menteri ESDM no 25 tahun 2013, ditetapkan
campuran 10% biodiesel dalam minyak solar (B-10) dan akan terus ditingkatkan
menjadi 20% (B-20) ditahun 2016, sehingga kebutuhan biodiesel yang diserap oleh
Pertamina semakin meningkat (Amin, 2014).

Spesifikasi Biodiesel
Beberapa spesifikasi biodiesel yang penting untuk di uji adalah :
1. Titik Nyala (Flash Point)
Merupakan temperatur terendah pada tekanan 101,3 kPa suatu bahan dapat
menguap untuk membentuk campuran yang dapat menyulut api di udara.
Flash point merupakan penentu untuk mengklasifikasi bahan mudah terbakar.
Tipikal flash point untuk metil ester murni > 200 oC, diklasifikasikan sebagai
bahan tidak mudah terbakar. Bagaimanapun, selama produksi dan pemurnian
biodiesel, tidak semua metanol dapat dikeluarkan, menyebabkan bahan bakar
tersebut mudah terbakar dan lebih berbahaya untuk dikendalikan dan
disimpan apabila flash point berada dibawah 130oC. Kelebihan metanol
dalam bahan bakar juga mempengaruhi pelindung mesin dan elastomer dan
menyebabkan korosi pada komponen logam. Untuk biodiesel, persyaratan
titik nyala minimal 130oC, diuji dengan metode ASTM D-93.

LTM Pemicu III (Tiga)


Teknologi Oleokimia

Vivian/ 130405073
Kelompok IX (Sembilan)

2. Air dan sedimen


Menunjukkan volume air bebas dan sedimen di tengah- tengah distilat bahan
bakar yang memiliki viskositas 1 4,1 mm 2/s pada 40oC dan densitas sekitar
700 900 kg/m3.
Uji ini mengukur kemurnian dari biodiesel. Untuk B100, hal ini penting
karena air dapat bereaksi dengan ester, menghasilkan asam lemak bebas dan
dapat mendukung pertumbuhan mikroba dalam tangki penyimpanan. Air
biasanya dijaga tidak terlibat dalam produksi dengan mengeluarkannya dari
tangki penyimpanan. Bagaimanapun, air dapat terbentuk selama proses reaksi
katalis NaOH atau KOH dengan alkohol. Jika terdapat asam lemak bebas, air
akan bereaksi membentuk sabun. Tetapi pada akhirnya, air ditambahkan pada
saat proses pencucian untuk mengeluarkan kontaminan dari biodiesel. Proses
pencucian ini harus dilanjutkan dengan proses pengeringan untuk
mendapatkan produk akhir.
Sedimen dapat menyumbat penyaring bahan bakar dan berkontribusi dalam
pembentukan deposit dalam injeksi bahan bakar dan kerusakan mesin
lainnya. Kadar sedimen dalam biodiesel dapat meningkat dari waktu ke
waktu akibat bahan bakar berdegradasi selama penyimpanan yang lama.
Persyaratan kadar air dan sedimen adalah maksimum 0,05 % volume dan
diuji dengan metoda ASTM D 2709

LTM Pemicu III (Tiga)


Teknologi Oleokimia

Vivian/ 130405073
Kelompok IX (Sembilan)

3. Viskositas Kinematik ( Syarat : 1,9 6 mm2/s pada 40oC, metode ASTM D445)
Viskositas kinematik merupakan daya tahan fluida untuk mengalir dibawah
gravitasi. Viskositas kinematik sebanding dengan viskositas dinamik per
densitas. Viskositas kinematik merupakan spesifikasi rancangan dasar untuk
injeksi bahan bakar dalam mesin diesel. Viskositas yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan injektor tidak bekerja semestinya.
4. Abu tersulfonasi ( Syarat : maks 0,02 %wt , metode ASTM D -874)
Mengetahui kadar sulfur dalam hidrokarbon cair, dididihkan pada suhu 25
400oC, dengan viskositas sekitar 0,2 dan 20 cSt (mm2/s) pada temperatur
kamar.
5. Cloud point (dilaporkan kepada pelanggan, unit oC, metode ASTM D- 2500)
6. Acid number (maks 0,8 mg KOH /g, metode ASTM D-664)
7. Gliserin bebas dan total gliserin (maks 0,02 %wt dan 0,24%wt, metode
ASTM D-6584)
Gliserin bebas dapat dihasilkan dari pencucian yang tidak sempurna dari
proses pencucian dengan air. Gliserin bebas dapat menjadi sumber deposit
karbon dalam mesin karena pembakaran yang tidak sempurna.
Gliserin total adalah jumlah dari gliserin bebas dan gliserin terikat. Gliresin
terikat adalah bagian gliserin dari molekul mono-, di-, dan tri-.
8. Cetane number (min 47, metode ASTM D-613)
Angka cetana adalah ukuran kemampuan pengapian dari bahan bakar diesel
yang dihasilkan dengan membandingkan ke bahan bakar reference dalam uji
standarisasi mesin. Cetana untuk mesin diesel analogi dengan oktan dalam
percikan api mesin mengukur bagaimana mudahnya bahan bakar akan
memicu pengapian dalam mesin.
(Gerpen dkk., 2004)

You might also like