You are on page 1of 46

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Computed Tomography Scan (CT-Scan)

2.1.1

Definisi
CT-Scan adalah tes diagnostik yang memiliki informasi yang sangat

tinggi. Tujuan utama penggunaan CT-Scan adalah mendeteksi perdarahan intra


kranial, lesi yang memenuhi rongga otak (Space Occupying Lesions/SOL), edema
serebral dan adanya perubahan struktur otak. Selain itu CT-Scan juga dapat
digunakan dalam mengidentikasi infark, hidrosefalus dan atrofi otak. Bagian
basilar dan posterior tidak begitu baik diperlihatkan oleh CT-Scan.
CT-Scan ini paling banyak digunakan untuk melihat potongan
penampang lintang dari susunan syaraf pusat (otak) manusia. Pasien yang akan
diperiksa harus tidur di meja khusus. Setelah didapatkan posisi yang dikehendaki,
kemudian dilakukan pengambilan data yang diatur dari panel kontrol. Panel
kontrol ini harus terletak di ruang pemeriksaan. Pengambilan data ini bisa
membutuhkan waktu beberapa menit, tergantung dari jenis pemeriksaan dan tipe
pesawat CT-Scan yang digunakan. Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan
proses rekonstruksi untuk mendapatkan gambar. Proses rekonstruksi ini
merupakan suatu pekerjaan yang sangat komplek dan hanya dilakukan dengan
komputer, sehingga teknik diagnosa ini dikenal Computerized Tomography atau
Computed Tomography.
Seperti halnya pada diagnostik sinar-X konvensional, CT-Scan ini juga
kurang baik untuk pemeriksaan bagian/organ tubuh yang bergerak. Sehingga
sampai saat ini CT-Scan lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan bagian
kepala.
2.1.2

Prinsip Kerja
Pada alat konvensional tabung sinar-X berputar secara fisik dalam bentuk

sirkuler. Sedangkan pada alat Electron Beam Tomography (EBT) yang berputar

adalah aliran elektronnya saja. Data yang dihasilkan akan memperlihatkan


densitas dari berbagai lapisan. Pada saat sinar X melalui sebuah lapisan maka
lapisan tersebut akan mengabsorbsi sinar dan sisanya akan melalui lapisan
tersebut yang akan ditangkap oleh detektor yang sensitif terhadap elektron.
Jumlah radiasi yang diabsorbsi akan tergantung pada densitas jaringan yang
dilaluinya. Pada tulang, energi yang melalui (penterasi) jaringan itu lebih sedikit
maka akan muncul gambaran berwarna putih atau abu-abu yang terang.
Sedangkan pada cairan serebrospinal dan udara akan menghasilkan gambaran
lebih gelap. CT-Scan dapat memberikan gambaran pada potongan 0,5-11,3 cm dan
memberikan gambaran akurat pada abnormalitas yang sangat kecil.
CT-Scan digunakan di dalam kedokteran sebagai alat diagnostik dan
sebagai pemandu untuk prosedur intervensi. Kadang-kadang membandingkan
material seperti kontras ke dalam pembuluh darah. Hal ini berguna bagi struktur
seperti pembuluh darah yang jika tidak akan sukar untuk menggambarkan
jaringan sekitarnya. Penggunaan material kontras dapat juga membantu
memperoleh informasi fungsional tentang jaringan. Ukuran gambar (piksel) yang
didapat pada CT-Scan adalah radiodensitas. Ukuran tersebut berkisar antara skala
-1024 sampai +3071 pada skala Hounsfield Unit (HU). HU sendiri adalah
pengukuran densitas dari jaringan.
Peningkatan teknologi CT-Scan adalah menurunkan dosis radiasi yang
diberikan, menurunkan lamanya waktu dalam pelaksanaan scaning dan
peningkatan kemampuan merekonstruksi gambar. Meski demikian, dosis radiasi
dari CT meneliti beberapa kali lebih tinggi dibanding penyinaran konvensional
meneliti. Sinar-X adalah suatu format radiasi pengion dan tentunya berbahaya.
2.1.3

Komponen Mesin CT-Scan


Komponen mesin CT-Scan terdiri dari:

Meja tempat pasien

Gantry scanning yang berisi sumber sinar-X dan susunan detektor

Perangkat elektronik untuk akuisisi data

Generator sinar-X

Komputer, TV-monitor berikut panel kontrol

Gantry
scanning

Peralatan
untuk
akuisisi data

Meja
pasien

Gambar 1. Peralatan Pesawat CT-Scan

Meja pasien dan Gantry scanning harus dapat menempatkan posisi


pasien pada posisi yang tepat, akurat dan nyaman, sehingga dari proses
rekonstruksi akan didapatkan hasil tomografi yang benar. Tegangan sinar-X yang
digunakan bervariasi dari 50-150 kV dengan kuat arus antara 0-600 mA. Gambar
bidang tomografi yang ditampilkan pada layar monitor komputer selanjutnya
dapat dibuatkan film fotografi (seperti pada diagnostik konvensional), dicetak
pada printer ataupun disimpan dalam disket.
1. Gambaran jaringan pada CT-Scan
Jaringan
Udara
Lemak
Cairan cerebrospinal
Otak
Darah
Tulang

Hounsfield unit
-1000
-100
0
30
100
1000

Warna abu-abu
Hitam ()
Hitam ()
Hitam ()
Abu-abu (-)
Putih ()
Putih ()

2. Aplikasi pada klinis

Aplikasi CT-Scan pada klinis:


a. Pada kranial:
Diagnosa dari cerebrovascular accidents dan intrakranial hemoragik
Deteksi tumor; CT-Scan dengan kontras lebih sensitif dari MRI
Deteksi peningkatan tekanan intra kranial sebelum dilakukan lumbal
pungsi atau evaluasi fungsi ventriculoperitoneal-shunt
Evaluasi fraktur wajah atau kranial
Pada kepala/leher/wajah/mulut CT-Scan digunakan pada rencana
operasi bagi deformitas kraniofasial dan dentofasial dan evaluasi tumor
sinus, nasal, orbital, dan rencana rekonstruksi implant dental
b. Pada dada
Mendeteksi perubahan akut ataupun kronik parenklim paru
Evaluasi proses intrestitial kronik (emfisema, fibrosis)
Evaluasi mediatinum dan limfadenopati menggunakan kontrast per-IV
Metode pemeriksaan utama pada emboli paru, dan disecsi aorta
menggunakan kontras IV (Intra Vena)
c. Pada abdomen dan pelvik
Diagnosa pada batu ginjal, apendisitis, pankreatitis, diverkulitis,
aneurisma aorta
Abdomen, obstruksi usus
Pilihan pertama mendeteksi trauma menelan benda solid
CT-Scan bukan pilhan utama pada pelvik, pilhan pertama adalah
ultrasonografi (USG)
d. Pada Ekstremitas
Digunakan pada fraktur kompleks

2.2 Anatomi Kepala


2.2.1

Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari lima lapisan yang sering disebut sebagai SCALP

yaitu:

Gambar 2. Lapisan Kulit Kepala

1. Skin atau Kulit


Yang mengandung rambut dan kelenjar keringat (glandula sebasea)
2. Connective tissue
Jaringan penyambung dimana sebagian besar saraf sensorik berada dilapisan
ini
3. Aponeurosis
Biasa disebut galea aponeurotika yang merupakan jaringan ikat berhubungan
langsung dengan tengkorak di mana melekat tiga otot yakni ke anterior (M.
frobtalis), posterior (M. occipitalis), dan lateral (M. temporalis)
4. Loose areolar tissue
Jaringan penunjang longgar yang memisahkan galea dari perikranium.
Lapisan ini kaya akan pembuluh darah sehingga pada trauma kepala dapat
terjadi perdarahan yang hebat (hematoma subgaleal)
5. Pericranium
Bagian yang berhubungan dengan tabula eksterna dari skull atau tengkorak

2.2.2

Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri

dari beberapa tulang yaitu: OS Frontal, os Parietal, os Temporal, os Oksipital.


Kalvaria khususnya di region temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melalui bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas tiga fosa yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat
lobus temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan
cerebellum.

Gambar 3. Tulang Tengkorak

Ruang tengkorak (cavum crania) merupakan ruangan keras yang tidak


memungkinkan perluasan isi intra kranial. Tulang tengkorak sebenarnya terdiri
dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar
disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur
demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar dengan
bobot yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan
arteri meningea anterior, media, posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak
menyebabkan rusaknya salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan arterial tersebut
akan tertimbun dalam ruang epidural sehingga dapat menimbulkan akibat yang
fatal kecuali bila ditemukan dan diobati dengan segera.

2.2.3

Meningens
Meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari tiga lapisan

yaitu:

Gambar 4. Lapisan Meningens

1. Durameter
Durameter secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Durameter merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari cranium.
Durameter terdiri dari dua lamina yakni lamina endostealis dan meningealis. Pada
encephalon. Lamina endostealis melekat kuat pada permukaan inferior cranium,
terutama sutura, basis krania, dan tepi foramen magnum. Lamina meningealis
mempunyai permukaan yang licin dan membentuk empat septa yaitu falx cerebri,
tentorium cerebella, dan diagfragma sellae.
Karena tidak melekat pada selaput arakhnoid dibawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara durameter dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus

sagitalis superior digaris tengah disebut bridging veins, dapat mengalami robekan
dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan
darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus sinus
ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri menigea terletak antara durameter dan permukaan dalam dari
cranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
pendarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri menigea
media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2. Selaput arachnoid
Selaput arachnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arachnoid terletak antara pia meter sebelah dalam dari durameter sebelah luar
otak. Selaput ini dipisahkan dari dura meter oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari pia meter oleh spatium subarachnoid yang terisi oleh liquor
cerebrospinalis. Pendarahan sub arachnoid umumnya disebabkan akibat cedera
kepala.
3. Piamater
Piamater melekat erat pada permukaan korteks cerebri. Piamater adalah
membran vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam. Membran ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam subtansi otak
juga diliputi oleh piamater.
2.2.3

Otak
Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Cerebrum (Otak Besar)


2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)

10

Gambar 5. Cerebrum, Cerebellum dan Brainstem

Gambar 6. Sistem Limbik

1. Cerebrum (otak besar)


Cerebrum terbagi menjadi empat bagian yang disebut dengan lobus. Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit
disebut sulkus. Ke empat lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal,
Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.

11

Gambar 7. Lobus yang Terdapat Pada Cerebrum

a. Lobus Frontal
Merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini
berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak,
kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas,
kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara
umum.
b. Lobus Parietal
Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus Temporal
Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus Occipital
Ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang
ditangkap oleh retina mata.
2. Cerebellum (otak kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap
dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang

12

tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak


mampu mengancingkan baju.

Gambar 8. Cerebellum

3.

Brainstem (batang otak)


Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala

bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan
merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesencephalon atau Otak tengah (disebut juga Mid Brain)
Adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak besar dan
Otak kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,

13

gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan


pendengaran.
b. Medulla oblongata
Adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian
kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis
otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c. Pons
Merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama
dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau
tertidur.

Gambar 9. Batang Otak

4.

Sistem limbik
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat

kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini
sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak
mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan,
mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar,
dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Struktur anatomi yang berkaitan dengan hidrosefalus, yaitu bangunan-bangunan
dimana cairan serebrospinal berada.

14

Gambar 10. Sistem Limbik

5.

Sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis

a. Ventrikel lateralis
Ada dua terletak didalam hemispher telencephalon. Kedua ventrikel lateralis
berhubungan denga ventrikel III (ventrikel tertius) melalui foramen
interventrikularis (Monro).
b. Ventrikel III (Ventrikel Tertius)
Terletak pada diencephalon. Dinding lateralnya dibentuk oleh thalamus
dengan adhesio interthalamica dan hypothalamus. Recessus opticus dan
infundibularis menonjol ke anterior, dan recessus suprapinealis dan recessus
pinealis ke arah kaudal. Ventrikel III berhubungan dengan ventrikel IV
melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus Sylvii (aquaductus cerebri).
c. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus)
Membentuk ruang berbentuk kubah diatas fossa rhomboidea antara
cerebellum dan medulla serta membentang sepanjang recessus lateralis pada
kedua sisi. Masing-masing recessus berakhir pada foramen Luschka, muara
lateral ventrikel IV. Pada perlekatan vellum medullare anterior terdapat
apertura mediana Magendie.
d. Kanalis sentralis medula oblongata dan medula spinalis

15

Saluran sentral korda spinalis: saluran kecil yang memanjang sepanjang korda
spinalis, dilapisi sel-sel ependimal. Diatas, melanjut ke dalam medula
oblongata, dimana ia membuka ke dalam ventrikel IV.

Gambar 11. Sistem Ventrikel

6. Cairan Serebrospinalis
Cairan cerebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral
melalui foramen Monroe menuju ventrikel III, melalui akuaduktus sylvius menuju
ventrikel IV. Setelah melalui dua foramen Luschka dibagian lateral dan foramen
Mangendi di medial, CSS akan direabsorbsi kedalam sirkulasi vena melalui
granulasio arachnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah
dalam CSS dapat menyumbat granulasio arachnoid sehingga mengganggu
penyerapan CSS dan dapat menyebabkan kenaikan tekanan intracranial. Angka
rata rata pda kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan
dihasilkan sekitar 500 ml CSS perhari.

16

Gambar 12. Skema Produksi dan Sirkulasi LCS

7. Tentorium
Tentorium cerebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa crania anterior dan fOSsa crania media) dan ruang infratentorial
(berisi fossa crania posterior).

Gambar 13. Tentorium Pada Kepala

8. Vaskularisasi
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
Sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam

17

dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunya katup. Vena tersebut keluar dari
otak dan bermuara kedalam sinus venosus cranialis.

Gambar 14. Vaskularisasi Kepala

18

Gambar 15. Sirkulus Willisi

Otak divaskularisasi oleh cabang-cabang A.carotis interna dan A.vertebralis.


A.carotis interna merupakan cabang dari A.carotis comunis yang masuk ke kavum
cranii melalui canalis caroticus, cabang-cabangnya adalah A.optalmica,
A.choroidea
A.opthalmica

anterior,

A.cerebralis

mempercabang

anterior

A.centralis

dan
retina,

A.cerebralis
A.cerebralis

medialis.
anterior

mempercabangkan A.communicans anterior, sedangkan A.cerebralis medialis


mempercabangkan A.communican posterior.
Arteri vertebralis merupakan cabang A.subclavia naik ke leher melalui
foramina tranversalis. Kedua A.vertebralis di kranial pons membentuk A.basillaris
yang mempercabangkan aa.Pontis, A.labirintina (mengikuti N.V dan N.VIII),
A.cerebellaris superior (setinggi N.III dan N.IV) dan A.cerebralis posterior yang
merupakan cabang terminal A.basilaris.
Cabang-cabang arteri carotis interna dan A.vertebralis membentuk circulus
arteriosus Willis yang terdapat disekitar chiasma opticum. Dibentuk oleh
A.cerebralis anterior, A.cerebralis media, A.cerebralis posterior, A.comunican
posterior dan A.communican anterior. Sistem ini memungkinkan suplai darah ke
otak yang adekuat terutama jika terjadi oklusi/sumbatan.

19

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vetebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
Sirkulus Willsi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunya katup. Vena tersebut keluar dari
otak dan bermuara kedalam sinus venosus cranialis.

Gambar 16. Oklusi Pembuluh Darah Sebagai Penyebab Iskemia

2.3 CT-Scan Kepala Normal


Scan Polos & Bone Window

20

Gambar 17. Scan kepala polos normal, tampak gambaran ventrikel 1, 2, 3 dan 4

21

Gambar 18. CT-Scan kepala normal, sistem ventrikel lateral tidak melebar

Potongan axial I
Merupakan bagian paling superior dari otak yang disebut hemisphere. Kriteria
gambarnya adalah tampak:

Gambar 19. Potongan axial I

A. Bagian anterior sinus superior sagital


B. Centrum semi ovale (yang berisi materi cerebrum)

22

C.
D.
E.
F.

Fissura longitudinal (bagian dari falks cerebri)


Sulcus
Gyrus
Bagian posterior sinus superior sagital

Potongan axial IV
Merupakan irisan axial yang ke empat yang disebut tingkat medial ventrikel.
Kriteria gambarnya tampak:

Gambar 20. Potongan axial IV

A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Anterior corpus collosum


Anterior horn dari ventrikel lateral kiri
Nucleus caudate
Thalamus
Ventrikel tiga
Kelenjar pineal (agak sedikit mengalami kalsifikasi)
Posterior horn dari ventrikel lateral kiri

Potongan axial V
Menggambarkan jaringan otak dalam ventrikel medial tiga. Kriteria gambar yang
tampak :

23

A.
B.
C.
D.
E.

Anterior corpus collosum


Anterior horn ventrikel lateral kiri
Ventrikel tiga
Kelenjar pineal
Protuberantia occipital interna

Potongan axial VII


Irisan ke tujuh merupakan penggambaran jaringan dari bidang orbita. Struktur
dalam irisan ini sulit untuk ditampakkan dengan baik dalam CT-scan. Modifikasimodifikasi sudut posisi kepala dilakukan untuk mendapatkan gambarannya adalah
tampak :

24

A.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Bola mata / occular bulb


Nervus optic kanan
Optic chiasma
Lobus temporal
Otak tengah
Cerebellum
Lobus oksipitalis
Air cell mastoid
Sinus ethmoid dan atau sinus sphenoid

2.4

Perdarahan Intra Kranial

2.4.1

Epidural Hematoma (EDH)


Epidural hematoma adalah penumpukan darah diruang epidural dan

cirinya berbentuk bikonveks atau mempunyai lensa cembung akibat trauma


kapitis. Sering terletak diarea temporal atau temporoparietal tetapi hematom dapat
pula terjadi didaerah frontal atau oksipital dan biasanya disebabkan robeknya
a.meningea media akibat fraktur tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi
biasanya berasal dari pembuluh darah arteri, namun dapat juga terjadi akibat
robekan dari vena besar.

25

Gambar 21. Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media, terletak antara
durameter dan lamina interna tulang pelipis.
1.Os temporal, 2. Hematom epidural, 3. Otak terdorong kesisi lain, 4. Lain- lain

Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency


dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.
Patofisiologi Hematoma Epidural
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak
dan durameter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah
satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak didaerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak
melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan
dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang
kepala sehingga hematom bertambah besar.

26

Gambar 22. Epidural hematom

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan


pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan
bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan
ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus
formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di
tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf
ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak
akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang
besar. Timbul tandatanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain
kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa
terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau

27

terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam
waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif
memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan
kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval
lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper
selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid
interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami
fase sadar. Sumber perdarahan :

Artery meningea (lucid interval = 2-3 jam)


Sinus duramatis
Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi A. diploica dan
vena diploica
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah

saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada
sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah
herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala
yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat,
harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.

Trauma capitis (perdarahan antara tulang tengkorak dan durameter)

Sering daerah temporal (robek cabang a.meningea medial) menimbulkan hematom epidural

Hematom semakin besar dan timbul tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam

Dorong otak kearah berlawanan (midline


Tekanan shift)
kebawh
danmenyebabkan
ICP meningkat
unkus serebral/infratentorial
Tekanan kedalam menyebabkan unkus hernias

Tekanan foramen magnum-Tekanan


dan batang
otak retikularis (hilang kesadaran lucid
formation
kaku deseberasi
-Tek. Saraf cranial II (okulomotorius) sebabkan pipil anisokor dan p
ggn jantung
-Tek. Lintasan kortikospinalis sebabkan ggn moto
ggn fungsi nafas
28

Gambar 23. Skema Patofisiologi EDH

Interprestasi CT-Scan Hematoma Epidural


Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja
(single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks,
paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen
(hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula
garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang
akut (60- 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.
Pada orang dewasa, hematoma epidural biasanya berhubungan dengan
patah tulang, meskipun mereka dapat dilihat pada anak-anak muda tanpa patah
tulang karena ketahan dari tengkorak. Pada anak-anak, jahitan terbuka dan sesuai
hasil tulang di fleksibilitas calvarial meningkat, yang dapat mengizinkan kelauar
lentur dari calvaria tanpa fraktur. Hal ini membungkuk dapat menyebabkan
pemisahan periosteum dari table bagian dalam tengkorak dan gangguan perforasi
arteri atau vena, menyebabkan EDH.

Gambar 24. Epidural Hematoma menunjukan Konfigurasi Lenticular Klasik yang


menimpa aspek lobus temporal sinistra. Area atenuasi berkurang di hematoma
menunjukan perdarahan yang sedang berlangsung

29

Gambar 25. Hematoma Epidural ditunjukan diatas meluas superior untuk menimpa aspek
lateral lobus frontal dengan sulcal terkait. Serta pergeseran garis tengah (midline sifthing)
kanan dari 5-6 mm

Gambar 26. Hematoma epidural menimpa lobus frontal kanan dengan kanan ke kiri
herniasi subfalcine sekitar 7 mm. Area atenuasi rendah dalam hematoma sekali lagi
terlihat. Ini mengindikasikan perdarahan terus pada saat pemeriksaan. Atasnya jaringan
lunak pembengkakan yang ada dalam aspek frontal kanan kuli kepala

Gambar 27. Fraktur linier yang nodisplaced terdapat didaerah temporoparietal kiri

30

Gambar 28. Gambaran CT-Scan Hematoma Epidural di Lobus Fronal kanan.

31

Gambar 29. Gambaran CT-Scan fraktur tulang frontal kanan di anterior sutura coronalis

2.4.2

Subdural Hematoma
Hematoma subdural/ subdural hematoma (SDH) merupakan kelainan

bedah saraf umum yang sering memerlukan intervensi bedah. SDH adalah jenis
perdarahan intrakranial yang terjadi di antara duramater dan arachnoid dan
mungkin terkait dengan cedera otak lainnya. Pada dasarnya, masalah ini terjadi
akibat terbendungnya darah di atas permukaan otak. SDH biasanya disebabkan
oleh trauma tetapi dapat spontan atau disebabkan oleh suatu prosedur, seperti
pungsi lumbal. Antikoagulasi, misalnya heparin atau warfarin (Coumadin),
mungkin menjadi faktor penyebabnya. Pendarahan subdural berasal dari:

rupture vena jembatan (Bridging Vein), yaitu vena yang berjalan dari ruang
subarachnoid atau korteks serebri melintasi ruang subdural dan bermuara
didalam sinus venosus durameter

robekan pembuluh darah kortikal, subarachnoid, atau arachnoid


Karena perdarahan subdural sering disebabkan oleh perdarahan vena,

maka darah yang terkumpul berjumlah hanya 100-200cc saja. Perdarahan vena
biasanya berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah 5 sampai 7 hari
hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10
sampai 20 hari. Darah yang diserap meninggalkan jaringan yang kaya dengan
pembuluh darah. Disitu bisa timbul lagi perdarahan-perdarahan kecil, yang
menimbulkan hiperosmolaritas hematom subdural dan dengan demikian bisa
terulang lagi timbulnya perdarahan kecil-kecil dan pembentukan suatu
kantongsubdural yang penuh dengan cairan dan sisa darah.
Klasifikasi Hematoma Subdural
1. Hematoma subdural akut
Gejala yang timbul segera hingga berjam jam setelah trauma. Biasanya
terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan
perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan

32

tanda vitalnya. Pendarahan dapat berkurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar


luas. Pada gambaran screening tomografinya, didapatkan lesi hyperdens.
2. Hematoma subdural kronis
Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Pendarahan
kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu minggu
ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas. Bahkan
hanya terbentur ringn saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien
juga mengalami gangguan vascular atau gangguan pembekuan darah. Pada
pendarahan subdural kronik, kita harus berhati hati karena hematoma ini lama
kelamaan bisa menjadi besar secara perlahan lahan sehingga mengakibatkan
penekanan dan herniasi.
Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi
hematoma, pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis
didaerah permukaan arachnoid. Kapsula melekat pada arachnoid bila terjadi
robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang
tipis dindingnya terutama pada sisi durameter. Darah dalam kapsula akan
membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari subarachnoid.
Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti pada tumor serebri.
Sebagian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia
diatas 50 tahun. Pada gambaran screening tomografinya didapatkan lesi hipodens.
Patofisiologi Hematoma Subdural
Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan
vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena
robeknya araknoidea. Karena otak yang bermandikan cairan cerebrospinal dapat
bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi
otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat di
mana mereka menembus duramater Perdarahan yang besar akan menimbulkan
gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural. Perdarahan yang tidak terlalu

33

besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang
membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan
dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena
tekanan intracranial yang berangsur meningkat.
Perdarahan subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral.
Vena jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak
mengecil sehingga walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan
robekan pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan
sistem vena yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar
sebelum gejala klinis muncul. Pada perdarahan subdural yang kecil sering terjadi
perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar biasanya menyebabkan
terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma subdural tersebut.
Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran ini memegang
peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh lebih rapuh
sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan subdural
kronik.
Akibat

dari

perdarahan

subdural,

dapat

meningkatkan

tekanan

intrakranial dan perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial
dikompensasi oleh efluks dari cairan likuor ke axis spinal dan dikompresi oleh
sistem vena. Pada fase ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relatif perlahan
karena komplains tekanan intra kranial yang cukup tinggi. Meskipun demikian
pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu akan melampaui
mekanisme kompensasi tersebut.
Komplains intrakranial mulai berkurang yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intra kranial yang cukup besar. Akibatnya perfusi serebral
berkurang dan terjadi iskemi serebral. Lebih lanjut dapat terjadi herniasi
transtentorial atau subfalksin. Herniasi tonsilar melalui foramen magnum dapat
terjadi jika seluruh batang otak terdorong ke bawah melalui incisura tentorial oleh
meningkatnya tekanan supra tentorial. Juga pada hematoma subdural kronik,
didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia basaalis lebih terganggu
dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya.

34

Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik,


yaitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan
mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam
kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan
onkotik didalam kapsul subdural hematoma. Karena tekanan onkotik yang
meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut.
Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu ternyata dari
penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata
hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang ke dua
mengatakan bahwa, perdarahan berulang yangdapat mengakibatkan terjadinya
perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis juga ditemukan dapat
meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut memberi
bantuan dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar membran atau
kapsul dari subdural hematoma. Level dari koagulasi, level abnormalitas enzim
fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan subdural kronik.
Interprestasi CT-Scan Hematoma Subdural
Pada pemeriksaan radiologi ct scan didapatkan gambaran hiperdens yang
berupa bulan sabit(cresent). Darah abu abu merupakan perdarahan subakut,
sedangkan darah putih putih mewakili akut. Pada fase akut, hematoma subdural
muncul sebagai koleksi berbentuk bulan sabit ekstra aksial dengan atenuasi
meningkat, ketika cukup besar, menyebabkan penipisan dari sulci berdekatan dan
pergeseran midline sifth. Perubahan atenuasi sebagai usia hematoma.

35

Gambar 30. Hematoma subdural subakut terlambat mengalami penurunan dibandingkan


dengan atenuasi jaringan otak yang berdekatan. Atenuasi dari hematoma tetap lebih tinggi
dari cairan cerebrospinal

Gambar 31. CT Scan dari Hematoma Subdural menunjukan edema serebral, Pergeseran
garis tengah, dan Kompresi dari Ventrikel

36

Gambar 32. CT Scan Hematoma subdural posterior Intrahemisperic yang hamper


pathognomic cedera non accindental (yaitu penganiyaan anak, sindrom bayi terguncang)

Gambar 33. Kepala panah menunjukan hematom subarachnoid, panah hitam menunjukan
hematom subdural dan panah putih menunjukan pergeseran garis tengah ke kanan

37

Gambar 34. Hematoma subdural dengan perdarahan subarachnoid yang berdekatan


adalah hasil dari aneurisme artei cerebral media, aneurisme adalah penyebab yang tidak
biasa dari hematoma subdural

Gambar 35. Hematoma subdural kronis (kepala panah) menunjukan yang septations dan
loculation yang sering terjadi dari waktu ke waktu

38

2.4.3

Subarachnoid Hematoma
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga

diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Diantara lapisan dalam (pia
mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak
(meninges). Subarachnoid hemorrhage adalah gangguan yang mengancam nyawa
yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu
satunya jenis stroke yang lebih umum diantara wanita.
Pendarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi dirongga
subarachnoid dimana diagnos ini cenderung mempunyai konotasi sebagai sindrom
klinis dari pada diagnose patologi. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari
perdarahan arterial akibat pecahnya suatu aneurisme pembuluh darah serebral atau
malformasi arterio - venosa yang rupture, disamping juga ada sebab sebab lain.
Perdarahan yang menumpuk dalam ruang subarachnoid dapat mencetuskan
terjadinya stroke, kejang, dan komplikasi lainnya. Perdarahan subarachnoid
diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu:

Traumatic subarachnoid hemorrhages dapat juga menyebabkan kerusakan


otak yang diakibatkan oleh kecelakaan

Spontaneus subarachnoid hemorrhages disebabkan oleh karena rupture


aneurisme atau abnormalitas pembuluh darah pada otak
Komplikasi tersering perdarahan subarachnoid adalah:

Hipertensi

Vasospasm

Hidrosefalus

Patofisiologi Hematom Subarachnoid


Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan
hemodynamic pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji
aneurisma dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan
suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu

39

pembentukan aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam


ruang subarachnoid.
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri
carotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari
lingkaran wilis. Selama 25 tahun John Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125
pasien bahwa pecah atau tidaknya aneurisma dihubungkan dengan hipertensi,
cerebral atheroclerosis, bentuk saluran pada lingkaran wilis, sakit kepala,
hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat pereda nyeri, dan
riwayat stroke dalam keluarga yang semua memiliki hubungan dengan bentuk
aneurisma sakular.
Efek masa

Efek rupture

Rupture of cerebral aneurysme

Perdarahan kedalam ruang subarchnoid

Berkembang sindrom stroke

Peningkatan intra cranial preasure


Gambar 36. Skema Hematom Sub Arachnoid

Interprestasi CT-Scan Hematom Subarachnoid


Perdarahan subarachnoid, dapat diidentifikasi pada CT-scan sebagai
jaringan dengan densitas tinggi (40 90 HU). Menggantikan cairan serebrospinal
di interhemisfer atau fissura silvii, sulcus cerebral atau sisterna basalis. Jika
pendarahan subarachnoid luas maka bentuk arah infundibulum atau cabang arteri
karotis pada sisterna nampak sebagai filing deffect pada darah intrasisternal yang
hiperdens. Meskipun pemeriksaan CT-scan sangat akurat untuk mendeteksi

40

pendarahan

subarachnoid

yang

baru

untuk

mengetahui

adanya

darah

disubarachnoid di interhemisferik falxcerebri yang relatif memiliki densitas dan


sulit dideteksi. Pendarahan subarachnoid biasanya meluas sampai pada sulcus
paramedian, mengakibatkan penampakan densitas dan irreguler, setelah beberapa
hari pemeriksaan CT Scan biasanya
subarachnoid

disekitar

falxcerebri,

menunjukkan pembersihan darah


sebaliknya

pendarahan

subdural

interhemisferik secara tipikal terlihat sebagai bentuk baji, tepi halus, zona densitas
tinggi.
Pada pasien dengan trauma kepala, pendarahan subarachnoid saat muncul
biasanya terbatas pada satu atau dua sulci, pendarahan subarachnoid yang luas,
menunjukkan adanya ruptur dari aneurisma atau pseudoaneurisma dan kadang
merupakan indikasi untuk pemeriksaan angiografi. Aneurisma konsenital biasanya
berlokasi pada ciculus willisi dan pseudoaneurisma berlokasi pada pembuluh
darah yang dapat merengang akibat pergeseran otak misalnya arteri cerebral
anterior dibawah falxcerebri.

Gambar 37. CT-Scan dari perdarahan subarachnoid posterior

41

Gambar 38. Suatu peningkatan bebas pada CT Scan Otak yang menunjukan suatu
perdarahan sub arachnoid luas mengisi sulci basiliar pada pasien aneurisme intracranial

Gambar 39. CT Scan diperoleh setelah angiografi dari aneurisme dari arteri cerebllar
posteroanterior. Gambar ini menunjukn perdarahan subarachnoid dan media kontras
mengisi sylvian fisura yang tepat, fisura interhemispheric, dan ventrikel lateral dan ketiga

42

Gambar 40. Kepadatan darh tinggi (panah) mengisi sulci selama konveksitas otak kanan,
dalam subarachnoid hemorage

2.4.4

Hematoma Intracerebral (ICH)


Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal,

terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis


yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita
dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan
direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa
menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang
terkena.
Intraserebral atau intraparenkim hematoma adalah area perdarahan yang
homogeny dan konfluen yang terdapat di dalam parenkim otak. Fraktur impresi
adalah fraktur dengan penekanan ke rongga dalam otak yang diakibatkan oleh
adanya kontak bentur pada kepala.
Pada CT-Scan kepala akan memperlihatkan gambaran hiperdens yang
homogeny dan berbatas tegas. Didaerah lesi akan disertai edema perifokal.
Apabila masa hiperdens pada CT scan kepala tersebut berdiamter kurang dari 2/3
diameter lesi, maka keadaan ini disebut kontusio.

43

Patofisiologi Hematom Intracerebral


Patogenesis dari perdarahan intraserebral belum diketahui secara jelas
tetapi diduga disebabkan oleh deformasi dan pecahnya pembuluh darah intrinsik
(tunggal atau multipel) pada waktu cedera terjadi. Kerusakan dari beberapa
pembuluh darah kecil menyebabkan penggabungan dari banyak perdarahan yang
kecil-kecil. Hematoma yang besar berperan menjadi lesi desak ruang dan
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menghasilkan herniasi
transtentorial.
Perdarahan intraserebral dapat berdiri sendiri atau sebagai bagian dari
komplek perdarahan intradural. Perdarahan intraserebral yang terisolasi lebih
sering muncul pada orang tua. Mekanisme perkembangan dari traumatik
perdarahan intraserebral adalah sama dengan perdarahan spontan intraserebral
dimana arteri atau arteriol pecah oleh kekuatan hantaman atau ruptur secara
spontan, menyebabkan darah dibawah tekanan arteri keluar ke parenkim otak.
Perdarahan berhenti ketika tekanan jaringan sekitar bekuan darah mencapai
tekanan yang sama dengan tekanan arteri yang pecah. Bekuan darah dapat tetap
berada didalam parenkim otak atau keluar kedalam ventrikel, daerah subdural atau
area subarakhnoid. Terdapat Cincin dari daerah iskemia sekitar hematoma, dimana
akan menjadi daerah penumbra yang dimana secara fungsional tidak berfungsi
tetapi potensial sebagai jaringan yang dapat diperbaiki.
Hematoma intraserebral traumatika yang besar jarang dijumpai.
Mengingat bahwa keadaan ini kerap berkaitan dengan kontusi kortikal yang luas,
maka kebanyakan tampak sebagai suatu kontusi yang melibatkan disrupsi
pembuluh darah yang lebih luas dan lebih dalam. Hematoma yang lebih kecil
biasanya tidak berhubungan dengan kontusi, dan mungkin lebih banyak
disebabkan oleh kumpulan gelombang hantaman yang ditimbulkan oleh benturan
atau cedera jaringan bagian dalam akibat akselerasi.

44

Kerusakan otak sekunder paling sering disebabkan oleh hipoksia dan


hipotensi, hipoksia dapat timbul akibat dari adanya aspirasi, obstruksi jalan nafas,
atau cedera thoraks yang bersamaan dengan cedera kepala.
Interprestasi CT-Scan Hematom Intracerebral
Pada CT-Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang homogen dan
berbatas tegas yang disertai dengan edema disekitarnya (perifokal edema).
Apabila massa hiperdens pada CT-scan kepala tersebut berdiameter kurang dari
2/3 diameter lesi, maka keadaan ini disebut kontusio.

Gambar 41. daerah yang dilingkari dengan tanda merah menunjukan sebuah perdarahan
intracerebral pada hemisphere sinistra, dengan ventrikel lateral terdesak kearah kolateral,
disekitar lesi hiperdens terdapat edema perifokal

45

Gambar 42. Intraparenchymal atau perdarahan intarserebral (panah), subarchnoid


hemorrhage (kepala panah), atau darah yang mengelilingi permukaan otak, dan edema
(tanda bintang), atau pembengkakan otak

Gambar 43. perbandingan antara intaracerbral hemorrhage dan kontusio cerebri

2.4.5

Hematoma Intraventikular (IVH)


Definisi primary Intraventricular hemorrhage (PIVH) dikemukakan

pertama kali oleh Sanders, pada tahun 1881, yaitu terdapatnya darah hanya dalam
sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan
pula bahwa PIVH merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas
pada sistem ventrikel. Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul
akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah
periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel. Darah memasuki ventrikel
melalui robekan ependim. Primary menandakan tampilan patologik dan bukan
menandakan etiologi yang tidak diketahui. PIVH merupakan kejadian yang jarang
pada dewasa, dan kadang-kadang dapat dibedakan dari malformasi pembuluh
darah atau neoplasma dari pleksus koroideus atau salah satu arteri koroideus,
ketika darah masuk ke ventrikel tanpa menyebabkan bekuan besar pada parenkim.
Perdarahan

Intraventrikuler

Primer

(Primary

Intraventricular

Hemorrhage (PIVH) sebagai perdarahan intracranial non traumatik yang terbatas

46

pada sistem ventrikel merupakan kejadian yang sangat jarang. Hal ini menjadi
alasan dari pemahaman yang buruk terhadap gejala klinis, etiologi, dan prognosis
jangka pendek maupun panjang pada pasien PIVH.
Sanders telah menunjukkan bahwa perdarahan intraventrikuler dapat
terjadi dalam setiap rentang usia, namun dengan puncak antara usia 40-60 tahun,
dengan rasio angka kejadian pada pria:wanita=1,4:1.2 Gambaran klinik pada
kasus PIVH yang ringan bervariasi dan mungkin berkaitan dengan banyaknya
perdarahan. Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada
ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan
intraserebral.Pada saat perdarahan keluar melalu matriks germinal dan masuk ke
system ventrikulear, disebut perdarahan intraventikuler (IVH).

IVH ringan jika tidak ada pelebaran ventrikel.

IVH sedang jika ventrikel melebar.

IVH berat jika perdarahan meluas ke parenkim otak.


Intraventrikular hemoragik primer yaitu terbatas pada system ventricular,

timbul dari sumber intraventrikular atau lesi yang berdekatan dengan ventrikel.
Contohnya adalah trauma intraventrikular, aneurisma, malformasi vascular dan
tumor, yang biasanya melibatkan plexus choroid. Sekitar 70% perdarahan
intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH sekunder mungkin terjadi akibat
perluasan dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid yang masuk ke system
intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat
dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle communicating artery atau
dari posterior communicating artery.
Patofisiologi Hematom Intraventrikuler
Sekitar 75--90% perdarahan periventrikuler berasal dari jaringan
subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral.
Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya
aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke
daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas
47

pula dapat menyebabkan perdarahan intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain


terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang
berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikan tekanan darah otak
yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.
Interprestasi Ct Scan Hematom Intraventrikuler

Gambar 44. CT-Scan menunjukan pelebaran ventrikel akibat sumbatan darah yang
ditunjukan dengan gambaran hiprdens disekitar ventrikel, dengan midline shifting
bergeser

Gambar 45. CT-Scan menunjukan lesi disekitar ventrikel lateral, ventrikel III dan IV
menunjukan gambaran hiperdens dengan midline sifth bergeser, dan ventrikel terdesak
total

48

You might also like